Semua mata pun tertuju ke arah Junaedi. Seketika itu, Santo dan Karso tertawa terbahak-bahak. Mereka menganggap ucapan Junaedi hanyalah sebuah lelucon.Mereka tidak tahu bahwa dalam diri Junaedi adalah Sumitro Joyo Kusumo, seorang master chef jenius abad ke-18. Kekayaan, kepintaran, kekuatan, dia memiliki segalanya dan dihormati semua orang di kehidupan sebelumnya. Dia adalah seorang konglomerat generasi kedelapan di masanya..Selain itu, Sumitro juga pernah belajar tentang akupuntur selama tiga tahun, saat ia mengunjungi sebuah kota di Tiongkok bersama ayahnya. Tubuhnya sangat bugar karena dia seorang atlet olahragawan sejak berada di bangku Sekolah Menengah Pertama.Namun, sangat disayangkan, Sumitro tidak mempelajari satupun teknik beladiri. Hal ini karena dirinya terlalu terobsesi menjadi seorang chef, dan sangat merasa aman dengan di kelilingi sepuluh penjaga."Jangan bercanda, Juned! Ini menyangkut nyawa kakek! Bukan main-main!" tegur Susi juga tak percaya.Santo mendatangi Juna
"A-aku ... ""Tentu saja kami tau dari Mbak Ambar!" celetuk si kembar Joko dan Juki memotong perkataan Marsodi dengan entengnya."Jika bukan karena dia yang memberi kabar, mana mungkin kita bisa tau bahwa kakek sedang kritis!" imbuh Santo."Oh!"Tanggapan Junaedi singkat sembari menaikkan salah satu ujung bibirnya. Gelagat Marsodi menunjukkan bahwa mereka sekeluarga memiliki andil pada kejadian semalam."Jika di rumahmu sedang ada teror, bukankah berarti lebih aman menempatkan kakek di rumah kami saja daripada di rumahmu, Junaedi?" ujar Mejo berpendapat.Wito pun mengangguk setuju dengan pendapat putranya."Aku tidak masalah di manapun kakek berada. Tapi, ehem. Apa kalian nggak keberatan kalau aku bakal sering singgah di rumah kalian?" tanya Junaedi memastikan. Dia sangat paham bahwa dulu, Karso sekeluarga sangat tidak menyukainya."Huh!" Susi mendengus melirik kerabatnya satu per satu. Wanita itu benar-benar tahu siapa saja yang tulus merawat Kakek Sutejo. "Apapun yang terbaik untuk
Mata Junaedi membulat, lalu tiba-tiba tertawa puas setelah melihat selembar kertas itu."Darimana kamu mendapatkan ini?" tanya pria itu kepada asistennya."Saya hanya beruntung. Nyonya Ambar begitu ceroboh. Dia tidak menyadari selembar kertas penting jatuh di bawah meja kerjanya."Selembar kertas yang ditemukan Jamelah adalah berkas perjanjian lima restoran milik Bambang Sutejo yang diambil alih oleh Ambar. Dalam kertas itu tertulis bahwa, Ambar menjadi pemilik yang sah dan memiliki hak penuh untuk mengelola lima restoran tersebut. Yaitu:1. Rumah Makan Bi-Sa Muah (Bihun sayap ayam kuah) yang terletak di belakang tanggul pertigaan Jembatan Jengkol.2. Kedai Ru-Bah Salala (Rujak buah dan salad) yang terletak di dekat Lapangan Sitimarini.3. Kedai Do-Sa Saya (Donat sayur saus ayam) yang terletak di Pasar Papalala.4. Rumah Makan Te-Bing Joss (Sate kambing Joss) yang terletak di depan stasiun.5. Restoran MiNTa SaWah (Mie ndog tahu sayur kuwah) yang terletak di dekat pertamina mepet saw
Kedua insan itu terperanjat menoleh dan mendapati Junaedi berdiri di ambang pintu."Juned! Bagaimana kau bisa berada di sini?!" Marsodi segera mendorong Ambar menjauh dari pangkuannya. Hasrat mereka seketika pecah tak lagi bergairah.Junaedi sendiri, merasa de javu dengan adegan ini. Dia merasa, pernah menjumpai hal seperti ini sebelumnya.Ambar pun melangkah menghampiri Junaedi. Wanita itu merangkul salah satu lengannya sembari berdesis mesra meniup-niup bawah telinganya."Apa yang kamu lihat, hanya kesalahpahaman, Juned. Aku hanya membantu Marsodi memijat untuk meringankan rasa sakit di lehernya," ujar Ambar sangat-sangat lembut di telinga Junaedi. "Ayo kita pulang dan lupakan kejadian yang barusan kamu lihat, Sayang!""Kesalahapahaman? Ckck," umpat Junaedi memalingkan wajahnya.Ambar masih saja menggunakan alasan yang biasa ia lontarkan untuk membodohi suaminya. "Oh, benar. Kau tidak pulang selama tiga hari ini. Ke mana saja kau pergi? Apa kau tidak merindukan suamimu?" sindir Jun
"Papi, aku mau pulang kampung hari ini juga. Nanti tolong bilangin ke mami ya!" ucap Sarah kepada Teguh."Loh, bukanya tadi pagi kamu bilang nggak mau?""Aku berubah pikiran! Mas Juned bilang, dia mau ngurus surat perceraian dengan wanita itu. Aku akan datang membantunya sekaligus ketemu teman lama!" Sarah menggendong sebuah tas besar dan beranjak pergi dengan tergesa-gesa.Teguh mengikuti putrinya hingga ke depan rumah. Gadis itu tampak mendorong sebuah motor besar bermerk Fast Kancil H5N1. Motor ini merupakan motor tercepat dengan kecepatan tertinggi 250 mph. Motor ini adalah motor lokal dilengkapi dengan mesin 999cc supercharged inline-four yang mampu menghasilkan tenaga sebesar 313 horsepower."Pake motor?" tanya Teguh mengernyitkan dahi. "Perjalanan malam, sangat berbahaya. Ini sangat beresiko!""Tenang aja, Papi. Aku akan berhenti di Cirebon dan melanjutkan perjalanan di pagi hari."Sementara itu, di Rumah Makan BaKul, lagi-lagi Junaedi mengurungkan niatnya untuk pulang dan kemb
"Bagaimana Pak Bos bisa tau? Apakah Pak Bos juga ..." Mulut Nawang Wulan terbungkam."Ssst. Jangan katakan apapun tentang hal itu di keramaian!" Junaedi menutup mulutnya rapat-rapat, hingga gadis itu mengangguk paham. "Datang ke ruang manajer setelah rumah makan ini tutup. Aku akan menunggumu sebelum pulang.""Baik, Pak Bos!"Waktu pun cepat sekali berlalu. Sampai tiba waktu jam 9 malam. Junaedi menunggu gadis itu di ruangannya. Karena ini adalah rahasia mereka berdua, Junaedi meminta Jamelah agar menunggunya di depan ruangan. Mereka berdua mengobrol cukup panjang hingga waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB.Nama aslinya adalah Sera Yu. Di dunianya, dia seorang pendekar wanita muda yang tangguh lagi dihormati. Gadis bernama Nawang Wulan yang ia tempati tubuhnya, adalah seorang gadis idiot yang sangat dibenci. Bahkan keluarganya sangat menginginkan nyawanya. Dia dibuang ke sungai dan mati tenggelam.Jiwanya terjebak di tubuh gadis itu dalam keadaan sekarat. Dan waktu itu yang menolongnya
Junaedi sudah berusaha menjelaskan, bahwa dirinya juga kehilangan pisau itu dan mencari-carinya semalam. Namun, tidak ada yang percaya. Dan karena CCTV di bagian dapur masih ternodai oleh permen karet yang melekat, sehingga tidak bisa memunculkan sebuah bukti bahwa pisau miliknya hilang.Jamelah mengintai dari ruang belakang. Dia masih bimbang, apakah harus menghampiri majikannya dan membantunya, atau membiarkan ia menyelesaikan masalahnya sendiri.Ketika dua polisi itu memaksa membawa Junaedi untuk dimintai keterangan ke kantor, Sebuah motor besar bermerk Fast Kancil H5N1 berhenti di depan rumah Junaedi."Tunggu!" cegah seseorang masih duduk di motor besar itu. "Ada masalah apa ini?" Orang itu membuka helm yang dikenakannya.Tampak seorang gadis cantik, langsing, putih bersih, dan berambut hitam lebat, tergerai berhamburan terkena terpaan angin sepoy-sepoy."Sarah!" seru Joko dan Juki serempak.Joko dan Juki si kembar yang tergila-gila dengan sepupunya sendiritapi tak terbalaskan. Sa
"Kita sudah bersama sejak kecil dan kamu sering muncul di layar kerjaku. Bagaimana mungkin aku tidak bisa mengenalimu?" ujar Sarah.Jamelah dan Sarah adalah teman bangku sekolah selama 12 tahun. Mereka berpisah saat melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi. Sarah ikut orang tuanya ke luar kota, sedangkan Jamelah tetap berada di kampungnya."Ssst! Ayo mengobrol saat kakak sepupumu tidak di rumah!" bisik Jamelah."Ehem!" Junaedi berdeham meminta perhatian mereka. "Apa yang kalian bicarakan?" tanya Junaedi sembari menyeruput wedang yang disajikan."Jamelah bilang, dia menyukai Mas Juned. Pffft!" celetuk Sarah asal ceplos.Spontan, Junaedi menyemburkan wedang yang sedang dinikmatinya. Adapun Jamelah, berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya dan segera berpaling beranjak pergi ke dapur."Apa yang kamu katakan? Apa kamu sedang bermain sebuah lelucon denganku?" ujar Junaedi kepada Sarah."Terserah Mas Juned mau percaya atau tidak. Aku dan Jamelah adalah teman masa sekolah. Mas Jun
"Ikut dengan kami, atau kami akan membunuh wanita ini!" ucap salah satu dari mereka yang membius Jamelah.Junaedi menggertak. "Sedikit saja kalian berani melukainya, aku akan membunuh kalian!""Hahaha!" Dua pria berpakaian serba hitam itu tertawa. "Pahami situasimu!" ujar salah satu dari mereka sembari mendorong kasar Junaedi. Mereka menuntunnya ke sebuah mobil Jeep hijau tua dengan tangan terikat. Mobil itu melaju cepat menuju ke sebuah tempat asing yang jarang sekali dijarah oleh orang-orang. Yaitu hutan kapuk. Tempat yang terkenal sangat angker, sehingga tidak ada seorang pun yang berani memasukinya di malam hari.Ternyata di dalam hutan tersebut terdapat rumah tua yang cukup megah. Pria berpakaian hitam itu menyeret Junaedi dari mobil memasuki rumah tua tersebut."Rumah ini ..." sekilas, Junaedi mengingat, bahwa rumah itu adalah tempat di mana ia pertama kali terbangun dari kematian, di sebuah peti kayu yang gelap dan pengap.Nyut ...Tiba-tiba timbul rasa nyeri di dada mengingat
Babak keempat pun usai dan lima peserta tereliminasi. Sisa lima peserta, yaitu Junaedi, Marsodi, Ade Wijaya, dan dua peserta lainnya. Setelah penyelidiakn, dua orang peserta yang lainnya itu terbukti melakukan kecurangan sehingga harus diiskualifikasi.Kecurangan mereka salah satunya adalah menuangkan tepung kanji pada adonan Marina saat babak kedua berlalngsung. Dan pada babak ketiga, menyembunyikan bahan utama kompetisi yaitu jengkol, dan hanya menyisakan jengkol-jengkol yang berlubang dan terdapat banyak ulat.Kini, pertandingan dengan sisa tiga peserta akan menjadi pertandingan terakhir di babak kelima sekaligus menentukan juara di antara mereka. Hal ini dikarenakan untuk menyingkat waktu. Sang direktur telah memahami situasi sekitar, dia menduga bahwa pertandingan kali ini akan terjadi kekacauan besar.Setelah sarapan, Junaedi dan Jamelah berniat pergi ke taman asrama untuk menikmati suasana udara yang sejuk. Namun, secara kebetulan, mereka menjumpai Marsodi dan istrinya yang tam
Salah satu pekerja di asrama yang bertanggung jawab dalam urusan alat-alat perdapuran, termasuk kompor dan gas. Baru saja membeli beberapa gas elpiji 3 kg untuk stok darurat di kantin.Namun tanpa disadari, ternyata gas-gas tersebut bocor. Bau asap gas menggempul menusuk hidung. Beberapa orang, segera mengecek gas gas tersebut dan membawanya ke tempat terbuka.Di tengah gemuruh kesibukan itu, Junaedi tanpa sengajaelihat ekspresi Ade Wijaya menampakkan senyum seringai seolah-olah, dia mengetahui sesuatu. Tiba-tiba ...Booom!Seseorang sengaja menggunakan percikan api untuk memicu ledakan gas, sehingga terjadilah ledakan demi ledakan. Tiga gas bocor yang masih tersisa dalam aula, meledak seketika membuat lima orang pekerja tewas, tiga orang luka parah, dan tujuh orang luka ringan.Tukijo selaku pemilik asrama telah mendapat informasi dari orang yang selalu mengawasi di balik layar CCTV, Teguh. Bahwasanya pelaku yang menimbulkan percikan api ikut tewas terkena ledakan tabung gas."Jelas-j
"Jamelah!" Mata Junaedi membulat menatap gadis itu. Seketika suasana menjadi hening.Kemudian, Junaedi tersenyum simpul. "Saya dengan senang hati menikah dengan puteri Anda, Pak Tukijo! Anda bisa langsung merundingkan tanggal pernikahan kami, mumpung di sini ada tante saya sebagai wali.""Ehem. Apa kamu sudah benar-benar yakin? Saya pikir, kamu sempat ragu beberapa hari lalu," kata Tukijo."Tentu saja, saya sangat yakin.""Sekarang, dia bukan lagi gadis normal. Melainkan gadis cacat yang akan terus berada di atas kursi roda. Dan juga, dia sangat manja. Itu mungkin akan membebanimu!" ujar istri Tukijo ikut bersuara."Tidak masalah. Saya memiliki keahlian. Saya akan menyembuhkan kakinya. Dan dalam waktu tiga hari, saya menjamin putri Anda akan berjalan normal kembali," jawab Junaedi santai, tapi meyakinkan."Pffft!" Gadis yang berada di kursi roda itu tertawa.Tukijo berdiri dan menepuk pundak lelaki di hadapannya. "Haha. Kita akan mengadakan pesta usai kompetisi babak ketiga! Jadi, mul
Pada malam hari ketika Junaedi tertidur pulas, dia bermimpi bertemu dengan roh si pemilik tubuh. Seolah-olah, roh itu tahu segala hal yang terjadi pada dirinya."Kau pasti tahu apa yang sedang kualami, kan?" ujar Junaedi padanya."Tentu saja! Itu sebabnya aku datang menemuimu.""Huh! Jadi, apa pendapatmu?""Menjauh dari keluarga direktur!""Apa! Itu ide yang bodoh!" Junaedi sedikit melangkah lebih dekat dengan roh pemilik tubuh. Ia menepuk-nepuk dadanya seraya berkata, "kau tau? Mereka adalah aset penting yang saat ini tersedia membantu dengan sukarela untuk bisa memecahkan masalah tentang ayahmu! Kau menyuruhku untuk menjauh? Itu ide yang sangat-sangat bodoh!""Keluarga direktur memiliki banyak sekali musuh. Aku mempertimbangkan itu. Aku khawatir, itu malah akan menjadikanmu mendapat banyak masalah jika kau bergabung dengan mereka.""Ckck. Itu bukan masalah besar, selama mereka bisa melatihku. Aku lihat, mereka adalah orang-orang yang sangat bisa diandalkan!" kata Junaedi.Sang pemili
Waktu 50 menit pun berlalu. Penyajian dilakukan dengan cepat dan semua peserta benar-benar siap dengan hasil masakannya. Satu per satu, mereka dipanggil oleh juri, hingga datanglah giliran Ade Wijaya.Lelaki itu maju ke depan dengan percaya diri akan kemampuannya. Dia menyediakan sepiring urap teri kerupuk udang dengan bumbu urap tampak merah menggiurkan.Beberapa saat kemudian, kini gilirang Junaedi. Dia datang dengan membawa sepiring urap, tiga buah tempe bacem dan sepotong ikan asin. Selain tampilannya yang sangat menarik dan menggugah selera, tentu saja salah satu keunggulan dari masakan Junaedi yaitu tanpa bumbu penyedap instan apapun."Liar biasa! Ini adalah perpaduan rasa yang sempurna," ujar sang juri."Aku sudah mencoba beberapa masakannya. Daya pikat asli dari bumbu-bumbu yang ia racik adalah yang terbaik," kata Tukijo yang juga merupakan sebagai juri.Setelah usai mencicip masakan mereka, para juri kembali mengumpulkan mereka untuk berbaris di aula. Jumlah peserta yang tadi
Satu jam sebelum kompetisi. Para peserta berbaris tertib saling berhadapan. Kebetulan, Marina berhadapan dengan Marsodi, sedangkan Junaedi berhadapan dengan Ade Wijaya. Mata mereka saling menatap sengit memancarkan kebencian.Babak pertama dimulai. Tantangan pertama yaitu membuat kreasi urap. Para peserta harus mengambil bahan-bahan terlebih dahulu di Market Aula dengan kurun waktu 15 menit.Market Aula adalah pasar khusus dalam asrama, yang disediakan oleh direktur untuk kepentingan suatu acara. Baik acara kompetisi, maupun acara lainnya.Junaedi memilih sayuran tauge, kangkung, kacang panjang, bunga combrang, dan pepaya muda untuk urap. Dia juga mengambil tempe dan ikan asin, serta kelapa parut dan berbagai macam bumbu-bumbu yang diperlukan.Waktu pengambilan bahan pun selesai. Langkah selanjutnya adalah meracik dan memasak. Para juri memberi waktu 50 menit. Kemudian, untuk penyajian 10 menit.Acara ini, disiarkan secara langsung pada saluran televisi bernama TVGaje, jam tujuh pagi.
Gadis itu menoleh. Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup kain tebal yang melingkar di lehernya."Malam," sahutnya dengan suara sedikit serak."Hari sudah larut malam. Apakah ada sesuatu yang Anda butuhkan?" tanya Junaedi mencoba mendekatkan diri."Tidak ada. Hanya saja, aku terbangun kerena mendengar suara gaduh di sekitar sini!""Beberapa orang telah membereskannya. Saya pikir, keamanan di sini memang benar-benar terjamin.""Tidak perlu terlalu formal denganku. Aku bukan orang terhormat." Gadis itu mendorong kursi rodanya membelakangi Junaedi dan beranjak pergi.Junaedi mendekati gadis itu dan menawarkan diri untuk membantunya. "Ke mana kamu akan pergi?" tanya lelaki itu sembari memegang belakang kursi roda."Ruang isolasi lantai dua!" jawabnya singkat."Baiklah, Nona!" Junaedi pun mengantarkan gadis itu ke sana.Sepanjang kaki melangkah, mereka hanya terdiam tanpa sepatah kata pun. Suasana sangat canggung membuat Junaedi bingung, bagaimana ia harus memulai percakapan.Sesamp
"Maafkan saya, Pak. Saya sendiri, merasa ada sesuatu ingatan yang hilang. Saya pernah dibunuh seseorang dan mengalami mati suri," ujar Junaedi memelankan suara, karena di sampingnya ada Marina."Oh! Astaga." Tukijo tampak terkejut. Matanya membulat dengan ekspresi bengong sesaat. Dia mulai mengerti, bahwa pemuda di hadapannya ini mungkin akan mengalami hal yang sama dengan ayahnya. "Huh!" Pria itu mendesah. Mengingat bahwa ia pernah menjalin hubungan baik dengan Bambang Sutejo, ia tidak bisa mengabaikan hal ini."Saya telah menyiapkan kamar asrama yang strategis untuk Anda. Beristirahatlah dengan tenang! Saya akan menjamin keamanan kalian berdua. Anda bisa menghubungi saya, jika ada keperluan," kata Tukijo. "Terima kasih, Pak! Tapi, saya rasa, tidakkah ini terlalu berlebihan, sampai Anda sendiri yang turun tangan hingga menjamin keamanan kami? Ah, maaf, bukanya saya menolak, tapi, perlakuan Anda terhadap saya, akan menimbulkan kesalahpahaman terhadap peserta lain," balas Junaedi."In