Bab 94. TANGIS INTAN Dengan hati-hati Jaka berusaha turun dari tempat tidurnya, akan tetapi dia merasa aneh ketika kakinya sama sekali tidak bisa turun dari tempat tidur. “Aneh, kenapa saya tidak bisa turun dari tempat tidur?” desis Jaka Kelud sambil menggerayangi tempat dia tidur. “Aneh, kenapa saya seperti sedang tidur di atas lantai? Betul, saya tidur di lantai.” Dengan ekspresi bingung, Jaka segera mengucek kedua matanya dan mengerjap-ngerjapkan untuk membiasakan diri dengan kegelapan. Akhirnya setelah beberapa kali mengerjapkan kedua matanya, meskipun remang-remang, Jaka bisa melihat keadaan kamarnya. “Apa? Bagaimana bisa? Kenapa kamarku hancur begini? Apakah ada maling yang masuk kekamarku?” Dengan panik Jaka berusaha berdiri dan dengan meraba-raba dia mencari ponselnya, tapi apa yang dicarinya sama sekali tidak ketemu. Akhirnya Jaka berusaha berjalan ke arah jendela untuk membuka kain gorden dan membuka jendelanya, agar ada cahaya yang masuk
Bab 95. PASANGAN ROMANTIS Perlahan kristal bening bergulir di pipi halus Intan membentuk garis vertikal, membuat Jaka tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Jaka, apakah saya sama sekali tidak berarti di hatimu?” isak Intan dengan suara yang mulai parau dengan airmata yang terus mengalir membasahi pipinya. Jaka semakin kebingungan melihat sikap Intan yang terlihat aneh, perlahan Jaka mengusap air mata yang membasahi wajah Intan dengan selembar tisu yang diambil dari tas ranselnya. “Kamu jangan menangis disini, apa kamu tidak malu dilihat banyak orang?” bujuk Jaka sambil mengeringkan airmata di pipi Intan dengan lembut. Bukannya menghentikan tangisnya, airmata yang jatuh dari mata indah Intan malahan semakin derasnya saja, melihat apa yang dilakukan Jaka kepadanya “Jaka, apa kamu tidak tahu apa yang terjadi padaku jika kamu tidak datang?” ucap Intan sambil menggenggam erat tangan kanan Jaka yang memegang tisu. Jaka hanya bisa diam, dia yan
Bab 96. KEBINGUNGAN WAHYU “Betapa bodohnya aku, kemana coba saya harus mencari bengkel atau toko yang menjual kaca jendela mobil ini? Ponsel saja tidak ada, apakah saya harus beli ponsel dulu? Yups betul sekali, saya harus mencari ponsel terlebih dahulu, baru nanti bisa searching mencari bengkel atau toko yang menjual kaca jendela mobilku.” Setelah menentukan pilihan, kemana dia harus pergi. Jaka segera mengarahkan mobilnya menuju Mall besar yang tak jauh dari Universitas Matrix. Sesampainya di Mall yang dituju dan memarkirkan mobilnya, Jaka segera pergi ke toko ponsel yang ada di lantai tiga. Penampilan Jaka yang terlihat rapi membuat pelayan toko ponsel melayani dengan ramah, “selamat datang di toko kami, apakah bapak mencari ponsel?” Jaka hanya menganggukkan kepalanya saja sedangkan matanya menatap ke deretan ponsel yang masih ada di dalam kardus dan tertata rapi di etalase. “Mbak, saya mencari Iphone lima belas apa ada?” ucap Jaka sambil terus mencari p
Bab 97. DI USIR “Terima Kasih,” ucap Jaka kemudian pergi ke meja kasir untuk membayar biaya penggantian kaca jendela mobilnya. Saat keluar dari meja kasir, Jaka menghampiri mekanik Wahyu dan memberikan uang tips sebanyak seratus ribu rupiah sambil berkata, “terimakasih sudah mengganti kaca mobilku, oh iya ini ada sedikit uang untuk memberi rokok.” Wahyu yang awalnya berwajah masam kepada Jaka, seketika menjadi cerah wajahnya ketika di beri uang tips dan berkata, “terimakasih Om.” Jaka hanya tersenyum kemudian masuk ke mobilnya dan pergi dari bengkel spare part mobil mewah ini. Keluar dari bengkel, Jaka tidak langsung pulang kerumah, akan tetapi mencari kado untuk hadiah ulang tahun Intan. Akhirnya Jaka pergi ke toko tas bermerek di sebuah gerai tas mewah yang ada di sebuah Mall besar. “Selamat datang di toko kami, Om mau mencari tas untuk siapa?” tanya seorang pelayan toko dengan ramah, ketika melihat Jaka memasuki toko mereka. “Saya sedang men
Bab 98. DIHINA SEPERTI PRAJURIT KALAH PERANG Dengan ekspresi wajah yang jelek Jaka berdiri diam untuk mencari Intan, akan tetapi orang yang dicarinya tak kunjung terlihat. “Pergi! Rumahku haram di injak kaki kotormu!” bentak Camelia Widodo yang semakin emosi melihat Jaka tidak kunjung keluar dari rumahnya. “Ha ha ha ha… orang kaya baru dari kampung memang tidak pantas bergaul dengan orang kaya sejati seperti kita tante.” Tiba-tiba terdengar suara seseorang tertawa dan berkata memanasi suasana yang sudah panas. Jaka mengerutkan keningnya ketika melihat orang yang baru saja menertawakan dirinya, seketika dia tahu siapa orang yang baru saja tertawa dan berdiri di samping Camelia Widodo. Ternyata orang yang baru saja mencampuri urusan Jaka dan orang tuanya Intan adalah Ridwan, pria yang terobsesi untuk memiliki Intan Warsito. Sebenarnya sebelum Jaka bertemu dengan Camelia Widodo, Ridwan yang sedang ngobrol dengan rekannya di sudut ruangan sangat te
Bab 99. MEMASUKI DIMENSI LELEMBUT “Om anda mau kemana? Apakah acaranya sudah selesai?” sapa satpam keluarga Warsito. “Belum, saya ada acara lainnya lagi jadi saya pulang lebih awal,” sahut Jaka menyembunyikan apa yang terjadi pada dirinya. Dari saku celananya Jaka mengambil uang lima puluh ribu rupiah dan memberikannya kepada satpam itu. “Ini untuk beli rokok,” ucap Jaka yang berlalu menuju mobilnya setelah memberikan uang tips. “Terimakasih Om,” senyum bahagia terpancar di wajah satpam keluarga Warsito mendapatkan uang tips dari Jaka. Dengan hati kesal, Jaka menjalankan mobilnya meninggalkan komplek perumahan Elite Pondok Indah untuk pulang ke rumahnya. Sementara itu di rumah keluarga Warsito sepeninggal Jaka Kelud, terlihat Intan menangis dan berlari ke lantai dua menuju kamarnya, meninggalkan teman-temannya yang berdiri dengan ekspresi bingung melihat kejadian yang baru saja terjadi. “Ibu jahat…..” ucap Intan yang terus berlari ke lantai d
Bab 100. KAMPUNG LELEMBUT Dan Jaka baru kali ini mengetahui kalau di Indonesia ada batu sebesar ini yang digunakan sebagai landasan jalan umum yang sangat lebar di depannya. “Aneh dan ajaib, ada jalan yang terbuat dari batu candi di sepanjang jalan ini. Dimanakah sebenarnya saya pada saat ini? kenapa di sekelilingku yang terlihat hanya hutan yang sangat lebat dengan pohon sebesar rumah yang begini banyak?” Setelah mengunci pintu mobilnya, Jaka segera berjalan mencari pertolongan warga yang bisa memperbaiki mobilnya. Saat sudah berjalan cukup jauh hingga mobilnya saja sudah tidak terlihat, Jaka mendengar suara kuda yang sedang berjalan ke arahnya. Jaka segera menepi untuk melihat apa benar kalau yang didengarnya adalah suara kaki kuda. Plak… tuplak… tuplak…. Suara kaki kuda semakin dekat saja hingga akhirnya Jaka melihat ada seorang penunggang kuda yang sedang berjalan ke arahnya. Yang membuat Jaka merasa aneh adalah pakaian yang dikenakan pen
Bab 101. SALING TAK PERCAYA “Montir mobil?” sahut pria paruh baya yang ditanyai Jaka dengan ekspresi bingung terlihat di raut wajahnya. Jaka menganggukkan kepalanya sebagai tanda kalau apa yang ditanyakan adalah benar adanya. “Apa itu montir mobil? Saya tidak mengerti apa yang kamu tanyakan. Oh iya, memangnya kamu siapa dan datang dari mana?” tanya pria paruh baya yang bertelanjang dada dan sedang duduk di teras rumah model kuno yang terbuat dari kayu jati. Kali ini Jaka yang dibuat bingung dengan jawaban pria paruh baya itu. Kemudian Jaka berkata, “Perkenalkan saya Jaka Kelud dari kota Jakarta. Kedatangan saya kemarin, karena saya mau minta tolong kalau mobil saya mogok dan tidak bisa berjalan.” “Mobil? Mogok? Sebenarnya apa yang kamu sebutkan tadi, saya benar-benar tidak tahu apa maksudnya.” Nafas dada tampak berat mendengar jawaban pria tua itu, yang Jaka tidak tahu sebenarnya dia sedang bertanya pada sosok Lelembut di depannya yang merupakan soso
Bab 169. BUKAN PRIA BIASA “Apa? Mana mungkin saya salah tembak?” pikit pengawal yang menembak Jaka Kelud. Padahal Jarak antara dirinya dan Jaka Kelud hanya empat meter, jadi tidak mungkin tembakannya meleset, apalagi malah mengenai rekannya sendiri. Sementara itu Jaka Kelud tampak sangat santai, meskipun baru saja disasar peluru tajam oleh pengawal Raden Tukimin. Yang paling kesal dengan apa yang terjadi tentu saja Raden Tukimin, emosinya langsung meluap melihat kegagalan anak buahnya meringkus dan menghukum Jaka Kelud. “Goblok, dasar orang-orang yang bisanya hanya memakan gaji buta saja! Cepat habisi pemuda itu, jangan bikin malu!” Suara Raden Tukimin menggelegar memberi perintah semua anak buahnya untuk menghabisi Jaka Kelud. Seketika puluhan moncong pistol mengarah kepada Jaka Kelud, akan tetapi bukannya ketakutan, pemuda yang ditodong puluhan pistol tampak santai. Expresi Jaka kelud masih tetap datar, seakan dirinya sedang tidak dalam
Bab 168. DITEMBAK PENGAWAL RADEN TUKIMIN “Apa yang kamu lakukan?” bentak Raden Tukimin sambil menunjuk ke arah Jaka Kelud dengan wajah memerah saking emosinya. “Bukankah matamu masih normal, masa tidak tahu dengan apa yang saya lakukan. Sepertinya kamu perlu memeriksakan kedua matamu ke Rumah Sakit, ha ha ha ha…” Jaka tertawa terbahak-bahak setelah mengata-ngatai Raden Tukimin. “Kurang ajar, dasar bocah sableng. Kalian, cepat beri pelajaran pada orang gila ini,” perintah Raden Tukimin kepada pengawalnya yang berdiri paling dekat dengan Jaka Kelud. Sementara itu Aki Dawir yang berdiri di belakang Raden Tukimin, menatap sosok pemuda kurus di depannya sambil mengedarkan indra spiritualnya. Tiba-tiba saja pandangan indra spiritual yang dipancarkan Aki Dawir seperti terhalangi dinding transparan yang tidak bisa di tembusnya. “Ada apa ini? Kenapa saya tidak bisa memindai tubuh pemuda gila ini? Jangan-jangan….?” Perasaan Aki Dawir seketika itu menjadi b
Bab 167. SIKAP JAKA KELUD “Siapa yang berani membuat onar di hadapanku?” Terdengar teriakan Raden Tukimin cukup keras, yang merasa terganggu oleh gangguan anak buahnya. Pengawal yang menabrak pintu ruang meeting perlahan berusaha bangkit, ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Mana mungkin pengawal itu tidak takut, dia sangat mengenal kekejaman Raden Tukimin terhadap siapapun yang berani mengganggunya. “Ma… ma… maaf Raden…” dengan tergagap pengawal itu meminta maaf setelah berhasil berdiri. “Kurang ajar! Kenapa kamu masuk dengan tidak sopan ke dalam ruangan ini? Bukankah kamu saya perintahkan untuk menjaga diluar!” “Maaf Raden, tapi… diluar…” “Kenapa kalian ribut sendiri,” terdengar suara orang yang menghentikan perkataan pengawal itu, diiringi masuknya seorang muda berbadan kurus memasuki ruang rapat. Sekretaris Sulistina dan para petinggi PT Nusa Bangsa yang sebelumnya menggigil ketakutan di hadapan Raden Tukimin da
Bab 166. KIBASAN TANGAN JAKA KELUD Mendengar perkataan karyawan wanita itu, segera saja Jaka Kelud tahu, kalau semua orang sedang melakukan pertemuan dengan Raden Tukimin. Setelah mengucapkan terimakasih kepada karyawan pria itu, Jaka bergegas menuju ruang meeting. Saat ini suasana ruang meeting sedang panas, setelah kedatangan Raden Tukimin bersama anak buahnya. “Bu Sulistina, kamu sebagai pimpinan perusahaan cepat tanda tangani pemindahtanganan PT Nusa Bangsa ke PT Marcopolo. Uang pemindahtanganan akan saya transfer ke rekening anda saat ini juga.” Raden Tukimin yang sudah menyuruh pengacara kepercayaannya, Razman SH untuk menyiapkan kontrak, segera memerintahkan sekretaris sulistina untuk menandatangani proses pemindahtanganan PT Nusa Bangsa. Sementara itu sekretaris Sulistina yang di perintah Raden Tukimin untuk menandatangani kontrak di depannya menghiraukan dan tetap diam, meskipun keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Melihat perinta
Bab 165. DATANG KE PERUSAHAAN “Boss….” dengan suara gemetar sekretaris Sulistina memanggil Jaka kelud. Akan tetapi sebelum sekretaris Sulistina melanjutkan perkataannya, Jaka Kelud sudah memotongnya. “Ada masalah apa sekretaris Sulis? Kenapa kamu menulis pesan seperti itu? Ada masalah apa sebenarnya? Apakah dana operasional perusahaan kurang? Kalau kurang nanti saya kirim lagi?” “Bu… bu… bukan seperti itu Boss. Kita sedang menghadapi masalah besar, di perusahaan kita kedatangan Raden Tukimin dan anak buahnya yang akan memaksa kita untuk menyerahkan perusahaan kita kepada mereka.” “Apa? Kurang ajar, bagaimana mungkin ada orang yang bisa begitu kurang ajar dan tidak punya malu seperti itu. Apakah kamu tidak bisa mengusir mereka?” “Tidak bisa Boss, mana mungkin saya berani mengusir Raden Tukimin dan anak buahnya. Mereka adalah konglomerat besar di kota Jakarta ini, sebelumnya perusahaan memang sudah di serang mereka, sebelum Denmas Jaka mengakuisisi PT
Bab 164. MASALAH PADA PERUSAHAAN JAKA KELUD Batin Mayang berkecamuk di penuhi dengan kekaguman terhadap Jaka Kelud yang begitu mudahnya memberi uang kepadanya untuk membayar sewa kost rumah kontrakannya. Mata Mayang tidak lepas mengikuti kepergian Jaka kelud, hingga mobil mewah Jaka menghilang di jalan kampung. Mata indah Mayang mulai berkabut ketika mobil Jaka kelud menghilang dari pandangannya, dia masih tetap berdiri di tempatnya semula. Nafas Mayang sedikit tersendat menahan isak yang tidak bisa ditahan, sebelum isak tangisnya mulai terdengar orang lain, dia segera berlari memasuki kamar kostnya. Sementara itu Jaka Kelud yang sudah meninggalkan tempat kost Mayang, di dalam mobilnya tersenyum kecut mengingat pertemuannya dengan mahasiswa yang begitu berani menawarkan tubuhnya, demi untuk bisa membayar sewa kamar kostnya. Tadi Jaka sengaja tidak bertanya asal kampung Mayang, karena dia hanya mampir saja di kota Semarang ini. “Ternyata r
Bab 163. MALAIKAT TAK BERSAYAP Jaka menatap wajah Mayang dengan perasaan dongkol, bagaimana dia tidak dongkol kalau kebaikannya dimanfaatkan wanita yang tidak dikenalnya ini. “Baiklah, saya akan menemani menemui ibu kost,” kata Jaka Kelud pada akhirnya. Kemudian mereka berdua keluar dari mobil, ibu kost dan para penghuni rumah kontrakan juga memandang ke arah mereka penuh dengan penasaran. “Hei Mayang, kamu datang dengan siapa? Apa kamu sudah punya uang untuk membayar sewa kontrakan?” Terdengar suara seorang wanita menyebut nama Mayang yang merupakan penghuni rumah kontrakannya. Mayang segera mendatangi ibu kost sambil menggandeng tangan Jaka Kelud, setelah berada didepan ibu kost, Mayang segera berkata, “Bu Siti, maaf saya terlambat membayar kost. Perkenalkan ini mas Jaka yang akan membayar tunggakan sewa kontrakan saya.” Ekspresi wajah Jaka Kelud langsung menjadi buruk, begitu mendengar perkataan Mayang. “Apa maksudmu ini?” kata J
Bab 162. RAYUAN MAYANG Jaka langsung terdiam mendengar perkataan Mayang, wanita cantik yang datang entah dari mana ke mejanya. Melihat Jaka Kelud terdiam dan tidak jadi pergi, Mayang segera melanjutkan perkataannya, “sebenarnya saya sedang kesusahan untuk membayar sewa kontrakan, karena itulah saya berani mendekati anda.” Jaka tetap diam, tidak ada keinginan untuk bertanya maupun simpati atas perkataan Mayang. Melihat sikap Jaka yang pasif, sekali lagi Mayang mulai berkata, “Sebenarnya saya masih kuliah semester tiga, tapi… karena saya berasal dari keluarga miskin akhirnya saya menjajakan tubuh saya agar bisa membiayai kuliah dan hidup saya di kota Semarang ini.” Jaka masih tetap diam, hanya saja dahinya tampak berkerut begitu mendengar pengakuan Mayang, kalau dia adalah seorang penjaja cinta atau pelacur. Rasa sesak mulai menyesakkan dada Jaka Kelud mendengar pengakuan ini, ternyata bagi wanita yang berasal dari keluarga miskin dan mempunyai iman y
Bab 161. PELACUR KESEPIAN “Sialan aku telah dikadali kedua gadis sialan ini, baiklah mungkin memang tidak seharusnya aku berebut dengan kedua gadis ini,” gumam Jaka Kelud sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian Jaka Kelud meninggalkan kedua gadis belia itu dan menuju ke saung utama yang merupakan bangunan joglo yang cukup besar, yang bisa menampung dua puluh meja. “Sepertinya saya harus duduk beramai-ramai dengan banyak orang di joglo ini,” gumam Jaka Kelud yang segera duduk di salah satu meja yang kosong. Setelah duduk di meja yang kosong, Jaka meletakkan nomor meja yang dibawanya. Memang di Cafe ini nomor meja tidak berurut, karena setiap pelanggan bebas memilih meja dimanapun mereka akan makan dengan meletakkan nomor meja yang dipasang pada sebuah tongkat kecil yang bisa di letakkan di atas meja yang mereka pilih. Tak lama kemudian pesanan Jaka kelud datang diantar pelayan, saat sedang menikmati makan malamnya. Tiba-tiba