Share

6. Kabur

Author: Isqa
last update Last Updated: 2023-03-31 16:07:46

“Istirahatlah,” lirihnya mengambil selimut dan menutupi tubuh Evelin.

Walau matanya bisa melihat dengan jelas undangan dari raga sang gadis, dirinya tak berniat lagi melakukannya. 

Rasa suka yang Cristhian miliki bukanlah suatu kebohongan. Jika tak menyentuh Evelin memang membuat gadis itu bahagia, maka akan ia lakukan. Dirinya tak ingin menodainya lagi tanpa izin, karena bagaimanapun sekarang sang pujaan mungkin akan mengandung anaknya. 

Tak lama kemudian, embusan angin malam tiba-tiba membangunkan gadis itu. Matanya mengerjap beberapa kali, hanya terang kamar dibantu cahaya rembulan terlihat olehnya.

“Apa yang terjadi?” gumam Evelin menatap langit-langit. Saat akan bangkit, tubuhnya tersentak menyadari tangan masih terikat.

Sekarang, justru tali pengikat erat menahannya pada dua tiang ranjang.

Dengan tubuh masih berselimut, ia coba meronta membebaskan diri. Masih tak ada hasil, raganya juga terasa lemas, berusaha mengingat kembali apa yang terjadi. Perlahan, bayangan Cristhian memberinya segelas alkohol menyeruak di kesadaran, membuat Evelin bertambah geram.

“Sudah sadar?”

Sosoknya langsung menoleh pada sumber suara. Lelaki berpakaian santai mendekat dengan sepiring makanan serta minuman di nampan. “Kurang ajar! Kakak memberiku obat bius? Pengecut!”

“Terserah apa tanggapanmu. Aku bukan orang bodoh yang akan meremehkan perempuan sepertimu.”

Cristhian mendekat dan menaruh bawaan di atas meja nakas. “Ayo makan dulu.”

“Bunuh saja aku.”

Lelaki itu terdiam sejenak. “Aku akan membantumu bangun.” 

“Cepat atau lambat mereka akan membunuhmu, begitu pula aku.” Cristhian tak mengacuhkan dan mengambil segelas air untuk disodorkan. “Lebih baik kamu membunuhku dan kabur dari sini.”

Tangan sang pemuda tertahan, pandangan tenang diarahkan ke rupa manis di depannya. Entah apa isi otaknya saat ini. “Jadi, siapa mereka yang ingin membunuhku?” Evelin tak menjawab kecuali tersenyum tipis. Cukup lama mereka seperti itu, dirinya membiarkan Cristhian memandangi, karena yang penting sekarang adalah sang pencuri hati kabur demi keselamatan. “Aku mengerti. Kamu pembunuh bayaran berwujud gadis polos? Menjijikan.”

Jantung Evelin seketika remuk olehnya. Kata-kata itu begitu menyayat hati, meneriakkan luka dengan panas membakar mata. Tatapannya lebih memilih terarah diam ke langit-langit, daripada memandang rupa sang perebut perasaan di sampingnya.

Cristhian pun menggeser tubuh, memposisikan diri di atas Evelin dengan ditopang kaki dan tangan agar tak terlalu menindihnya. Pandangannya menyusup masuk ke mata, langit-langit tak lagi tampak karena ulahnya.

“Kenapa kamu tidak mau membunuhku?” Evelin meneguk ludah kasar, tapi sorot penglihatan masih tertahan di sana. “Apa mungkin kamu menyukaiku?” lanjut Cristhian.

Sekarang, mulut gadis itu sedikit terbuka akan kaget yang menerpa. Tak disangka, suara hatinya langsung keluar dari bibir sang pemuda. Tubuhnya bergetar hebat, tak mampu berkata-kata. Kristal bening mulai membasahi pandangan, mencoba bebas mewakili perasaan.

Cristhian tersentak, jawaban yang tak ia dapatkan, terlukis di mata sosok pujaan. Spontan dirinya langsung memeluk gadis itu, sangat erat menyesakkan dada. “Maafkan aku,” lirihnya.

Sambil menggigit bibir bawah, Evelin menahan lontaran suara. Tak mengira kenyataan hatinya dibaca orang di depannya. Perasaannya campur aduk, antara senang dan takut jelas bertengkar dalam benak.

Bayangannya berharap laki-laki itu akan menerimanya. Tapi juga berlawanan dengan pemikiran orang-orang yang akan memburu mereka, karena Evelin sudah gagal dalam misinya.

“Aku mohon pergilah,” pintanya tiba-tiba.

Cristhian melepas pelukan lalu membuka tali pengikat tangan sang gadis. Begitu bebas, ia pun memegang lengannya.

“Ayo kita pergi,” ajak laki-laki itu.

“Apa maksudmu?!”

“Aku tidak tahu siapa orang yang kamu bicarakan. Tapi, jika kamu ingin aku kabur, ayo kita pergi bersama.”

“Tidak!” tolak Evelin.

“Kenapa?!”

“Aku seorang pembunuh. Gagal dalam misi berarti mati. Bahkan jika kabur, mereka akan tetap memburuku. Lebih baik selamatkan dirimu, Kak! Cepat atau lambat mereka akan sampai di sini!” 

Cristhian menjadi jengkel pada gadis keras kepala di depannya. Ia menarik lengannya dan memaksa menggendong Evelin di bahu. Walau meronta, tapi itu tak mempengaruhi sang pemuda. Karena raganya terbentuk indah dan kuat, bahkan jika tampak kurus dari rupa kaos hitam besarnya.

Mereka menuruni tangga. Cristhian segera mengunci pintu lalu menuju mobil yang terparkir. Begitu masuk ke dalam, Evelin pun merasa pusing, mungkin karena sisa obat bius serta posisi gendonglah penyebabnya.

“Apa yang kamu lakukan?!”

“Kabur sesuai katamu.”

“Jangan gila, Kak! Turunkan aku dan pergi saja!” Cristhian tak mengacuhkan lalu memilih melajukan mobil tanpa memasang seat belt. “Kak!” Evelin menarik lengan lelaki itu agar di dengarkan.

“Berhentilah keras kepala! Kamu bisa diam tidak?!”

Evelin terbungkam. Dibentak orang yang disukai cukup melukai mentalnya. Laju mobil entah diarahkan ke mana, Evelin tak tahu.

Dirinya memilih menyapu pandangan pada jalanan. Pinggiran pantai, langit malam yang indah, bulan terang di ufuk sana, semua entah menertawakan atau menyemangatinya.   

Cukup lama mereka di dalam mobil tanpa bicara, sampai akhirnya laju dihentikan begitu memasuki kediaman presiden di halaman belakang. Evelin melongo, tak percaya akan dibawa ke sana.

“Dasar gila!” teriak Evelin.

“Ayo.”

“Tidak!”

“Ingin kugendong?”

Wajah Evelin seketika murka. Memasuki kediaman presiden bermodal kaos kedodoran adalah kegilaan. Bayangan diri akan dilabeli tak terhormat langsung menyeruak ke permukaan.

“Aku tidak mau! Aku akan dikira apa jika turun seperti ini?!”

Cristhian tak mengacuhkan, keluar mobil lalu membuka pintu sebelah Evelin. “Ayo.”

“Tidak! Tidak mau! Tinggalkan aku!” tegasnya. Cristhian menghela napas kasar. Ditutupnya pintu mobil sambil menguncinya. Evelin tersentak karena ia benar-benar ditinggalkan. “Gila, kenapa dikunci?! Bagaimana aku bisa pergi? Lelaki sialan kamu kak Cris! Buaya keparat!” racaunya menggedor-gedor kasar jendela.

Bahkan ia berniat menendang kaca depan mobil jika bukan karena kedatangan Cristhian menghentikan tingkahnya.

Tampak laki-laki itu membawa sebuah long coat abu-abu dan menyerahkannya pada Evelin begitu pintu mobil dibuka. “Pakailah.”

Tanpa ragu Evelin memakainya. “Terima kasih.”

“Ayo.”

Evelin menorehkan tatapan penolakan. “Kamu masih waras? Aku ini pembunuh bayaran. Kenapa Kakak tidak kabur dan malah membawaku ke sini?”

Cristhian hanya melirik malas. “Pilihlah, kugendong seperti barang atau masuk dengan patuh?”

Gadis itu mendecih. “Baiklah.”

Langkah saling beriringan, keduanya masuk ke kediaman presiden lewat pintu belakang. Begitu indah, corak dinding timbul bertahtakan lukisan mewah dengan seni kunonya menandakan istana tua itu masih terhormat dan dipuja.

Evelin tak bisa berhenti terpana, menyusuri pijakan ke lantai tiga, di mana sebuah ruangan tujuan Cristhian Ronald berada.

Sepanjang perjalanan, hanya seorang pembantu yang berpapasan dengan mereka. Sorot mata kaget lalu memberi hormat jelas terpancar darinya.

Evelin terkesiap, begitu menyadari jam sudah menunjukkan pukul 23.57 dari angka romawi jam tua, dengan penuh ukiran di sudut ruang menghadapnya. Tanda tanya berapa jam ia tertidur akibat ulah Cristhian bangkit berharap jawaban. 

Pintu kamar yang menghentikan langkah pun terbuka, “masuklah,” ajak sang pemuda.

Cukup gelap, tapi sinar bulan lewat jendela tanpa tirai memberi sedikit penerangan. Evelin terbelalak saat menyadari Cristhian mengunci pintu. Jantungnya berdegup kencang, tapi sikap lelaki tak acuh yang sibuk mencari sesuatu mengundang penasaran.

“Kenapa kita ke sini?”

Related chapters

  • Pesona Wanita Terkutuk   7. Menangis

    “Besok aku akan mempertemukanmu dengan orang tuaku. Begitu selesai kita akan pergi keluar negeri.”“Bertemu orang tuamu?”“Ya.”Dahi mengernyit dan alis mencoba bertaut terlukis di wajah sang gadis. “Buat apa aku bertemu orang tuamu?”“Karena aku akan menikahimu.”Seketika tawa pecah di ruangan. “Ayolah Kak Cris, menikah? Aku masih muda. Dan kabarnya kamu juga sudah bertunangan. Jangan mengumbar lelucon di situasi kita bisa mati begini.”Cristhian berhenti dari aktivitas pencariannya. Melirik gadis itu dan duduk di tepi ranjang.“Jawab saja satu hal, Evelin. Apa kamu tidak bisa membunuhku karena menyukaiku?”Sejenak diam menerpa, beberapa detik kemudian Evelin bersuara. “Aku tidak menyukaimu. Kebetulan saja aku kasihan padamu dan tak jadi membunuhmu. Aku juga malas karena sangat ingin pensiun dari pekerjaan ini,” ocehnya berdrama.Cristhian tersenyum meledek. “Jawab saja ya atau tidak?” Tampang drama retak di muka, Evelin seketika menatap masam.“Tangisanmu sudah menjawabku,” laki-lak

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   8. Hanya aku

    Evelin mengedarkan pandangan. Ia jengkel sekaligus senang. Matanya tak lagi basah, tapi otaknya masih normal tak ingin terbuai ucapan Cristhian. “Dasar keras kepala!” umpatnya.“Aku menginginkanmu,” bisik Cristhian. Deru jantung Evelin memburu, seperti diberi bunga menebarkan aroma kebahagiaan.Segera ia tepis bisikan iblis nafsu, tapi Cristhian malah menantangnya. Tangan nakal merambat pelan, lembut dan menggoda. Evelin menahan sentuhan itu agar tak menjajahnya.“Aku ingin tidur,” tegasnya membalikkan tubuh.Cristhian memanyunkan bibir mendapat penolakan yang memutus hasrat. Mereka berdua akhirnya memilih tidur begitu saja.Suara burung berkicau samar terdengar di pinggir jendela. Fajar menampakkan diri, berteriak girang menggantikan malam. Suara desah menyadarkan seseorang, perlahan mengerjap mata penasaran dari mana sumbernya.Evelin tersentak, karena dialah yang bersuara. Tak terasa tangan Cristhian menyusup masuk mengganggunya, mencoba bermain menghabiskan waktu.“Kak Cris! Apa y

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   9. Calon istri

    Sekarang, mata laki-laki itu seperti termanjakan oleh lekuk tubuh indah di depannya. Walau dibalut pakaian, pandangan masih menerawang. Seakan tembus dan berkhayal kembali akan pesona seksi sang gadis pujaan. Evelin sudah selesai dengan dandanannya. Namun, mata Cristhian masih tak lepas menyapunya, terlebih saat sorotan tersangkut pada dada membusung itu.“Sangat pas dan cantik.”Evelin mengernyitkan dahi. “Pas? Kamu bisa mengatakan itu karena tidak merasakannya! Apa kamu tidak tahu kalau aku ini sedang sesak napas? Lagi pula ini pakaian siapa? Dalamannya sempit begini!” emosi tersembur di mulutnya.“Kamu tidak suka? Padahal itu aku beli dan pilih sendiri.”“Persetan dengan pilihanmu sialan! Aku mau pergi!” Evelin masih kesal. Itu sebuah kewajaran, mengingat bra yang ia pakai cukup sempit. “Apa lihat-lihat?! Kuncinya mana?!” ia menggerakkan gagang pintu kasar.Cristhian hanya tersenyum, sejujurnya ia puas melihatnya. Setelan yang dipakai Evelin luar dalam adalah pakaian baru calon ist

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   10. Ancaman Daniel

    “Tidak. Sama sekali tidak.”Pemuda itu tersenyum. Tatapannya hanya fokus ke wajah Evelin. Sekarang, jarak berdiri mereka kurang dari satu meter. “Evelin, itu namamu?”“Ya.”“Nama yang indah,” puji Daniel.“Terima kasih. Nama Kakak juga sangat indah.”Tiba-tiba Daniel menyemburkan tawa aneh. “Basa-basimu luar biasa sekali. Jadi, kapan kamu akan melakukannya?”Dahi Evelin mengernyit bingung. “Melakukan? Melakukan apa?”“Menggugurkan kandunganmu.”Spontan jantung gadis itu serasa dihujam oleh ucapan sosok di depan mata. Tapi dirinya masih mengontrol ekspresi, karena sejujurnya ia sangat penasaran kenapa keluarga Cristhian Ronald terasa aneh baginya.“Jadi, kenapa aku harus menggugurkan kandunganku?”Daniel mengedarkan pandangan. Berjalan pelan ke arah jendela, membukanya agar udara pagi masuk lembut ke dalam kamar Cristhian.“Karena adikku takkan menikahimu.”“Begitu?”“Dia sudah bertunangan. Tiga bulan lagi mereka akan menikah. Putri dari Menteri Keuangan tentu jauh lebih baik dari gadi

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   11. Waktu Perburuan

    “Cih! Berhentilah bercanda, Kak. Kamu tidak bisa sembarangan mengajakku berpergian di saat kau dan aku jadi buronan.”“Kalau begitu jawab aku. Menurutmu, apakah rekanmu yang lain akan mengejar kita?”“Tentu saja. Kalau pun belum sampai, aku yakin mereka pasti sudah di pesawat sekarang.”“Berarti mereka takkan naik kapal bukan? Baguslah, kita bisa bersembunyi sekalian.”Evelin tak bisa berkata-kata. Memang tak ada kemungkinan jika anggota organisasinya akan muncul di sini. Bisnis mereka lewat pelabuhan di kota yang berbeda. Kuasa di negara ini juga terbatas, karena kuasanya aktif di negara lain.Mengingat tasnya masih ada di kamar mandi club Cristhian, itu berarti organisasinya belum bertindak. Apalagi, mereka biasanya memberi kurun waktu tiga hari untuk menyelesaikan misi. Evelin waspada, pikirannya tetap tak karuan sampai beberapa jam berakhir sia-sia akan jawaban yang tidak kunjung ia dapatkan.Apakah ini pilihan tepat baginya? Mengikuti Cristhian sang perebut hati. Lalu bagaimana

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   12. Penyerangan Presiden

    Dan akhirnya, tepat di jarum jam menunjukkan pukul 01.40, sebuah ledakan dengan suara mengudara keras membangunkan seluruh penghuni istana presiden. Rumah tepi, ikut membubungkan api merah menyala yang bisa dilihat kediaman di luar area.Teriakan panik terdengar jelas. Presiden Jason dan istrinya terbangun waspada. Saat pria itu terburu-buru mengambil senjata di laci nakas sebuah suara mengagetkannya. Sosok di balik pintu, melirihkan kata sambil menyeringai.“Selamat malam.”Suara dua buah tembakan memekakan telinga. Kejadian yang berlangsung cepat membuat para penghuni seperti semut yang ditimpa bencana. Berlari tak tentu arah, beberapa sibuk menghubungi bantuan, entah pihak pemadam, keamanan negara, atau siapa pun yang harus hadir menurut naluri di sana.Teriakan keras tiba-tiba memecah suasana, mulai membuat yang lain panik dengan pemandangan di mata. Presiden Jason dan istrinya, tersungkur berlumuran darah di lantai dan ranjang. Cairan merah kental mengalir di area dada keduanya.

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   13. Surat misterius

    “Mm. Aku mengerti,” panggilan pun diputus Daniel. Cristhian menoleh ke kanan dan kaget menyadari keberadaan Evelin yang mungkin mendengar semuanya. Gadis itu perlahan mendekatinya.“Maafkan aku, Kak.”“Ini bukan salahmu.”“Tapi orang tuamu—”“Yang terpenting kita!” tegas Cristhian. “Lagi pula hanya Megan yang mati, jadi aku tak peduli.” Evelin terbungkam. Sapuan angin laut seakan berteriak padanya. Begitu kasar membuat rambutnya berantakan. “Maafkan aku karena membentakmu,” pemuda itu memeluknya.Tangan Evelin terkepal erat. Sungguh, keadaan ini menyesakkan batinnya. Hanya informasi selama di organisasi yang bisa ia gunakan untuk bersembunyi. Tapi, itu masih tak menutup kemungkinan kalau mereka akan tetap ditemukan.Kemampuan informasi Robert sangat mengerikan. Terlebih ada Antonio yang merupakan kunci untuk laju jaringan organisasi. Mereka punya banyak mata di mana-mana. Sosok-sosok lemah dari penguasa bawah tangan, dengan kaki terikat di bawah rangkulan Robert. Walau kuasa mereka da

    Last Updated : 2023-03-31
  • Pesona Wanita Terkutuk   14. Doa dan harapan

    “Apa ini saatnya untuk itu?”Cristhian mengangkat botol obat yang ada di tangan. Perlahan, dilepas dan jatuh di dekat mereka. “Robert? Siapa itu? Apa maksud isi suratnya? Dan apa arti MS itu?” Beberapa saat berlalu dengan mulut Evelin yang masih tertutup rapat. “Tinggalkan aku.”“Apa maksudmu?”“Aku tidak bisa bersama dengan seseorang yang tidak mempercayaiku. Lebih baik kamu kembali pada mereka,” sambil melangkah mengambil pisau buah di nakas. Diraihnya tangan kanan sang gadis, lalu menaruh senjata itu di sana agar tergenggam berdua. “Hanya ini pilihanmu,” Cristhian pun mengarahkan ke lehernya.“Kak Cris! Apa yang kau lakukan?!” Evelin meronta melepaskan genggaman mereka pada pisau tersebut.“Aku hanya mempermudah tugasmu.”Gurat emosi terlukis di wajah gadis itu. “Setelah semua yang kita lalui, kau bersikap seperti ini?”“Ya.”PLAK!Spontan tamparan melayang ke pipi Cristhian. “Brengsek kau, Kak Cris!”Cristhian hanya menyeringai. “Jadi, apa ini artinya kamu tetap ingin bersamaku?”

    Last Updated : 2023-03-31

Latest chapter

  • Pesona Wanita Terkutuk   48. Pedang Sova

    “Sova, seandainya kita mati, bagaimana?” pertanyaan sosok bersurai merah itu membuat laki-laki berambut coklat terang di depannya mengernyitkan dahi. “Kau takut?” Bharicgos terkekeh pelan. Perlahan pandangan diedarkan ke sekitar, sayup-sayup suara gagak menyusup masuk ke telinga. Semakin lama semakin terdengar keras mengiringi langkah keduanya. “Aku hanya bertanya, kenapa jawabanmu malah seperti itu?” “Kita takkan mati dengan mudah. Apa lagi kau Bharicgos, mereka hanya membuang nyawa ke hadapan kita.” Dan ringkik kuda yang terasa jelas mulai menghampiri keberadaan mereka. Tampak di halaman istana Tenebris, kehadiran beberapa prajurit berzirah merah. Semangat yang tercetak di wajah mereka, senjata beserta bendera yang dikibarkan di tangan pun menjadi tanda dimulainya pertarungan keduanya. “Begitu ya, kau benar juga. Terima kasih sudah menghiburku, Sova Aviel Ignatius.” “Sova, padahal kau bilang kita tidak akan mati. Lalu kenapa pedang iblismu ada di bocah ini?” bersamaan dengan o

  • Pesona Wanita Terkutuk   47. Hion & Bharicgos

    Hempasan angin kasar menghantam mereka. Semua disebabkan oleh senjata Haina dan juga Lucius yang beradu. Rantai berduri ataupun pedang terselubung itu tampak seimbang. "Kau Tenebris. Kenapa menyerang?" Mendengar itu Haina menyentak rantainya. Memaksa Lucius mundur beberapa langkah. Walau sosoknya terluka namun tak meruntuhkan kekuatan Haina. Selain tampang angkuh yang sekarang melekat di muka. "Bukankah sudah jelas? Tentu saja untuk membasmi kalian." Seketika mata Lucius menyipit tajam. Jawaban konyol barusan jelas bukanlah yang ia harapkan. Sementara di satu sisi, Hion sekarang sedang berhadapan dengan dua Darkas. "Hati-hati. Dia sepertinya menguasai beberapa aliran pedang." Tentu saja penjelasan Bharicgos menyentak pendengaran rekan-rekannya. "Sepertinya Ignatius memang terlahir luar biasa ya," Siez menggeleng pelan. Teringat kembali dengan sosok Lucius di seberang. Pemuda delapan belas tahun itu pun juga serupa. Dilihat dari keahlian berpedangnya bisa dipastikan ia memaka

  • Pesona Wanita Terkutuk   46. Pertemuan para Ignatius

    Sorot mata tenang sosok berambut perak itu, terus saja memandangi pemuda bersurai coklat. Bahkan setelah pertemuan para utusan delapan kerajaan berakhir dengan ketegangan, Lucius tak terlihat menyesal. Ia bahkan sempat menatap remeh pada laki-laki di depan mata. Siez Nel Armarkaz. Penolongnya yang sudah membuat mereka bisa pergi dari sana. Andai Lucius tetap gigih memprovokasi Orion, mungkin saja beberapa orang yang menganggapnya ancaman akan segera membantainya. Terlihat dari tatapan tajam ratu Virgo kepadanya. "Darkas, apa kalian berkhianat?" pertanyaan Raja Aquarius saat Siez dan pamannya maju untuk menengahi keadaan memantik sebuah kenyataan. "Berkhianat?" Siez tersenyum hangat. "Dia rekan kami. Tak peduli siapa sosoknya, sudah tugas Darkas untuk melindungi orang-orang yang bekerja sama dengannya. Bukankah begitu? Pangeran Kaizer." Tapi tak ada tanggapan dari laki-laki yang diajak bicara. Selain tatapan tajam memenuhi suasana. Tanpa kata Lucius berlalu dari sana dan diiri

  • Pesona Wanita Terkutuk   45. Tantangan Ratu Virgo

    Pertarungan antara Kaizer atau pun Eran Lybria dengan para pengganggu memang telah selesai. Tapi tidak dengan Fabina, pedang di tangan pun diarahkan pada leher Lucius yang sudah tak lagi menyerangnya. "Hei! Apa yang kau lakukan?" Dusk Teriel masih bingung dengan mereka. "Musuh memang sudah tak ada. Tapi kita tak bisa menutup kemungkinan akan Tenebris yang tersisa." Orang-orang di sana pun kembali terhenyak. Dan menatap tak percaya pada sosok yang berbicara. "Ada bukti?" Lucius menyeringai. "Tutup mulutmu, hanya karena matamu sekarang tidak merah lagi bukan berarti kau bisa menipuku. Kau sendiri bukan yang mengatakan akan perperangan itu." Dan tak disangka, sebuah hempasan kasar pun menghantam Fabina. Tubuhnya langsung menghantam tanah akibat ulah perempuan yang menatap murka. "Yang Mulia!" Agrios syok melihatnya. Karena bagaimanapun juga dirinya jelas tak mengira kalau sang ratu akan menyerang kerajaan rekan mereka. "Fabina!" Kaizer pun menghampirinya. "Kau baik-baik saja?!"

  • Pesona Wanita Terkutuk   44. Dua iblis Tenebris

    Kehadiran pria itu sontak membuat para utusan Libra murka. Tanpa ragu Tarbias dan juga Eran menarik pedang mereka. Berbeda dengan seseorang yang hanya bersikap waspada pada pembantai kerajaannya. Prizia D'Librias. Sosoknya justru tak terlihat marah. "Siapa kau?!" Dusk Teriel jelas terkejut melihat respons para utusan Libra. "Tel Avir Ignatius. Jadi, apa kalian juga ingin bertarung denganku?" Ignatius.Nama belakang itu menyentak Lucius. Ia menatap tak percaya pada laki-laki yang bisa dipastikan berasal dari kerajaannya. Namun rupa asing Tel Avir membuatnya waspada. Karena bagaimana pun tak semua Ignatius sejalan dengan prinsip Tenebris. Apa lagi orang asing di depan mata tak pernah tampak di kerajaan semasa hidupnya. "Berani-beraninya keparat sepertimu muncul di sini!" suara senjata yang beradu pun melukiskan suasana. Pedang sang komandan Eran Lybria, dan juga pisau panjang tamu tak diundang itu saling bertemu dengan percikan di mata bilah keduanya. Seolah tak peduli lagi pada

  • Pesona Wanita Terkutuk   43. Tenebris Pengganggu

    Kalimat laki-laki itu pun memaksa beberapa orang memasang muka masam. Hanya seseorang yang menyeringai, siapa lagi kalau bukan Siez Nel Armarkaz. Sosoknya yang berpakaian serba hitam itu memang mampu membuat Orion menatap murka. Dan akhirnya Kaizer hanya bisa mengepal erat kedua tangannya. Sorot mata yang tak lepas dari dua utusan Darkas menandakan kalau dirinya masih tak terima. Tapi senggolan pelan yang dilayangkan Fabina menyadarkan sang pangeran. "Tenanglah, kita akan berurusan dengan mereka nanti." Kaizer terpaksa membuang muka. Pertanda kalau dirinya setuju akhirnya. "Jadi, apa yang ingin di bahas pada pertemuan ini?" Aqua D'Rius Argova bersuara. Raja kerajaan Aquarius itu menatap lekat utusan salah satu kerajaan yang memicu kehadirannya di sana. Dan orang-orang yang duduk di meja itu ikut menatap sumber pandangan. Tiga utusan dari kerajaan Libra pun dilirik bergantian. Sampai akhirnya salah seorang yang memiliki surai pirang dan bermata hazel menghela napas pelan. "Juj

  • Pesona Wanita Terkutuk   42. Delapan kerajaan

    Rambut pirang sepinggang itu bergerak indah saat disapu angin. Mata ambernya, sosok tenang nan berwibawa, dialah Ratu Ariena Vergiva yang baru saja turun dari kereta kuda. Kerajaan Aries. Dialah pemimpinnya sekaligus utusan yang hadir di sana. Di sisi wanita itu turut hadir seorang pemuda yang tampak pemalu. Surai blonde dengan mata emerald nan sesekali melirik sekitarnya. Walau dirinya lebih banyak menunduk di samping sang ratu. Dusk Teriel. Komandan utama kerajaan Aries itu sesekali melempar senyum pada sosok yang ditemuinya. Pria 40 tahun dengan rambut, netra, dan juga kulit serba coklat. Walau begitu ia cukup menawan, apa lagi fisik kokoh miliknya, akan sangat menyenangkan bagi para pemuja untuk bersandar di dadanya. "Selamat datang di tanah Hades, Yang Mulia Ratu, suatu kehormatan bagi keluarga kami bisa menyambut anda di sini," begitulah sambutan dari kepala keluarga Hadesia. "Terima kasih, Tuan. Seharusnya aku yang berterima kasih karena kalian sudah memberikan izin bagi

  • Pesona Wanita Terkutuk   41. Wanita Penggoda

    Haina Ver Ignatius. 23 tahun, sosok yang memiliki tato di bahu kanan dan juga paha itu menggerutu pelan. Memakai pakaiannya yang cukup menggoda. Belahan dada yang terpamer nyata, atau keindahan pahanya menjadi sensasi tersendiri untuk cuci mata. Hanya saja ada satu orang yang selalu mengganggap badannya tak lebih dari sekadar buah busuk di dekatnya. Siapa lagi kalau bukan sang kembaran, Hion Ver Ignatius. Entah kenapa dia selalu menatap dingin pada wanita. Terkadang tatapan muak seakan ingin mengenyahkan mereka dari pandangan juga ikut tampil di mukanya. Satu hal yang menjadi keuntungan bagi Haina agar tak ditendang dari sisinya, cuma ikatan darah sebagai saudara kembar. "Hion, aku masih belum mandi," lirihnya manja. Tapi sosok itu mengabaikan, langkahnya terus menapaki jalanan ke arah hutan. Membuat sang kembaran menyorot sinis dirinya. "Lihat saja, suatu saat aku pasti akan membunuhmu." "Jika kau benar-benar leluhur pertama, kenapa kau tidak mati?" pertanyaan yang dilontark

  • Pesona Wanita Terkutuk   40. Logos

    "Kau-" ucap Lucia akhirnya. Bahkan pelukan dilepas secara tergesa-gesa. "Siapa kau?! Berani-beraninya kau bersikap kurang ajar padaku!" Sosok itu tertawa remeh. Pandangannya menyapu Lucia, seakan ada yang salah dengan penampilannya. "Bukankah kita sudah bertemu? Di istana agung Tenebris." Gadis itu terkesiap. Pikirannya melalang buana pada ingatan sebelumnya. Anehnya ia mendadak lupa. Dan begitu tangan kokoh sang lelaki menyentuh pipinya, dirinya tersadar seketika. Akan pertemuan yang dimaksudkan. "K-kau-" "Bharicgos Vez Ignatius. Leluhurmu, sayang." Lucia pun memandang jijik padanya. Tak habis pikir dengan sifat orang di depan mata. "Kenapa kau bisa ada di sini?" "Memangnya kenapa?" "Bukankah kau-" kalimat tak lagi dilanjutkan. Ia menengadah karena gemuruh di atas sana kembali berteriak. Menyampaikan insting yang berbahaya akan suasana sekitarnya. Tiba-tiba Bharicgos menunjuk keningnya. "Trucar en absència (memanggil dalam ketiadaan)" selesai mengatakan itu, penutup mata Lu

DMCA.com Protection Status