Bab 78. KETEMU KELUARGA INTAN WARSITO Mata Intan tiada lepas dari sosok Jaka dan Widuri yang terlihat sangat akrab berjalan memasuki Cafe dan duduk di sebuah meja yang ada di sudut dan terlihat sangat romantis untuk berkencan. Akibat sangat serius menatap kearah Jaka, sehingga tingkah lakunya menimbulkan curiga dari keluarganya yang sedang ngobrol sambil makan siang. “Intan, kamu sedang menatap siapa? Kenapa kamu tidak segera makan?” tegur Rustam Warsito atau ayahnya intan Warsito yang melihat anak gadisnya tampak tidak fokus makan siangnya. “Eh, ndak apa-apa ayah. Hanya tadi seperti melihat teman yang baru saja masuk kedalam Cafe ini,” balas Intan sambil menundukkan wajahnya dan mulai fokus ke makanan di depannya. “Teman? Teman siapa yang bisa membuatmu tampak sangat penasaran?” kata Rustam Warsito sambil mengarahkan pandangannya ke arah pandangan Intan sebelumnya. Dahi Rustam Warsito langsung mengernyit begitu melihat pasangan muda-mudi yang terliha
Bab 79. DUO R Kata Rustam Warsito menjelaskan siapa sahabatnya yang sedang sakit, seketika itu juga Camelia Widodo ingat dengan sahabat suaminya yang dia kenal.. “Maksudmu pak Rustam Buwono CEO Panorama Group yang teman kuliahmu dulu?” kata Camelia Widodo dengan ekspresi penuh dengan rasa khawatir. “Iya, itu maksudku. Saya ingin menengok sahabatku siang ini, bagaimana kalau sepulang dari makan siang ini kita menengok ke Rumah Sakit?” kata Rustam Warsito sambil menatap istrinya dengan tatapan penuh dengan permohonan. Sebenarnya siang ini mereka ada acara untuk pergi ke sebuah Mall bersama saudaranya yang baru saja datang ke luar kota. Camelia Widodo tidak langsung menjawab permintaan Rustam Warsito, akan tetapi dia malah memandangi saudaranya yang baru saja datang dari luar kota. Keluarga Widodo yang satu meja dengan mereka tampak tidak senang dengan percakapan antara Camelia dengan Rustam. Tentu saja mereka tidak senang, karena mereka tidak mengenal
Bab 80. KENANGAN MELATI SUGIRI YANG MENYEDIHKAN “Cih…..” dengus Camelia Widodo, bukannya mempersilahkan Jaka untuk lewat, akan tetapi dia malah mencibir kepada Jaka. Tentu saja Camelia tahu, kalau Jaka sudah mengenalinya sebagai orang tua Intan, karena hal itulah dia tidak ingin berhubungan dengannya. Karena menurut dia Jaka hanya anak kampung yang miskin dan tidak pantas berhubungan dengan Intan. Mendengar dengusan Camelia, Jaka hanya bisa diam, akan tetapi hatinya sedikit tersinggung dengan sikapnya. Meskipun tersinggung, Jaka hanya bisa diam saja dan tak mau memperpanjang masalah ini. Jaka berjalan mengikuti kemanapun Widuri pergi, sehingga pemandangan ini memang selayaknya seorang sopir atau pengawal yang mengikuti majikannya. “Jaka, apa kamu tidak ingin membeli sesuatu? Mumpung kita ada di Mall?” kata Widuri sambil menatap Jaka yang ada di belakangnya. “Sepertinya tidak ada yang ingin saya beli,” balas Jaka sambil tersenyum tipis. “Ya sudahl
Bab 81. ANCAMAN PEMBUNUHAN Intan yang mendengar perkataan Melati Sugiri tampak terdiam, dia langsung bisa merasakan kesedihan yang diderita istri sahabat ayahnya ini. Sementara itu duo R yang sudah tahu kesedihan yang diderita Melati Sugiri hanya bisa diam. Mereka berdua sangat tahu kalau Melati Sugiri sangat merindukan Rangga Buwono yang menghilang ditelan sungai. Meskipun hal ini adalah murni sebuah kecelakaan, akan tetapi Melati Sugiri merasa sangat bersalah, karena dia tidak bisa memegang tubuh anak bayinya dengan kuat sehingga sampai terlempar keluar dari dalam mobil melalui kaca depan yang hancur. “Sayang, sudahlah kamu hanya bisa berdoa semoga anak kita masih hidup dan sekarang dalam keadaan sehat,” hibur Rustam Buwono mencoba menghibur istrinya. “Hah….” Melati Sugiri menghela nafas berat, kemudian berkata, “Apakah mungkin ada keajaiban di dunia ini? Dia hanya bayi mungil yang tidak bisa apa-apa?” keluh Melati Sugiri dengan wajah muram. Sebelum
Bab 82. TEMBAKAN MISTERIUS Sementara itu Jaka yang sudah berada di kelasnya, tampak bersemangat mendengarkan setiap mata kuliah yang diajarkan dosennya. Sedangkan saat ini Intan Warsito yang duduk tak jauh dari Jaka, tampak tiada henti memandangnya dengan tatapan kesal terlihat di raut wajahnya. Jaka yang sedari tadi di tatap Intan dari arah belakangnya, secara reflek menengok ke belakang. Dan secara otomatis dua pasang mata langsung bertemu, Jaka melihat ada api di mata Intan saat memandangnya. Jaka yang penasaran dengan tatapan Intan segera mengangkat alisnya sebagai kode kalau dia ingin tahu apa yang terjadi dengannya. Bukannya menjawab rasa penasaran Jaka, Intan malah mendengus dan membuang wajah sebagai tanda kalau dia tidak suka dengannya. Melihat sikap Intan, Jaka hanya bisa mengangkat bahunya saja, kemudian kembali fokus mendengarkan perkataan dosen yang sedang memberi mata kuliah. Bunyi bell tanda mata kuliah berakhir menggema, semua mahasiswa be
Bab 83. KEBAL Terdengar desingan sebuah peluru, yang menembus kaca jendela dimana Jaka sedang duduk mengemudi. Tuk…Peluru itu tepat mengenai kepala Jaka yang sedang fokus mengendalikan mobilnya agar tidak menabrak truk box yang menggunting di depannya. Saking fokusnya mengendalikan laju mobilnya, Jaka sampai tidak menyadari kalau ada sebutir peluru yang mengenai kepalanya. Karena desingan peluru itu ditembakkan dari sebuah pistol dengan peredam suara yang baik, maka saat peluru itu ditembakkan tidak menimbulkan suara sedikitpun. Dan satu lagi, saking cepatnya luncuran peluru pistol itu saat menembus kaca jendela, sehingga saat menembus kaca jendela tidak terlalu menimbulkan suara yang keras. Jaka tidak menyadari kalau kematian hampir saja mendatanginya, untungnya dia telah di warisi kekuatan dari Naga Majapahit, sehingga tubuhnya menjadi kebal dari segala senjata maupun pukulan. “Kurang ajar! Dasar sopir sialan, dasar orang gila, kalau mengemudi janga
Bab 84. DI MATA-MATAI “Apa?!” teriak Rungkad yang langsung berdiri dari duduknya ketika mendengar perkataan Ridwan. “Target yang mana, maksud Bos?” tanya Rungkad kembali dengan nada penasaran terdengar jelas dari balik speaker ponselnya. “Mana, mana? Apa maksudmu? Tentu saja mahasiswa kampung itu yang bernama Jaka Kelud!” bentak Ridwan dengan emosi yang mulai mendidih. “Apa? Mahasiswa yang bernama Jaka Kelud? Bukankah kemarin pemuda itu sudah saya tembak mati?” “Tembak mati maksudmu? Datanglah ke Universitas Matrix untuk melihatnya sendiri, saat ini saya sedang mengawasi anak itu?” kata Ridwan dengan nada geram kepada orang yang diajaknya bicara melalui telepon kemudian mematikan ponselnya. Sementara itu Rungkad yang sedang bersantai di pelukan seorang wanita penghibur segera bangkit dan memakai pakaiannya. Dengan uang dari hasil pembayaran mendapatkan misi membunuh yang diberikan Ridwan, Rungkad sudah mulai menikmati uangnya. Tak lama kemudian samp
Bab 85. EMPAT TEMBAKAN “Memangnya kenapa? Apa kamu jadi ingat dengan wanita cantik itu?” sindir Intan untuk mengingatkan Jaka tentang Widuri yang sebelumnya makan siang bersama Jaka. “Apa sih? Kenapa kamu ngomong seperti itu” balas Jaka yang merasa aneh dengan perkataan Intan. Setelah memarkirkan mobilnya, Jaka tidak langsung keluar dari dalam mobil. Hal ini membuat Intan menjadi bingung dibuatnya. Jaka menatap wajah Intan dengan tatapan serius kemudian berkata, “ Apakah kamu sudah melakukan reservasi di Cafe ini?” “Tenang saja, mana mungkin saya belum melakukan reservasi. Tadi saat di perjalanan dari kampus saya sudah melakukan itu,” ucap Intan sambil tersenyum. Begitu mendengar pengakuan Intan, barulah Jaka membuka pintu mobil dan keluar secara perlahan diikuti dengan Intan yang juga ikut keluar dari pintu yang lainnya. Mereka berdua berjalan berdampingan selayaknya pasangan kekasih, pelayan penerima tamu langsung menyambut kedatangan mereka. Inta
Bab 168. DITEMBAK PENGAWAL RADEN TUKIMIN “Apa yang kamu lakukan?” bentak Raden Tukimin sambil menunjuk ke arah Jaka Kelud dengan wajah memerah saking emosinya. “Bukankah matamu masih normal, masa tidak tahu dengan apa yang saya lakukan. Sepertinya kamu perlu memeriksakan kedua matamu ke Rumah Sakit, ha ha ha ha…” Jaka tertawa terbahak-bahak setelah mengata-ngatai Raden Tukimin. “Kurang ajar, dasar bocah sableng. Kalian, cepat beri pelajaran pada orang gila ini,” perintah Raden Tukimin kepada pengawalnya yang berdiri paling dekat dengan Jaka Kelud. Sementara itu Aki Dawir yang berdiri di belakang Raden Tukimin, menatap sosok pemuda kurus di depannya sambil mengedarkan indra spiritualnya. Tiba-tiba saja pandangan indra spiritual yang dipancarkan Aki Dawir seperti terhalangi dinding transparan yang tidak bisa di tembusnya. “Ada apa ini? Kenapa saya tidak bisa memindai tubuh pemuda gila ini? Jangan-jangan….?” Perasaan Aki Dawir seketika itu menjadi b
Bab 167. SIKAP JAKA KELUD “Siapa yang berani membuat onar di hadapanku?” Terdengar teriakan Raden Tukimin cukup keras, yang merasa terganggu oleh gangguan anak buahnya. Pengawal yang menabrak pintu ruang meeting perlahan berusaha bangkit, ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Mana mungkin pengawal itu tidak takut, dia sangat mengenal kekejaman Raden Tukimin terhadap siapapun yang berani mengganggunya. “Ma… ma… maaf Raden…” dengan tergagap pengawal itu meminta maaf setelah berhasil berdiri. “Kurang ajar! Kenapa kamu masuk dengan tidak sopan ke dalam ruangan ini? Bukankah kamu saya perintahkan untuk menjaga diluar!” “Maaf Raden, tapi… diluar…” “Kenapa kalian ribut sendiri,” terdengar suara orang yang menghentikan perkataan pengawal itu, diiringi masuknya seorang muda berbadan kurus memasuki ruang rapat. Sekretaris Sulistina dan para petinggi PT Nusa Bangsa yang sebelumnya menggigil ketakutan di hadapan Raden Tukimin da
Bab 166. KIBASAN TANGAN JAKA KELUD Mendengar perkataan karyawan wanita itu, segera saja Jaka Kelud tahu, kalau semua orang sedang melakukan pertemuan dengan Raden Tukimin. Setelah mengucapkan terimakasih kepada karyawan pria itu, Jaka bergegas menuju ruang meeting. Saat ini suasana ruang meeting sedang panas, setelah kedatangan Raden Tukimin bersama anak buahnya. “Bu Sulistina, kamu sebagai pimpinan perusahaan cepat tanda tangani pemindahtanganan PT Nusa Bangsa ke PT Marcopolo. Uang pemindahtanganan akan saya transfer ke rekening anda saat ini juga.” Raden Tukimin yang sudah menyuruh pengacara kepercayaannya, Razman SH untuk menyiapkan kontrak, segera memerintahkan sekretaris sulistina untuk menandatangani proses pemindahtanganan PT Nusa Bangsa. Sementara itu sekretaris Sulistina yang di perintah Raden Tukimin untuk menandatangani kontrak di depannya menghiraukan dan tetap diam, meskipun keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Melihat perinta
Bab 165. DATANG KE PERUSAHAAN “Boss….” dengan suara gemetar sekretaris Sulistina memanggil Jaka kelud. Akan tetapi sebelum sekretaris Sulistina melanjutkan perkataannya, Jaka Kelud sudah memotongnya. “Ada masalah apa sekretaris Sulis? Kenapa kamu menulis pesan seperti itu? Ada masalah apa sebenarnya? Apakah dana operasional perusahaan kurang? Kalau kurang nanti saya kirim lagi?” “Bu… bu… bukan seperti itu Boss. Kita sedang menghadapi masalah besar, di perusahaan kita kedatangan Raden Tukimin dan anak buahnya yang akan memaksa kita untuk menyerahkan perusahaan kita kepada mereka.” “Apa? Kurang ajar, bagaimana mungkin ada orang yang bisa begitu kurang ajar dan tidak punya malu seperti itu. Apakah kamu tidak bisa mengusir mereka?” “Tidak bisa Boss, mana mungkin saya berani mengusir Raden Tukimin dan anak buahnya. Mereka adalah konglomerat besar di kota Jakarta ini, sebelumnya perusahaan memang sudah di serang mereka, sebelum Denmas Jaka mengakuisisi PT
Bab 164. MASALAH PADA PERUSAHAAN JAKA KELUD Batin Mayang berkecamuk di penuhi dengan kekaguman terhadap Jaka Kelud yang begitu mudahnya memberi uang kepadanya untuk membayar sewa kost rumah kontrakannya. Mata Mayang tidak lepas mengikuti kepergian Jaka kelud, hingga mobil mewah Jaka menghilang di jalan kampung. Mata indah Mayang mulai berkabut ketika mobil Jaka kelud menghilang dari pandangannya, dia masih tetap berdiri di tempatnya semula. Nafas Mayang sedikit tersendat menahan isak yang tidak bisa ditahan, sebelum isak tangisnya mulai terdengar orang lain, dia segera berlari memasuki kamar kostnya. Sementara itu Jaka Kelud yang sudah meninggalkan tempat kost Mayang, di dalam mobilnya tersenyum kecut mengingat pertemuannya dengan mahasiswa yang begitu berani menawarkan tubuhnya, demi untuk bisa membayar sewa kamar kostnya. Tadi Jaka sengaja tidak bertanya asal kampung Mayang, karena dia hanya mampir saja di kota Semarang ini. “Ternyata r
Bab 163. MALAIKAT TAK BERSAYAP Jaka menatap wajah Mayang dengan perasaan dongkol, bagaimana dia tidak dongkol kalau kebaikannya dimanfaatkan wanita yang tidak dikenalnya ini. “Baiklah, saya akan menemani menemui ibu kost,” kata Jaka Kelud pada akhirnya. Kemudian mereka berdua keluar dari mobil, ibu kost dan para penghuni rumah kontrakan juga memandang ke arah mereka penuh dengan penasaran. “Hei Mayang, kamu datang dengan siapa? Apa kamu sudah punya uang untuk membayar sewa kontrakan?” Terdengar suara seorang wanita menyebut nama Mayang yang merupakan penghuni rumah kontrakannya. Mayang segera mendatangi ibu kost sambil menggandeng tangan Jaka Kelud, setelah berada didepan ibu kost, Mayang segera berkata, “Bu Siti, maaf saya terlambat membayar kost. Perkenalkan ini mas Jaka yang akan membayar tunggakan sewa kontrakan saya.” Ekspresi wajah Jaka Kelud langsung menjadi buruk, begitu mendengar perkataan Mayang. “Apa maksudmu ini?” kata J
Bab 162. RAYUAN MAYANG Jaka langsung terdiam mendengar perkataan Mayang, wanita cantik yang datang entah dari mana ke mejanya. Melihat Jaka Kelud terdiam dan tidak jadi pergi, Mayang segera melanjutkan perkataannya, “sebenarnya saya sedang kesusahan untuk membayar sewa kontrakan, karena itulah saya berani mendekati anda.” Jaka tetap diam, tidak ada keinginan untuk bertanya maupun simpati atas perkataan Mayang. Melihat sikap Jaka yang pasif, sekali lagi Mayang mulai berkata, “Sebenarnya saya masih kuliah semester tiga, tapi… karena saya berasal dari keluarga miskin akhirnya saya menjajakan tubuh saya agar bisa membiayai kuliah dan hidup saya di kota Semarang ini.” Jaka masih tetap diam, hanya saja dahinya tampak berkerut begitu mendengar pengakuan Mayang, kalau dia adalah seorang penjaja cinta atau pelacur. Rasa sesak mulai menyesakkan dada Jaka Kelud mendengar pengakuan ini, ternyata bagi wanita yang berasal dari keluarga miskin dan mempunyai iman y
Bab 161. PELACUR KESEPIAN “Sialan aku telah dikadali kedua gadis sialan ini, baiklah mungkin memang tidak seharusnya aku berebut dengan kedua gadis ini,” gumam Jaka Kelud sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian Jaka Kelud meninggalkan kedua gadis belia itu dan menuju ke saung utama yang merupakan bangunan joglo yang cukup besar, yang bisa menampung dua puluh meja. “Sepertinya saya harus duduk beramai-ramai dengan banyak orang di joglo ini,” gumam Jaka Kelud yang segera duduk di salah satu meja yang kosong. Setelah duduk di meja yang kosong, Jaka meletakkan nomor meja yang dibawanya. Memang di Cafe ini nomor meja tidak berurut, karena setiap pelanggan bebas memilih meja dimanapun mereka akan makan dengan meletakkan nomor meja yang dipasang pada sebuah tongkat kecil yang bisa di letakkan di atas meja yang mereka pilih. Tak lama kemudian pesanan Jaka kelud datang diantar pelayan, saat sedang menikmati makan malamnya. Tiba-tiba
Bab 160. REBUTAN TEMPAT “Eh nak Jaka, kenalkan ini pak Ir Hendra, arsitek yang akan membantu mengawasi pembangunan rumah nak Jaka,” kata lurah Bambang memperkenalkan pria yang terlihat berpendidikan disampingnya. “Saya Jaka, tolong dibantu ya pak,” kata Jaka sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Ir Hendra. “Baik mas, anda tenang saja, saya pasti akan memberikan hasil yang memuaskan anda. Saya juga tidak ingin mengecewakan kepercayaan pak Lurah,” kata Ir Hendra sambil menyambut uluran tangan Jaka Kelud. Setelah itu mereka bertiga berbincang cukup serius membahas pembangunan rumah Jaka Kelud. Ternyata Ir Hendra lebih lengkapnya Ir Hendra Putra cukup berpengalaman dalam proyek pembangunan rumah. Bahkan dia memberi ide yang sangat bagus mengenai konstruksi dan dekorasi rumah yang akan dibangun. Sementara itu Suminten yang melihat begitu banyak orang bekerja di rumahnya tampak bersemangat. Bahkan banyak warga kampung y