Bab93
Raka berusaha bersikap tenang, dia pun keluar kamar, setelah kembali merapikan, tas Tania tadi.
Raka meraih ponselnya, dan menghubungi Sari.
Setelah mengucap salam, Raka memberanikan diri, menanyakan uang ratusan juta itu.
"Apa? Ibu tidak ada pinjam atau meminta uang itu, demi Allah," sahut Sari.
"Maaf, Bu. Raka tidak bermaksud menuduh Ibu, hanya mengkonfirmasi pernyataan Tania."
"Ya Allah, Nak. Ada apa sebenarnya? Kalian baik-baik saja kan? Selesaikan dengan kepala dingin ya, tanyakan ke Tania baik-baik, dia gunakan kemana uang itu."
"Iya, Bu. Raka minta tolong sama Ibu, jangan katakan apapun dulu tentang hal ini. Raka akan tanyakan sendiri pada Tania."
Sari ragu, dalam benaknya, dia yakin, terjadi sesuatu yang tidak beres, pada anaknya kini.
Raka menutup sambungan telepon, usai mengucap salam. Lelaki itu berjalan ke taman mini, di pekarangan rumah mewahnya.
Melihat Arjun, yang asik bermain dengan De
Bab94Tania mengabaikan, panggilan telepon suaminya. Wanita itu, kini benar-benar di mabuk cinta, pada Ilham, cinta masa lalu yang belum usai.Saat tangan nakal Ilham, menyusuri daerah sensitif Tania, ketukan di pintu depan, membuat mereka berdua terkejut.Tania bergegas memperbaiki kancing bajunnya."Siapa yang datang?" tanya Ilham, menatap Tania."Jangan-jangan, itu suamiku!" bisik Tania. Tangannya masih sibuk, merapikan baju dan membersihkan diri."Kamu cepat keluar, jalan belakang!" pinta Tania.Ilham pun bergegas, menuju jendela dapur, dan keluar lewat situ.Sedangkan Tania, bergegas ke depan pintu, ketika penampilannya sudah kembali rapi.Benar saja dugaan Tania, yang datang adalah Raka, meskipun saat itu Raka mengaku keluar kota. Tapi Tania, dia tetaplah waspada.Tidak ada yang tahu rumah ini, kecuali dia dan Raka. Jadi, ketika ketukan pintu di depan rumah, Tania sudah yakin, bahwa yang datang adalah su
Bab95 "Aih, jangan ngada-ngada, Rina!" celetuk Tania. "Pengecut, tidak berani mengakui kenyataan. Kalau Kak Raka tidak percaya, coba tanya ke calon suamiku." Raka menoleh, ke calon suami Rina. "Hmm, sudahlah, jangan di perpanjang lagi," pinta calon suami Rina. "Tidak ada gunanya juga, kita tidak memiliki bukti," lanjutnya. "Aku tetap akan menuntut kalian!" timpal Tania dengan tegas. "Tan, ini masalah sepele, tolong jangan di perpanjang!" pinta Raka. Tania melotot. "Sepele? Adikmu sudah menampar aku di depan umum, dan menginjak harga diri ini," seru Tania, dengan napas memburu menahan amarahnya. "Rina, minta maaf sama Tania," titah Raka. "Aku tetap tidak akan memaafkan, biar tangan kotornya itu, tidak seenaknya dia gunakan." Rina menatap benci wajah Tania, yang kini nampak angkuh. "Kupastikan, kau akan di penjara!" tegas Tania. "Tania ...." suara tinggi Raka membentak kasar. "Sudah
Bab96 "Astagfirullah ...." Dewi berusaha bangkit, ketika sadar, bayi Arjun tengah menangis. "Tidur terus, sampai bayi nangis saja, kamu tetap nggak dengar," bentak Sutina. Dewi nampak linglung, apalagi ketika melihat bayi Arjun. "Ya Allah ...." "Ada apa?" tanya Sutina. Dewi bingung. Mengapa bayi Arjun masih kecil. Sedangkan yang dia tahu, bayi Arjun berumur kurang lebih 3 tahun. Dewi berpikir keras, apakah semua adalah mimpi Dewi selama ini?Wanita muda itu pun berusaha menyadarkan ingatannya dengan baik, dia yakin, semua yang terjadi dengan Tuannya. Adalah, hayalan mimpi Dewi semata. Apakah segitu besarnya rasa cemburu, hingga dalam mimpi saja, Ilham memilih Ibu Tania, pikir Dewi. Wanita itu menggeleng, sembari tersenyum tipis. Dewi menggendong bayi Arjun, dan membawanya turun ke lantai satu.Nampak Tania dan Raka baru datang, entah dari mana, Dewi pun merasa lega, ternyata semua yang terjad
Bab97"Hanya katamu? Apakah sangat remeh, Mas? Kelakuan Ibu dan Rina itu sangat membuatku tidak nyaman.""Tania, kamu lupa sesuatu?" Raka berkata datar.Tania hanya terdiam."Sebelum kita menikah, aku dan kamu sudah sepakat. Bahwa, apapun kekurangan di semua pihak. Maka, kita akan saling diskusikan. Bukankah pernikahan itu, bukan hanya tentang kita. Pernikahan itu menyatukan dua keluarga. Ibuku, yang berarti Ibumu juga, itupun berlaku sebaliknya."Tania menghela napas."Aku tahu aku salah, aku minta maaf. Tapi 1 hal yang harus kamu tahu, meksipun aku menganggap Ibu kamu itu Ibuku. Tetap saja bagi dia, anaknya hanya kamu! Dan aku, tetap benalu di matanya."Raka terdiam, apa yang dikatakan Tania, memanglah masuk akal. Sebab, selama ini, Sutina selalu saja, menampakkan ketidaksukaannya pada Tania."Terus kamu senang, jika aku melawan Ibuku dan menjadi durhaka? Atau kamu memang mau, menyingkirkan mereka, dari kehidupanku? Seperti s
Bab98Sutina menghela napas, wajahnya nampak khawatir. Wanita paru baya itu kebingungan, untuk menjelaskannya."Bu, ada apa?" Raka memegangi tangan Ibunya. Wajah Sutina murung."Juna dan Ayah bertengkar. Juna, dia memaksa, agar rumah Ayah, beralih nama dia.""Astagfirullah ...." Raka menggeram."Ayah menolak, dan Juna, menusuk Ayah ...." Sutina terisak."Brengsek!" pekik Raka, sembari mengepal tinju."Nak, ayo kita kerumah sakit! Bayar biaya operasi Ayah, ya." Sutina meminta dengan wajah memelas.Raka mengangguk, dan mereka pun bergegas menuju halaman rumah. Sedangkan Tania, meminta Dewi kembali mengurus Arjun.Melihat Tania yang begitu panik. Dewi lekas berdiri. Sedari tadi dia hanya duduk di ruang tamu, menunggu Majikannya selesai berdebat."Saya dan Bapak mau ke rumah sakit. Tolong ya, Wi."Dewi mengangguk. "Baik, Bu."Sepanjang perjalanan, mereka tidak ada yang bicara apapun. Su
Bab99"Apakah Abang yang sekarang, pantas di sebut keluarga?" cibir Raka."Raka, Kakak mohon sama kamu, lepaskan kami. Kami tidak bersalah, apa yang membuat kamu, tega melakukan ini?" tanya Susi, dengan wajah sok polosnya."Kenapa bertanya denganku? Bukankah kalian yang berbuat? Aku kemari, hanya menuntut tanggung jawab!" terang Raka dengan tenang."Cuih ...." Juna meludah. Bahkan meskipun dia miskin, pantang bagi Juna, merendahkan dirinya di depan Raka.Raka terkekeh, dan memberi isyarat pada anak buahnya, untuk memukuli Juna.Juna pun mendapat beberapa kali bogeman mentah. Sedangkan Susi, sedari tadi terus memekik ketakutan."Stop ...." Raka meminta anak buahnya berhenti. Sembari menatap wajah Juna yang mulai terlihat memerah, serta bibir yang nampak pecah dan mengeluarkan darah."Sakit nggak?" ejek Raka. Juna mencoba menarik napas, menahan rasa perih dan memang rasa sakit yang luar biasa.Namun sebagai laki-laki, Juna
Bab100Karin merasa sedikit cemas, ketika mendapati sebuah pesan dari Tania."Tania ketahuan, Kak. Raka marah besar.""Minta maaf dengan sungguh-sungguh.""Sulit untuk mengalah.""Harus bisa. Jangan berikan alasan apapun, ketika kesalahan, itu berada di pihakmu.""Maksudnya?""Cukup katakan maaf, dan berjanji, untuk tidak mengulangi.""Nggak bisa, Kak. Dari tadi, Tania sudah membela diri. Dan, mengatakan alasan Tania melakukan ini.""Ya ampun Tania."Pesan singkat itu berakhir. Tania tidak lagi membalas pesannya, sedangkan Karin, kini diliputi rasa khawatir.Sebuah panggilan, dari nomor tidak di kenal, membuat Karin terkejut.Meskipun ia sempat meragu, namun ia menjawab panggilan itu, dengan mengucapkan salam.Sahutan suara disebrang telepon, membuat darah Karin berdesir."Aisya ....""Kak Karin, aku rindu, masya Allah. Akhirnya, Aish bisa menghubungi Kakak lagi."
Bab101"Mudah sekali rasanya, ketika kalian berucap begini. Apakah tidak ada yang mengerti lagi perasaanku? Di detik-detik terakhir mereka melihat dunia, aku bahkan tidak tahu apa-apa. Dan itu karena siapa? Karena keegoisan kalian.""Azzam ...." Ustadzah meliriknya dengan sorot mata marah.Namun kali ini, Azzam tidak merespon apapun. Lelaki ini sadar, semua yang dia lakukan pada Aisya, sudah sangat keterlaluan.Jika kini Aisya marah, itu sangatlah wajar baginya, yang penting, Aisya tidak meninggalkannya."Sabarku telah habis sia-sia, pengabdianku bagaikan buih di lautan. Dan kali ini, aku menyerah.""Maksud kamu apa?" tanya Azzam, yang mulai khawatir."Apakah kamu mau jadi janda lagi?" tanya Ustadzah."Jika itu memang menjadi takdir Aish. Tidak masalah, untuk apa punya keluarga kecil, yang membuat keluarga inti lenyap.""Aish ...." Ustadzah berdiri. "Terserah kamu!" lanjutnya, kemudian pergi, meninggalkan mereka be