Beranda / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 04. Chief Executive Paviliun Dracarys

Share

04. Chief Executive Paviliun Dracarys

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 16:14:49

Kevin melangkah cepat di antara pepohonan yang menjulang di kaki Gunung Xandaria. Napasnya teratur, tapi sorot matanya tajam, seakan-akan setiap langkahnya membawa kenangan yang tak bisa dihapus oleh waktu. Udara di sekitarnya dipenuhi aroma tanah basah dan dedaunan yang tertiup angin, membawa nostalgia yang mengguncang hatinya. Tak lama, hamparan beton dan kaca dari Kota Nagapolis tampak di depan mata. Kota yang dulu menjadi saksi kejayaan keluarganya, sekaligus kehancuran yang menyisakan dendam.

Lima tahun berlalu sejak ia terakhir kali menginjakkan kaki di kota metropolitan ini. Bagaimana rupa kota ini sekarang? Apa yang berubah?

Ia harus mencari informasi terlebih dahulu tentang Nagapolis, terutama Keluarga Caraxis yang menjadi sasaran pertamanya untuk menyelidiki kejadian lima tahun yang lalu. Tiba-tiba Kevin teringat kartu magnetik Dracarys yang bisa digunakannya.

Jemarinya merogoh saku dalam pakaiannya, menyentuh kartu kristal biru yang terasa dingin di ujung jarinya. Kartu Dracarys. Pemberian roh dewa di kuburan kuno. Begitu ia mengusapnya, pancaran cahaya biru berpendar, mengirimkan gelombang elektromagnetik yang hanya bisa diterima oleh orang-orang tertentu.

*****

Di sebuah kamar luas dengan pemandangan pusat kota Nagapolis, seorang wanita terbaring di atas sofa beludru berwarna safir. Gaun sutra tipisnya melekat sempurna pada tubuhnya, menampilkan siluet yang anggun dan berbahaya. Tubuhnya yang memiliki lekuk-lekuk yang indah terlihat jelas di balik gaun sutra tipis ini.

Wajahnya yang cantik dan eksotik merupakan ciri khas wanita yang berasal dari Negara Parisian.

Claudia Xander, pemimpin cabang Paviliun Dracarys di Kota Nagapolis, membuka matanya yang tajam saat cahaya biru tiba-tiba menyala di jam pintarnya. Ia terduduk, jantungnya berdegup lebih cepat.

"Kartu Chief Executive Dracarys?" gumamnya dengan nada tidak percaya. "Bagaimana mungkin pimpinan tertinggi Paviliun Dracarys datang ke Kota Nagapolis tanpa sepengetahuanku?"

Dalam hitungan detik, Claudia bangkit dari duduknya, jubah panjangnya melambai mengikuti langkah cepatnya. Aroma mawar hitam dari parfumnya menguar, menandai kehadirannya yang selalu penuh kewibawaan. Ia tak butuh waktu lama untuk melacak sumber sinyal itu.

Di sebuah gang sempit yang masih diterangi lampu kota, Kevin berdiri tegak, ekspresinya datar namun tajam. Dalam sekejap, bayangan seseorang muncul di hadapannya. Claudia Xander. Matanya melebar ketika melihat pemuda di depannya.

Ia menunduk dalam. "Aku adalah Claudia Xander, pemimpin cabang Nagapolis dari Paviliun Dracanys... Ada yang bisa saya bantu, Chief?"

Kevin mengangkat alis, tak menyembunyikan keterkejutannya. Matanya menyapu Claudia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita ini memancarkan aura keanggunan yang berbahaya. Namun, bukan itu yang membuatnya terdiam, melainkan panggilannya.

"Chief?" ulangnya dengan sedikit bingung tapi tidak mengurangi sikap dinginnya.

Claudia mengangguk. "Benar. Bukankah Tuan Muda adalah Chief Executive dari Paviliun Dracarys?"

Sekarang, Claudia yang bingung dengan sikap Kevin yang sulit dimengerti olehnya.

Kevin tetap diam, membiarkan keheningan meresap. Kartu Dracarys tidak bisa diaktifkan oleh sembarang orang. Ini berarti identitasnya tidak bisa dipertanyakan. Tapi Claudia tampak heran, matanya mengamati pakaian Kevin yang lebih menyerupai seorang pengelana daripada pemimpin organisasi paling berpengaruh di dunia.

Namun, Kevin tak peduli dengan itu semua.

"Aku ingin informasi mengenai Keluarga Caraxis dalam lima tahun terakhir ini. Bisa kau usahakan sekarang?" ujar Kevin, suaranya dingin, tak berintonasi, mengabaikan pertanyaan Claudia.

Claudia menegakkan tubuhnya, memastikan bahwa ia tidak salah dengar. "Keluarga Caraxis?"

"Benar. Sekalian informasi mengenai Helena Caraxis." Kevin menyebut nama itu dengan nada penuh kebencian. Seketika, aura membunuh yang dingin merambat ke udara, membuat napas Claudia tercekat. Ia pernah bertemu dengan orang-orang kuat sebelumnya, tapi tekanan yang keluar dari Kevin lebih dahsyat, seakan bisa membekukan siapa saja di sekitarnya.

Meski merasakan ketegangan luar biasa, Claudia menjawab dengan suara setenang mungkin, "Lima tahun lalu, saat Keluarga Drakenis dimusnahkan... Keluarga Caraxis langsung mengambil alih semua aset dan pendukung Keluarga Drakenis. Mereka bekerja sama dengan Gubernur Provinsi Xandaria, yang memberi mereka kekuatan politik dan militer untuk menancapkan kekuasaan di kota ini."

Kevin mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras menahan gejolak emosi yang mengamuk dalam dirinya.

Claudia ragu sejenak sebelum menambahkan, "Oh ya, ada informasi terbaru mengenai Helena Caraxis. Namun, aku belum memastikan kebenarannya."

"Katakan saja!" suara Kevin menggema, dingin dan penuh ancaman.

Claudia menggigil tanpa sadar. "Aku dengar semalam, seorang wanita bernama Ravena Xenagon mencoba membunuh Helena Caraxis. Sayangnya, ia gagal dan tertangkap."

Kevin terpaku. Seketika, aura membunuhnya semakin pekat, udara di sekitar mereka terasa membeku. Claudia harus berjuang untuk tidak mundur.

Ravena Xenagon. Nama yang begitu familiar. Gadis itu bukan hanya adiknya, tapi juga satu-satunya keluarganya yang tersisa. Sejak kecil, Ravena menderita penyakit misterius yang membuat tubuhnya selalu dingin, melebihi es. Tak ada seorang pun yang bisa menyentuhnya tanpa membeku, kecuali Kevin.

Namun, ada satu fakta lain yang lebih mengerikan. Darah Iblis Es mengalir dalam tubuh Ravena, dan begitu ia menginjak usia 17 tahun, kekuatan itu akan bangkit sepenuhnya. Banyak yang menginginkan darahnya untuk meningkatkan kultivasi mereka.

"Ravena dalam bahaya!" batinnya. 

"Cepat beritahu aku! Ditahan di mana Ravena sekarang?" tanyanya, auranya semakin menakutkan.

Claudia menelan ludah, berusaha tidak menunjukkan ketakutannya. "Dia ditahan di Paviliun Timur Keluarga Caraxis. Tapi, Chief ...."

WUUUSH!

Dalam sekejap, Kevin menghilang dari hadapannya. Claudia hanya bisa berdiri terpaku, jantungnya masih berdegup cepat.

"Orang ini..." gumamnya dengan suara hampir tak terdengar. "Begitu muda, tapi kekuatannya sudah melampaui semua orang di kota ini..."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   05. Kejamnya Helena Caraxis

    Paviliun Timur Caraxis diselimuti oleh kabut tipis yang bergulung-gulung di antara pepohonan kering. Aroma anyir darah bercampur dengan udara malam yang dingin, menusuk hidung seperti belati tak kasat mata. Cahaya bulan temaram memantulkan siluet seorang gadis yang tergantung di tiang kayu, tubuhnya dililit kawat duri yang mencengkeram erat seperti ular berbisa yang tak ingin melepas buruannya.Ravena Xenagon, gadis berwajah pucat bagai salju musim dingin, hanya bisa menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang menjalari sekujur tubuhnya. Setiap tarikan napasnya seperti serpihan kaca yang menghujam paru-parunya. Darah merembes dari luka-luka yang menganga di kulitnya, menetes perlahan ke tanah yang telah berubah merah tua karena darah yang tumpah di tempat itu.Di hadapannya, seorang wanita dengan gaun merah tua—semerah darah yang mengalir dari tubuh Ravena—menatapnya dengan seringai penuh kemenangan. Helena Caraxis. Wanita itu berlutut dengan santai, tangan kanannya memegang paku panja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   06. Darah Iblis Es

    Ravena merasakan kemarahan meledak di dadanya. "Cih! Aku tak habis pikir mengapa Kak Kevin bisa begitu jatuh cinta pada wanita sekeji dirimu!" Suaranya penuh penghinaan, tapi tubuhnya gemetar oleh ketegangan.Helena menyeringai, melangkah mendekat dengan angkuh. "Kau tak bisa menyentuhku, adik ipar ... hihihi! Jadi, buang jauh-jauh niat membunuhmu!" katanya penuh kepuasan. "Masih bersikeras? Baiklah! Potong kaki pengawal ini!""Tunggu!" Ravena akhirnya berteriak, matanya memancarkan kepasrahan bercampur kebencian. "Baiklah! Aku akan memberikan Darah Iblis Es! Tapi lepaskan mereka!" Suaranya pecah, nyaris memohon. Tiga pengawalnya telah menjadi keluarganya. Dia tak bisa membiarkan mereka mati dengan sia-sia.Helena terkekeh, lalu dengan kejam meraih tangan Ravena. Pisau peraknya bergerak cepat, memotong nadi Ravena tanpa ragu. Darah biru es menyembur keluar, mengalir ke dalam wadah yang telah disiapkan.Helena membutuhkan Ravena dalam keadaan hidup agar Darah Iblis Es yang diambilnya b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   07. Pembalasan Kevin Drakenis

    "Kevin Drakenis! Beraninya kau menampakkan wajah busukmu di sini!" serunya penuh kejijikan. "Bukannya kau telah mati, sampah!" Kevin mengeraskan tatapannya. "Helena Caraxis! Kau telah membantai keluargaku, mengorbankan adikku demi Darah Iblis Es, dan sekarang kau berdiri di sini, bertingkah seolah tak bersalah?! Kau ini manusia atau iblis, hah?!" Helena tersenyum sinis sebelum melambaikan tangannya. Beberapa pengawal Paviliun bergegas masuk, pedang mereka terhunus. "Habisi dia! Potong tubuhnya dan beri makan binatang buas!" Lima pengawal mengepung Kevin. Salah satu dari mereka melangkah maju, mengayunkan pedangnya dengan cepat. Namun— SRET! Kepala pengawal itu tiba-tiba terlepas dari tubuhnya, jatuh dan menggelinding di atas tanah. Matanya masih terbuka lebar, seolah tak percaya telah mati begitu cepat. Empat pengawal lainnya membeku, tak sempat bereaksi sebelum nasib serupa menimpa mereka. Dalam sekejap, kepala mereka juga terpenggal, darah memancar liar ke segala arah. Kevi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   08. Menyembuhkan Ravena Xenagon

    KRAAAK! KRAAK!Suara tulang kakinya remuk terdengar nyaring. Teriakan Helena menggema di seluruh paviliun, menciptakan pemandangan yang mengerikan. Air matanya bercampur darah yang mengalir dari luka-lukanya. Namun, Kevin tidak berhenti di situ. Dengan satu gerakan cepat, ia merogoh bagian dada Helena dan merampas botol kecil berisi Darah Iblis Es yang disembunyikan perempuan itu. Mata Helena berkilat dengan kebencian yang membara. “Aku akan membunuhmu, Kevin Drakenis!” raungnya dengan napas terengah-engah. Tetapi, tubuhnya tetap tak bisa bergerak. Totokan Kevin memastikan bahwa bahkan bunuh diri pun bukanlah pilihan baginya. Kevin menatap botol itu, kemudian kembali menatap Helena yang kini sudah tidak semenarik dirinya yang dulu. Hanya sisa seorang wanita yang telah kehilangan segalanya. Tanpa berkata-kata lagi, Kevin berbalik dan melangkah pergi, membiarkan suara tangisan dan jeritan Helena menggema di dalam kegelapan malam. Ia harus secepatnya mengembalikan kondisi Ravena yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   09. Mempermalukan Helena Caraxis

    Helena terduduk bersandar pada dinding Paviliun Timur, napasnya memburu, tubuhnya lunglai seakan tak lagi memiliki semangat hidup. Dulu, ia adalah wanita yang memesona, penuh percaya diri, dan begitu dihormati. Namun kini, sosoknya bak bayangan masa lalu—lusuh, tak berdaya, dan kehilangan sinar kecantikannya. "Bajingan kau, Kevin! Aku harap kau mati dicincang oleh Keluarga Caraxian!" suaranya melengking, penuh amarah dan keputusasaan. Kevin, yang baru saja melangkah masuk, berhenti sejenak. Matanya menyala oleh kemarahan yang membara. Tanpa banyak bicara, ia meraih rambut panjang Helena yang sudah kusut dan menjambaknya dengan kasar. "Dasar iblis! Apa kau tidak pernah diajarkan untuk bertobat?" geramnya. Helena menjerit, kedua tangannya berusaha mencengkeram pergelangan tangan Kevin agar melepaskannya. "Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Namun Kevin tidak peduli. Dengan kekuatan yang tak tertahan, ia menyeret tubuh ringkih Helena keluar dari Paviliun Timur. Sepanjang perjalanan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   10. Bertemu Ayah Mertua

    "Kevin Drakenis, Tuan!" jawab kepala pelayan dengan suara hampir berbisik. Alfred yang duduk di samping Albert sontak terkejut. "Mana mungkin? Kevin Drakenis sudah dinyatakan tewas dalam insiden Keluarga Drakenis lima tahun lalu!" Kepala pelayan menggeleng lemah. "Ia bangkit dari kematian, Tuan... Sekarang ia bagaikan iblis yang membalaskan dendam keluarganya. Seluruh pengawal Nona Muda telah tewas di tangannya." Albert mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Bangsat! Kevin atau bukan, pria itu harus disiksa sampai mati!" BOOM! Sebuah ledakan menggelegar dari gerbang baja yang kokoh. Guncangannya membuat gelas-gelas di meja bergemerincing. Albert menoleh tajam, matanya membelalak melihat pintu gerbang baja itu terhempas jauh, menabrak dinding hingga remuk berkeping-keping. DUUARR! Dari balik kepulan asap, seorang pria muncul, menyeret sosok yang tak berdaya di tanah. Helena. Gaun putihnya sudah tercabik, tubuhnya berlumuran darah. Albert menatap putrinya yang t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   Tingkatan Kultivasi Kevin Drakenis

    Berikut adalah tingkatan kultivasi yang diterapkan oleh Kevin Drakenis ...World Cultivation Stages (Tingkatan Kultivasi Dunia) :Qi RefineringFoundation EstablishmentCore FormationGolden CoreNascent SoulHeavenly SoulVoid RefiningBody FusionTranscendingGreat AscensionUntuk masing-masing ranah kultivasi memerlukan 9 level kultivasi untuk menerobos ranah berikutnya.Setelah ranah Great Ascension akan berada di bagian Kultivasi Immortal.Immortal Cultivation Stages (Tingkatan Kultivasi Immortal) :Half ImmortalHuman ImmortalEarth ImmortalHeavenly ImmortalGolden ImmortalGreat Heavenly Golden ImmortalCelestial Immortal KingImmortal VenerableCelestial Immortal EmperorSetelah Ranah Celestial Immortal Emperor, maka akan berada di bagian Kultivasi Dewa.God Realm Cultivation Stages (Tingkatan Kultivasi Dunia Dewa) :Dao VenerableDao EmperorSpiritual GodGod KingGod EmperorSemoga bisa membantu untuk pemahaman ceritanya nanti ya ...Terima kasih.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   11. Utusan Gubernur

    “Hentikan perbuatanmu!”Suara itu menggelegar seperti guntur yang pecah di atas kepala—keras, penuh tekanan, dan menyayat langit kelabu yang menaungi Paviliun Caraxis. Dentumannya menggema, menyusup ke dalam dada setiap orang yang mendengarnya. Gelombang energi spiritual menyapu ke arah Kevin seperti badai panas yang tak terlihat, menyambar dengan kekuatan yang cukup untuk merobohkan pohon tua dalam sekali sapuan.Tanah di bawah kaki Kevin bergetar, serpihan debu berterbangan liar seperti pasir dalam pusaran angin. Udara tiba-tiba menjadi tebal dan pengap, seolah ditimpa beban ribuan batu. Napas orang-orang yang menyaksikan menjadi berat, seperti paru-paru mereka dicekik oleh kekuatan tak kasatmata itu.Namun Kevin…Ia tetap berdiri. Tegap. Tak bergeming.Pakaiannya hanya berkibar ringan seolah hanya angin senja yang menyapunya. Tidak ada tanda keterkejutan di wajahnya. Tidak ada ketakutan. Hanya ketenangan... yang terasa jauh lebih mengerikan.Kekuatan hebat yang ditunjukkan oleh sua

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09

Bab terbaru

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   18. Kematian Tragis

    Siang itu, matahari menggantung tinggi di langit Nagapolis, memancarkan cahaya menyilaukan yang memantul di lantai batu halaman Paviliun Barat Caraxis. Udara panas menyelimuti setiap sudut bangunan tua yang berdiri kokoh dengan pilar-pilar hitam berhias ukiran kuno. Di sudut halaman, di bawah bayang-bayang tiang tinggi, Helena tergeletak tak berdaya.Darah kering menempel di sisi pelipisnya. Kedua tangan gadis itu buntung, hanya tersisa lengan yang menggigil dalam balutan perban kasar. Kakinya tak bisa digerakkan—remuk, bengkok tak alami seperti patahan dahan setelah badai.Helena mengangkat wajahnya dengan susah payah. Rambut hitamnya acak-acakan, menutupi sebagian wajah pucatnya yang dipenuhi luka dan debu. Suara langkah berat menghentikan gumaman kesakitannya. Sepatu bot hitam menginjak kerikil dengan nada dingin, pelan, dan mengancam.Sosok itu berdiri di hadapannya.Kevin Drakenis.Wajahnya yang dulu pernah ia cintai, kini tampak seperti patung batu—dingin, kejam, tak menyisakan

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   17. Informasi Penting

    Matahari siang memancarkan cahaya terik di atas halaman Paviliun Barat Caraxis. Bayangan pohon-pohon tua merambat di atas batuan putih yang panas membakar telapak kaki. Udara kering seolah mengiris kulit, namun hawa paling menyengat justru datang dari tatapan Kevin yang berdiri di tengah pelataran, memandangi sosok yang tergeletak di hadapannya.Helena. Tubuhnya terkulai di atas lantai batu, napasnya tak beraturan. Gaun indahnya sobek di banyak bagian, penuh noda darah yang mulai mengering. Kedua tangannya... telah tiada. Dan kedua kakinya—patah dan remuk, tidak bisa lagi menyangga tubuhnya sendiri. Setiap gerakan kecil saja membuatnya mengerang tertahan.Namun bahkan dalam keadaan seperti itu, Helena menegakkan kepalanya, mencoba bertahan di bawah tatapan yang menusuk itu.Kevin melangkah perlahan, debu-debu beterbangan di sekitarnya. Di tangan kanannya, Pedang Dewa Ilahi berkilauan di bawah cahaya matahari. Ujungnya mencuat rendah, menyeret jejak tipis di permukaan batu."Aku tanya

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   16. Teringat Masa Lalu

    Langkah-langkah Kevin Drakenis terdengar lembut di atas kerikil halaman, tapi ada sesuatu yang jauh lebih berat daripada sepatunya—beban dendam yang telah lama dipendam. Udara sore itu dingin dan penuh ketegangan, seolah angin pun menahan napasnya ketika pria itu mendekat ke arah Helena.Helena Caraxis menggeser tubuhnya mundur satu langkah, lalu satu lagi. Tubuhnya gemetar seperti daun di ujung ranting saat badai hendak datang. Matanya membesar, sorotnya bercampur takut dan bersalah, melihat sosok yang berjalan pelan menuju ke arah dirinya."Apa... apa maumu?" suaranya nyaris tak terdengar.Kevin tak langsung menjawab. Ia menyelipkan sebatang rokok berbungkus emas ke antara bibirnya—rokok khas dari Claudia Xander, aromanya tajam dan menguar harum dedaunan terbakar. Ia menyalakannya perlahan, seakan menikmati setiap detik keheningan yang menusuk.Asap rokok pertama dihembuskannya dengan lambat, melingkar seperti ular di udara, sebelum menyentuh wajah Helena yang pucat. Ia menarik bang

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   15. Hitung Mundur

    “BERHENTI!!”Suara itu menggelegar seperti halilintar yang memecah langit mendung. Langkah Kevin terhenti seketika. Getaran dari teriakan itu seolah memukul udara di sekitarnya, menggantungkan ketegangan yang mendebarkan.Dari balik bangunan utama paviliun, muncullah sosok Albert Caraxis. Bajunya tampak rapi dengan jubah khas pemimpin paviliun, namun matanya menyala oleh amarah yang membara. Dia berdiri di hadapan Kevin, dadanya naik turun, napasnya terdengar seperti desisan hewan buas yang sedang terluka namun belum menyerah.“Beraninya kau… menyentuh putriku…” katanya dengan suara berat, tiap katanya seolah mengguncang tanah di bawah kaki mereka.Kevin menoleh perlahan, senyuman sinis menyungging di bibirnya. Sorot matanya dingin, meremehkan, seperti menatap seekor anjing tua yang menggonggong tanpa bisa menggigit.“Akhirnya muncul juga, ya?” gumamnya. “Kupikir pengecut macam kau sudah kabur entah ke mana. Ternyata masih punya nyali juga... Ayah mertua.”Nada sarkastisnya menampar h

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   14. Kekejaman Kevin Drakenis

    Udara di Paviliun Barat Caraxis begitu tegang, seolah-olah dunia menahan napas. Jejak darah yang mengering di antara batu-batu lantai menjadi saksi bisu dari tragedi barusan—Utusan Gubernur tergeletak tak bernyawa dengan kepalanya terpisah dari tubuhnya, dan jeritannya masih terngiang di dinding-dinding batu. Tapi semua itu tak membuat Helena Caraxis gentar. Meskipun tubuhnya remuk, semangatnya belum padam.Ia tergeletak di ujung halaman, tubuhnya terbungkus pakaian anggun yang kini robek dan berlumur debu. Dua kakinya terkulai tak berdaya—patah, hancur oleh tendangan Kevin Drakenis sebelumnya. Setiap gerakan kecil pun membuatnya menggertakkan gigi menahan nyeri. Namun dari matanya, masih menyala api kemarahan yang tak kalah menyakitkan."Kalian tunggu apa lagi?! Serang dia... sekarang juga!" suaranya melengking, parau, penuh amarah dan rasa malu. Ia tak peduli lagi dengan darah yang menetes dari bibirnya. Ia menunjuk ke arah Kevin dengan tangan gemetar, bukan karena takut—tapi karena

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   13. Kematian Alfred Davidson

    Kevin Drakenis terus melangkah mendekati Alfred Davidson, Sang Utusan Gubernur Xandaria.Namun setiap langkahnya bergema… bukan di telinga, tapi di dada, di perut, di tulang belakang. Seolah setiap gerakannya membawa gelombang energi yang berat, seperti guntur yang ditahan langit terlalu lama. Udara di sekitar mulai berubah—tekanan tak terlihat menggantung di atas kepala siapa pun yang ada di sana. Daun-daun kering yang tadinya tenang, tiba-tiba bergetar, lalu beterbangan meski angin tak berhembus.Suaranya kembali terdengar. Datar. Pelan. Tapi setiap katanya mengandung beban yang membuat tulang bergidik.“Jadi...,” katanya, suara rendahnya lebih terasa seperti desis ular yang bersiap mematuk, “kau ada hubungannya dengan kematian orang tuaku? Atau Gubernur yang berada di balik semua kejaadian yang menimpa Paviliun Drakeenis?"Alfred menelan ludah. Gerakan itu nyaris tak kentara, tapi cukup untuk memperlihatkan bahwa keyakinannya mulai retak. Sikap Kevin yang tak takut pada jabatannya

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   12. Hinaan Alfred Davidson

    Hening menyelimuti tempat itu. Angin berdesir pelan, seolah ikut menunggu jawaban dari sang pemuda yang berdiri seperti tiang baja—diam, tenang, dan penuh rahasia yang belum terungkap.Kevin mengangkat wajahnya perlahan.Tatapannya tenang—begitu tenang hingga menyerupai danau yang membeku di musim dingin terdalam. Tidak ada riak kemarahan. Tidak ada ketegangan. Hanya kedalaman yang sunyi… dan dingin yang menusuk. Bahkan badai sekalipun tak sanggup mengguncang keteguhan pandangan itu.Matanya menatap lurus ke arah Alfred, dan saat ia berbicara, suaranya terdengar rendah… tapi jelas. Seolah dunia terdiam hanya untuk mendengarkannya.“Siapa kau?” katanya. “Bahkan jika Gubernur… atau Presiden sekalipun datang ke sini, aku tidak peduli.”Kalimat itu meledak tanpa suara. Seperti kilat tanpa petir. Tapi efeknya terasa—udara seketika menjadi hening, seperti dunia menahan napas. Angin yang tadi bertiup kini berhenti. Daun-daun menggantung di udara, nyaris tak bergerak, seolah waktu sendiri mem

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   11. Utusan Gubernur

    “Hentikan perbuatanmu!”Suara itu menggelegar seperti guntur yang pecah di atas kepala—keras, penuh tekanan, dan menyayat langit kelabu yang menaungi Paviliun Caraxis. Dentumannya menggema, menyusup ke dalam dada setiap orang yang mendengarnya. Gelombang energi spiritual menyapu ke arah Kevin seperti badai panas yang tak terlihat, menyambar dengan kekuatan yang cukup untuk merobohkan pohon tua dalam sekali sapuan.Tanah di bawah kaki Kevin bergetar, serpihan debu berterbangan liar seperti pasir dalam pusaran angin. Udara tiba-tiba menjadi tebal dan pengap, seolah ditimpa beban ribuan batu. Napas orang-orang yang menyaksikan menjadi berat, seperti paru-paru mereka dicekik oleh kekuatan tak kasatmata itu.Namun Kevin…Ia tetap berdiri. Tegap. Tak bergeming.Pakaiannya hanya berkibar ringan seolah hanya angin senja yang menyapunya. Tidak ada tanda keterkejutan di wajahnya. Tidak ada ketakutan. Hanya ketenangan... yang terasa jauh lebih mengerikan.Kekuatan hebat yang ditunjukkan oleh sua

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   Tingkatan Kultivasi Kevin Drakenis

    Berikut adalah tingkatan kultivasi yang diterapkan oleh Kevin Drakenis ...World Cultivation Stages (Tingkatan Kultivasi Dunia) :Qi RefineringFoundation EstablishmentCore FormationGolden CoreNascent SoulHeavenly SoulVoid RefiningBody FusionTranscendingGreat AscensionUntuk masing-masing ranah kultivasi memerlukan 9 level kultivasi untuk menerobos ranah berikutnya.Setelah ranah Great Ascension akan berada di bagian Kultivasi Immortal.Immortal Cultivation Stages (Tingkatan Kultivasi Immortal) :Half ImmortalHuman ImmortalEarth ImmortalHeavenly ImmortalGolden ImmortalGreat Heavenly Golden ImmortalCelestial Immortal KingImmortal VenerableCelestial Immortal EmperorSetelah Ranah Celestial Immortal Emperor, maka akan berada di bagian Kultivasi Dewa.God Realm Cultivation Stages (Tingkatan Kultivasi Dunia Dewa) :Dao VenerableDao EmperorSpiritual GodGod KingGod EmperorSemoga bisa membantu untuk pemahaman ceritanya nanti ya ...Terima kasih.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status