Kebiasaan buruk setiap malam Avery adalah diam-diam melihat aktivitas Sovann di media sosialnya. Ia ingin pria itu menyesal setelah dirinya pergi jauh. Naasnya, tampak tidak banyak pengaruh kepergiannya terhadap kehidupan Sovann.
Memang sudah saatnya ia berhenti memikirkannya. Avery pun hendak memblokir kontak Sovann guna menghentikan ketergantungannya setiap malam. Ia hanya tersiksa seorang diri hanya karena merindukan pria itu.
Jam masih pukul 3 pagi. Avery masih belum bisa tidur sedari tadi. Ini memang tak sengaja melakukannya setiap hari. Insomnia susah dihilangkannya sejak ia pindah. Ia terus memikirkan bagaimana kabar Sovann yang selalu hadir di pikirannya.
Namun di sisi lain, Avery tidak menyesal pindah ke kota ini. Jika ia tidak keluar dari zona nyamannya, mungkin hidupnya akan seperti itu-itu saja. Ia akan menjadi orang biasa di antara teman-temannya yang pintar itu.
Kecantikannya juga tertutup oleh teman-temannya yang cantik itu. Ia setidaknya m
Saat Avery bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba tangannya ditarik ke luar ruangan oleh Sovann. Ia sangat terkejut, mengingat obsesinya yang meluap baru-baru ini terhadap pria itu. Avery masih coba menstabilkan raut mukanya di hadapan pria itu.Secara tak terduga, Sovann mengeluarkan tempat cincin berwarna merah dari saku seragamnya. Sovann membuka kotak cincin itu, lalu ia pun menunjukkan cincin itu ke depan Avery.“Kalau seperti ini, kau tidak akan pergi lagi ‘kan?” tanya Sovann dengan nada hati-hati.Avery tak menyangka. Pria yang dulunya sering menjahilinya tersebut kini melamarnya. Namun, Avery tidak lupa alasan mengapa ia pergi ke tempat ini. Ia ingin menyelamatkan sahabatnya terlebih dahulu.Tangan Avery menutup kotak cincin itu. Perlakuan tersebut sempat membuat Sovann kaget. Avery pun menjelaskan alasan ia belum bisa menerima cincin pemberian Sovann tersebut.“Aku ingin Vanilla selamat terlebih dahulu. Jika ia dit
Avery membuka pintu depan rumah itu. Ia melihat selotip dan papan tulisan ‘disita’ di sekitar pintunya. Sierra di belakang membawa senter besar untuk menerangkan penglihatan mereka. Mereka masuk dengan perlahan. Mereka berdua tidak menyangka Vanilla berada di rumah ini. Mereka langsung dihadapkan dengan ruang tamu yang kosong. Mereka berdua menelusuri ruang-ruang sekitar untuk mencari Vanilla. Mereka tidak melihat Vanilla di ruangan mana pun. Mereka berdua mengerti bahwa mereka harus mencari dimana Vanilla sedang bersembunyi. Avery dan Sierra langsung tertuju pada sebuah kamar di lantai atas. Pasti itu adalah kamar Vanilla. Mereka membuka pintu yang tidak terkunci itu. Mereka melihat banyak boneka yang sudah berdebu. Interior kamar girly juga menunjukkan bahwa ini benar Vanilla. Di sana ada sesuatu yang janggal. Terdapat sebuah kursi yang terletak di atas sebuah meja. Diatasnya terdapat lubang kotak yang bisa digapai untuk masuk. Avery dan Sie
Vanilla Kim, seorang murid dari sekolah menengah atas yang tergolong semi-elit, SMA Hamyulyang di Korea Selatan. Secara fisik, dia memiliki tinggi yang tidak terlalu tinggi dan tubuh yang sedikit berisi. Dengan gaya rambut sebahu dan poni depan, teman-temannya setuju bahwa dia memiliki penampilan yang manis seperti anak kecil.Vanilla adalah satu-satunya anak dalam keluarga yang cukup mapan karena kedua orang tuanya berbisnis di bidang furniture. Dia dibesarkan dalam lingkungan yang sangat protektif, yang membuatnya menjadi gadis yang pintar namun juga cenderung takut untuk mencoba hal-hal baru dalam hidupnya.***Setiap hari, Vanilla pergi ke sekolah seperti biasa, menggunakan bus karena jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh. Kembali lagi, kecenderungan orang tuanya yang overprotektif menjadi alasan mengapa ia tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan pribadi.Setelah memasuki kelas 2 SMA, Vanilla menyadari bahwa jarak antara rumah dan sekolahnya mulai mengganggu kegiatan sekolahn
Pada dini hari Senin, Vanilla terus melongok ke kamar depannya melalui jendela yang tertutup tirai. Dia terus-menerus memeriksa untuk memastikan apakah Ravi sudah kembali atau belum. Rindunya pada Ravi sangat mendalam.Dalam hubungan istimewa yang telah berlangsung selama dua setengah bulan ini, Vanilla berhasil mengenal arti cinta dari seorang pria selain dari ayahnya.Melalui ponselnya, Vanilla mengirim pesan kepada Ravi untuk menanyakan kapan dia akan pulang. Tak lama kemudian, Ravi membalas bahwa ia akan pulang hari itu juga. Dia mengatakan bahwa meskipun agak telat, ia akan segera berangkat ke sekolah.Ravi memberinya pesan untuk langsung berangkat tanpa terlalu memperdulikannya. Vanilla merasa heran mengapa Ravi tidak pulang pada hari Minggu agar tidak terlambat pada hari Senin. Namun, dia menyadari bahwa itu bukanlah urusannya untuk mengetahui masalah apa yang sedang dihadapi Ravi di Busan.***"Vanilla, istirahat ke atap ya," ujar Ravi ketika bel masuk berbunyi. Vanilla, yang s
Pukul 10.30 malam sudah berlalu. Ravi tiba-tiba merasa tidak enak saat melihat jam. Rasanya ada sesuatu yang penting yang dia lupakan.Ravi segera memeriksa ponselnya, tapi tidak ada pesan baru. Dia tertegun melihat aplikasi obrolan di ponselnya. Nama yang dipasang di bagian atas adalah 'Vanilla Kim'.Dia mulai memikirkan bagaimana Vanilla pulang dari kafe. Dia menerka-nerka apakah Vanilla sudah kembali ke rumahnya atau belum. Walaupun sekarang hanya sebatas teman, dia memutuskan untuk mengirim pesan.***Sekarang sudah pukul 12 malam dan belum ada balasan dari Vanilla untuk pesannya. Di aplikasi tersebut, hanya ada satu centang, yang berarti pesan tersebut belum diterima oleh Vanilla.Ravi merasa bingung apakah Vanilla mematikan ponselnya atau memblokirnya. Namun, yang membuatnya semakin gelisah adalah perasaannya yang merasa tidak enak. Ada firasat bahwa Vanilla tidak berada di rumah atau apartemennya.Pikiran Ravi menjadi kacau. Dia berpikir bahwa seharusnya Vanilla bisa pulang deng
Pameran itu diatur oleh panitia acara yang biasa mengadakan acara semacam itu. Vanilla berusaha untuk memverifikasi pemikirannya dengan mendekati salah satu pengunjung yang antusias."Apa ini fan meeting pertama kali penulis Han?" tanyanya.Penggemar tersebut pun menjawab, "Benar. Awalnya Aithne Han tidak pernah menunjukkan sedikitpun tentang informasi pribadinya. Namun, kali ini ia memulai untuk coba lebih terbuka demi penggemarnya."Vanilla merasa khawatir bahwa penulis tersebut bisa mengalami sesuatu yang buruk. Namun, apakah ada orang lain selain dirinya yang mendengar rencana jahat di ruangan itu? Vanilla sungguh tidak ingin skenario yang baru saja terlintas dalam pikirannya menjadi kenyataan.Dari kejauhan, Vanilla melihat kembali ruangan di mana para pria berpakaian serba hitam itu berada. Sepertinya mereka semua telah pergi."Anda mencari seseorang, Nona?"Vanilla pun berbalik dan menatap ke atas, mencari sumber pertanyaan yang mengusiknya.Rupanya, sang penanya adalah salah sa
Vanilla menangis mendengar kata-kata pria itu. Dia tidak pernah membayangkan bahwa situasi seperti ini bisa terjadi, di mana tubuhnya yang selalu dijaga bisa saja dikotori oleh pria tersebut.Pria itu pun mendekatkan wajahnya sambil berbisik, "Aku akan mempermudah urusan kau dengan kasus itu. Intinya, jangan beritahu siapapun siapa pelaku dari pembunuhan itu, atau aku bisa dengan mudah memperkosamu disini."Pria itu segera melepaskan pegangannya, memberi kesempatan pada Vanilla untuk berbicara. Dengan air mata mengalir di wajahnya, Vanilla mencoba mengajukan pertanyaan kepada pria tersebut."Tapi... bukankah awalnya kalian akan menyekapnya...? Bukan menembaknya dengan senapan...." tutur Vanilla.Vanilla merasa sangat banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Dia tahu bahwa dia tidak bisa melarikan diri dari situasi ini. Vanilla sudah terjerat dalam tragedi pembunuhan ini."Hahaha, kau masih belum mengerti?! Kaulah penyebabnya!! Penulis itu meninggal lebih awal karena kau... Pembunuhan
"Namanya Cerise Park, guys!!" teriak Sierra kepada kedua sahabatnya sambil memasuki kelas dengan heboh."Cerise?" ucap Vanilla mengulangi nama itu."Anak kelas sebelah, ya?" sela salah satu teman sekelasnya yang menguping pembicaraan mereka."Seirra, kamu pasti cembokir kan, dia deket banget sama Altair di kelas sebelah," sahut teman sekelas lain sambil mengejek. Satu kelas pun ikut riuh dan menyoraki Sierra yang merupakan mantan dari siswa tampan bernama Altair itu."Wah, sayang sekali sang mantan mudah move-on!!" sorak Sovann, yang merupakan anggota ekskul basket Ravi dan Altair. Ia dengan usil ikut menyoraki Sierra yang semakin memeriahkan sorakan kelas.Mendengar komentar tersebut, Sierra menatap tajam semua teman sekelasnya yang mengganggunya. Tanpa berkata apa pun, dia duduk di bangkunya dan memilih untuk tidak peduli.Saat melihat kehebohan di kelas, Ravi justru merasa panas dingin, yang membuatnya menjadi panik.***Sierra nampaknya iri terhadap hubungan dekat antara Altair dan
Avery membuka pintu depan rumah itu. Ia melihat selotip dan papan tulisan ‘disita’ di sekitar pintunya. Sierra di belakang membawa senter besar untuk menerangkan penglihatan mereka. Mereka masuk dengan perlahan. Mereka berdua tidak menyangka Vanilla berada di rumah ini. Mereka langsung dihadapkan dengan ruang tamu yang kosong. Mereka berdua menelusuri ruang-ruang sekitar untuk mencari Vanilla. Mereka tidak melihat Vanilla di ruangan mana pun. Mereka berdua mengerti bahwa mereka harus mencari dimana Vanilla sedang bersembunyi. Avery dan Sierra langsung tertuju pada sebuah kamar di lantai atas. Pasti itu adalah kamar Vanilla. Mereka membuka pintu yang tidak terkunci itu. Mereka melihat banyak boneka yang sudah berdebu. Interior kamar girly juga menunjukkan bahwa ini benar Vanilla. Di sana ada sesuatu yang janggal. Terdapat sebuah kursi yang terletak di atas sebuah meja. Diatasnya terdapat lubang kotak yang bisa digapai untuk masuk. Avery dan Sie
Saat Avery bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba tangannya ditarik ke luar ruangan oleh Sovann. Ia sangat terkejut, mengingat obsesinya yang meluap baru-baru ini terhadap pria itu. Avery masih coba menstabilkan raut mukanya di hadapan pria itu.Secara tak terduga, Sovann mengeluarkan tempat cincin berwarna merah dari saku seragamnya. Sovann membuka kotak cincin itu, lalu ia pun menunjukkan cincin itu ke depan Avery.“Kalau seperti ini, kau tidak akan pergi lagi ‘kan?” tanya Sovann dengan nada hati-hati.Avery tak menyangka. Pria yang dulunya sering menjahilinya tersebut kini melamarnya. Namun, Avery tidak lupa alasan mengapa ia pergi ke tempat ini. Ia ingin menyelamatkan sahabatnya terlebih dahulu.Tangan Avery menutup kotak cincin itu. Perlakuan tersebut sempat membuat Sovann kaget. Avery pun menjelaskan alasan ia belum bisa menerima cincin pemberian Sovann tersebut.“Aku ingin Vanilla selamat terlebih dahulu. Jika ia dit
Kebiasaan buruk setiap malam Avery adalah diam-diam melihat aktivitas Sovann di media sosialnya. Ia ingin pria itu menyesal setelah dirinya pergi jauh. Naasnya, tampak tidak banyak pengaruh kepergiannya terhadap kehidupan Sovann.Memang sudah saatnya ia berhenti memikirkannya. Avery pun hendak memblokir kontak Sovann guna menghentikan ketergantungannya setiap malam. Ia hanya tersiksa seorang diri hanya karena merindukan pria itu.Jam masih pukul 3 pagi. Avery masih belum bisa tidur sedari tadi. Ini memang tak sengaja melakukannya setiap hari. Insomnia susah dihilangkannya sejak ia pindah. Ia terus memikirkan bagaimana kabar Sovann yang selalu hadir di pikirannya.Namun di sisi lain, Avery tidak menyesal pindah ke kota ini. Jika ia tidak keluar dari zona nyamannya, mungkin hidupnya akan seperti itu-itu saja. Ia akan menjadi orang biasa di antara teman-temannya yang pintar itu.Kecantikannya juga tertutup oleh teman-temannya yang cantik itu. Ia setidaknya m
Saat Vanilla mengambil cutter itu, akhirnya ia juga membawa sebuah laptop untuk berjaga-jaga. Ia juga ingin memilih tempat yang aman untuk bunuh diri. Ia tidak ingin ditemukan di dalam kamarnya.Vanilla pergi ke rumah keluarganya yang dulu. Setelah sekian lama, akhirnya ia pulang. Kira-kira sudah dua tahun ia meninggalkan rumah ini.Dulu, rumah ini terasa seperti istana yang menahannya untuk keluar. Rumah ini seperti penjara, namun sangat nyaman. Sangat sedih melihat terdapat tulisan papan dan selotip yang bertulis ‘disita’ di beberapa bagian rumah.Rupanya rumah ini ikut ditangguhkan untuk membayar utang perusahaan orang tuanya itu.Rumah ini belum ada yang menempati lagi. Sepertinya, rumah ini akan terbengkalai sebagai aset perusahaan yang dihutanginya itu. Vanilla pun nekat masuk ke dalam dan cukup terkejut mengetahui pintu rumah ini sama sekali tidak terkunci.Ia mendapati potongan kayu yang seperti dicongkel dengan besi. Sepertinya
Ravi sangat shock terhadap aksi Reivant dengan menjatuhkan lemari hingga lemari itu jatuh ke lantai. Ia sepertinya merupakan seseorang yang psikopat. Setelah melihat Reivant telah meninggalkan ruangan, Ravi segera mengecek apakah Vanilla baik-baik saja di dalam.Ia tidak mendengar suara Vanilla buat dari dalam. Ravi kebingungan terhadap apa yang harus ia lakukan. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha mengangkat lemari yang kacanya sudah pecah itu ke posisi semula.Saat lemari itu diangkat, semua isinya berhamburan karena kaca penghalangnya pecah. Vanilla pun ikut terjatuh dari laci atas saat pintu itu terbuka karena rusak. Dengan susah payah, Ravi mengembalikan posisi lemari itu meski isinya sudah berhamburan keluar.Setelah itu, ia memfokuskan dirinya ke Vanilla yang baru saja terperangkap pada lemari yang jatuh itu.“Kau baik-baik saja? Ada yang terluka?!” ucap Ravi dengan panik. Kaki dan telapak tangannya tampak tergores hingga mengeluarkan dar
Vanilla sangat sadar bahwa Ravilah yang telah menolongnya. Sebenarnya, ia sama sekali tidak merasa senang. Tidak adakah orang yang menolongnya selain dia? Yang menolongnya lagi-lagi Ravi, seolah tidak ada orang lain di dunia ini. Dirinya merasa sangat tidak enak. Ia harap Ravi segera pulang meninggalkan dirinya sendiri di kamar ini. Ravi yang tampak mengkhawatirkannya pun akhirnya memecah keheningan di antara mereka. “Kamu… dan Reivant berpacaran?” tanya Ravi dengan hati-hati. Vanilla sungguh sangat malas membahasnya. Keberadaan Ravi di kamar ini seperti hanya ingin tahu masalah-masalah apa saja yang sedang dialaminya. Vanilla hanya membuang muka berharap suami orang lain itu pergi. “Baiklah, jika kau masih belum mau terbuka denganku...” ucap Ravi. Vanilla tidak peduli. Ia ingin sosok mantannya itu pergi dari hadapannya. Sedari tadi Vanilla hanya membuang muka sambil menutup matanya. Ia hanya menunggu Ravi berinisiatif untuk pergi. “Ji
Hari sudah sore. Vanilla masih terduduk di sebuah halte yang letaknya paling dekat dari sekolah. Tatapannya kosong menatap jalanan. Di dalam otaknya, ia sedang berpikir. Mengapa hidupnya serusak ini, padahal ia tidak melakukan hal yang buruk selama hidupnya.Rumor-rumor tidak benar itu selalu lebih dipercaya oleh banyak orang. Mengapa ada orang yang sangat membencinya hingga membuat rumor itu dengan sangat niat? Lalu, mengapa orang-orang sangat mudah percaya tanpa bertanya langsung kepada korbannya?Tak pernahkah mereka berpikir bahwa semua ini berupa fitnah? Tak ingatkah kalian sosok seperti apa diriku di waktu yang lalu? Aku hanya gadis biasa yang sangat polos, bahkan terpintar di kelas. Tak pernah terpikirkan kah bahwa semua itu hanya rumor untuk menghancurkan nama baikku?Mereka mulai membenciku saat aku jatuh miskin karena orang tuaku meninggal dan bangkrut. Aku pun terfitnah mencuri uang jumlah besar di kelas. Aku juga sering bolos sekolah karena alasan sa
Pria yang menariknya itu adalah Reivant. Setelah baru sadar bahwa pria itu Reivant, Vanilla menarik tubuhnya untuk menolak ajakan apapun yang akan dilakukannya.“Ikuti aku!!” teriak Reivant sambil terus menggenggam tangan Vanilla.“Tidak mau!” balas Vanilla dengan menghentikan langkahnya.“Kau sudah berani melawan, ya?”Bugh!Reivant menendang perut Vanilla dengan lututnya.“Akh!” Vanilla hanya meringis perutnya ditendang secara tiba-tiba.Reivant pun terus menarik Vanilla ke arah mobilnya. Vanilla pun berhasil ia masukkan dan Reivant segera menyetir mobilnya menuju bar yang biasa ia kunjung itu.Seseorang melihat pergerakan Reivant dan Vanilla. Ia secara diam-diam mengambil beberapa gambar dan memilih foto mana yang lebih ambigu. Ia pun melanjutkan narasi yang berada di ponselnya itu.‘... Kehamilan Vanilla nampaknya akan diaborsi.’Ia menekan tombol &ls
Empat orang gadis menghalangi jalannya. Vanilla bahkan tidak tahu siapapun nama dari sekelompok gadis itu. Vanilla sempat mengira bahwa mereka melakukan itu secara tidak sengaja. Namun, satu gadis yang paling depan itu tetap menghalangi jalan saat Vanilla hendak ke arah lain. “Kau masih berani menginjakkan kaki di sekolah ini?” ucap gadis itu. Vanilla hanya terdiam. Ia malas berbicara kepada orang yang tidak ia kenal itu. Vanilla sangat ingin menghindari mereka, namun mereka malah terus menghalangi. Ia pun terpaksa mendengar perkataan mereka yang ingin mereka bicarakan. “Vanilla. Kim. Kau tahu perbedaan kau dengan ini?” Gadis itu memegang botol perisa vanilla yang biasa digunakan untuk membuat kue. “Perbedaannya adalah vanila yang ini masih disegel, namun kau sudah rusak segelnya,” ucap gadis itu dan disusul tertawaan gadis-gadis yang berada di belakangnya. Beberapa orang yang menonton pun ikut tertawa karena mendengar sindiran yang blak-blaka