Di rumah Marina, Sangli tidak peduli dengan sikap Sarah yang sangat cuek terhadapnya. Pemuda itu terus meninjau segala hal apa yang dilakukan olehnya. Tanpa diduga, ia melihat Jamelah dengan seorang lelaki sedang duduk bersandar di pojok halaman rumahnya.Sarah merasa lega karena setidaknya, sekarang mereka berdua dalam keadaan aman."Tunggu ... tunggu! Itu kan rumah gue!" celetuk Sangli tanpa sadar memegang bahu Sarah dan kepalanya nyelonong mendekat ke layar laptop.Tindakannya, spontan membuat Sarah bergerak minggir. "Rumahmu?"Rupanya, secara tidak sengaja Sarah juga meretas CCTV yang di pasang depan pintu rumah Sangli."Iya, itu rumah gue!" tegas Sangli meyakinkan. "Tapi ... bdw, siapa laki-laki di samping Jamelah?"Satu detik, mata Sangli dan Sarah saling menatap."Emm, dia ... pacarnya," jawab Sarah segera mengalihkan pandangan ke arah lain."Pacar? Bukanya dia ..."Sarah reflek langsung membungkam mulut Marina yang hendak membeberkan kebenaran."Oh, kalo gitu, biar gue telpon
"Makanlah! Yang tadi Tante ucapkan lupain aja ya, nggak usah diambil hati. Sangli bilang, kalian nginep aja di sini semalam. Biar dia yang jagain temenmu di rumahnya. Kebetulan dia kan lagi ada tugas ngeronda," ujar Yulie."Makasih, Tante!" balas Jamelah.Kemudian Yulie pun undur diri menyusul suaminya, sedangkan mereka menyantap makanan yang dihidangkan.Junaedi masih terus terpaku pada sosok gadis di sampingnya. Dalam benaknya bertanya-tanya, apa tujuan gadis itu tiba-tiba datang memasuki kehidupannya? Lelaki itu merasa ada sesuatu hal yang penting telah dilupakan oleh sang pemilik tubuh.Tatapan Junaedi sedikit membuat Jamelah merasa risih. "Mengapa Anda terus menatap saya seperti itu, Pak? Emm, maksud saya, Mas?""Apa kita pernah memiliki hubungan di masa lalu? Apa tujuanmu tiba-tiba datang dan meminta pekerjaan padaku?" ucap Junaedi menatap tajam gadis itu.Beberapa detik mata mereka bertemu. Namun, Jamelah segera menundukan pandangannya dan berkata, "Entah apa yang membuat Anda
Junaedi dan Sarah pun bergegas keluar dari mobil untuk mencari keberadaan kamera itu."Kamu tunggu di sini saja!" ujar Junaedi kepada Jamelah agar tetap berada di dalam mobil.Sembari memegang laptop, Sarah melihat bahwa tayangan kamera sedang menuju kearahnya dan juga Junaedi. Dia memberitahu hal tersebut kepada Junaedi. Di depan pintu rumah, tampak Marina dan Kakek Sutejo berjalan keluar menghampiri mereka. Sebuah benda bulat kecil tampak mengkilap terkena pancaran cahaya matahari pagi. Benda kecil tersebut menempel pada seonggok besi beroda dua, yaitu alat yang selalu di pakai Sutejo kemanapun orang tua itu pergi.Junaedi menyipitkan mata. Benda kecil itu semakin mendekatinya. Setelah Marina dan Sutejo berada di hadapannya, Marina pun berkata."Ada apa? Apakah ada sesuatu yang tertinggal?""Ya. Ada sesuatu yang tertinggal." Junaedi berjongkok. Kini, benda itu tepat berada di hadapannya. "Apakah yang kamu maksud adalah benda kecil ini, Sarah?" ucapnya menunjukan benda tersebut kepa
Hari menjelang malam dan para pengunjung semakin sepi. Marina pikir, orang itu telah pergi karena tak tampak lagi batang hidungnya. Sehingga gadis itu berkeinginan untuk keluar sebentar mencari angin. Ia sangat suntuk. Sejak tiba di restoran, terus berhadapan dengan pelanggan tanpa henti membuat air keringat di pelipisnya terus bercucuran.Namun, ternyata pria itu hanya pindah posisi berada di seberang jalan raya. Pria bernama Febian Wijaya itu duduk melipat tangan di sebuah bangku kayu yang lusuh di bawah pohon kersem samping Toko Roti Sukesi. Matanya menatap tajam Marina sembari menunjukkan seringai.Tampaknya Marina belum menyadari keberadaannya. Febian mengendap mendekati gadis itu sembari menyiapkan sebuah kain yang telah diberi obat bius. Dengan cepat, ia bergerak dari belakang Marina dan nembius wanita itu."Emmmmmm!" erang Marina membelalakan mata sambil menahan tangan kekar pria itu. Tapi, usahanya itu sia-sia. Pandangannya mulai kabur dan akhirnya pingsan. Febian pun segera
Beberapa jam setelah Junaedi pergi meninggalkan rumah."Begonya kambuh! Haduh, Mas Juned ... Mas Juned! Bisa-bisanya nekat datang sendiri," ujar Sarah memijat-mijat kening. Gadis itu terus memantau keadaan Rumah Makan Ba-Kul dari laptopnya. Jamelah pun ikut melihat di sisi Sarah. Matanya membulat saat melihat sosok pria yang tak asing terekam CCTV depan rumah makan."Pria itu ..." Jamelah mengamati sosok pria itu dengan teliti."Kamu kenal?" tanya Sarah."Dia ... salah satu kakak dari Ambar Wijaya."Mata Sarah pun ikut membulat. "Apa! Ayo kita susul dia sekarang!" Gadis itu bergegas menutup laptop."Tunggu! Tenanglah! Kita nggak tau ada berapa orang yang akan kita hadapi. Pria itu juga bukan pria biasa meskipun dia datang seorang diri. Dan lagi, walaupun luka di kakiku masih tergolong ringan, ini sangat mengganggu pergerakanku. Ayo kita ke Dusun Buaran dulu, sebelum dia melakukan aksinya! Aku akan meminta bantuan Om Cecep dan gengnya," ujar Jamelah.Mereka pun pergi ke dusun dengan m
"Apa kau pikir, hanya kau saja yang memiliki pasukan?" ucap Febian masih dengan senyum seringai.Dor!Jamelah menembak, dan mengincar bagian jantung, tapi rupanya posisi Febian sedikit bergeser sehingga hanya mengenai bahu kirinya.Seketika itu, Febian mengalami sedikit guncangan di sebagian tubuhnya. Dia memegang bahu yang terkena tembakan, menggertakkan gigi sembari berteriak."Habisi mereka!"Kurang lebih, tiga puluh orang pasukan Febian menyerbu Geng Somelekete secara bersamaan. Pertempuran besar pun terjadi di tengah jalan raya.Geng Somelekete yang jumlahnya lebih sedikit tentu saja bisa memenangkan pertempuran itu. Dibandingkan dengan tiga puluh pasukan Febian yang hanya bisa mengandalakn senjata, Geng Somelekete sudah terbiasa terjun ke pertarungan dengan tangan kosong. Sehingga, sangat mudah untuk Cecep dan pasukannya bisa menang.Febian merasa sudah terpojok. Luka tembak di bahunya semakin terasa. "Tidak ada pilihan lain!" umpat pria itu mengeluarkan suatu benda tabung berwa
Satu pekan kemudian, hari-hari yang damai setelah mengantar Marina pulang, dalam sepekan ini tidak ada gangguan teror apapun. Namun, Sarah masih menaruh kecurigaan bahwa di rumah Marina masih tersisa kamera pengawas yang tidak ia ketahui.Junaedi dan Jamelah pun sudah cukup pulih untuk malakukan aktivitas. Mereka kembali berlatih di pagi hari sembari merenggangkan otot. Sementara itu, Sarah telah mencatat daftar lima nama tempat yang akan mereka selidiki. Diantaranya:1. Depan Stasiun M2. Pertigaan jalan menuju pertamina3. Lapangan Sitimarini4. Pertigaan Jembatan Jengkol belakang tanggul5. Pasar PapalalaSetelah Junaedi dan Jamelah melihat sekilas nama-nama tempat tersebut. Mereka merasa nama-nama tersebut tidak asing.Dahi Junaedi berkerut. "Bukankah ini ...""Ini adalah nama-nama lokasi lima restoran yang diambil alih oleh mantan istri Anda, Mas Juned!" imbuh Jamelah."Benar!" timpal Junaedi.Adapun Sarah, baru menyadari bahwa kelima tempat tersebut memang seperti yang mereka seb
"Lihat di sana!" Jamelah menunjuk atas pagar. Tingginya sekitar 210 meter, dan di atas pagar tembok itu, tertancap banyak pecahan beling yang sudah berlumut. "Naiklah ke punggung saya, Anda bisa melihat apa yang terjadi di sana!""Apa kamu pikir aku akan menginjak-injak seorang gadis?" Junaedi berjongkok. "Kamu yang naik!" perintahnya."Baiklah!"Jamelah pun memanjat bahu Junaedi, dengan bantuan sisi pinggir tembok gadis itu bisa menjaga keseimbangannya dengan baik. Dia menjumpai di teras depan dalam bangunan itu, tergantung sekitar sepuluh ekor kucing telah bersih tanpa bulu. Tampak di bagian leher, terdapat bekas sembelihan.Gadis itu kemudian mengalihkan pandangannya pada suatu ruangan dengan pintu yang terbuat dari palstik, di sisi kucing-kucing yang tergantung itu. Matanya menyipit. Tiba-tiba, pria yang mereka ikuti tadi keluar dari balik pintu itu dengan menenteng lima ekor kucing yang telah di sembelih, tapi bulu-bulunya belum dibersihkan."Astaga! Pemandangan macam apa ini?" g