Usai mengatakan itu, Priska langsung sadar dan wajahnya semakin merah. Dia diam-diam melirik Salman dan Wenda, mendapati tatapan mereka berdua terlihat aneh.Setelah transaksi selesai, Priska menepuk bahu Fabian sambil berkata, "Aku traktir bakso pedas di barat kota nanti!"Nada bicaranya seolah-olah menunjukkan bahwa Fabian ikut makan bersamanya adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Kemudian, Priska menarik tangan Fabian dan bertanya, "Di rumahmu ada makanan apa?"Fabian melihat jam dan mendapati sudah siang. Orang tuanya belum pulang, entah sedang sibuk apa. Dia hanya bisa menggaruk kepalanya dengan pasrah."Kita pulang saja." Salman berdiri. Dia sudah mendapatkan ginseng liar yang diinginkannya dan merasa sangat puas.Wenda menarik tangan Priska dan meniru panggilan Priska kepada Fabian, "Bian sendirian di rumah, masa kamu menyuruh seorang pria masak untukmu?""Benar juga. Dulu waktu sekolah, aku sering bawa dia ke rumah. Suruh bantu masak saja malasnya minta ampun. Dia malah rebah
Di dapur.Dapur rumah Fabian sangat besar, kira-kira 40 meter persegi. Di desa memang seperti ini, tanah luas dan murah.Dapur besar ini memiliki kompor gas, tetapi jarang dipakai. Mereka lebih sering menggunakan tungku kayu bakar dengan wajan besar.Begitu masuk, Priska langsung penasaran dan duduk di depan wajan besar. Dia bertanya, "Gimana cara pakainya?""Tinggal nyalain apinya. Memangnya bisa gimana lagi?" balas Fabian."Hmph!" Priska tidak terima diremehkan oleh Fabian. Apalagi saat melihat ekspresi Fabian yang meremehkan, dia semakin kesal.Dia mengambil korek api di dekat wajan serta kayu bakar, lalu mencoba menyalakannya. Setelah bersusah payah, akhirnya api menyala. Priska pun tertawa. Namun, api tiba-tiba padam.Klik! Priska menekan korek api lagi. Api menyala. Namun, begitu kayu bakar diletakkan di bawah wajan, apinya padam lagi.Priska tidak mau menyerah. Dia terus mencoba. Sikap keras kepalanya semakin menjadi-jadi.Sementara itu, Fabian sedang mengupas jagung. Ini adalah
Empat orang duduk mengelilingi meja. Sopir berdiri di samping. Fabian sudah menawarinya duduk, tetapi karena dia menolak, Fabian juga tidak memaksa."Kakek?" Wenda menatap Salman.Salman menatap jagung di dalam keranjang di depannya lekat-lekat."Coba deh, jagung di rumahku beda dari yang lain," kata Fabian. "Hari ini aku baru saja jual ke Restoran Imperial, harganya 20 ribu per tongkol."Sambil berbicara, Fabian melirik Priska. "Memangnya kalau traktir kamu bakso pedas berapa harganya?""Dua puluh ribu satu? Jangan bohong." Priska tidak percaya. "Aku sering beli kok, paling mahal cuma 3 ribu."Wenda ikut menimpali, "Biasanya sih cuma 2 ribu satu. Tapi, jagung di rumah Fabian memang agak beda. Kakek saja ...."Sebelum selesai berbicara, Wenda sontak terkejut melihat Salman mengambil satu tongkol jagung, lalu menggigitnya.Di sampingnya, Priska juga kaget melihat hal itu. Sementara Fabian sendiri malah merasa heran. Kenapa mereka begitu syok melihat Salman makan?Salman menggigit, tetap
"Terima kasih, Bian. Benar-benar terima kasih." Wenda bangkit dan membungkuk dalam-dalam kepada Fabian. Fabian sampai terkejut dan ikut berdiri.Mungkin orang lain tidak merasa ada yang istimewa, tetapi bagi keluarga Wenda, Salman adalah pilar utama keluarga.Kalau suatu hari Salman jatuh sakit dan tidak bisa bangkit lagi, pengaruh Keluarga Limbawan di Kota Dohar akan langsung merosot dan efek jangka panjangnya akan semakin besar.Namun, yang paling penting bukan itu, melainkan ikatan keluarga. Di antara para keturunan Keluarga Limbawan, mungkin ada yang peduli pada kondisi Salman karena dampaknya bagi keluarga, tetapi Wenda tidak seperti itu.Sejak kecil, Wenda dibesarkan oleh kakeknya sehingga mereka memiliki ikatan yang sangat dalam. Setiap kali melihat kakeknya tidak bisa makan atau muntah setelah makan, hatinya seperti ditusuk jarum."Kak Wenda, kalau kamu mau berterima kasih pada Bian, gimana kalau kamu traktir dia bakso pedas? Ajak aku juga ya!" Ucapan Priska langsung membuat su
"Restoran Imperial milik Keluarga Wardhana ya? Nanti aku akan minta mereka menyisakan tempat khusus untukku." Salman berkata, "Kalau begitu, kami nggak akan berlama-lama lagi. Ayo.""Fabian, terima kasih ya," ujar Wenda. "Terima kasih banget."Priska yang berdiri di samping mereka juga merasa senang, senang untuk Salman dan cucunya, juga untuk Fabian.Saat hendak naik mobil, Priska berkata, "Beberapa teman sekelas bilang kamu gagal di kota dan terpaksa pulang kampung. Mereka nggak tahu kalau penghasilanmu sehari lebih banyak daripada penghasilan mereka dalam beberapa tahun, huh!""Ada yang masih sok hebat. Padahal kalau tahu yang sebenarnya, mereka pasti syok berat. Hahaha, aku jadi makin menantikan reuni kelas nanti. Bian, kamu harus datang ya!"Priska menambahkan, "Oh ya, jangan lupa traktiran bakso pedas yang kamu utang padaku. Kalau kamu benar-benar nggak mau traktir, aku yang traktir kamu juga nggak masalah. Atau kasih aku beberapa tongkol jagung dari kebunmu saja.""Bian, kita pe
Fabian duduk di bawah pohon tua di halaman rumahnya sambil tersenyum puas.Enam ratus juta! Sudah 600 juta, padahal baru beberapa hari saja!Milo berlari mengelilingi Fabian. Matanya terpaku pada tongkol jagung yang sudah habis di dalam keranjang di atas meja batu. Tatapannya penuh keluhan seperti manusia."Guk, guk ...." Milo menggonggong pelan ke arah Fabian yang sedang tersenyum. Dia seperti memprotes, jagungnya banyak sekali, kenapa dia malah tidak dapat satu pun?Saat mereka makan jagung tadi, Milo hanya bisa melihat dari kejauhan. Bukan karena tidak mau mendekat, tetapi satu tatapan tajam dari Fabian sudah cukup untuk membuatnya tidak berani mendekat.Kini, karena tidak kebagian makanan, Milo pun mendekati Fabian dan mulai mengendus-endus kakinya."Dasar anjing, pergi sana!" Fabian menendang dengan ringan. "Perubahanmu besar sekali ya."Di mata Fabian, Milo semakin pintar. Bahkan, ibunya sudah beberapa kali mengatakan bahwa Milo kini bisa memahami perkataan manusia dengan lebih b
"Bu, ada. Hari ini aku baru saja menandatangani kontrak lagi dengan Restoran Imperial. Jagung kita laku 20 ribu per tongkol ...."Sebelum Fabian selesai bicara, Lenka sudah berseru kaget, "Dua puluh ribu per tongkol?"Melihat Fabian mengangguk, Lenka mulai menghitung berapa yang bisa didapat dari empat hektare lahan jagung dengan jari-jarinya.Fabian menambahkan, "Kemarin aku masuk hutan cari ginseng liar dan ganoderma ...."Begitu menyebut ganoderma, Fabian tertegun. Dia terlalu sibuk menjual ginseng sampai lupa soal ganoderma. Dia meneruskan, "Ginseng itu laku 200 juta, sekarang di rekening kita ada 600 juta.""Eh? Kamu nggak apa-apa?" tanya Suwandi. Lenka merasa pusing, tubuhnya sedikit oleng ke belakang. Untung Suwandi segera menangkapnya."Nggak, nggak apa-apa." Lenka memijat pelipisnya, lalu menatap Fabian dengan tidak percaya, "Harga satu ginseng 200 juta?""Ya, benar." Fabian mengangguk."Suwandi, kita ke hutan sekarang juga!" Lenka langsung membuat keputusan. "Cari ginseng lia
Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak
"Pak ... Raka ...," panggil Mila. Raka jarang datang ke showroom. Mila yang baru bekerja 1 bulan hanya pernah melihat Raka sekali, tetapi Mila bisa mengenali Raka. Tubuh Mila gemetaran saat dipanggil Raka."Jangan takut, sini," bujuk Raka. Dia membawa Mila masuk ke showroom. Leo merasa ada yang tidak beres.Ternyata Raka memerintah manajer, "Urus prosedur masuk kerja untuk dia."Manajer langsung menyahut tanpa ragu, "Oke, Pak Raka."Raka melirik Leo sekilas, lalu berucap, "Mengenai dia, kamu urus saja sendiri.""Aku paham," sahut manajer seraya mengangguk. Kemudian, dia menggeleng kepada Leo.Leo tampak terkejut. Dia hendak bicara, tetapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat manajer mengernyit.Raka berkata kepada Mila sambil tersenyum, "Ayo, selesaikan penjualanmu.""Aku ...," ujar Mila. Dia menangis lagi.Manajer tertawa, lalu mengomentari, "Dasar cengeng."Raka tidak menanggapi ucapan manajer lagi. Dia menarik Priska, lalu menanyakan beberapa hal. Setelah tahu ayahnya makan jagun
Leo mengerjap. Dia memandangi Fabian dengan ekspresi bingung, lalu melihat Priska. Sementara itu, Priska mendengus dan memalingkan wajahnya.Leo kebingungan, dia merasa sepertinya dirinya menyinggung klien. Leo mengulangi ucapannya lagi, "Pak, tolong tunjukkan KTP dan SIM-mu. Aku ...."Fabian mengernyit, sedangkan Priska menyela ucapan Leo dengan ekspresi gusar, "Kamu berisik sekali."Ekspresi Leo berubah drastis. Apa yang terjadi? Priska mencebik. Dia menarik Fabian ke meja lain sembari berujar, "Bian, kita duduk di sana saja."Leo merasa canggung. Jika dia mengikuti mereka, kemungkinan klien akan pindah ke tempat lain. Jika tidak mengikuti mereka, takutnya dia akan kehilangan penjualan mobil Ford Raptor.Saat Leo sedang ragu-ragu untuk mengikuti Fabian dan Priska, terdengar suara tangisan. Mila yang membawa barangnya berjalan sambil menunduk dan menangis. Dia dipecat.Manajer juga berjalan keluar. Dia tidak memedulikan Mila yang menangis. Manajer melihat ke arah Fabian, apa yang terj
Mila baru tamat kuliah. Dia bekerja di showroom ini selama 1 bulan. Sebagai karyawan magang, staf penjualan lain tidak memberi Mila kesempatan untuk melayani klien. Hari ini, akhirnya Mila mendapatkan kesempatan bagus dan klien langsung mengatakan ingin membeli mobil.Mila hendak menyiapkan dokumen, tetapi rekan kerjanya malah berniat mengusirnya. Mila adalah karyawan baru, jadi dia tidak berani menentang. Mila hanya bisa diam-diam menyeka air matanya sambil membantu rekan kerjanya memfotokopi dokumen.Leo yang sudah mengambil dokumen menghampiri Fabian, lalu duduk di samping dan berbicara sembari tersenyum, "Halo, ini dokumennya. Coba kalian lihat dulu, nanti aku jelaskan pada kalian."Fabian tertegun sejenak, kenapa orang yang melayaninya tiba-tiba diganti? Leo melihat hanya ada 1 gelas air di atas meja. Dia melihat Mila yang lewat dan membentak seraya mengernyit, "Kamu bisa kerja, nggak?""Ha?" sahut Mila. Langkahnya terhenti. Dia tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya."Sekaran
Donny berucap, "Begini saja, Hugo dari Restoran Imperial itu teman sekolahku. Nanti aku akan meluangkan waktu untuk mencari Hugo biar mereka membagi jagung itu kepada kita."Donny menambahkan, "Nggak, nanti aku langsung telepon Hugo saja."Raka menimpali, "Oke, Kakak Ipar. Kamu telepon saja. Aku mau sekalian lihat kondisi showroom setelah datang ke sini. Satu bulan belakangan ini penjualan menurun drastis. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan!"Kemudian, Raka naik ke mobil. Donny berpikir sejenak, lalu menelepon istrinya. Sesudah itu, Donny menelepon Hugo. Namun, panggilan teleponnya tidak terhubung.Di showroom mobil Ford. Priska bertanya kepada Fabian, "Bian, apa kita nggak perlu kabari Kak Wenda? Showroom ini milik paman kedua Kak Wenda.""Nggak usah. Kita lihat-lihat sendiri saja," sahut Fabian. Mereka berdua pun berjalan masuk ke showroom.Seorang staf penjualan pria tidak melihat mobil yang dikendarai Priska. Dia hanya melihat sekilas pakaian Fabian, lalu berujar kepada seorang
Sebuah mobil Chevrolet Camaro merah berhenti di tepi jalan. Jendela mobil dibuka, Priska melepaskan kacamata hitamnya. Dia sangat cantik. Priska bertanya, "Bian, kenapa kamu baru datang?"Fabian baru turun dari bus. Orang di bus memandangi Priska. Seseorang berujar, "Wah, wanita ini cantik sekali. Nak, dia pacarmu, ya?"Fabian hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan orang itu. Dia naik ke mobil Priska. Ekspresi Priska terlihat canggung. Bahkan, suaranya sangat kecil saat berkata pada Fabian, "Pakai sabuk pengaman."Fabian melihat Priska dengan ekspresi bingung. Bukannya tadi Priska mengeluh? Kenapa sekarang sikapnya berubah?Priska tersenyum sambil memakai kacamata hitamnya dan menjalankan mobil. Fabian sangat rileks. Mobil Chevrolet Camaro ini jauh lebih nyaman dari bus. Fabian berkomentar, "Wah, mobil bagus memang nyaman."Priska berucap, "Aku bilang mau jemput kamu, tapi kamu nggak mau. Tadi kamu bilang ada masalah waktu kirim pesan kepadaku. Apa yang terjadi?"Fabian menceritak
Melihat itu, pria berkacamata itu langsung mendorong orang-orang di sekitarnya dan berusaha merampas uang dari tangan Lais.Pria paruh baya yang baru saja selamat pun mendengus dingin."Hmph, kamu pikir cuma kamu yang bisa mendengus? Kamu ...." Tiba-tiba, pria berkacamata itu terbelalak.Dia menatap pria paruh baya yang masih duduk di tanah. Wajah itu terlihat sangat familier! Dia segera melepaskan kacamatanya, mengucek matanya, lalu memakainya kembali.Saat melihat lagi, wajahnya langsung berubah pucat pasi. "Pak ... Pak Donny ...?"Sikap garangnya itu langsung menghilang, digantikan dengan senyuman penuh kepanikan. Akan tetapi, senyuman itu lebih terlihat lebih buruk daripada tangisan."Kamu menyuruh orang-orang jangan menyelamatkanku?" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin."Pak, a ... aku nggak tahu kalau itu kamu! Toko kita mengadakan rapat, makanya aku buru-buru ke sana. Kalau aku tahu itu kamu, aku pasti sudah jadi orang pertama yang turun menolongmu, meskipun harus mati!"
Suasana menjadi hening. Dedaunan yang tertiup angin terdengar begitu jelas di telinga. Beberapa orang masih pucat pasi karena ketakutan.Suara gemuruh mobil yang jatuh ke jurang tadi masih terngiang di benak mereka. Jurang sedalam itu, jika seseorang jatuh ke dalamnya .... Tidak ada yang berani membayangkan lebih jauh.Tiba-tiba! Sebuah tangan muncul di pinggir tebing!"Dik?" Seseorang berteriak kaget.Mereka baru teringat bahwa tadi Fabian sudah mengikatkan tali ke tubuh sopir yang pingsan dan talinya tidak putus. Seketika, orang-orang mulai tersenyum lega.Kemudian, kepala Fabian muncul dari tepi tebing. Dia memegang erat pinggiran tebing dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memeluk sopir yang pingsan."Anak ini kuat sekali!" puji seseorang."Tolong tarik kami!" Fabian menggertakkan giginya."Benar, benar! Ayo, bantu angkat mereka!"Lais langsung berteriak, "Cepat bantu! Ayo, semua!"Tak butuh waktu lama, dengan bantuan banyak orang, Fabian dan sopir yang pingsan berhas
"Hm." Fabian tidak bertindak sembarangan lagi. Dia menoleh ke sekitar, mencari solusi.Whoosh .... Angin bertiup kencang. Kreek ... kreek ....Mobil itu kembali bergoyang. Suara gesekan besi terdengar menusuk telinga, membuat bulu kuduk meremang. Bagian depan mobil semakin condong ke bawah!"To ... tolong selamatkan aku ...!" Pria paruh baya di dalam mobil semakin panik. Keringat sampai mengucur deras dari dahinya. Wajahnya pucat pasi.Ciittt! Tiba-tiba, bus kecil yang sudah melaju puluhan meter berhenti."Kenapa berhenti lagi? Lais, kamu cari masalah denganku ya?" Pria berkacamata itu berteriak histeris.Namun, sopir bus tidak lagi peduli padanya. Lais bergegas turun diikuti beberapa penumpang."Ada rantai besi?" tanya Fabian.Lais menggeleng."Kalau tali?""Ada!" Lais segera berlari ke sisi lain bus."Mau ikut campur ya? Aku mau lihat gimana kalian membuat mobil itu jatuh ke jurang!" Pria berkacamata itu menyilangkan tangan di depan dada, wajahnya penuh kekesalan."Kamu ini kenapa si
Malam itu, Fabian menggunakan Teknik Hujan Spiritual untuk menyiram tiga pohon pir di kebun. Air hujan yang terkumpul dalam ember lantas digunakan untuk menyiram ladang jagung.Keesokan paginya, orang tuanya berangkat lebih awal dengan mobil, membawa buah pir dan jagung ke Restoran Imperial.Sementara itu, Fabian baru keluar rumah sekitar pukul 9 pagi. Dia berjalan lima kilometer sebelum akhirnya menaiki bus kecil menuju kota.Bus kecil itu melaju di jalan pegunungan yang berkelok-kelok, membuat penumpang terguncang hebat. Beberapa bagian jalan sangat berbahaya. Sedikit saja kesalahan, bus akan tergelincir ke jurang. Namun, penumpang sudah terbiasa. Ada yang mengantuk, ada yang asyik mengobrol.Tiba-tiba ... ciiittt! Sopir menginjak rem mendadak. Para penumpang langsung berteriak kaget. Ada yang terbentur dan marah-marah kepada sopir."Kalian lihat itu! Ada mobil hampir jatuh ke jurang!"Seketika, suasana di dalam bus menjadi hening.Di depan, sebuah mobil off-road hitam besar menabrak