Bab 39
Benar saja, setelah perjanjian yang ia buat bersama Nyai Welas Asih beberapa waktu yang lalu, kini kebahagiaan menyerbak, datang tak terduga di tengah-tengah keluarga kecilnya. Dengan kebahagiaan tiada tara, Mbah Tarjo muda duduk memangku sang istri tercinta sembari mengelus lembut perut Mbok Marni muda yang mulai kelihatan membuncit. Tiga bulan berselang setelah kepulangan sang suami yang tak ia ketahui dari mana, pulang ke rumah dalam keadaan lusuh serta pakaian basah dan juga kotor melekat pada tubuhnya, lemas tak bertenaga, kini Mbok Marni mengandung begitu saja. Telah lama menantikan momen bahagia yang hari ini ia rasakan, tentu saja Mbok Marni muda sangat bersenang hati sekarang. "Mas .... Akan kita beri nama siapa anak kita nanti?" tanyanya antusias, begitu penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh sang suami tercinta. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan olBab 40Setelah memilah beberapa saat, akhirnya Mbah Tarjo muda sudah membuat keputusan. Dengan langkah mantap dan penuh kepastian, serta merasa amat begitu yakin, Mbah Tarjo muda berjalan melewati para gadis yang duduk terikat tak beraturan, menuju seorang gadis belia bertubuh tambun yang sudah kehilangan banyak bobot tubuhnya gara-gara tak pernah makan maupun minum selama disekap, namun masih terlihat lebih segar jika dibandingkan dari para gadis lain yang turut serta bernasib sama, menjadi tawanan penculikan yang telah Mbah Tarjo muda lakukan tanpa diperlakukan sebagai mana mestinya seorang manusia diperlakukan, apa lagi mereka semua adalah perempuan yang sudah pasti layak mendapatkan perlakuan baik dalam hal apapun yang memang menjadi hak setiap perempuan di dunia ini.Tanpa permisi, Mbah Tarjo muda langsung mencekal kerah baju yang digunakan oleh gadis itu, menyeretnya hingga sejauh beberapa meter, membawanya ke depan semua orang, di mana sebuah dipan telah ia
Bab 41Dilanda rasa sakit luar biasa pada seluruh permukaan kulitnya yang kini terkelupas semua dengan sendirinya, tidak membuat Mbah Tarjo lupa pada ritual yang belum sempat ia selesaikan. Sambil berguling-guling di lantai, merasakan rasa sakit dan panas yang sudah tak bisa ia tahan, Mbah Tarjo memang mengerang kesakitan, namun isi kepalanya tidak tinggal diam dan pasrah pada keadaan begitu saja, tetap memikirkan cara bagai mana agar ritual yang sebelumnya ia lakukan tetap bisa diselesaikan. Sebab, kalau sampai gagal, itu artinya apa yang saat ini sedang Winingsih upayakan tidak mungkin bisa berhasil juga. Jika sudah begitu, mau tidak mau, Mbah Tarjo harus memulai dari awal lagi, mencari hari yang tepat kembali yang tak tau kapan akan ada untuk yang kedua kali."Bu, cepat rapikan wadah perapen diang Bapak!" Dalam kepanikan bercampur kesakitan luar biasa, Mbah Tarjo berteriak, memerintahkan Mbok Marni untuk segera melakukan apa yang ia pinta."Apa, Pak?" B
Bab 42Baru berjalan beberapa langkah melewati ambang pintu penghubung antara dapur dengan ruangan yang lain, Winingsih menyadari jika sesuatu hal yang salah telah terjadi. Di ruangan tempat ia berdiri saat ini, Winingsih mendapati kabut hitam tebal berada di mana-mana, menyebar rata sampai menghalangi pandangannya dalam menentukan setiap langkah yang akan ia jalankan, menutup segala rintangan yang mungkin saja ada di depan mata pada langkah berikutnya.“Ya ampun,” pekik Winingsih lirih, langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak tangan miliknya yang ia bekapkan.Winingsih tertegun, tak percaya bukan main atas apa yang sedang ia saksikan saat ini. Dengan kabut hitam setebal ini, tentu saja ada sesuatu yang salah, apalagi Denjaka tak kunjung datang menemui dirinya sebagaimana yang sudah direncanakan sejak awal.Ingin mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, Winingsih mengedarkan sepasang matanya, mengelilingi setiap sudut rua
BAB 1“Mas Den! Mas Den! Tolong saya, tolong …!” Seorang laki-laki paruh baya berteriak kencang dari luar rumah sembari berlari tunggang langgang dengan langkah yang tergopoh-gopoh, membawa tubuh rentanya yang ringkih yang terbalut baju kumal yang sudah usang menuju sebuah pintu pada bangunan kayu jati yang ada di hadapannya. Bangunan kokoh tersebut seolah menyambut kedatangannya dengan kedua daun pintu gerbang yang terbuka lebar dan sempurna.“Mas Den!” teriaknya sekali lagi.Mendengar ada suara ribut dari luar, Denjaka yang sedang duduk termenung menatapi Pandu, putra sulung hasil pernikahannya bersama Wintang yang sedang terbaring di atas tempat tidur langsung bangun, bangkit dari tempat duduknya.“Ada apa Kang Mas?” tanya Wintang, ikut merasa penasaran.“Tidak tahu, Dik. Biar Kang Mas lihat dulu,” jawab Denjaka, kemudian bergegas berjalan ke luar meninggalkan kamar sang putra kesayangan dengan langkah yang sengaja ia buat agak sedikit cepat.Menyaksikan langkah demi langkah yang d
BAB 2“Tenang saja, Mas. Saya tidak sendirian. Kan ada Widuri yang akan menemani,” kata Wintang lagi, memotong keraguan sang suami, menoleh ke arah gadis kecil menggemaskan yang menyembulkan kepalanya dari balik ruangan, memperhatikan kedua orang tuanya secara diam-diam.Biasanya, jika Wintang sudah menyebut namanya dengan bangga, Widuri akan datang menyahut, membenarkan apa yang sang ibunda katakan dengan mantap. Namun kali ini, Widuri tidak melakukannya. Ia justru tampak berbeda dari biasanya.Tetapi berdiri di ambang pintu dan menyembulkan bagian kepalanya, gadis kecil itu malah menatap binar ke arah sang ayah sambil menggigit pelan bibir bawahnya. Kedua netranya hampir basah dengan keberadaan cairan bening yang berkumpul di bawah pelupuk mata. Ekspresi penuh harap-harap cemas juga tergambar jelas di wajah pemilik pipi cabi nan menggemaskan tersebut, seolah tidak ingin memberi izin kepada sang ayah untuk pergi meninggalkan dirinya di rumah."Ya sudah, Kang Mas berangkat dulu," kat
BAB 3Tak berselang lama dengan kendaraan roda dua milik Denjaka keluar halaman meninggalkan padepokan, Bumi datang mengendarai sepeda motor kesayangannya, memarkirkannya di samping pintu masuk sembari menoleh ke belakang, menatap heran motor Denjaka yang sempat berpapasan dengan dirinya."Jaka mau pergi ke mana itu, Nduk?" tanya Bumi yang belum turun dari kuda besi miliknya, bertanya kepada Wintang yang masih berdiri di ambang pintu, melepas kepergian sang suami dengan panjatan doa yang tidak ada putus-putusnya, berharap Allah subhanahu wata'ala senantiasa melindungi suami tercintanya dimanapun berada."Ke rumah Mbah Tarjo, Mas," jawab Wintang sembari berjalan turun menapaki satu persatu beberapa deretan anak tangga, menghampiri Bumi yang baru saja datang, menyambutnya dengan ciuman tangan yang amat begitu takzim."Tumben," kata Bumi penuh rasa heran."Ono opo toh?" tanya Bumi penasaran."Kurang tahu, Mas. Tadi Mbah Tarjo datang minta tolong supaya Kang Mas Jaka mau menolong Winingsi
BAB 4Ngeeeeng ….Suara mesin motor terdengar jelas, menggema ke indra pendengaran, terpantulkan oleh suasana malam yang sangat hening, berhasil menyamarkan suara katak yang sedang bergembira ria saling bersahutan menyambut genangan air yang terkumpul dari tetesan air hujan serta suara serangga kecil lainnya yang ikut mendominasi kidung pada malam hari.“Wis, Mbah. Sudah bisa di buka matanya. Alhamdulillah semua aman, kita selamat sampai tujuan. Insya Allah,” kata Denjaka, berhasil menebak dengan tepat jika saat ini Mbah Tarjo sedang menutup kedua matanya, menanti dengan harap-harap cemas akan keberhasilan Denjaka mengendalikan motornya melewati jalanan mengerikan yang hampir mirip dengan titian siratul mustaqim.Mendengar apa yang Denjaka katakan, pelan-pelan Mbah Tarjo mulai memberanikan diri membuka kedua matanya sedikit demi sedikit. Untuk memastikan bahwa dirinya sudah aman seperti yang Denjaka ucapkan, Mbah Tarjo mengedarkan pandangan ke arah kiri dan kanan, celingukan sampai ke
BAB 5Keadaan para gadis sangat mengenaskan, sudah membusuk dan dipenuhi belatung-belatung kecil yang menjadikan mayat-mayat itu menjadi sebuah santapan, membuat warga tersebut kaget bukan main, sampai-sampai tubuhnya ambruk ke belakang dan kehilangan kemampuan untuk berjalan.Sambil merangkak dan bergemetaran, warga tersebut berusaha pulang ke rumah, menyampaikan hasil penemuannya kepada setiap warga yang berhasil ia temui sepanjang jalan.Penemuan tersebut berhasil membuat geger seluruh warga desa. Suasana desa yang sedang tidak baik-baik saja jadi tambah berduka dan bertanya-tanya siapa pelaku sebenarnya dan atas dasar apa melakukan ini semua.Banyak para orang tua dari gadis yang turut menjadi korban mendadak gila karena kehilangan putri kesayangan mereka secara tak biasa. Bahkan, ada yang sampai mengakhiri hidupnya karena tak tahan menanggung duka.Tak cukup sampai di situ, duka para warga desa kian bertambah ketika sebuah teror datang menghantui seluruh warga desa. Penampakan ad
Bab 42Baru berjalan beberapa langkah melewati ambang pintu penghubung antara dapur dengan ruangan yang lain, Winingsih menyadari jika sesuatu hal yang salah telah terjadi. Di ruangan tempat ia berdiri saat ini, Winingsih mendapati kabut hitam tebal berada di mana-mana, menyebar rata sampai menghalangi pandangannya dalam menentukan setiap langkah yang akan ia jalankan, menutup segala rintangan yang mungkin saja ada di depan mata pada langkah berikutnya.“Ya ampun,” pekik Winingsih lirih, langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak tangan miliknya yang ia bekapkan.Winingsih tertegun, tak percaya bukan main atas apa yang sedang ia saksikan saat ini. Dengan kabut hitam setebal ini, tentu saja ada sesuatu yang salah, apalagi Denjaka tak kunjung datang menemui dirinya sebagaimana yang sudah direncanakan sejak awal.Ingin mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, Winingsih mengedarkan sepasang matanya, mengelilingi setiap sudut rua
Bab 41Dilanda rasa sakit luar biasa pada seluruh permukaan kulitnya yang kini terkelupas semua dengan sendirinya, tidak membuat Mbah Tarjo lupa pada ritual yang belum sempat ia selesaikan. Sambil berguling-guling di lantai, merasakan rasa sakit dan panas yang sudah tak bisa ia tahan, Mbah Tarjo memang mengerang kesakitan, namun isi kepalanya tidak tinggal diam dan pasrah pada keadaan begitu saja, tetap memikirkan cara bagai mana agar ritual yang sebelumnya ia lakukan tetap bisa diselesaikan. Sebab, kalau sampai gagal, itu artinya apa yang saat ini sedang Winingsih upayakan tidak mungkin bisa berhasil juga. Jika sudah begitu, mau tidak mau, Mbah Tarjo harus memulai dari awal lagi, mencari hari yang tepat kembali yang tak tau kapan akan ada untuk yang kedua kali."Bu, cepat rapikan wadah perapen diang Bapak!" Dalam kepanikan bercampur kesakitan luar biasa, Mbah Tarjo berteriak, memerintahkan Mbok Marni untuk segera melakukan apa yang ia pinta."Apa, Pak?" B
Bab 40Setelah memilah beberapa saat, akhirnya Mbah Tarjo muda sudah membuat keputusan. Dengan langkah mantap dan penuh kepastian, serta merasa amat begitu yakin, Mbah Tarjo muda berjalan melewati para gadis yang duduk terikat tak beraturan, menuju seorang gadis belia bertubuh tambun yang sudah kehilangan banyak bobot tubuhnya gara-gara tak pernah makan maupun minum selama disekap, namun masih terlihat lebih segar jika dibandingkan dari para gadis lain yang turut serta bernasib sama, menjadi tawanan penculikan yang telah Mbah Tarjo muda lakukan tanpa diperlakukan sebagai mana mestinya seorang manusia diperlakukan, apa lagi mereka semua adalah perempuan yang sudah pasti layak mendapatkan perlakuan baik dalam hal apapun yang memang menjadi hak setiap perempuan di dunia ini.Tanpa permisi, Mbah Tarjo muda langsung mencekal kerah baju yang digunakan oleh gadis itu, menyeretnya hingga sejauh beberapa meter, membawanya ke depan semua orang, di mana sebuah dipan telah ia
Bab 39 Benar saja, setelah perjanjian yang ia buat bersama Nyai Welas Asih beberapa waktu yang lalu, kini kebahagiaan menyerbak, datang tak terduga di tengah-tengah keluarga kecilnya. Dengan kebahagiaan tiada tara, Mbah Tarjo muda duduk memangku sang istri tercinta sembari mengelus lembut perut Mbok Marni muda yang mulai kelihatan membuncit. Tiga bulan berselang setelah kepulangan sang suami yang tak ia ketahui dari mana, pulang ke rumah dalam keadaan lusuh serta pakaian basah dan juga kotor melekat pada tubuhnya, lemas tak bertenaga, kini Mbok Marni mengandung begitu saja. Telah lama menantikan momen bahagia yang hari ini ia rasakan, tentu saja Mbok Marni muda sangat bersenang hati sekarang. "Mas .... Akan kita beri nama siapa anak kita nanti?" tanyanya antusias, begitu penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh sang suami tercinta. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan ol
Bab 38Sosok itu adalah Nyai Welas Asih, sosok penunggu hutan larangan yang sejak awal ia cari-cari. Sembari menarik ujung selendang yang ia biarkan menjuntai ke bawah, serta salah satu telapak tangan yang ia tumpu pada telapak tangan yang lain, dijadikan alas penahan agar terlihat cantik dan juga anggun.Sosok perempuan dari bangsa lelembut bernama Nyai Welas Asih itu memang cantik jelita. Berbeda dari cerita yang tersebar dari mulut ke mulut yang mengatakan sosok Nyai Welas asih sungguh mengerikan dan juga kejam, kenyataan yang Mbah Tarjo lihat justru memiliki paras paripurna nan penuh pesona. Siapapun pemilik pasang mata yang melihat kecantikan Nyai Welas Asih, sudah pasti ia akan jatuh cinta."Kau bilang rela berpaling dari Tuhanmu itu jika aku berani muncul di hadapanmu?!" kata Nyai Welas Asih, mencebik penuh rasa tidak suka ketika mendengar Mbah Tarjo muda tanpa sengaja mengucap kalimat istigfar ketika terkejut."Buktikan jika kamu memang ma
Bab 37Bersamaan dengan para burung yang beterbangan keluar, meninggalkan kawasan hutan, semilir angin yang sebelumnya sibuk menggoyangkan dahan pohon dan juga dedaunan, kini menghentikan tariannya. Tak ada sedikit pun hembusan yang dapat terasa.Hawa dingin yang sebelumnya menusuk hingga meresap masuk ke dalam tulang, kini juga hilang seketika, berganti dengan hawa panas yang menjalar pelan dari ujung kaki Mbah Tarjo muda, naik perlahan sampai ke ubun-ubun kepala.Suasana hutan saat ini sangat benar-benar sangat berbeda dari sebelumnya. Hawa yang semula mencekam, kini semakin mendalam dan menyeramkan.Di tengah hutan yang dipayungi rintik hujan, Mbah Tarjo berlutut menghadang sosok makhluk penguasa hutan yang sangat ia harapkan akan muncul di hadapannya, sosok yang sejak awal menjadi tujuannya demi menghapus segala duka lara yang ia derita. Dengan mata yang penuh penyesalan dan luka, ia masih menunggu sosok itu, mengorbankan segala keselamatan ya
Bab 36Mbah Tarjo tahu betul jika di dalam hati Denjaka hanya ada nama istrinya seorang. Sungguh mustahil untuk membuat Winingsih menempati sebagian hati Denjaka. Itulah sebabnya, mau tidak mau, Mbah Tarjo harus melakukan hal ini, meminta bantuan kepada Ndoro Nyai Asparasih, sang penguasa hutan larangan yang berada dekat dengan desa mati tempat ia tinggal sebelumnya, persis seperti apa yang ia lakukan belasan tahun lalu ketika berputus asa ingin memiliki seorang anak dalam pernikahannya yang sudah berjalan puluhan tahun lamanya.Dahulu, dalam keputus asaannya yang tak kunjung dikaruniai seorang anak oleh Allah Subhanahu wa ta'ala di usianya yang tak lagi muda, Mbah Tarjo mulai merasa gelisah. Ia takut, jika seumur hidupnya, ia dan istri tak akan pernah merasakan bagai mana rasanya jadi orang tua serta akan merenta berdua saja tanpa ada yang akan mengurus ia dan juga sang istri di usia senja yang pasti akan tiba.Ditambah, setiap hari Mbah Tarjo harus menya
Bab 35Meski sudah beberapa saat, bara-bara api berbentuk serpihan kecil-kecil yang ada di seluruh permukaan lantai pada ruangan tersebut tetap menyala, menyalap terang bak tak bisa padam. Beberapa serpihan bahkan masih menempel pada badan Mbah Tarjo. Bukannya berkurang, jumlahnya justru kian bertambah, menempel kembali akibat Mbah Tarjo yang tak bisa berhenti mengguling-gulingkan tubuhnya. Seolah tidak ingat jika hampir seluruh permukaan lantai di ruangan tersebut penuh dengan serpihan bara api yang berhamburan di mana-mana."Panas! Panas! Panas!" Sama seperti sebelumnya, Mbah Tarjo terus berteriak kesakitan sembari berguling rata, meratakan serpihan bara api yang masih menyala.Melihat keadaan sang suami uang ada di depan mata, Mbak Marni tertegun beberapa saat. Ia bingung harus berbuat apa sekarang untuk menolong sang suami yang seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka lepuhan yang sudah memecah, menyingkapkan kulit yang sedang mengalami luka bakar, menyis
Bab 34Sambil berjalan, Winingsih bergumam, bersenandung menyanyikan alunan kidung dengan suara merdu yang mendayu-dayu, mengantar setiap makhluk di muka bumi ini ke dalam mimpi yang enggan diakhiri. Terbukti, semua orang kini semakin nyenyak dalam tidurnya. Meski adzan subuh sudah hampir berkumandang, tak ada satu pun orang yang sudah dalam keadaan terjaga selain Mbah Tarjo yang saat ini tengah sibuk duduk bersila di dalam ruangan berlapis kain hitam, merapalkan mantra-mantra sembari memangku wadah diang seperti sebelumnya, melakukan ritual agar kelancaran berpihak kepada sang putri kesayangan yang saat ini tengah menjalankan salah satu dari ribuan rencana yang ia punya.Di dalam kamarnya, Ali juga terbuai dalam mimpi indah yang mempesona. Di dalam mimpinya, ia kembali mengulang kisah masa lalu, di mana ia bisa menghabiskan waktu untuk berkumpul-kumpul dengan semua orang. Mas Cahyo, Mas Santo, Lek Sardi, serta Akbar saudara kembarnya, mereka semua datang bertandan