Home / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 24. Kesakitan yang Dimiliki Oleh Saketi

Share

24. Kesakitan yang Dimiliki Oleh Saketi

Author: CahyaGumilar79
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Demikianlah, Saketi sudah tidak dapat menahan diri lagi. Rasa emosi dalam jiwanya telah naik dan membumbung di atas kepala. Tanpa basa-basi lagi, ia langsung mengayunkan kaki kanannya dan menendang keras pria yang sudah membentak dirinya.

Sehingga tubuh orang itu terpental beberapa tombak ke belakang akibat tendangan keras yang ia lakukan terhadap pria sombong itu. Pria tersebut mengerang kesakitan, dari mulut dan lubang hidungnya tampak mengalir deras darah segar berwarna merah sedikit kehitam-hitaman.

"Ayo, kalian maju semua!" tantang Saketi dengan posisi kaki berpijak kuat dan bersiap siaga mengantisipasi adanya serangan mendadak dari orang-orang bertubuh kekar itu.

Salah seorang dari mereka terus melangkah mendekati Saketi. "Di sini tidak ada yang berani menghalangi langkah kami dan hanya kau satu-satunya anak muda yang berani melakukan ini. Apakah kau tidak sayang dengan nyawamu?" tanya orang itu dengan sebuah ancaman halus terlontar dari mulutnya.

"Kau bersikap terlalu jemawa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pewaris Tahta Kerajaan    25. Hadiah Kuda dari Ki Burilang

    Bukan hanya keempat orang pria itu saja yang merasa heran dengan sikap Saketi. Ki Burilang, Junada, dan Sami Aji pun merasa heran juga. Saketi sikapnya memang luar biasa penuh dengan kebijaksanaan setelah banyak belajar ilmu dari ayahnya, yakni Prabu Erlangga. Sikapnya sudah seperti ayahnya, berbudi luhur dan bijaksana. Saketi adalah calon pemimpin kerajaan yang bersahaja, kelak akan berlaku adil dan bijaksana terhadap rakyatnya. Hal tersebut sudah ia tunjukkan, sehingga orang-orang pun sangat mengagumi dirinya. Setelah pria paruh baya itu dilepas, Saketi menjura hormat kepada keempat pendekar tersebut. Lalu berkata, "Terima kasih, Ki Sanak. Kalian masih mempunyai jiwa kesatria dan sebagai imbalannya, aku persilakan kalian untuk duduk bersama dengan kami. Kita bicarakan langkah ke depan, agar di antara kelompok kalian dan penduduk desa ini tidak ada ketegangan lagi!" Demikianlah, para pendekar itu pun menyetujui usulan baik dari Saketi. Tanpa basa-basi lagi, Ki Burilang dan para p

  • Pewaris Tahta Kerajaan    26. Tiba di Rumah Ki Wilata

    Kuda itu diberikan oleh Ki Burilang kepada Junada tanpa harus membelinya. Ki Burilang merupakan seorang tokoh masyarakat yang paling kaya di desa tersebut, sehingga tidak merasa keberatan memberikan hadiah kuda yang bernilai tinggi kepada Junada yang telah datang ke desanya bersama Saketi dan Sami Aji. Mereka sudah membantu melepaskan kemelut yang selama ini menjadi persoalan pelik yang tak kunjung selesai di desa itu. Persoalan tersebut sudah berlangsung lama dan banyak memakan korban jiwa di kalangan para penduduk desa. Semenjak kedatangan Saketi dan kedua kawannya. Akhirnya persoalan rumit itu dapat diselesaikan secara damai. "Apakah hadiah ini tidak terlalu istimewa untuk aku terima, Ki," ujar Junada sedikit merasa keberatan. "Terimalah! Anggap saja, ini adalah bentuk rasa hormat kami terhadap kalian. Semoga apa yang kalian cari dalam pengembaraan ini segera dapat ditemukan," jawab pria senja itu sambil tersenyum-senyum. Setelah itu, ia meraih dua kantung kain berwarna hitam ya

  • Pewaris Tahta Kerajaan    27. Ki Wilata Pemilik Pedang Sulaiman

    Dengan demikian, Saketi, Junada, dan Sami Aji langsung menikmati makanan dan minuman tersebut. Mereka sangat senang dengan sikap ramah yang ditunjukkan oleh sang pemilik rumah. Mereka terus berbincang saling memperkenalkan diri satu sama lain. Ada banyak hal yang dibicarakan dalam perbincangan tersebut. "Jadi, Aki ini adalah pemilik pedang Sulaiman?" tanya Saketi di sela perbincangannya dengan Ki Wilata. "Iya, Raden. Aku adalah pemilik sah pedang pusaka itu. Tapi sayang sekali, pedang pusaka tersebut sudah diambil orang," jawab Ki Wilata. Pikirannya mulai kembali ke masa lalu. Dengan demikian, Ki Wilata pun menceritakan peristiwa kelam di masa lalu ketika putranya yang bernama Jaidil tewas oleh sekelompok pendekar yang mengepungnya secara tiba-tiba. Karena para pendekar tersebut memaksa Jaidil untuk menyerahkan pedang pusaka Sulaiman, sehingga ia melakukan perlawanan keras. Namun, Jaidil bernasib naas, ia terbunuh dalam pertarungan tersebut dan pedang pusakanya pun diambil oleh pa

  • Pewaris Tahta Kerajaan    28. Jebakan Wulansari

    Baru saja mereka hendak memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari arah hutan yang ada di samping rumah tersebut. Sami Aji dan Saketi tersentak bangkit dan langsung melangkah bersama menghampiri sumber suara itu. Begitu pula dengan Ki Wilata dan Junada mereka berlarian mengikuti langkah Saketi dan Sami Aji yang sudah lebih dulu memasuki hutan. "Tolong! Tolong! Tolong!" Suara teriakan itu semakin terdengar dekat dari tempat keberadaan Saketi dan yang lainnya. "Itu, Paman!" tunjuk Sami Aji mengarahkan jari telunjuknya ke tempat seorang wanita sedang dalam kondisi terikat. Wanita itu tubuhnya diikat dan disatukan dengan sebatang pohon pinus yang ada di hutan tersebut. Sami Aji bergerak cepat menuju ke arah wanita itu. Namun, baru beberapa langkah saja, tiba-tiba datang sebuah serangan dahsyat dari dua orang pria bertopeng hitam. Saketi dan yang lainnya tidak banyak bereaksi, mereka sengaja menghentikan langkah dan membiarkan Sami Aji menghadapi dua orang pria bert

  • Pewaris Tahta Kerajaan    29. Hari Terakhir di Kediaman Ki Wilata

    Dengan demikian, wanita itu mengurungkan niatnya dan kembali mundur dua langkah ke belakang. "Hentikan, Wulansari! Kau telah termakan kabar yang salah, dan kau sudah terkena hasutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab!" Seketika Arini muncul di hadapan wanita yang bernama Wulansari itu. "Arini?!" Wulansari tercengang melihat pemandangan yang sungguh membuatnya terkaget-kaget. Kedatangan Arini menghadirkan sebuah rasa kebahagiaan bagi diri wanita itu. Di sisi lain, ia pun tampak ragu kalau itu memang benar-benar Arini—sahabat baiknya. Arini masih belum menjawab pertanyaan dari Wulansari. Ia hanya diam berdiri di hadapan Wulansari sambil tersenyum menatap tajam wajah Wulansari. "Sungguh! Kau ini benar-benar Arini?" Wulansari mengulang kembali pertanyaannya. Seakan-akan dirinya ragu kalau wanita yang berdiri di hadapannya itu adalah benar-benar Arini. Arini menghela napas dalam-dalam. Lalu menjawab lirih, "Ya, aku Arini yang sudah lebih dulu keluar dari istana, dan diangga

  • Pewaris Tahta Kerajaan    30. Perjalanan Saketi

    Keesokan harinya .... Ketika matahari masih bersembunyi di ufuk timur, Wulansari dan kedua pengawalnya sudah pamit kepada Arini dan suaminya, serta pamit juga kepada Saketi dan dua pengawal pribadinya. Pagi itu ia dan kedua pengawalnya akan melakukan perjalanan jauh ke barat, untuk segera menjumpai Prabu Erlangga di istana kerajaan yang berada di kuta utama—Kuta Tandingan. Sementara Saketi dan Sami Aji masih duduk santai sambil menikmati segarnya udara pagi ditemani minuman hangat dan ubi rebus serta pisang rebus yang disajikan oleh Arini untuk sarapan pagi mereka. Juanda pagi itu sedang bersama Ki Wilata, berbincang-bincang di saung kecil yang ada di belakang rumah sembari menikmati udara segar pagi itu. Hari itu, Saketi dan kedua pengawalnya berencana akan melanjutkan perjalanan dengan tujuan utama ingin ingin bergabung bersama para prajurit kerajaan yang ada di perbatasan. Setelah itu, mereka akan masuk ke Sirnabaya untuk merebut kembali pedang pusaka Sulaiman milik Ki Wilata

  • Pewaris Tahta Kerajaan    31. Abdullah dan Jalil

    Junada hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian duduk di sebelah Sami Aji yang tengah mempersiapkan makanan yang dibekalkan oleh Arini untuk makan siang mereka selama dalam perjalanan. Ketiga pendekar itu, langsung memakan bekal makanan tersebut penuh kenikmatan dalam sebuah kebersamaan. Meskipun, makanan yang diberikan Arini tidak sesuai dengan makanan yang biasa mereka makan ketika berada di istana. Setelah selesai makan, Saketi dan Sami Aji langsung beristirahat sejenak. Sementara Junada segera bergegas menuju ke sebuah sungai yang berada tidak jauh dari lokasi peristirahatan tersebut. Junada hendak melaksanakan Salat Zuhur, karena hanya dialah yang mempunyai keyakinan berbeda dengan dua kesatria istana itu. "Sebaiknya kita istirahat saja dulu sambil menunggu Paman Junada sedang melaksanakan salat!" desis Saketi menoleh ke arah saudara sepupunya. Sami Aji hanya mengangguk pelan. Kemudian merebahkan tubuhnya di atas tanah yang hanya diberi alas dedaunan saja. Sel

  • Pewaris Tahta Kerajaan    32. Abdullah dan Rangkuti Tiba di Istana

    Pagi itu, Rangkuti masih tertidur nyenyak di atas bebalean yang terbuat dari batang bambu dan hanya beralaskan sehelai kain saja. Bebalean tersebut berada di dalam gubuk sederhana yang berdiri kokoh di pinggiran hutan yang ada di wilayah kepatihan Waluya Jaya. Rangkuti terbangun ketika hari sudah menjelang siang. Entah apa yang ada dalam pikiran anak seusia itu? Tiba-tiba saja, ia menangis dan sukar untuk diberikan pengertian. "Rangkuti, diamlah! Kau sekarang aman bersama Paman!" seru Abdullah sambil menggendong anak laki-laki berparas tampan itu. "Kau ini anak yang baik, diamlah!" Abdullah terus berusaha untuk meredam tangisan Rangkuti. "Aku ingin bertemu dengan bopok dan biung, Paman," sahut Rangkuti berbicara dengan suara yang tidak jelas karena disertai tangisan yang tak henti-hentinya. Air matanya yang deras seakan-akan melukiskan kesedihan yang teramat mendalam yang tengah ia rasakan kala itu. "Besok kita ke istana kerajaan! Bukankah kau ingin melihat istana megah?" tanya Ab

Latest chapter

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

  • Pewaris Tahta Kerajaan    127. Senapati Lintang dan Rombongannya Kembali ke Istana

    Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be

  • Pewaris Tahta Kerajaan    126. Ketangguhan Jundaka

    Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman

  • Pewaris Tahta Kerajaan    125. Ki Rustapa dan Salima Akhirnya Mengetahui Identitas Para Tamunya

    Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L

DMCA.com Protection Status