Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 36. Melepaskan Satu Nyawa Untuk Satu Kehidupan

Share

36. Melepaskan Satu Nyawa Untuk Satu Kehidupan

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2024-11-28 16:03:51

Suara ketukan jam dinding bergema di ruangan sunyi itu. Lila duduk di sofa dengan perut yang semakin membesar, tangannya mengelus perutnya perlahan. Arif, di seberang meja, terlihat gelisah, matanya bolak-balik memandang jendela dan lantai.

“Arif,” suara Lila memecah keheningan, lemah tapi penuh tekanan. “Kau sudah janji, kan? Tidak ada lagi yang aneh-aneh. Fokus kita cuma anak ini.”

Arif mendongak, berusaha tersenyum tapi wajahnya pucat. “Tentu saja, Lila. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja.”

Lila memandangnya tajam. “Kau bilang begitu sejak dulu, tapi lihat apa yang terjadi? Dua anak kita… mereka—” suara Lila serak, tenggorokannya tercekat.

“Aku tahu.” Arif memotong, suaranya tiba-tiba lebih tegas. “Tapi kali ini berbeda. Kita sudah melakukan segalanya dengan benar. Ini akan berhasil.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah   37. Rumah yang Tak Pernah Usai

    Rumah mereka kini lebih besar dari sebelumnya. Tapi ada sesuatu yang ganjil, pagar depan belum selesai, satu ruangan di lantai atas tak pernah diberi pintu dan dapur baru hanya setengah jadi. Lila memperhatikan setiap detail itu dengan rasa gelisah yang kian hari kian membesar.“Arif, kenapa dapur itu belum selesai lagi?” tanya Lila saat mereka duduk di ruang makan, menatap secangkir teh yang dingin.Arif, yang sibuk memeriksa catatan renovasi, hanya mendongak sekilas. “Nanti, Lila. Tukangnya sibuk. Lagipula, kita bisa tunggu sebentar.”Lila menyipitkan mata, meletakkan cangkirnya dengan suara berdenting. “Sebentar? Ini sudah berbulan-bulan, Arif. Kamu terus mulai proyek baru tapi tak pernah menyelesaikannya.”Arif menghela napas, mencoba tersenyum. “Semua akan selesai pada waktunya. Jangan terlalu dipikirkan.”“Tapi aku pikirkan, Arif,” suara Lila mulai meninggi, mencerminkan kecemasannya. “A

    Last Updated : 2024-11-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah   38. Bisikan dalam Keheningan  

    Malam itu, rumah Arif terasa lebih sunyi dari biasanya. Lila dan bayi mereka telah terlelap, meninggalkan Arif sendirian di ruang kerjanya yang luas. Lampu redup menyorot meja penuh catatan proyek yang setengah jadi. Arif memijat pelipisnya, mencoba mengusir lelah yang perlahan berubah menjadi kecemasan.Lalu, itu terjadi lagi.Bisikan halus menyusup dari sudut ruangan. Seolah-olah suara itu berasal dari balik dinding, bercampur dengan desah angin malam. Suara itu lembut, hampir seperti gumaman, namun cukup jelas untuk membuat bulu kuduknya meremang.“Arif…”Nama itu dipanggil perlahan, hampir seperti nyanyian. Arif menoleh, matanya menyapu ruangan kosong. Tidak ada apa-apa, hanya keheningan. Tapi bisikan itu kembali, kali ini lebih dekat, lebih mendesak.“Siapa di sana?!” seru Arif, suaranya menggema di dinding.Tidak ada jawaban, hanya suara ketukan halus di jendela. Dengan tangan gemetar, Arif mendekati jendela dan membuka tirai. Yang terlihat hanyalah halaman gelap, diterangi caha

    Last Updated : 2024-11-30
  • Pesugihan Kandang Bubrah   39. Jejak yang Tertinggal  

    Arif terbangun dengan rasa cemas yang semakin mendalam, meskipun fajar mulai menyinari rumah besar mereka. Kamar itu terasa lebih sunyi dari sebelumnya, meskipun Lila masih tertidur di sebelahnya, udara di sekitar Arif terasa berat.Dalam kegelapan semalam, bisikan-bisikan itu tidak lagi terasa seperti angin yang berlalu, melainkan seperti suara yang datang dari dalam dirinya, mengalir melalui tulang dan darahnya.Pagi itu, rutinitas yang semula terasa biasa kini terasa semakin membebani. Sarapan di meja terasa hambar, tanpa kata-kata yang berarti. Lila, yang masih belum mengetahui apa yang terjadi pada suaminya, menatap Arif dengan perhatian penuh, namun dia tak bisa menangkap apa yang meresahkan hati pria itu."Arif, kamu tidak bisa terus-menerus seperti ini," kata Lila lembut. “Aku tahu ada yang mengganggu pikiranmu. Apa yang terjadi?"Arif hanya menggelengkan kepala, mencoba menekan perasaan yang mulai menyeruak. "Aku hanya lelah, Lila. Hanya itu."Namun di dalam hatinya, Arif tah

    Last Updated : 2024-11-30
  • Pesugihan Kandang Bubrah    40. Kunjungan Malam yang Tak Diundang

    Malam itu terasa lebih mencekam daripada biasanya. Angin berhembus dengan suara yang lebih tajam, seperti membawa pesan yang tersembunyi di antara desahnya. Arif terjaga, tubuhnya basah oleh keringat dingin meskipun udara malam begitu sejuk.Arif tak bisa tidur, pikiran dan perasaan cemas menyelimuti setiap inci tubuhnya. Semuanya tampak lebih nyata sekarang, kekuatan yang tak bisa dijelaskan, bisikan yang semakin dekat, dan perasaan seperti ada sesuatu yang mengawasi setiap gerakannya.Lila tidur dengan damai di sampingnya, tak menyadari apa yang terjadi di dalam hati suaminya. Arif tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Sejak pertemuannya dengan Iva, dunia seakan terbalik. Dia merasa terperangkap dalam pusaran yang semakin dalam, dan tak ada jalan keluar yang jelas.Tiba-tiba, ketukan yang begitu keras mengguncang pintu rumah. Arif terlonjak, jantungnya berdetak lebih cepat. Dia ingin mengabaikannya, namun suara ketukan itu tidak berhenti. Dengan tubuh yang masih gemetar, Arif ba

    Last Updated : 2024-11-30
  • Pesugihan Kandang Bubrah    41. Pertemuan dengan Orang-Orang yang Terperangkap

    Malam itu terasa seperti sebuah ketegangan yang menunggu untuk meledak. Setelah pertemuannya dengan Mbah Mijan, Arif merasa dirinya semakin terperangkap dalam kesepakatan gelap yang tidak dapat dipahami sepenuhnya.Rasa cemasnya tumbuh menjadi sesuatu yang lebih gelap seperti bayang-bayang yang terus mengikutinya tanpa bisa dilihat, namun selalu ada.Di sebuah rumah tua di pinggir desa, Arif duduk di ruang tamu yang gelap, bersama beberapa orang yang sebelumnya tidak pernah dia kenal. Mereka adalah keluarga dan kerabat yang, seperti dirinya, terjebak dalam jaring pesugihan yang jahat.Setiap wajah di sekitar meja itu tampak lelah, dipenuhi keputusasaan yang sama seperti mereka telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga namun tak tahu bagaimana cara mendapatkannya kembali.“Arif, ini adalah pertama kalinya kita berkumpul untuk berbicara tentang jalan yang telah kita pilih,” kata seorang pria paruh baya, dengan suara serak dan mata yang tampak kosong. Pria ini, yang dikenalkan sebaga

    Last Updated : 2024-11-30
  • Pesugihan Kandang Bubrah   42. Pertemuan dengan Orang-Orang yang Terperangkap

    Malam itu, Arif duduk sendiri di ruang kerjanya, ditemani hanya oleh kilatan petir yang mengiringi hujan deras di luar. Lila sudah tertidur di kamar dan Arif merasa tak bisa lepas dari pikiran yang terus menggerogoti. Semua yang telah terjadi keputusan-keputusan yang telah dia buat seakan membawanya lebih dekat ke jurang yang tidak bisa ia hindari.Tiba-tiba, pintu ruang kerja diketuk dengan suara lembut, namun tajam, seperti ada yang menunggu di luar. Arif terlonjak dan bergegas membuka pintu. Di ambang pintu berdiri seorang wanita muda dengan ekspresi yang tidak bisa dia baca. Wajahnya pucat, dan mata hitamnya terlihat seperti menyimpan banyak rahasia."Arif Mahoni?" Suaranya bergetar, namun penuh tekad."Ya?" jawab Arif, kebingungannya mulai berubah menjadi rasa curiga.Wanita itu melangkah masuk tanpa izin, seolah-olah dia sudah terbiasa dengan tempat ini. "Saya hanya ingin bicara. Ada hal yang harus kamu ketahui."Arif merasa perasaan asing mulai merayap ke dalam dirinya. "Siapa

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pesugihan Kandang Bubrah   43. Pengorbanan Tanpa Jalan Keluar

    Malam itu, Arif duduk di ruang kerjanya, ditemani oleh lampu meja yang redup dan suara hujan yang mengguyur deras di luar. Dia merasa tenggelam dalam rasa cemas yang tak pernah mereda.Sesuatu yang gelap dan menakutkan terus menggerogoti pikirannya. Hatinya terpecah antara dua dunia yang tak pernah sejalan dunia kekayaan dan kemewahan yang dicapainya melalui pesugihan dan dunia moralitas yang terus berteriak, mengingatkan akan segala yang telah dia korbankan.Setiap kali dia memandang kekayaannya, Arif tidak bisa mengabaikan bayangan gelap yang selalu mengikuti kenyataan bahwa setiap pencapaian itu membawa serta harga yang harus dibayar. Hanya dengan ritual itu, dia bisa terus mempertahankan semua yang dia miliki. Tapi semakin dia terjerat, semakin dalam pula perasaan bersalahnya menggerogoti. Apakah semua ini sepadan?Di tengah perenungannya, pintu ruang kerja diketuk. Arif terkejut. Hanya beberapa orang yang tahu di mana dia berada saat itu. Pintu terbuka perlahan dan di ambang pint

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pesugihan Kandang Bubrah   44. Jejak Bayangan dan Jerat Tak Terlihat

    Malam itu sunyi, tetapi di kedalaman rumah Arif Mahoni, keheningan terasa seperti pisau yang memotong jiwa. Lila sudah terlelap, tidak menyadari pergolakan batin suaminya yang semakin berat. Di ruang kerja, Arif duduk diam, menatap setumpuk dokumen yang tidak pernah disentuh. Pikirannya jauh melayang, tersedot ke dalam pusaran rasa bersalah dan ketakutan.Kilatan petir dari luar jendela memperlihatkan sekilas sosok bayangan yang berdiri di sudut ruangan. Arif terlonjak, tetapi saat dia menoleh, tidak ada apa-apa. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Penglihatannya menjadi kabur sejenak, tetapi suara halus seperti bisikan mulai memenuhi ruangan, menyusup ke setiap celah kesadarannya.“Bayarnya tak bisa ditunda…” suara itu samar, tetapi menusuk ke dalam kepala Arif.Arif merasakan dadanya sesak. Ini bukan pertama kalinya hal seperti ini terjadi, tetapi intensitasnya semakin meningkat. Dia menyadari sesuatu yang lain sedang mengintai, sesuatu yang lebih dari sekadar rasa bersalah.Dal

    Last Updated : 2024-12-01

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   210. Jejak yang Terkubur  

    Pagi itu, Lila duduk diam di kursi kayu di teras rumah Ustadz Harman.Kopi di tangannya sudah dingin. Dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali menyesapnya.Pikirannya masih dipenuhi dengan kata-kata Jatinegara semalam."Ayah bilang… aku akan bertemu mereka semua… sebentar lagi."Siapa yang dia maksud?Lila mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan kegelisahan. Dia tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut.Jika pesugihan ini belum sepenuhnya hilang, maka mereka harus menghancurkannya sampai ke akar.Tak lama kemudian, Dimas dan Ustadz Harman keluar dari dalam rumah, wajah mereka sama seriusnya."Kita harus mulai menelusuri asal mula perjanjian ini," kata Ustadz Harman. "Tapi ini bukan sesuatu yang mudah."Dimas menyandarkan tubuhnya di dinding. "Apa kita sudah punya petunjuk?"Ustadz Harman mengangguk. "Aku ingat sesuatu. Dulu, Arif pernah bercerita bahwa keluarganya berasal dari sebuah des

  • Pesugihan Kandang Bubrah   209. Bayangan yang Masih Mengintai

    Sudah tiga hari sejak mereka meninggalkan Kandang Bubrah.Lila mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya sudah berakhir. Bahwa Arif telah pergi dan pesugihan itu sudah hancur.Tapi setiap kali malam tiba, perasaan aneh menyusup ke dalam dirinya.Seolah ada sesuatu yang masih mengawasi.Seolah ada mata yang terus menatap dari dalam kegelapan.***Malam itu, Lila berdiri di depan cermin di kamar tamunya di rumah Ustadz Harman.Matanya menatap pantulan dirinya sendiri, mencari sesuatu yang tidak beres.Entah sejak kapan, ia merasa… berbeda.Ada sesuatu di dalam dirinya yang mengatakan bahwa ini belum benar-benar selesai.Di atas ranjang, Jatinegara sudah tertidur pulas, wajahnya terlihat damai.Tetapi Lila tahu.Anaknya telah berubah. Bukan perubahan yang bisa dilihat orang biasa.

  • Pesugihan Kandang Bubrah   208. Luka yang Tak Terlihat

    Lila masih berlutut di tanah, tangannya erat menggenggam Jatinegara. Air matanya mengalir deras, tetapi tidak ada suara tangisan yang keluar dari bibirnya.Di depannya, tempat yang dulunya adalah Kandang Bubrah kini hanya tanah kosong, seolah-olah tidak pernah ada apa pun di sana sebelumnya.Tidak ada rumah.Tidak ada gerbang.Tidak ada jejak keberadaan makhluk-makhluk yang pernah menguasai tempat itu.Dan tidak ada Arif.Dimas berdiri di sampingnya, napasnya masih tersengal akibat berlari. Ia menoleh ke Ustadz Harman yang berdiri diam, matanya tertuju pada tempat yang baru saja mereka tinggalkan."Sudah berakhir, kan?" tanya Dimas pelan.Ustadz Harman tidak langsung menjawab. Ia menatap tanah kosong itu lama, lalu mengangguk perlahan."Ya… tapi ada harga yang harus dibayar."

  • Pesugihan Kandang Bubrah   207. Pilihan Terakhir

    Tanah di bawah kaki mereka terus bergetar, semakin keras, seolah-olah ada sesuatu yang akan muncul dari dalam kegelapan.Sosok-sosok tak bernyawa yang mengelilingi mereka mulai bergerak lebih cepat, langkah-langkah mereka tidak menimbulkan suara, tetapi udara di sekitarnya bergetar oleh keberadaan mereka.Dimas mencengkeram bahu Lila. "Kita harus keluar dari sini, sekarang!"Tapi ke mana?Di mana jalan keluar?Arif masih berdiri di tengah kegelapan, tersenyum, seolah menikmati penderitaan mereka."Kalian tidak bisa lari," katanya, suaranya terdengar tenang, tetapi menusuk seperti pisau tajam. "Tempat ini akan tetap ada… selama dia masih hidup."Mata Arif beralih ke Jatinegara.Jatinegara menggigil dalam pelukan Lila. "Ibu… aku takut…"Lila merasakan jantungnya seperti diremas.

  • Pesugihan Kandang Bubrah   206.  Kandang Jiwa yang Terkurung

    Gerbang kayu besar itu menutup dengan suara menggelegar, seolah ada sesuatu yang mengunci mereka di dalam.Lila menahan napas. Udara di dalam Kandang Bubrah lebih berat dibandingkan dengan di luar. Ada bau tanah basah bercampur anyir yang menusuk hidung, membuatnya hampir muntah.Jatinegara menggenggam tangan Lila lebih erat. Anak itu berbisik pelan, "Ibu… kita tidak sendiri di sini."Lila menoleh ke arah Jatinegara. Matanya.Mata Jatinegara berubah lagi, hitam pekat. Lila hampir menjerit. Tapi sebelum ia bisa bergerak, suara Arif kembali terdengar."Lila…" Mereka semua menoleh.Arif masih berdiri di depan mereka. Tapi kini, senyumnya lebih lebar, terlalu lebar untuk ukuran manusia."Akhirnya kau datang," bisiknya. "Aku sudah menunggumu begitu lama."Lila merasakan kakinya melemas.

  • Pesugihan Kandang Bubrah   205. Pintu ke Neraka  

    Angin dingin berembus pelan saat Lila, Dimas, Ustadz Harman, dan Jatinegara meninggalkan rumah Mbah Niah. Udara di Desa Srengege terasa semakin berat, seolah mereka baru saja membuat kesepakatan dengan sesuatu yang tidak terlihat.Di genggaman Lila, kain hitam pemberian Mbah Niah terasa dingin, seolah menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar perlindungan."Kandang Bubrah ada di mana?" tanya Dimas, suaranya terdengar serak.Mbah Niah berdiri di ambang pintu rumahnya, tatapannya tajam ke arah jalanan berkabut. "Kalian hanya perlu mengikuti jalan ini."Lila menatap jalanan setapak yang terbentang di depan mereka. Jalur itu gelap, diselimuti kabut pekat yang menggantung rendah di atas tanah."Begitu kalian melewati batas Desa Srengege," lanjut Mbah Niah, "kalian tidak akan berada di dunia ini lagi."Lila menelan ludah. "Maksudmu?"Mbah Niah

  • Pesugihan Kandang Bubrah   204. Perjanjian dengan Mbah Niah

    Wanita berkebaya hitam itu berdiri diam di tengah jalan. Rambutnya panjang, menutupi sebagian wajahnya.Namun, saat ia perlahan mengangkat kepala, sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya—bukan senyum ramah, melainkan senyum yang menyimpan sesuatu yang lebih dalam.Lila merasakan udara di sekitarnya menjadi berat. Jantungnya berdegup kencang hingga ia hampir merasa sesak.Dimas menyalakan senter dan mengarahkannya ke wanita itu, tetapi anehnya… cahaya tidak mampu menyentuh sosoknya. Seolah wanita itu berdiri di dimensi yang berbeda dari mereka."Dia siapa?" bisik Lila.Ustadz Harman tidak menjawab. Ia melangkah maju dengan tenang, matanya tajam menatap wanita itu."Mbah Niah," sapanya dengan suara datar.Wanita itu menyeringai, sedikit lebih lebar. "Sudah lama aku menunggu kalian."Su

  • Pesugihan Kandang Bubrah   203. Jembatan yang Tak Terlihat

    Lila berdiri di tepian jurang, jantungnya berdetak begitu kencang hingga hampir terasa menyakitkan.Di hadapannya, Ustadz Harman berdiri tegak di atas sesuatu yang tak kasat mata. Seolah-olah ada lantai yang menyangga tubuhnya, meskipun yang terlihat hanyalah kegelapan yang menganga lebar."Jangan ragu," kata Ustadz Harman dengan suara tenang. "Jika kau ragu, kau akan jatuh."Lila menelan ludah. Tangannya berkeringat saat menggenggam erat Jatinegara, yang berdiri diam di sampingnya.Dimas menyalakan senter dan mengarahkannya ke depan. Cahaya terang itu melayang… tanpa menyentuh apa pun. Seolah-olah tidak ada yang bisa dipijak."Ini gila," gumamnya. "Tidak ada jembatan di sini."Ustadz Harman menoleh padanya. "Tidak terlihat, bukan berarti tidak ada."Lila menarik napas dalam. Tidak ada pilihan lain.Ia menatap wajah Jatinegara yang pucat dalam cahaya remang. "Jati, kamu percaya sama Ibu?"Jatinegara mengangguk pelan.Lila menggenggam tangannya lebih erat. Lalu…Ia mengangkat kakinya d

  • Pesugihan Kandang Bubrah   202. Gerbang Menuju Kegelapan

    Langit telah sepenuhnya gelap ketika Lila, Dimas, Ustadz Harman, dan Jatinegara tiba di jalan setapak yang menuju hutan tempat Desa Srengege konon berada.Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk. Lila mengeratkan genggamannya pada tangan Jatinegara, sementara Dimas menyalakan senter untuk menerangi jalan.Ustadz Harman berjalan paling depan. Suaranya tenang, tapi tegas. "Sekali kita masuk, kita tidak bisa berbalik sebelum waktunya tiba."Lila menelan ludah. "Berarti… kita hanya bisa keluar setelah ritual selesai?"Ustadz Harman mengangguk. "Benar. Desa Srengege hanya muncul di malam Jumat Kliwon, dan akan menghilang sebelum fajar. Jika kita masih ada di dalam saat matahari terbit… kita tidak akan pernah kembali."Lila merasakan jantungnya mencelos.Dimas menoleh ke arah mereka. "Kalau begitu, kita harus cepat."Ustadz Harman melangkah ke depan, dan mereka mengikuti.Langkah pertama memasuki hutan terasa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status