Share

Poison (Racun untuk Maduku)
Poison (Racun untuk Maduku)
Author: Widanish

Kedatangan Madu

Author: Widanish
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Aku izinkan kamu menikah lagi. Asalkan istri mudamu nanti bersedia menuruti semua perintahku. Dia tak boleh menolak.”

 

 

Kuberikan jawaban pada suamiku yang tengah meminta izin untuk menikah lagi. 

 

 

“Baiklah. Tapi tolong, jangan beratkan urusannya. Jangan kau buat dia berada dalam kesulitan,” pinta suamiku. 

 

 

Bibirku terkatup rapat sebagai jawaban. 

 

 

“Hari ini, aku akan membawa calon madumu ke rumah kita. Dia sangat baik dan aku sangat mencintainya,” lanjut suamiku sebelum akhirnya dia berangkat kerja. 

 

 

*

 

 

Setengah jam lagi waktu yang kunantikan akan tiba. Mas Wira akan membawa calon istri barunya ke rumah ini. Dia hendak memperkenalkanku dengan wanita bernama Harum itu. 

 

 

Duduk di atas kursi istimewa, aku menghadap ke jendela kamar yang terbuka lebar. Kini terlihat hamparan tanah luas di hadapanku. Tiga hari lalu, kucabuti semua tanaman yang tumbuh di atasnya. Sengaja kukosongkan dan kupersiapkan lahan di pinggir kamarku ini untuk tempat tinggal Harum—calon maduku. 

 

 

“Manis, sepuluh tahun menjadi suamimu, aku telah dapat banyak harta. Sekarang aku sudah bisa berdiri di atas kaki sendiri. Aku tak membutuhkanmu lagi,” ucap suamiku pelan, saat aku menyambutnya pulang lembur di pagi hari—tiga hari yang lalu. 

 

 

“Lalu apa rencanamu?” Aku merespon dengan bertanya. Kugunakan bakat aktingku untuk menyembunyikan rasa terkejut dan sakit hati atas pernyataannya. 

 

 

Mas Wira menatapku malas, padahal kedua tanganku sudah terbentang  menantikan pelukannya. 

 

 

“Aku akan menikah lagi dengan pacarku. Harum namanya. Dia sangat cantik, dan lebih baik darimu dalam segala hal,” jawabnya. 

 

 

“Lalu bagaimana dengan aku?”

 

 

“Aku akan segera menceraikanmu.”

 

 

Hatiku telah mati saat itu juga. Lelaki yang sepuluh tahun lalu kupungut dari jalanan itu, berani berkata kasar dan bersikap kurang ajar. 

 

 

“Selain itu, apa alasanmu menceraikanku?” tanyaku tenang. 

 

 

“Kau lihat kondisimu. Kedua kakimu lumpuh, dan kau hanya bisa duduk di kursi roda. Apa yang bisa kuandalkan darimu? Bukannya melayaniku, kau malah akan merepotkanku nantinya.”

 

 

Aku tersenyum. Dia mengernyit keheranan, mungkin awalnya dia mengira aku akan menangis. 

 

 

“Tolong, jangan ceraikan aku,” kataku dalam senyuman. 

 

 

“Tapi aku sangat mencintainya. Dan aku tak membutuhkanmu lagi,” tolak suamiku. 

 

 

“Aku masih punya kekayaan yang belum kuberikan padamu. Kekayaan yang akan membuatmu tak perlu bekerja keras lagi seumur hidup,” tawarku. 

 

 

Senyum Mas Wira seketika merekah. Dia melempar tas-nya ke sembarang arah, lalu memelukku. “Aku tahu kau sangat-sangat kaya raya, sayang. Maafkan aku telah salah menilai, ternyata kau masih berguna untukku,” ucapnya. 

 

 

Mas Wira mencium keningku, aku membalasnya dengan senyuman.

 

 

“Sekarang, apa kau masih ingin menikahi Harum?” tanyaku. 

 

 

“Oh, ya. Kalau soal itu … aku sangat mencintainya. Tak mungkin aku meninggalkannya,” jawab suamiku. 

 

 

“Jadi, kau lebih memilih Harum daripada hartaku?” 

 

 

Tampak Mas Wira kebingungan memilih. “Manis, keduanya sangat berharga untukku,” jawabnya. “Bagaimana jika aku menikahinya, tanpa menceraikanmu? Dengan kata lain, kau jadi istri pertama, dan Harum jadi istri ke dua.”

 

 

Aku menunduk. Menunjukkan keberatanku padanya. 

 

 

“Ayolah, izinkan aku menikah lagi,” pinta Mas Wira. 

 

 

“Biarkan aku berpikir dulu. Tiga hari lagi aku akan memberikan jawaban,” ucapku lalu memutar kursi roda menuju kamarku. Tak lupa kupersembahkan senyumanku pada Mas Wira, sebelum aku berlalu dari hadapannya pada hari itu. 

 

 

Hari ini pun aku masih tersenyum, apalagi setelah tadi pagi aku memberikan jawaban. Tak sabar aku menunggu kedatangan calon maduku. 

 

 

“Manis, aku pulang.” Kudengar suara Mas Wira dari arah pintu depan. Segera kulajukan kursi rodaku ke sana, menuruni tangga yang dibuat khusus agar kursi rodaku bisa melaju di atasnya. Tangga ini seperti eskalator. 

 

 

“Akhirnya kau pulang, Mas. Di mana calon istrimu?” tanyaku setelah membuka pintu. 

 

 

Sesosok perempuan berparas ayu muncul dari belakang Mas Wira, rupanya wanita itu sembunyi di balik punggung suamiku. 

 

 

Wanita jalang itu, tersenyum kepadaku. 

 

 

“Selamat sore, Kak. Akulah calon istri suamimu,” ucapnya. 

 

 

Related chapters

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Negosiasi

    “Jadi kamu orangnya?” responku. “Tak salah suamiku menginginkanmu, kamu memang cantik.”Wanita bernama Harum itu melempar senyum serupa seringai. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga saat kupuji.“Selera Mas Wira memang tinggi,” katanya. “Tadinya, aku ingin memiliki suamimu sendirian. Tapi sayang sekali kami harus rela bersabar, karena katanya kau tak mau diceraikan.”Harum terlihat sangat manis. Tentu saja, karena yang namanya madu di mana-mana memang manis.“Masuklah. Kita bicara di dalam,” ajakku.Mas Wira menggandeng tangan Harum masuk ke dalam rumah. Sementara aku mengekor dari belakang.Tiba di ruang tengah

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Iming-Iming

    "Apa tujuanku, bukanlah urusanmu. Kehidupan pernikahanku dengan Mas Wira nanti adalah privasi kami berdua, kau tak berhak tahu," jawab wanita bernama Harum itu, sambil membuang muka dariku. Belagu sekali dia.Bagus sekali. Aku suka orang seperti dirinya. Semakin banyak dia bertingkah dan bersikap sombong, semakin bertambah kasih sayangku untuknya. Kasih sayang yang akan mengantarkannya pada jurang kematian.Kita lihat nanti, Harum. Siapa yang akan bertahan di rumah ini."Harum, jangan lupa bahwa nanti kau akan tinggal di rumahku. Aku adalah tuan rumah, kau harus tunduk padaku!" Kukatakan itu dengan penekanan yang tajam. Namun rupanya, ketegasanku itu tak membuatnya gentar sama sekali."Aku pun sebenarnya tak mau tinggal di sini. Kami bahkan berencana tinggal di rumah baru Mas Wira, karena r

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Sepakat

    "Aku tidak akan meminta mahar. Aku juga akan menuruti semua perintahmu, tapi aku hanya minta satu hal, yaitu jatah waktu kebersamaan dengan Mas Wira ... aku harus mendapat porsi lebih banyak darimu, Kak." Harum menjawab dengan penuh keyakinan. Sepertinya ada sesuatu yang direncanakan wanita ini, sungguh sesuatu yang janggal jika dia lebih memilih kebersamaan daripada harta benda. Bukankah, dimana-mana seorang wanita rela menjadi istri ke dua demi harta benda? Tapi, Harum sungguh berbeda. Dia sudah melihat isi rumahku dan juga perhiasan yang kukenakan, bahkan roda pada kursi rodaku pun berlapis emas! Tidakkah dia tergiur untuk meminta mahar sebongkah berlian, sebuah rumah, atau sebuah perusahaan sekalipun? Padahal, aku bersedia memberikannya andai dia meminta. Kenyataannya, wanita ini tidak meminta harta, dia hanya minta jatah kebersamaan yang lebih banyak dengan Mas Wira. Menarik sekali wanita di hadapanku ini.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Leluhur

    Harum melepas tangan Mas Wira yang merangkulnya, kemudian dia maju selangkah ke arahku. Sambil melipat tangan di dada dan mendongakkan kepala dengan congkak, dia berkata, "tenang saja, Kak Manis. Kami tidak akan berbuat seperti yang kau pikirkan. Suamimu hanya khawatir membiarkanku tidur sendirian, jadi dia akan menemaniku."Aku mendelik di detik yang tak disadari Harum, lalu secepat mungkin mengubah delikan menjadi tatapan penuh kasih sayang saat Harum kembali menatapku. Wanita itu belum tahu bagaimana munafiknya diriku."Terserah kalian saja, aku hanya mengingatkan. Bahwa di rumah ini tak boleh ada satu orang pun yang berniat jahat apalagi berbuat asusila, karena ada sesosok makhluk yang siap menghukum kalian jika melanggar peraturan," ucapku.Tak boleh ada yang berniat jahat di rumah ini, kecuali aku. Begitulah maksudku.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Hukuman

    Beruntung, Harum tak mengunci pintu kamarnya sehingga aku dapat membukanya dengan mudah.Mereka terkapar di lantai dengan posisi telungkup dan hanya pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka."Bangun!" teriakku.Mata kedua penghianat itu mengerjap. Bibir mereka pucat. Ada bekas cakaran binatang buas di punggung mereka, dengan darah kering yang menempel di kulit—meski tak banyak. Aku terkejut, semalam Nyimas dan Mbah hampir saja membunuh mereka!Kulihat Mas Wira mulai menggerakkan jari tangannya. Sementara Harum hanya bisa mengerjapkan mata, mungkin dia sedang mengalami ketindihan."Nyimas dan Mbah-ku, sudahi hukumanmu. Aku ingin mereka tetap hidup," bisikku, lalu meniupkan permohonan itu ke arah tubuh Mas Wira dan Harum.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kegalauan

    "Bungkusan ini berisi arsen—""Cukup. Aku sudah tahu nama-nama racun itu. Simpanlah kembali ke dalam tas-mu," ucapku menghentikan Bilqis yang hendak menjelaskan tentang racun-racun itu."Tapi kenapa?""Aku berubah pikiran. Racun berbahan kimia tidak aman untuk digunakan. Itu akan meninggalkan jejak, orang pasti mudah curiga jika Mas Wira meninggal secara tiba-tiba. Terutama para pegawaiku, mereka pasti langsung bisa menebak akulah pelakunya. Apalagi setelah sebulan lalu mereka memergokiku tengah mengubur jasad Mang Diman di pekarangan belakang aula," jawabku."Oh ya, baru sebulan yang lalu kau menghilangkan nyawa seseorang. Lantas, bagaimana dengan rencanamu meracuni Wira? Kita sudah pikirkan ini matang-matang, dan aku sudah bersedia membantumu sejak awal."

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Memanggil Arwah

    "Tidak, Manis! Kau tidak boleh berpikiran seperti itu! Jangan bilang kau mulai jatuh cinta pada suamimu! Dengarkan aku, Manis, cinta itu sampah! Cinta hanya akan melemahkan hatimu. Kau lihat aku, bagaimana dulu aku begitu mengagungkan cinta pada seorang lelaki hingga aku memberikan segalanya, tapi dia malah mencampakkanku dan pergi dengan wanita lain. Itulah yang saat ini sedang direncanakan Wira terhadapmu. Dia akan menguras habis hartamu, lalu setelah dapat, dia akan pergi bersama istri barunya dan mencampakkanmu. Tidak, Manis! Jangan pernah percaya cinta, buanglah rasa cemburu itu."Bilqis berteriak tepat di depan wajahku, dia mengguncang bahuku dengan keras. Angin malam masuk ke dalam ruangan, menyibak ujung rambutku hingga menyentuh bibir."Neng geulis, geura hudang, bageur ...." Tiba-tiba kudengar suara leluhur berbisik di telingaku, mereka mencoba menyelamatkanku dari pera

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Poison

    "Air susu ini bernama poison," jawab Mbah seraya meniup botol bening berisi poison hingga terangkat ke udara, dan berputar-putar di atas telapak tanganku.Aku memperhatikan air berwarna putih yang seperti menyehatkan ini. Hanya setetes saja, dan itu membentuk bulatan sempurna yang mengapung di dalam botol. "Racun?" mataku terbelalak melihatnya."Ya.""Aku butuh yang lebih banyak dari ini, Mbah. Ini kan hanya setetes," ucapku."Mbah dan Nyimas hanya bisa memberimu setetes. Poison itu tidak akan langsung mematikan korban, tetapi akan membuatnya menderita perlahan-lahan sampai kau puas. Kamu jangan khawatir, nanti setiap madumu meneteskan air mata, botol bening itu akan terisi lagi oleh setetes poison. Dan kau bisa gunakan keesokan harinya. Begitu seterusnya, sampai kau puas mempermainkan pend

Latest chapter

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kemenangan

    Entah siasat apalagi yang dilakukannya. Harum begitu mudah mengecohku. Tapi aku yakin, yang berada dalam dirinya itu bukanlah sosok Bilqis—temanku—yang sesungguhnya. Wanita itu pasti memiliki ilmu untuk merubah dirinya menjadi orang lain dan bahkan makhluk lain. Dia benar-benar nenek sihir!“Tolong!”Kudengar suara teriakan minta tolong lagi dari dalam diri Harum, kali ini suara itu juga diiringi raungan kesakitan. Jelas bukan Harum yang berteriak, karena mulutnya tertutup rapat. Apalagi suara itu terdengar seperti suara Bilqis, tapi mungkinkah yang berada dalam diri Harum itu adalah Bilqis?Pikiranku kembali bimbang untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Bisa saja Bilqis memang berada dalam diri Harum, tetapi bisa saja itu adalah tipuan.Kutarik kembali pedang yang tadinya kuarahkan ke Harum, lebih baik kuulur waktu untuk menemukan jawaban

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Melenyapkan Harum

    “Tolong temanmu itu!” seru Harum bernada mengejek. “Kau pasti mengira, temanmu itu yang sejak tadi berteriak minta tolong, bukan?” lanjutnya diiringi tawa jahat.“Katakan di mana dia!” cecarku.Harum malah tertawa semakin keras, menunjukkan gigi putihnya yang derderet rapi, hingga rongga mulutnya terbuka lebar. Ingin rasanya kuhunuskan pedang pusaka ke mulutnya itu, namun dia belum memberitahuku di mana keberadaan Bilqis sekarang. Temanku itu pasti sedang dalam bahaya!“Aku tidak akan memberitahumu,” jawabnya. “Silakan kau ancam aku, aku tak merasa takut sedikit pun, karena ternyata kemampuanmu tidak ada apa-apanya dibanding aku. Rumor yang beredar di luar sana rupanya hanya omong kosong belaka, mereka bilang kamu jahat dan pandai bermain ilmu hitam tapi kenyataannya kau tak bisa apa-apa selain minta tolong leluhurmu itu. Dan lebih parahnya l

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permainan Harum

    "Apa yang terjadi?" tanyaku"Katanya, Harum tiba-tiba gusar dan mengajak Mas Wira pulang. Dia menutup perusahaan selama beberapa hari.""Berani sekali dia!" Kupukul dinding tempatku bersandar."Aku langsung mendatangi rumah penjaga keamanan untuk meminta kunci kantor, dan pabrik. Setelah kembali ke kantor, kuperiksa semua dokumen di ruangan Wira. Dan aku menemukan beberapa berkas penjualan kebun dan pabrik. Berkas itu tinggal menunggu tanda tangan darimu," lanjut Bilqis."Itu semua tidak akan terjadi. Aku tak akan pernah menandatangani berkas itu," kataku."Tentu saja, karena aku pun sudah merobeknya!"Aku mendekat, duduk di samping Bilqis. "Lagipula Mas Wira sudah mati dibunuh Harum," kataku.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Malam Mencekam

    “Kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, bukan?” lanjutnya menebak dengan benar. “Bagaimana perjalananmu ke Jurang Cilaka? Aku cukup terkejut melihatmu pulang dengan selamat. Tapi sayang sekali kau datang terlambat, jadi aku harus mengganti tumbal ajianku dengan mengorbankan Mas Wira. Padahal, aku berniat menumbalkan nyawamu, Manis! Dan kau malah terlambat datang, sementara waktu persembahan sudah sangat mendesak. Dan sayangnya lagi … suamimu ini harus mati percuma, karena kau telah membunuh Tengkorak sialan itu. Baguslah, aku jadi tak perlu berurusan dengannya lagi.”Harum menatap dengan tatapan merendahkanku. Dia melihatku yang terduduk di kursi roda, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rupanya dia sudah tahu apa saja yang kulakukan di Jurang Cilaka. Tapi bagaimana dia bisa mengetahuinya?“Sekarang giliranmu yang dikubur di sini, Manis,” tambah Harum dengan tawa jahatnya. &ldquo

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kuburan Siapa?

    "Bagaimana kalau aku tak mau membantumu?""Aku tak akan membiarkanmu keluar dari tempat ini. Matilah kau perlahan di dasar jurang sana!" Ancam Kakek Tengkorak, dari lubang bola matanya memancarkan api kuning kemerahan."Aku juga sangat membutuhkan wanita bernama Harum. Tak mungkin kuserahkan dia padamu," balasku jujur.Api itu masih belum padam, kini kobarannya keluat dari lubang dan hampir menyambar wajahku. Beruntung aku dapat menghindar."Akulah yang pertama kali mengikat jiwanya. Tak ada yang bisa merebutnya!" ujar Kakek Tengkorak.Aku berpikir sejenak. Mencari jalan terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Wanita yang dimaksud itu pasti Harum maduku, tak ada lagi wanita licik penganut ilmu hitam selain dirinya.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permintaan yang Sulit

    “Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan.Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala.“Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Bertemu Arwah Bastian

    Aku bertanya dalam hati. Mungkinkah Harum yang dimaksud Kakek Tengkorak adalah maduku?“Sudah cukup pertanyaanmu?” Dia bertanya lalu memutar tengkorak kepalanya seakan hendak menakutiku.“Cukup. Pergilah,” jawabku.Satu per satu bagian tubuhnya terlepas dari persendian. Kepala, lengan atas, tangan, paha, betis, dan tubuhnya berjatuhan ke tanah. Aku beringsut mundur karena merasa kaget. Kakek Tengkorak kini tinggal tulang belulang yang menyatu dengan tanah dan hilang seketika, meninggalkan asap tipis yang mengepul di hadapanku.Langit sudah mulai gelap. Senja telah berganti malam. Aku melihat ke sekeliling, hanya cahaya kunang-kunang dan sinar bulan yang membantu penglihatanku menangkap pemandangan di dasar jurang ini. Aku menantikan jam sepuluh malam, waktu di mana kecelakaan itu terjadi. Tapi sepertinya masih lama.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kakek Tengkorak

    Suara serak dari seorang Kaket Tua—yang bau badannya lapuk dimakan usia, serta jemarinya yang tanpa daging dan kulit—membuatku sadar bahwa saat ini aku tengah berada di masa lalu, saat perkampungan ini hangus terbakar api.“Mau apa kau datang ke sini?” tanya Kakek Tua di belakangku. Dia masih mencubit pipiku, “dagingmu sangat kenyal dan berisi. Kau pasti datang dari masa depan, bukan? Masa di mana jaman semakin modern dan canggih, tetapi para manusianya berpikiran kuno dengan meminta kekayaan pada kami—para makhluk ghaib,” katanya seraya memutar badanku, hingga kini aku berhadapan dengan pemilik wajah mengerikan yang tidak memiliki bola mata. ”Kau mau minta apa? Kekayaan? Kecantikan? Kehormatan? Atau semuanya, wahai manusia rakus?” lanjutnya bertanya.Kuperhatikan sosok di hadapanku ini baik-baik. Ternyata dia hanyalah sebuah tengkorak hidup yang hanya memakai pakaian Su

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Jurang Cilaka

    "Tidak akan lenyap seketika, tetapi bertahap. Karena sudah tidak ada ikatan lagi dengan siluman Harimau Putih, maka otomatis perusahaan-perusahaan itu akan kehilangan daya tariknya di dunia industri. Produk yang dijual di pasaran pun akan kehilangan daya magisnya, kemungkinan akan sepi pembeli. Sehingga, lama-lama terancam bangkrut. Seperti itulah yang akan terjadi," jawabku."Dan kau rela?" tanya Bilqis."Kenapa? Sekarang kau tak mau berteman denganku karena aku terancam miskin?" Aku balik bertanya.Bilqis mennghela napas dan dengan yakin mengatakan bahwa semua itu tidak berpengaruh terhadap kesetiaannya padaku."Gak akan ada yang bisa memutuskan tali persahabatan kita," jawabnya."Kalau begitu, lakukan yang terbaik untuk perusahaan teh-ku."

DMCA.com Protection Status