Share

Bab 19

Penulis: Lyra Vega
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Minggu depan kami ke Jogja, Mbak." Hari itu aku mengatur pertemuan lagi dengan Mbak Vera.

Dalihku berbelanja di supermarket untuk belanja bulanan. Sengaja memilih waktu di jam kerja Mas Riko demi menghindari kecurigaan.

"Oh, ya! Semuanya?"

"Hanya saya dan Yesha. Mas Riko tidak bisa ikut karena kemarin sudah terlalu banyak mengambil cuti."

"Berapa hari, Ran?"

"Mungkin semingguan, Mbak."

Aku tahu ada setitik kekecewaan di mata indah itu. Baru saja Yesha mulai nyaman dan terbiasa dengan Mbak Vera, meski dia belum tahu bahwa wanita tersebut adalah ibunya. Sekarang harus terpisah sementara waktu.

Jam di ponsel menunjukkan waktu yang masih panjang sebelum jam pulang kantor. Kurasa masih bisa berlama-lama mengobrol dengan Mbak Vera. Sekaligus mengakrabkan ibu dan anak tersebut.

Usai berbelanja, kami menyantap makanan cepat saji di depan supermarket. Yesha lahap memakan kue brownies buatan sang mama. Memunculkan kebahagiaan tersendiri hingga membuat kedua mata Mbak Vera berkaca-kaca.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 20

    "Eh, cucu eyang sudah datang!" Ibu mertuaku memeluk Yesha, melepas rindu. Ikatan batin antara cucu dengan nenek tersebut begitu kuat. Sepeninggal Mbak Vera, ibulah yang meneruskan merawat Yesha. Wajar beliau lebih dekat dengan anak itu dibandingkan cucu-cucu lainnya. "Piye kabarmu, Nduk?" Ibunda Mas Riko gantian memelukku. "Alhamdulillah baik, Buk. Ibuk sendiri sehat?" "Alhamdulillah. Ayo masuk dulu!"Wanita berdaster bunga-bunga tersebut membimbingku masuk istana masa kecil suamiku. Bangunan tersebut tidak terlalu besar, tetapi suasana sejuk dan asri dari pepohonan dan rumput hijau di sekitar menciptakan kenyamanan tersendiri. Di ruang tamu, sudah ada bapak mertuaku, dua saudara kandung mas Riko beserta istri-istrinya. Aku sudah tak terlalu canggung karena pernah bertemu saat resepsi pernikahan dulu. Beberapa menit bersalaman dan berbasa-basi, ibu menunjukkan sebuah kamar--tempatku beristirahat selama di sini. "Ini kamar suamimu, sekarang jadi kamarmu juga." Ibu membuka pintu d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 21

    "Ibu ... kok, beres-beresnya sendirian? Maaf, Ranty bangunnya kesiangan." Aku mendapati ibu mertua tengah menyibukkan diri di dapur yang semalam masih berantakan. Namun, pagi ini sebagian besar sudah dibereskan oleh Ibu. Malunya aku sebagai menantu yang bangun tidur belakangan. Ah! Semua gara-gara Mas Riko yang menelepon sampai tengah malam. "Enggak papa, Nduk. Ibu bisa maklum, pasti kamu juga kecapaian selama dua hari ini. Tadi saudara bapak pulang habis subuh, jadi Ibu sekalian bangun." Untung saja sisa makanan tadi malam masih banyak. Jadi untuk sarapan dan makan siang tak terlalu repot. Tinggal bersih-bersih rumah saja. Di dalam, karpet-karpet yang digelar di ruang tengah dan ruang tamu belum tergulung semua. Dibantu bapak mertua, akhirnya selesai lebih cepat. Tinggal menyapu dan mengepel saja. Sedang ayahanda Mas Riko berpindah ke halaman depan dan samping mengumpulkan sampah-sampah botol minum kemasan gelas yang tercecer di mana-mana. "Buk, kenapa Mbak Nurul dan Mbak Santi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 22

    "Cukup, Mas. Aku sudah kenyang." Aku menolak suapan bubur hangat yang disodorkan Mas Riko ke mulut ini. "Belum habis separuhnya, Ran. Harus dipaksakan. Kata Ibu, dari siang perutmu belum terisi." Lelaki itu tetap memaksa, tetapi belum sampai sendok itu mencapai mulut. Perutku kembali mual dan ingin mengeluarkan seluruh isinya. Beruntung aku bisa menahannya. "Oke, oke. Minum dulu!"Melihatku demikian, Mas Riko menyerah dan meletakkan mangkok tersebut di atas meja. Jujur, aku kasihan karena Ibu sudah bersusah payah membuatnya. Namun apa daya, perut ini belum bisa diajak kompromi. Teh hangat yang kuteguk hingga tersisa setengah gelas, lumayan menetralisir gejolak perutku tadi. "Mas tidur saja, ini sudah larut malam!" titahku. Mas Riko menggeleng, malah duduk bersandar di kepala ranjang dan meraih kepala ini agar merebah di pangkuannya. Lantas mengusap rambut yang kubiarkan tergerai tanpa balutan hijab. "Maaf, ya, Ran. Saya menyuruh kamu ke sini harusnya bisa sekalian untuk refreshi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 23

    "Maafkan Ibu, Ran. Kalau ibu tahu kamu hamil, gak bakalan ibu biarin kamu kecapaian." Ibu mertuaku mengelus-elus perut ini. Seakan menyesalkan sakitku kemarin. "Enggak, papa, Buk. Alhamdulillah, dokter bilang kalau Ranty dan calon cucu Ibuk baik-baik saja." Kuraih telapak tangan dengan jari-jari kurus itu, lantas memeluk dan menciumnya. Pagi ini, keluarga kecilku pulang lagi ke Tangerang. "Sehat-sehat, nggih, Pak!" Sekarang bergantian pamit dengan ayah mertua. "Hati-hati, Nduk! Jangan lupa kalau sudah sampai, langsung kabari bapak," pesan lelaki berpeci hitam tersebut. "Enggih, Pak." "Ko, jaga istri dan anakmu dengan baik. Kamu harus lebih sabar, biasanya perempuan hamil itu lebih sensitif. Kalau ngidam sesuatu, turutin! Jangan ditunda-tunda." Aku tersenyum simpul mendengar wejangan Ibu untuk anak lelakinya. "Enggih, Buk. Pasti Riko jagain baik-baik. Yesha, salim dulu sama eyang!" titah pria penyabar itu. Anak gadisku menuruti perintah sang ayah. Peluk cium dari kakek neneknya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 24

    "Welcome back, Bumil!" Risma memelukku erat, gemas, kangen campur bahagia. "Kok, tahu, sih?" Aku menepuk pundak Risma keheranan. Lantas melepaskan genggaman tangan Yesha, karena sudah sampai di depan kelasnya. "Kemarin aku ketemu sama Mira di mal. Cerita, deh, itu anak. Selamat, ya, Sayangku! Oleh-oleh dari Jogja ternyata luar biasa, gak kebayang gimana senengnya suamimu, Ran." Sahabatku terus menerus menyerocos sembari merangkul diri ini memasuki ruangan guru. "Jelas seneng banget, lah. Saking excited-nya sampai rempong banget ngelarang ini itu." Bagaimana tidak disebut rempong, capek dan mual sedikit saja sudah mengomel. Tidak boleh mengerjakan ini itu, tidak boleh makan sembarangan. Harus yang sesuai dengan anjuran dokter. "Aduh, so sweet banget, sih! Betewe, oleh-oleh buat aku mana?" Risma senyum-senyum sambil menaik-turunkan alisnya. "Tenang! Bukan cuma buat kamu aja. Tapi buat bunda-bunda di sini juga. Bagiin sana!"Aku mengeluarkan kotak-kotak kecil dalam plastik besar ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 25

    "Apa-apaan ini?" Bukan lagi tatapan teduh yang kudapatkan Mas Riko. Justru kebalikannya, terlebih saat menyadari bahwa di sana ada Mbak Vera. "Mas, aku bisa jelasin." Aku mencegah tubuh tegap yang ingin menumpahkan kemarahan pada sang mantan. Perkiraanku ternyata meleset, Mas Riko pulang lebih awal. Bodohnya aku tak menyadari bahwa mobil itu sudah terparkir di dalam. "Apa maksud kamu melakukan segala cara untuk mendekati anak saya? Kamu memaksa istri saya untuk mempertemukanmu dengan Yesha?"Tenagaku kalah kuat dari Mas Riko. Dengan mudah dia sedikit mendorongku ke pinggir lalu berdiri tepat di depan Mbak Vera. Emosi lelaki itu telah sampai pada puncaknya. "Enggak gitu, Mas. Apa salah jika aku ingin menebus semua kesalahanku. Dan ingin dekat dengan darah dagingku sendiri?" Netra indah itu memerah, tak lama air matanya terburai. Sayang, tak mampu melumpuhkan amarah lelaki di hadapannya. "Ingin dekat katamu? Kamu pikir semudah itu saya mengizinkannya, setelah apa yang sudah kamu la

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 26

    POV Riko "Kejar Ranty, Mas! Kenapa Mas Riko diam saja?" Vera gusar denganku yang hanya bisa berteriak berharap Ranty segera kembali. Namun, tak berusaha untuk mengejar. Entah, tiba-tiba sisi egoisku lebih membiarkan wanitaku pergi. Takut kehilangan Yesha, kata-kata yang terucap dari mulut ini seakan lepas kendali. Aku tak sadar bahwa itu sangat melukai. "Kamu tidak usah sok peduli. Belum puas kamu menghancurkan hati saya, dan sekarang kembali untuk melakukan hal yang sama. Jika terjadi sesuatu dengan rumah tangga saya. Sudah jelas siapa penyebabnya. Pergi kamu dari rumah saya dan jangan pernah datang lagi. Pergi!" Tidak ada yang tersisa di dalam sini, kecuali benci. Vera berbalik dengan tangis tersedu, segera masuk mobilnya dan secepat kilat berlalu dari hadapanku. "Ayah, kenapa Bunda nangis? Anterin Yesha ke tempat Bunda." Tangan mungil itu menarik-narik kemejaku. Tangisnya makin menambah kekacauan otak ini. "Ayo masuk!" Aku menuntunnya untuk masuk. Namun, beberapa kali langkah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 27

    "Bukankah ibuk sudah pernah bilang, jangan terlalu mencampuri urusan masa lalu Riko dengan istrinya." Ibu mengusap punggung yang membelakanginya. Sedari tadi membujuk agar aku mau menemui Mas Riko di depan sana. "Bukannya Ranty ikut campur, Buk. Ranty cuma enggak mau Mas Riko terus menerus menyimpan dendam lalu menyesal di kemudian hari karena tak pernah mau mendengarkan alasan Mbak Vera meninggalkannya." Yang kulihat selama ini, dia begitu dewasa dan sabar. Tidak mudah tersulut emosi sekalipun di kantor atau di rumah ada sesuatu yang membuatnya jengkel. Mas Riko selalu bijak menanggapi dari dua sisi. Namun, baru kali ini aku merasakan sendiri betapa keras kepalanya suamiku. Seakan benar-benar tidak ada ampun untuk satu kesalahan yang diperbuat oleh sang mantan istri. "Maka dari itu, cobalah saat ini kalian bicara baik-baik. Sampai kapan kamu akan diam seperti ini? Riko juga sangat mengkhawatirkanmu, Nduk!" "Ranty masih butuh waktu, Buk. Sampai Mas Riko menyadari, masih penting ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 30

    "Mas! Gimana hasilnya?" ulangku sekali lagi karena pertanyaan pertama belum terjawab. Lelaki itu hanya menunduk, sulit mengartikan ekspresinya. Bertumpu pada telapak tangan, aku berusaha bangun. Mas Riko mengatur ranjang dengan posisi lebih tinggi di bagian punggung dan kepala hingga aku merasa nyaman. Barulah dia duduk di kursi bekas Mbak Vera tadi lalu menggenggam tangan ini. Semakin tak sabar karena Mas Riko cukup lama terdiam. Seolah tengah mengumpulkan kata-kata yang tepat agar aku siap mendengar apa pun kabar yang dia bawa. "Dokter bilang--" Kalimat itu menggantung lagi seiring helaan napas panjang suamiku. "Dokter bilang apa, Mas?" "Dokter bilang, bayi kita baik-baik saja." Ketegangan di mimik wajah lelakiku mendadak memudar, lantas berganti dengan senyuman lebar. Apa ini? Aku dikerjai? "Mas, tolong serius!" Aku memelototinya antara percaya dan tidak percaya. "Mas serius, Sayang. Alhamdulillah, bayi kita baik-baik saja. Pendarahan yang kamu alami ternyata tidak berbahay

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 29

    "Yesha baik-baik saja," ucap Mas Riko, seperti ingin menenangkanku. Mencoba mengumpulkan kesadaran penuh, aku menggerakkan tubuh ini. Namun masih kesulitan untuk bangun. Menatap sekeliling, tahu-tahu sudah berada di kamar dengan baju yang bukan kupakai dari rumah Ibu. Kepala terlalu pening mengingat apa yang terjadi sebelum ini. Kalau Yesha sakit, kenapa dibiarkan tidur di kamar sendirian? "Mas, aku mau ke kamar Yesha," pintaku usai meneguk teh hangat yang disodorkan suamiku. "Besok saja, ya! Lagipula kondisi kamu masih kaya gini. Kata dokter, harus banyak-banyak istirahat dan hindari stress." Dokter? Jadi aku sempat diperiksa oleh dokter? "Aku mau lihat keadaan Yesha, Mas." Mas Riko menghela napas dan menyerah karena desakanku. "Oke! Kamu tetap di sini, biar saya bawa Yesha ke sini." Lelaki itu melangkah keluar, tetapi kulihat seseorang sudah berdiri di depan pintu menggendong Yesha. Mbak Vera! Kenapa selarut ini dia masih di sini? "Maaf, Mas. Tadi Yesha kebangun, nyari Rant

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 28

    Pov Riko"Ayah, Bunda mana?" Suara kecil parau itu kian melemah. Namun sekeping hati ini begitu nyeri mendengarnya. "Yesha harus sembuh dulu. Kalau udah sehat, nanti ayah antar ke tempat Bunda." Kuletakkan handuk kecil basah di kening putriku. Meredam demam yang tiba-tiba menyerang tadi sore. Obat dari klinik belum juga mengurangi suhu panas di tubuh Yesha. "Ayah janji, ya!" tegasnya, dan sekarang disertai tangis kecil penuh kerinduan. "Ya, Sayang." Samar-samar, kudengar deru mesin motor masuk pagar rumah. Kamu pulang, Ran? Segera kutinggalkan Yesha dan tergesa berjalan ke depan untuk membuka pintu. "Assalamualaikum, Mas!" Aku salah, ternyata Mira yang datang. "Wa'alaikum salam, Mir. Masuk!" Kuisyaratkan dengan gerakan kepala. "Aku enggak lama-lama kok, Mas. Soalnya udah sore banget terus mendung juga. Aku cuma mau ngambil obat pereda mual sama vitamin ibu hamil punyanya Mbak Ranty." Gadis itu mengikutiku ke dalam. Aku lupa. Tadi pagi aku berencana datang lagi ke rumah mertua

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 27

    "Bukankah ibuk sudah pernah bilang, jangan terlalu mencampuri urusan masa lalu Riko dengan istrinya." Ibu mengusap punggung yang membelakanginya. Sedari tadi membujuk agar aku mau menemui Mas Riko di depan sana. "Bukannya Ranty ikut campur, Buk. Ranty cuma enggak mau Mas Riko terus menerus menyimpan dendam lalu menyesal di kemudian hari karena tak pernah mau mendengarkan alasan Mbak Vera meninggalkannya." Yang kulihat selama ini, dia begitu dewasa dan sabar. Tidak mudah tersulut emosi sekalipun di kantor atau di rumah ada sesuatu yang membuatnya jengkel. Mas Riko selalu bijak menanggapi dari dua sisi. Namun, baru kali ini aku merasakan sendiri betapa keras kepalanya suamiku. Seakan benar-benar tidak ada ampun untuk satu kesalahan yang diperbuat oleh sang mantan istri. "Maka dari itu, cobalah saat ini kalian bicara baik-baik. Sampai kapan kamu akan diam seperti ini? Riko juga sangat mengkhawatirkanmu, Nduk!" "Ranty masih butuh waktu, Buk. Sampai Mas Riko menyadari, masih penting ka

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 26

    POV Riko "Kejar Ranty, Mas! Kenapa Mas Riko diam saja?" Vera gusar denganku yang hanya bisa berteriak berharap Ranty segera kembali. Namun, tak berusaha untuk mengejar. Entah, tiba-tiba sisi egoisku lebih membiarkan wanitaku pergi. Takut kehilangan Yesha, kata-kata yang terucap dari mulut ini seakan lepas kendali. Aku tak sadar bahwa itu sangat melukai. "Kamu tidak usah sok peduli. Belum puas kamu menghancurkan hati saya, dan sekarang kembali untuk melakukan hal yang sama. Jika terjadi sesuatu dengan rumah tangga saya. Sudah jelas siapa penyebabnya. Pergi kamu dari rumah saya dan jangan pernah datang lagi. Pergi!" Tidak ada yang tersisa di dalam sini, kecuali benci. Vera berbalik dengan tangis tersedu, segera masuk mobilnya dan secepat kilat berlalu dari hadapanku. "Ayah, kenapa Bunda nangis? Anterin Yesha ke tempat Bunda." Tangan mungil itu menarik-narik kemejaku. Tangisnya makin menambah kekacauan otak ini. "Ayo masuk!" Aku menuntunnya untuk masuk. Namun, beberapa kali langkah

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 25

    "Apa-apaan ini?" Bukan lagi tatapan teduh yang kudapatkan Mas Riko. Justru kebalikannya, terlebih saat menyadari bahwa di sana ada Mbak Vera. "Mas, aku bisa jelasin." Aku mencegah tubuh tegap yang ingin menumpahkan kemarahan pada sang mantan. Perkiraanku ternyata meleset, Mas Riko pulang lebih awal. Bodohnya aku tak menyadari bahwa mobil itu sudah terparkir di dalam. "Apa maksud kamu melakukan segala cara untuk mendekati anak saya? Kamu memaksa istri saya untuk mempertemukanmu dengan Yesha?"Tenagaku kalah kuat dari Mas Riko. Dengan mudah dia sedikit mendorongku ke pinggir lalu berdiri tepat di depan Mbak Vera. Emosi lelaki itu telah sampai pada puncaknya. "Enggak gitu, Mas. Apa salah jika aku ingin menebus semua kesalahanku. Dan ingin dekat dengan darah dagingku sendiri?" Netra indah itu memerah, tak lama air matanya terburai. Sayang, tak mampu melumpuhkan amarah lelaki di hadapannya. "Ingin dekat katamu? Kamu pikir semudah itu saya mengizinkannya, setelah apa yang sudah kamu la

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 24

    "Welcome back, Bumil!" Risma memelukku erat, gemas, kangen campur bahagia. "Kok, tahu, sih?" Aku menepuk pundak Risma keheranan. Lantas melepaskan genggaman tangan Yesha, karena sudah sampai di depan kelasnya. "Kemarin aku ketemu sama Mira di mal. Cerita, deh, itu anak. Selamat, ya, Sayangku! Oleh-oleh dari Jogja ternyata luar biasa, gak kebayang gimana senengnya suamimu, Ran." Sahabatku terus menerus menyerocos sembari merangkul diri ini memasuki ruangan guru. "Jelas seneng banget, lah. Saking excited-nya sampai rempong banget ngelarang ini itu." Bagaimana tidak disebut rempong, capek dan mual sedikit saja sudah mengomel. Tidak boleh mengerjakan ini itu, tidak boleh makan sembarangan. Harus yang sesuai dengan anjuran dokter. "Aduh, so sweet banget, sih! Betewe, oleh-oleh buat aku mana?" Risma senyum-senyum sambil menaik-turunkan alisnya. "Tenang! Bukan cuma buat kamu aja. Tapi buat bunda-bunda di sini juga. Bagiin sana!"Aku mengeluarkan kotak-kotak kecil dalam plastik besar ya

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 23

    "Maafkan Ibu, Ran. Kalau ibu tahu kamu hamil, gak bakalan ibu biarin kamu kecapaian." Ibu mertuaku mengelus-elus perut ini. Seakan menyesalkan sakitku kemarin. "Enggak, papa, Buk. Alhamdulillah, dokter bilang kalau Ranty dan calon cucu Ibuk baik-baik saja." Kuraih telapak tangan dengan jari-jari kurus itu, lantas memeluk dan menciumnya. Pagi ini, keluarga kecilku pulang lagi ke Tangerang. "Sehat-sehat, nggih, Pak!" Sekarang bergantian pamit dengan ayah mertua. "Hati-hati, Nduk! Jangan lupa kalau sudah sampai, langsung kabari bapak," pesan lelaki berpeci hitam tersebut. "Enggih, Pak." "Ko, jaga istri dan anakmu dengan baik. Kamu harus lebih sabar, biasanya perempuan hamil itu lebih sensitif. Kalau ngidam sesuatu, turutin! Jangan ditunda-tunda." Aku tersenyum simpul mendengar wejangan Ibu untuk anak lelakinya. "Enggih, Buk. Pasti Riko jagain baik-baik. Yesha, salim dulu sama eyang!" titah pria penyabar itu. Anak gadisku menuruti perintah sang ayah. Peluk cium dari kakek neneknya

  • Petaka Menikahi Duda Tampan   Bab 22

    "Cukup, Mas. Aku sudah kenyang." Aku menolak suapan bubur hangat yang disodorkan Mas Riko ke mulut ini. "Belum habis separuhnya, Ran. Harus dipaksakan. Kata Ibu, dari siang perutmu belum terisi." Lelaki itu tetap memaksa, tetapi belum sampai sendok itu mencapai mulut. Perutku kembali mual dan ingin mengeluarkan seluruh isinya. Beruntung aku bisa menahannya. "Oke, oke. Minum dulu!"Melihatku demikian, Mas Riko menyerah dan meletakkan mangkok tersebut di atas meja. Jujur, aku kasihan karena Ibu sudah bersusah payah membuatnya. Namun apa daya, perut ini belum bisa diajak kompromi. Teh hangat yang kuteguk hingga tersisa setengah gelas, lumayan menetralisir gejolak perutku tadi. "Mas tidur saja, ini sudah larut malam!" titahku. Mas Riko menggeleng, malah duduk bersandar di kepala ranjang dan meraih kepala ini agar merebah di pangkuannya. Lantas mengusap rambut yang kubiarkan tergerai tanpa balutan hijab. "Maaf, ya, Ran. Saya menyuruh kamu ke sini harusnya bisa sekalian untuk refreshi

DMCA.com Protection Status