Sarah mencoba untuk meretas semua CCTV yang berada di jalan ini. Saat dia sedang terfokuskan pada laptopnya, Marina melihat Ambar dari kaca spion. Wanita itu membawa sebuah obor dari belakang mobil mendatangi mereka.Gadis berambut sebahu itu, menepuk-nepuk pundak Sarah seraya berkata, "Sarah, lihat! Ambar datang membawa obor di belakang!""Apa!"Spontan, Sarah langsung menengok ke belakang dan melihat wanita itu melangkah lebar mendekati mereka, dengan sebuah obor di tangannya."Wanita gila itu ... apa dia mau bakar mobil?" Sarah memasukkan kembali laptopnya ke dalam tas dan beranjak turun dari mobil bersama Marina.Melihat keduanya keluar dari mobil, sontak Ambar segera melempar obor di tangannya. Sarah menangkis obor tersebut dengan mengibaskan tas gendongnya. Obor terjatuh berguling di tanah dan nyala api pun padam.Ternyata, Ambar tidak hanya sendiri. Tiga orang lelaki muncul di belakang mengikutinya."Tangkap mereka! Aku ingin menguliti tubuh mereka dan mencincang habis daging-d
"Awaaaas!" Junaedi segera menarik tangan Jamelah, hingga jatuh ke dalam pelukannya.Jleb!Linggis yang diayunkan pria itu pun menancap di tanah cukup dalam."Huh! Hampir saja!" ujar Junaedi menghembuskan napas lega."Apakah yang berada di belakang saya saat ini adalah seorang pria tua bertopi, Pak Juned?" tanya Jamelah."Benar."Jamelah segera melepas pelukannya dan berbisik kepada lelaki di hadapannya. "Pak Juned, gunakan punggung saya sebagai tumpuan Anda untuk melompat. Lesatkan sebuah tendangan dengan kepala pak tua itu sebagai target!"Kedua tangan Junaedi mulai menumpu di bagian sisi lubang tanah yang berbentuk petak. Dia melompat dan menjadikan punggung Jamelah sebagai tumpuan pada kakinya, sembari menendang kepala pak tua itu yang masih berusaha mencabut linggis yang menancap.Buak!Pria itu terhempas menubruk semak-semak. Junaedi segera membantu Jamelah keluar dari lubang. "Cepat pergi! Kita tidak tau seberapa banyak pengikutnya. Mereka terus berdatangan tanpa kita duga. Dan
Di rumah Marina, Sangli tidak peduli dengan sikap Sarah yang sangat cuek terhadapnya. Pemuda itu terus meninjau segala hal apa yang dilakukan olehnya. Tanpa diduga, ia melihat Jamelah dengan seorang lelaki sedang duduk bersandar di pojok halaman rumahnya.Sarah merasa lega karena setidaknya, sekarang mereka berdua dalam keadaan aman."Tunggu ... tunggu! Itu kan rumah gue!" celetuk Sangli tanpa sadar memegang bahu Sarah dan kepalanya nyelonong mendekat ke layar laptop.Tindakannya, spontan membuat Sarah bergerak minggir. "Rumahmu?"Rupanya, secara tidak sengaja Sarah juga meretas CCTV yang di pasang depan pintu rumah Sangli."Iya, itu rumah gue!" tegas Sangli meyakinkan. "Tapi ... bdw, siapa laki-laki di samping Jamelah?"Satu detik, mata Sangli dan Sarah saling menatap."Emm, dia ... pacarnya," jawab Sarah segera mengalihkan pandangan ke arah lain."Pacar? Bukanya dia ..."Sarah reflek langsung membungkam mulut Marina yang hendak membeberkan kebenaran."Oh, kalo gitu, biar gue telpon
"Makanlah! Yang tadi Tante ucapkan lupain aja ya, nggak usah diambil hati. Sangli bilang, kalian nginep aja di sini semalam. Biar dia yang jagain temenmu di rumahnya. Kebetulan dia kan lagi ada tugas ngeronda," ujar Yulie."Makasih, Tante!" balas Jamelah.Kemudian Yulie pun undur diri menyusul suaminya, sedangkan mereka menyantap makanan yang dihidangkan.Junaedi masih terus terpaku pada sosok gadis di sampingnya. Dalam benaknya bertanya-tanya, apa tujuan gadis itu tiba-tiba datang memasuki kehidupannya? Lelaki itu merasa ada sesuatu hal yang penting telah dilupakan oleh sang pemilik tubuh.Tatapan Junaedi sedikit membuat Jamelah merasa risih. "Mengapa Anda terus menatap saya seperti itu, Pak? Emm, maksud saya, Mas?""Apa kita pernah memiliki hubungan di masa lalu? Apa tujuanmu tiba-tiba datang dan meminta pekerjaan padaku?" ucap Junaedi menatap tajam gadis itu.Beberapa detik mata mereka bertemu. Namun, Jamelah segera menundukan pandangannya dan berkata, "Entah apa yang membuat Anda
Junaedi dan Sarah pun bergegas keluar dari mobil untuk mencari keberadaan kamera itu."Kamu tunggu di sini saja!" ujar Junaedi kepada Jamelah agar tetap berada di dalam mobil.Sembari memegang laptop, Sarah melihat bahwa tayangan kamera sedang menuju kearahnya dan juga Junaedi. Dia memberitahu hal tersebut kepada Junaedi. Di depan pintu rumah, tampak Marina dan Kakek Sutejo berjalan keluar menghampiri mereka. Sebuah benda bulat kecil tampak mengkilap terkena pancaran cahaya matahari pagi. Benda kecil tersebut menempel pada seonggok besi beroda dua, yaitu alat yang selalu di pakai Sutejo kemanapun orang tua itu pergi.Junaedi menyipitkan mata. Benda kecil itu semakin mendekatinya. Setelah Marina dan Sutejo berada di hadapannya, Marina pun berkata."Ada apa? Apakah ada sesuatu yang tertinggal?""Ya. Ada sesuatu yang tertinggal." Junaedi berjongkok. Kini, benda itu tepat berada di hadapannya. "Apakah yang kamu maksud adalah benda kecil ini, Sarah?" ucapnya menunjukan benda tersebut kepa
Hari menjelang malam dan para pengunjung semakin sepi. Marina pikir, orang itu telah pergi karena tak tampak lagi batang hidungnya. Sehingga gadis itu berkeinginan untuk keluar sebentar mencari angin. Ia sangat suntuk. Sejak tiba di restoran, terus berhadapan dengan pelanggan tanpa henti membuat air keringat di pelipisnya terus bercucuran.Namun, ternyata pria itu hanya pindah posisi berada di seberang jalan raya. Pria bernama Febian Wijaya itu duduk melipat tangan di sebuah bangku kayu yang lusuh di bawah pohon kersem samping Toko Roti Sukesi. Matanya menatap tajam Marina sembari menunjukkan seringai.Tampaknya Marina belum menyadari keberadaannya. Febian mengendap mendekati gadis itu sembari menyiapkan sebuah kain yang telah diberi obat bius. Dengan cepat, ia bergerak dari belakang Marina dan nembius wanita itu."Emmmmmm!" erang Marina membelalakan mata sambil menahan tangan kekar pria itu. Tapi, usahanya itu sia-sia. Pandangannya mulai kabur dan akhirnya pingsan. Febian pun segera
Beberapa jam setelah Junaedi pergi meninggalkan rumah."Begonya kambuh! Haduh, Mas Juned ... Mas Juned! Bisa-bisanya nekat datang sendiri," ujar Sarah memijat-mijat kening. Gadis itu terus memantau keadaan Rumah Makan Ba-Kul dari laptopnya. Jamelah pun ikut melihat di sisi Sarah. Matanya membulat saat melihat sosok pria yang tak asing terekam CCTV depan rumah makan."Pria itu ..." Jamelah mengamati sosok pria itu dengan teliti."Kamu kenal?" tanya Sarah."Dia ... salah satu kakak dari Ambar Wijaya."Mata Sarah pun ikut membulat. "Apa! Ayo kita susul dia sekarang!" Gadis itu bergegas menutup laptop."Tunggu! Tenanglah! Kita nggak tau ada berapa orang yang akan kita hadapi. Pria itu juga bukan pria biasa meskipun dia datang seorang diri. Dan lagi, walaupun luka di kakiku masih tergolong ringan, ini sangat mengganggu pergerakanku. Ayo kita ke Dusun Buaran dulu, sebelum dia melakukan aksinya! Aku akan meminta bantuan Om Cecep dan gengnya," ujar Jamelah.Mereka pun pergi ke dusun dengan m
"Apa kau pikir, hanya kau saja yang memiliki pasukan?" ucap Febian masih dengan senyum seringai.Dor!Jamelah menembak, dan mengincar bagian jantung, tapi rupanya posisi Febian sedikit bergeser sehingga hanya mengenai bahu kirinya.Seketika itu, Febian mengalami sedikit guncangan di sebagian tubuhnya. Dia memegang bahu yang terkena tembakan, menggertakkan gigi sembari berteriak."Habisi mereka!"Kurang lebih, tiga puluh orang pasukan Febian menyerbu Geng Somelekete secara bersamaan. Pertempuran besar pun terjadi di tengah jalan raya.Geng Somelekete yang jumlahnya lebih sedikit tentu saja bisa memenangkan pertempuran itu. Dibandingkan dengan tiga puluh pasukan Febian yang hanya bisa mengandalakn senjata, Geng Somelekete sudah terbiasa terjun ke pertarungan dengan tangan kosong. Sehingga, sangat mudah untuk Cecep dan pasukannya bisa menang.Febian merasa sudah terpojok. Luka tembak di bahunya semakin terasa. "Tidak ada pilihan lain!" umpat pria itu mengeluarkan suatu benda tabung berwa