"Aku berjanji, Bu Jamilah tidak akan pernah lagi terus-terusan memprioritaskan Qiara daripada kamu." Zaydan menyahut Seraya mengulurkan jari kelingkingnya."Bu Jamilah Adalah ibu kandung Kak Zaydan. Kak Qiara sudah mengetahui tentang status Bu Jamilah semenjak beberapa bulan yang lalu. Dia memintaku untuk memberikan kebebasan kepada kakak Zaydan agar berinteraksi dengan Bu Jamilah dan membiarkan Bu Jamilah terus-terusan berada di rumah Kak Qiara. Hal itu membuat kasih sayang Bu Jamilah padaku seketika berkurang." Rangga memulai ceritanya di hadapan Zaydan.Anak kecil yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak itu menceritakan semua tentang perjalanan Bu Jamilah yang dia ketahui dari cerita ayahnya kepada Qiara. "Kak Qiara sengaja merahasiakan semua ini dari Kak Zaydan karena Bu Jamilah belum siap untuk bertemu dengan Kak Zaydan sebagai ibu kandung. Aku mendengar sendiri pembicaraan Kak Qiara dan kedua orang tuaku di ruang tamu saat itu." Rangga menutup ceritanya sebelum berlalu men
"Bagaimana keadaan Bu Jamilah? Apa dia baik-baik saja?" Pak Bustomi langsung memberondong Qiara dengan pertanyaan.Qiara duduk di sofa sambil memegangi perutnya yang sakit. Sejak tadi sebenarnya perutnya terasa teramat sangat sakit karena didorong oleh Bu Jamilah, tapi berusaha dia tahan karena dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Zaydan yang saat ini terlihat seperti sedang galau."Mas Zaydan tadi sudah mendonorkan darahnya pada Bu Jamilah. Mudah-mudahan Bu Jamilah bisa diselamatkan. Qiara merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantu menyelamatkan Bu Jamilah." Qiara termenung sambil memikirkan nasib Bu Jamilah saat ini yang sedang kritis di rumah sakit.Pak Bustomi mengusap punggung putrinya dengan lembut. Dia yang tidak tahu menahu tentang hubungan Zaydan dan Qiara hanya mampu memberi support kepada putrinya itu sambil sedikit melirik ke arah Qiara yang terus mengusap perutnya."Perut kamu kenapa?""Nggak tahu, Yah. Sejak tadi tuh sakit banget. Qiara juga nggak tahu kenapa
"Kamu mau ke mana, Mas? Kenapa kamu bawa pakaian kamu?" Qiara terkejut ketika melihat Zaydan yang mengemasi semua pakaiannya.Zaydan tidak memperdulikan permohonan Qiara. Hatinya benar-benar sudah terasa sakit ketika tahu bahwa Qiara merahasiakan tentang ibu kandungnya dari Zaydan. Padahal Qiara tahu jika selama ini Zaydan teramat sangat merindukan ibunya."Apa peduli kamu? Apa kamu pernah peduli dengan perasaanku saat ini?""Tentu saja aku peduli, Mas. Kamu adalah belahan jiwaku dan kamu adalah cintaku.""Jangan pernah ucapkan kata cinta itu jika pada kenyataannya kamu sendiri tidak bisa menjaga cintaku dengan baik. Kamu sudah menghianati kepercayaanku kepadamu." Zaydan sedikit menepis tangan Qiara sambil menutup tas ransel yang di bawahnya.Qiara yang melihat Zaydan hendak pergi dari kamar segera menahan pergerakan suaminya itu dengan cepat. Dipeluknya Zaydan dari belakang dengan begitu erat agar Zaydan tidak lepas dari pelukannya."Aku mohon jangan pergi, Mas. Kita bisa bicarakan i
Sebuah ruangan operasi yang dipenuhi dengan peralatan medis begitu mencekam. Seorang Dokter ditemani beberapa orang perawat begitu serius menangani Qiara yang saat itu harus dioperasi secepatnya."Dokter, detak jantungnya melemah." Ujar salah seorang Perawat."Kita harus segera mengambil tindakan.""Pilihannya ada dua. Bayi atau ibunya yang harus kita selamatkan.""Apa kita harus berbicara dengan keluarganya, Dokter?""Tidak ada waktu. Bu Qiara yang harus kita selamatkan. Dia kritis.""Tapi bagaimanapun juga. Keluarganya harus kita beritahu tentang keadaan ini. Kita tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak." Dokter menoleh ke arah beberapa perawat yang tengah membantunya."Beberapa orang coba lanjutkan pekerjaan ini. Usahakan kondisi Bu Qiara tidak kritis dan stabil. Saya akan berbicara dengan keluarga pasien untuk mengambil tindakan." Dokter berkata dengan wajah serius sambil mengajak salah satu perawat keluar ruangan.Pak Bustomi mengikuti langkah Dokter tersebut ketika diperi
"Sejak tadi Qiara terus-terusan bingung melihat sikap kamu yang tiba-tiba berubah. Dia merasa kalau kamu tengah menyimpan dendam kesumat kepadanya." Bu Budi menoleh ke arah Zaydan dan suaminya dengan tatapan cemas."Apa benar kamu menyimpan dendam kesumat pada Qiara?" Bu Budi terus menatap tajam pada Zaydan meminta jawaban pada lelaki itu."Jika setiap orang yang berada di posisi saya pasti akan mengambil sikap yang sama. Bagaimana mungkin saya bisa memaafkan Qiara, sementara dia sudah menutupi tentang jati diri Bu Jamilah selama ini." Zaydan menyahut sambil mengusap kasar wajahnya."Jadi kamu tahu tentang Bu Jamilah?" Pak Budi dan istrinya bertanya kepada Zaydan secara bersamaan. Hal itu tentu saja membuat Zaydan terbelalak dan menatap keduanya tidak percaya."Maksud kalian? Kalian tahu kalau selama ini Bu Jamilah adalah ibu kandung saya?" "Tentu saja kami tahu. Bahkan kami sudah lama memaksa Bu Jamilah untuk memberitahukan kepadamu tentang jati dirinya, tapi Bu Jamilah tidak ingin
"Maaf Pak, apakah kalian sudah mendapatkan donor darah untuk Nyonya Qiara? Saat ini Nyonya Qiara sedang kritis dan benar-benar membutuhkan donor darah secepatnya." Perawat tersebut menatap Pak Bustomi dan Zaydan dengan wajah sendu.Zaydan yang baru saja meminta bantuan kepada pihak kampus untuk mencarikan donor darah kepada ibunya, akhirnya memilih untuk meminta kembali bantuan kepada pihak kampus agar mencarikan donor darah yang sesuai dengan Qiara.Tangan lelaki berwajah Tampan itu begitu gemetar mengetik huruf demi huruf di layar ponselnya. Terlebih Dokter mengatakan bahwa Qiara saat ini sedang kritis dan benar-benar tengah berjuang melawan maut."Maafin aku, Sayang. Maafin aku karena terlalu gegabah mengambil keputusan tanpa mendengarkan perkataanmu." Zaydan berkata sambil menghubungi setiap orang yang dia yakini bisa mendonorkan darah untuknya.Pesan demi pesan permintaan donor darah Zaydan kirimkan ke beberapa grup dan beberapa temannya. Beruntungnya Ahmad dan Ammar juga ikut me
Tubuh Zaydan seketika menggigil membayangkan Qiara yang saat ini tidak bisa diselamatkan. Lelaki itu berhambur menerobos pintu ruang operasi meskipun ditahan oleh dua orang perawat jaga.Hancur hati Zaydan karena dia akan kehilangan Qiara untuk selamanya. Qiara yang sangat dicintainya dan belahan jiwanya yang selama ini telah banyak memberikan kebahagiaan. Namun kebahagiaan itu hanya perlahan saja berjalan karena Zaydan terlalu egois memikirkan tentang Bu Jamilah."Anda tidak boleh masuk, Pak. Dokter sedang menangani Nyonya Qiara." Perawat terus menahan Zaydan yang hendak menerobos masuk ke dalam ruangan."Istri saya tidak boleh pergi. Biarkan cinta saya membawanya kembali." Zaydan terus memberontak agar Dokter mengizinkannya masuk ke dalam ruang operasi.Namun ia tidak berhasil karena beberapa orang perawat dari dalam ikut mencegah keinginan Zaydan. Sedangkan Pak Bustomi terus memukuli kepalanya karena membayangkan hidup tanpa Putri kesayangannya."Bawa Nyonya Qiara ke ruang ICU. Det
"Saya mengakui melakukan kesalahan kali ini. Tapi itu karena saya tidak tahu cerita yang sebenarnya." Ucap Zaydan lirih."Dan itu adalah kesalahanmu yang paling terbesar. Gara-gara kamu tidak mau mendengarkan penjelasan Qiara, kondisi Qiara jadi sekarat seperti ini." Pak Bustomi menatap tajam pada Zaydan dengan wajah yang begitu marah."Yah, saya sudah terpisah dengan ibu saya selama puluhan tahun. Selama ini saya selalu bercerita kepada Qiara tentang kerinduan saya pada ibu. Bagaimana saya tidak merasa sakit hati setelah tahu bahwa Qiara menyimpan rahasia besar ini dari saya?""Ini semua karena kesalahan ibumu. Ibumu yang sudah membawa musibah dalam keluarga kalian. Kalau saja ibumu tidak memaksa Qiara untuk menyimpan rahasia ini, maka Qiara pasti sudah membeberkan semuanya." Darah Zaydan mendidih mendengar Pak Bustomi yang mengatakan bahwa ibunya membawa musibah dalam keluarganya. Lelaki itu mengepalkan tangannya dengan begitu kuat hingga buku-buku tangannya memutih."Ayah tidak be