Kamar redup itu membuat suasana semakin mencekam. Aku terbaring di atas ranjang pijat, tubuhku lemas dan tak berdaya. Tubuhku yang tanpa sehelai benang pun terasa sepenuhnya dalam kendali terapis pria yang berotot di sampingku.Dia membungkuk dan mendekatkan bibirnya ke telingaku, lalu berbisik dengan suara rendah yang membuatku bergetar, "Bu, mau cari teman untuk main bersama?"Rasa malu dan gelisah memenuhi diriku, tetapi bersamaan dengan itu muncul juga rasa antisipasi yang sulit dijelaskan. Tubuhku mulai gemetaran. Dengan suara yang hampir tidak terdengar, aku menjawab, "Kalau begitu ... ayo kita coba."Namaku adalah Risa, seorang wanita yang baru saja bercerai. Alasan perceraianku cukup unik. Aku memiliki kadar estrogen yang sangat tinggi sejak kecil, sehingga aku harus mengonsumsi pil KB untuk menekan gejalanya.Beberapa waktu lalu, ibu mertuaku mendesak kami untuk segera memiliki anak. Aku memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Hasilnya, aku disarankan berhenti mengonsums
Setelah memasuki toko itu, staf resepsionis membawaku ke sebuah ruangan. Dia memanggil 7 sampai 8 pria kekar yang hanya mengenakan celana pendek. Aku memilih salah satu dari mereka. Pria itu mengenakan celana dalam segitiga berwarna cokelat. Dia paling cocok dengan seleraku.Sebenarnya, aku merasa kewalahan menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya. Ini adalah pertama kalinya aku berhubungan dengan pria asing. Seolah-olah bisa menebak kegelisahanku, pria itu mulai mencari topik, "Bu, mau bagaimana Anda melakukannya?"Mendengar dia memanggilku "Bu", entah mengapa aku tiba-tiba teringat dengan postingan yang diunggah mantan suamiku. Aku menjawab dengan galak, "Terserah kamu saja!""Tenang saja, aku ini profesional. Dijamin Anda puas!" Dia berjalan ke belakangku, lalu melepaskan pakaiannya. "Bu, tubuhmu bagus sekali. Kulitmu juga putih ...."Kemudian, dia membuka pakaian dalamku dengan perlahan sambil berkata, "Bra ini ukurannya agak kecil, sampai bagian belakangnya berbekas. Bikin sed
Aku ingin menolak. Namun, ketika kata-kata sudah sampai di ujung lidah, aku menyerah dan kembali melemaskan tubuhku, membiarkan dia melakukan apa pun pada tubuhku.Dia seakan berbicara kepada pinggulku, "Tenang saja, Bu. Ini murni obat herbal tradisional. Nggak hanya meningkatkan gairah, tapi juga baik untuk tubuh, membantu detoksifikasi, dan mempercantik kulit."Aku hanya menanggapi dengan singkat, lalu sedikit mengangkat pinggulku sesuai instruksinya. Rasanya agak hangat di belakang dan ada sensasi benda asing yang cukup kuat. Sensasi itu begitu aneh sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk mengerang pelan.Setelah itu, dia mulai memijat lagi sambil memuji setiap bagian tubuhku. Dada yang penuh, pinggang yang ramping, kaki yang panjang, hingga pinggul yang menonjol. Aku tidak menanggapinya, hanya menutup mata dan menikmati pelayanannya. Perasaan jengkel dalam hatiku perlahan menghilang tanpa kusadari.Saat itu, sensasi dari supositoria mulai terasa semakin jelas. Awalnya, benda asi
Saat itu, suara dering ponselku tiba-tiba bergema keras. Mendengar nada dering itu, jantungku berdegup kencang. Itu adalah nada khusus yang kupasang untuk orang tuaku.Kenapa mereka menelepon di saat seperti ini? Apa ada sesuatu yang terjadi?Pembuluh darah di pelipisku berdenyut-denyut. Kutahan kegelisahanku sambil mendorong pria itu menjauh, lalu meraih ponselku dengan tangan gemetaran. Dengan segera, kutekan tombol jawab dan menempelkannya di telinga.Sebuah suara perempuan yang dingin terdengar di seberang. "Halo, apakah ini Bu Amy? Orang tua Anda mengalami kecelakaan lalu lintas. Segera datang ke Rumah Sakit Rakyat."Kata-kata itu menghantamku bagaikan petir. Ponselku terjatuh dari tangan yang mendadak kehilangan tenaga. Pikiranku pun menjadi kosong seketika. Rasa panik dan takut yang tak berujung melanda. Segala keinginan sebelumnya lenyap seketika. Aku segera bangkit dan mengenakan pakaian dengan tergesa-gesa."Bu, kamu mau ke mana?" ucap pria itu sembari memegang lenganku.Aku
Saat tersadar kembali, aku mendapati diriku sudah berbaring di ranjang rumah sakit. Aroma tajam disinfektan menguar di udara hingga menyengat hidungku. Di samping tempat tidur, Ibu duduk sambil mengupas apel dengan hati-hati. Ayah tampak duduk di sofa di sisi lain ruangan, wajahnya dipenuhi kekhawatiran yang sulit disembunyikan.Aku mencoba menggerakkan bibir untuk berbicara. Namun, mulutku terasa kering seperti terbakar dan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Saat itu, seorang pria berseragam polisi muncul di pintu dan mengetuknya pelan sebelum melangkah masuk.Aku memperhatikannya berjalan mendekat. Tatapannya tajam seperti sedang menilai sesuatu. "Halo, apakah Anda Bu Risa?"Ayah berdiri dan menoleh ke arahku yang sudah membuka mata tanpa sadar. Dia mengangguk dengan sedikit ragu.Polisi itu mengangguk kecil. "Saya hanya ingin bertanya dua hal. Jangan terlalu tegang."Ibu yang menyadari aku sudah sadar, segera membantu menopang tubuhku agar duduk dengan menyelipkan bantal di pu
Kepalaku berdengung. Kepanikan menyelimuti hatiku. Dadaku terasa sesak. Aku tidak menyangka mereka mempunyai fotoku.Menurut apa yang dikatakannya, berarti mereka juga memiliki informasi pribadiku. Mereka tentu bisa mengawasiku. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk lapor polisi.Kini, aku hanya bisa terus maju sendiri. Paling-paling, aku menyelesaikan masalah ini dengan uang. Setelah itu, aku akan lapor polisi.Aku tiba setengah jam lebih awal dan menunggu di ruang privat yang ditentukan. Segera, pintu ruang privat dibuka dari luar.Begitu melihat orang itu, jantungku seolah-olah berhenti berdetak. Itu adalah terapis pria yang memijatku hari itu.Hanya saja, auranya terlihat jauh berbeda sekarang. Wajah yang sangat kusukai dulu menjadi ganas sekarang.Dia duduk di seberangku dengan tenang. Setelah mengamatiku, dia terlihat agak kaget. "Sepertinya kehidupanmu sangat baik belakangan ini."Aku mengepalkan tanganku sambil tersenyum tipis. "Berkat kamu, aku hampir dikirim ke pusat re
Aku berpikir dengan cepat, lalu berkata, "Jujur saja, aku nggak bisa kasih uang sebanyak itu untuk sekarang. Aku baru cerai. Uangku di tangan mantan suamiku."Begitu mendengarnya, pria itu murka. Dia memelototiku dan menegur, "Kamu sengaja, 'kan? Kalau nggak punya uang, ngapain basa-basi denganku?"Aku merentangkan kedua tanganku dan berujar, "Pokoknya aku nggak punya uang. Aku cuma punya nyawaku untuk sekarang."Usai berbicara, aku mengamati ekspresinya untuk mencari tahu batas kesabarannya. Pria itu sedang mengamatiku dengan tatapan suram.Setelah merenung sesaat, dia tersenyum mesum dan mendengus. "Sebenarnya masih ada cara lain. Kalau kamu setuju, aku kasih kamu videonya."Aku menelan ludahku dan merasa senang. Ternyata caraku berhasil?"Kamu bisa terima seks berkelompok?"Jantungku sontak berdetak kencang, tetapi ekspresiku tetap terlihat tenang. Setelah berpikir sesaat, aku berpura-pura memasang ekspresi penuh minat. "Boleh dicoba."Pria itu menunjukkan senyuman bangga. Matanya t
Aku merasa senang mendengarnya. Ketika aku hendak pergi ke kamar mandi untuk mengulur waktu, tiba-tiba pria yang satu lagi meraih pergelangan tanganku dan menghalangiku. "Nggak seru kalau mandi sendiri. Kita mandi bareng saja."Pria bertubuh pendek itu terkekeh-kekeh genit padaku sambil menyentuh pinggangku dengan nakal. Ketika merasakan sentuhan itu, hatiku langsung menolak dan meronta-ronta. Namun, aku tidak bisa menunjukkan keenggananku sedikitpun.Dengan mata berbinar-binar, aku melirik pria paruh baya yang sebelumnya dan bertanya, "Gimana kalau kita berdua saja?"Ketiga pria itu pun bertatapan. Suasana seketika menjadi canggung.Saat ini, tiba-tiba ada yang menekan bel. Terapis pria itu menuju ke pintu dan mengintip lewat lubang intip."Siapa?""Permisi, Pak. Aku datang untung mengantar anggur. Hari ini ada kegiatan spesial di hotel kami." Terdengar suara seorang pria dari luar. Beberapa orang di dalam ruangan sontak merasa gugup.Terapis pria itu segera mengusir dengan tidak saba
Aku berpikir dengan cepat, lalu berkata, "Jujur saja, aku nggak bisa kasih uang sebanyak itu untuk sekarang. Aku baru cerai. Uangku di tangan mantan suamiku."Begitu mendengarnya, pria itu murka. Dia memelototiku dan menegur, "Kamu sengaja, 'kan? Kalau nggak punya uang, ngapain basa-basi denganku?"Aku merentangkan kedua tanganku dan berujar, "Pokoknya aku nggak punya uang. Aku cuma punya nyawaku untuk sekarang."Usai berbicara, aku mengamati ekspresinya untuk mencari tahu batas kesabarannya. Pria itu sedang mengamatiku dengan tatapan suram.Setelah merenung sesaat, dia tersenyum mesum dan mendengus. "Sebenarnya masih ada cara lain. Kalau kamu setuju, aku kasih kamu videonya."Aku menelan ludahku dan merasa senang. Ternyata caraku berhasil?"Kamu bisa terima seks berkelompok?"Jantungku sontak berdetak kencang, tetapi ekspresiku tetap terlihat tenang. Setelah berpikir sesaat, aku berpura-pura memasang ekspresi penuh minat. "Boleh dicoba."Pria itu menunjukkan senyuman bangga. Matanya t
Kepalaku berdengung. Kepanikan menyelimuti hatiku. Dadaku terasa sesak. Aku tidak menyangka mereka mempunyai fotoku.Menurut apa yang dikatakannya, berarti mereka juga memiliki informasi pribadiku. Mereka tentu bisa mengawasiku. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk lapor polisi.Kini, aku hanya bisa terus maju sendiri. Paling-paling, aku menyelesaikan masalah ini dengan uang. Setelah itu, aku akan lapor polisi.Aku tiba setengah jam lebih awal dan menunggu di ruang privat yang ditentukan. Segera, pintu ruang privat dibuka dari luar.Begitu melihat orang itu, jantungku seolah-olah berhenti berdetak. Itu adalah terapis pria yang memijatku hari itu.Hanya saja, auranya terlihat jauh berbeda sekarang. Wajah yang sangat kusukai dulu menjadi ganas sekarang.Dia duduk di seberangku dengan tenang. Setelah mengamatiku, dia terlihat agak kaget. "Sepertinya kehidupanmu sangat baik belakangan ini."Aku mengepalkan tanganku sambil tersenyum tipis. "Berkat kamu, aku hampir dikirim ke pusat re
Saat tersadar kembali, aku mendapati diriku sudah berbaring di ranjang rumah sakit. Aroma tajam disinfektan menguar di udara hingga menyengat hidungku. Di samping tempat tidur, Ibu duduk sambil mengupas apel dengan hati-hati. Ayah tampak duduk di sofa di sisi lain ruangan, wajahnya dipenuhi kekhawatiran yang sulit disembunyikan.Aku mencoba menggerakkan bibir untuk berbicara. Namun, mulutku terasa kering seperti terbakar dan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Saat itu, seorang pria berseragam polisi muncul di pintu dan mengetuknya pelan sebelum melangkah masuk.Aku memperhatikannya berjalan mendekat. Tatapannya tajam seperti sedang menilai sesuatu. "Halo, apakah Anda Bu Risa?"Ayah berdiri dan menoleh ke arahku yang sudah membuka mata tanpa sadar. Dia mengangguk dengan sedikit ragu.Polisi itu mengangguk kecil. "Saya hanya ingin bertanya dua hal. Jangan terlalu tegang."Ibu yang menyadari aku sudah sadar, segera membantu menopang tubuhku agar duduk dengan menyelipkan bantal di pu
Saat itu, suara dering ponselku tiba-tiba bergema keras. Mendengar nada dering itu, jantungku berdegup kencang. Itu adalah nada khusus yang kupasang untuk orang tuaku.Kenapa mereka menelepon di saat seperti ini? Apa ada sesuatu yang terjadi?Pembuluh darah di pelipisku berdenyut-denyut. Kutahan kegelisahanku sambil mendorong pria itu menjauh, lalu meraih ponselku dengan tangan gemetaran. Dengan segera, kutekan tombol jawab dan menempelkannya di telinga.Sebuah suara perempuan yang dingin terdengar di seberang. "Halo, apakah ini Bu Amy? Orang tua Anda mengalami kecelakaan lalu lintas. Segera datang ke Rumah Sakit Rakyat."Kata-kata itu menghantamku bagaikan petir. Ponselku terjatuh dari tangan yang mendadak kehilangan tenaga. Pikiranku pun menjadi kosong seketika. Rasa panik dan takut yang tak berujung melanda. Segala keinginan sebelumnya lenyap seketika. Aku segera bangkit dan mengenakan pakaian dengan tergesa-gesa."Bu, kamu mau ke mana?" ucap pria itu sembari memegang lenganku.Aku
Aku ingin menolak. Namun, ketika kata-kata sudah sampai di ujung lidah, aku menyerah dan kembali melemaskan tubuhku, membiarkan dia melakukan apa pun pada tubuhku.Dia seakan berbicara kepada pinggulku, "Tenang saja, Bu. Ini murni obat herbal tradisional. Nggak hanya meningkatkan gairah, tapi juga baik untuk tubuh, membantu detoksifikasi, dan mempercantik kulit."Aku hanya menanggapi dengan singkat, lalu sedikit mengangkat pinggulku sesuai instruksinya. Rasanya agak hangat di belakang dan ada sensasi benda asing yang cukup kuat. Sensasi itu begitu aneh sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk mengerang pelan.Setelah itu, dia mulai memijat lagi sambil memuji setiap bagian tubuhku. Dada yang penuh, pinggang yang ramping, kaki yang panjang, hingga pinggul yang menonjol. Aku tidak menanggapinya, hanya menutup mata dan menikmati pelayanannya. Perasaan jengkel dalam hatiku perlahan menghilang tanpa kusadari.Saat itu, sensasi dari supositoria mulai terasa semakin jelas. Awalnya, benda asi
Setelah memasuki toko itu, staf resepsionis membawaku ke sebuah ruangan. Dia memanggil 7 sampai 8 pria kekar yang hanya mengenakan celana pendek. Aku memilih salah satu dari mereka. Pria itu mengenakan celana dalam segitiga berwarna cokelat. Dia paling cocok dengan seleraku.Sebenarnya, aku merasa kewalahan menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya. Ini adalah pertama kalinya aku berhubungan dengan pria asing. Seolah-olah bisa menebak kegelisahanku, pria itu mulai mencari topik, "Bu, mau bagaimana Anda melakukannya?"Mendengar dia memanggilku "Bu", entah mengapa aku tiba-tiba teringat dengan postingan yang diunggah mantan suamiku. Aku menjawab dengan galak, "Terserah kamu saja!""Tenang saja, aku ini profesional. Dijamin Anda puas!" Dia berjalan ke belakangku, lalu melepaskan pakaiannya. "Bu, tubuhmu bagus sekali. Kulitmu juga putih ...."Kemudian, dia membuka pakaian dalamku dengan perlahan sambil berkata, "Bra ini ukurannya agak kecil, sampai bagian belakangnya berbekas. Bikin sed
Kamar redup itu membuat suasana semakin mencekam. Aku terbaring di atas ranjang pijat, tubuhku lemas dan tak berdaya. Tubuhku yang tanpa sehelai benang pun terasa sepenuhnya dalam kendali terapis pria yang berotot di sampingku.Dia membungkuk dan mendekatkan bibirnya ke telingaku, lalu berbisik dengan suara rendah yang membuatku bergetar, "Bu, mau cari teman untuk main bersama?"Rasa malu dan gelisah memenuhi diriku, tetapi bersamaan dengan itu muncul juga rasa antisipasi yang sulit dijelaskan. Tubuhku mulai gemetaran. Dengan suara yang hampir tidak terdengar, aku menjawab, "Kalau begitu ... ayo kita coba."Namaku adalah Risa, seorang wanita yang baru saja bercerai. Alasan perceraianku cukup unik. Aku memiliki kadar estrogen yang sangat tinggi sejak kecil, sehingga aku harus mengonsumsi pil KB untuk menekan gejalanya.Beberapa waktu lalu, ibu mertuaku mendesak kami untuk segera memiliki anak. Aku memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Hasilnya, aku disarankan berhenti mengonsums