“Sayang, kau dari mana saja?” tanya Leon di suatu pagi saat mendapati Olivia yang tiba-tiba berada di atas kasur bersamanya. Ia tidak menyadari kapan Olivia tidur di sampingnya semalam.
“Aku datang tadi malam. Tidak tega mau membangunkanmu!” ucap Olivia sambil mengusap matanya yang berair karna rasa kantuk yang masih menyelimutinya.
“Kau tidak marah lagi padaku?”
“Tentu saja aku masih marah! Kau malah membuat kesalahan lain yang membuatku kesal sayang!” jawab Jessica sambil lalu berbalik membelakangi suaminya “Kau mengambil uang perusahaan atas namaku. Dan kau dengan lancang memberikannya pada Jessica!” suaranya terdengar lirih namun sangat jelas di telinga Leon. Tampak sekali bahwa istrinya kali ini sedang merajuk.
“Aku memberikan uang itu, karna untuk mengganti rugi semua barang-barang rumahnya yang rusak akibat ulah orang-orang suruhan Jack!” Leon berusaha menjelaskan keadaan yang terjadi sebenarnya. “Sayangnya kau malah menghilang entah kemana dan tak bisa kuhubungi beberapa hari.”
“Kau bohong! Kau masih mencintainya kan?”
“Percayalah baby, hanya kau yang ada di hatiku!” ucap Leon sambil berusaha meraih telapak tangan Olivia lalu menciumnya. “Apa kau tidak merindukanku?”
Diperlakukan seperti itu, Olivia yang sebenarnya kembali dari pelariannya hanya karena memang merindukan Leon. Tentu saja hatinya luluh dan kemarahan yang menyelimutinya perlahan mulai runtuh. Namun bukan berarti ia langsung percaya pada perkataan Leon.
“Aku rindu. Tapi, aku tidak mau berbaikan denganmu sebelum kau benar-benar membuktikan padaku bahwa kau tak ada hubungan lagi dengan dia!”
Mendengar perkataan Olivia Leon langsung memeluk Olivia dari belakang. Ia pun berbisik di telinga istrinya. “Kau membuatku tersiksa selama beberapa hari ini sayang. Bisakah kita berdamai saja? Aku merindukanmu setengah mati.” Ucap Leon terdengar sangat tulus.
Olivia yang semakin luluh, akhirnya membalikkan badannya dan seketika memeluk Leon erat. “Jangan membuatku cemburu lagi Baby!” ucapnya sambil memejamkan matanya dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Leon.
Leon semakin yakin bahwa sebenarnya Olivia sudah tidak begitu marah padanya. Ia pun memulai aksinya mencium lembut bibir istrinya.
Olivia tidak menolak ciuman itu. Justru sebaliknya ia juga membalas pagutan bibir Leon yang sudah beberapa hari ini ia rindukan dan dambakan. Kemarahannya benar-benar sudah lenyap tak berbekas.
Mereka melebur menjadi satu. Melepas kerinduan yang beberapa hari ini menyelimuti perasaan mereka sendiri. Saling mencumbu satu sama lain.
# #
“Tuan! Nona Olivia sudah kembali.” Ucap nyonya Betris. Pelayan senior di rumah keluarga Charleston.
“Kapan?” tanya Jack lembut. Selama ini ia memperlakukan nyonya betris seperti kerabatnya sendiri. Nyonya betris melayani keluarga charleston sejak Jack menginjakkan kakinya pertama kali di rumah itu.
“Tadi malam tuan.” Jawab nyonya Betris sambil menyiapkan sarapan di meja makan.
“Apakah dad dan mom tau hal ini?” jack khawatir jika mereka akan memerahi Olivia tanpa sepengetahuan dirinya tadi malam.
“Sepertinya belum tuan.”
“Baguslah!” jack menghela nafas lega.
“Apa kau mendengar kabar tentang adikmu Jack?” tiba-tiba suara nyonya viviana memecah keheningan pagi di ruang makan. Ia beberapa hari ini mengkhawatirkan Olivia dan selalu memerintah Jack untuk mencari adik kesayangannya itu.
Nyonya Viviana datang dari arah tangga beriringan dengan tuan Diego Charleston.
Melihat ibu dan ayahnya datang Jack langsung diam dan tidak lagi melanjutkan percakapannya dengan nyonya Betris.
“Pagi mom, dad!” Sapa Jack berusaha menghangatkan suasana dengan sapaan rutinnya.
“Pagi sayang!” jawab Viviana lembut seraya mencoba menggeser kursi agar bisa diduduki oleh tuan Diego Charleston. Setelah melayani suaminya dia pun segera duduk di samping kursi yang di duduki Jack.
“Mom, lingkaran matamu hitam sekali! Apa kau tidak tidur semalaman?” tanya Jack khawatir setelah beberapa menit yang lalu memperhatikan Viviana.
“Dia bahkan sudah tidak tidur beberapa malam ini, Jack!” ujar Tuan Diego menjawab kekhawatiran Jack.
Mendengar hal itu Jack langsung menoleh lagi ke arah ibunya duduk. Ia menatap nyonya Viviana dengan tatapan prihatin.
“Bagaimana aku bisa tidur nyenyak, jika adikmu tidak diketahui keberadaannya!” jawab Viviana sambil mengangkat kedua bahunya.
“Mom, kau harus tetap menjaga kesehatanmu!” ujar Jack seraya memegang telapak tangan Viviana yang hangat. Kehangatan itu yang selalu membuat Jack terasa nyaman sejak kecil. Entah kenapa telapak tangan Viviana memang selalu hangat meski pada musim dingin. “Olivia sudah datang tadi malam.” Lanjut Jack berusaha menghilangkan kekhawatiran dari raut wajah ibunya.
Mendengar ucapan Jack, viviana terbelalak kaget. Ia benar-benar tidak menyangka akan mendapat kabar sebaik itu pagi ini. “Benarkah Nak?” tanyanya seolah meminta penegasan lagi.
“Iya mom, dia ada di kamarnya. Mungkin masih tidur.”
“Apa ku bilang. Dia itu sudah dewasa! Jangan terlalu khawatir berlebihan. Dia sudah tau jalan pulang!” Diego menimpali percakapan antara Jack dan istrinya.
“Aku tau dia memang tau jalan pulang. Tapi, kau tau sendiri dia pergi dalam keadaan hati yang labil. Aku takut dia berbuat nekat!” ucap Viviana menjelaskan alasan dari kekhawatirannya selama beberapa hati terakhir.
“Harusnya ketika ada masalah dengan suaminya. Dia menyelesaikan secara baik-baik. Bukan malah main kabur seperti itu.” Ucap Diego seperti menyesali hal yang terjadi pada Olivia.
“Itu karna kau terlalu memanjakannya sayang! Terlebih lagi dia menikahi orang yang salah!”
Viviana memang tidak pernah menyetujui penikahan Olivia dan Leon. Hanya saja Olivia sudah terlanjur cinta mati. Bahkan Olivia juga sempat lari bersama Leon dulu ketika hubungan mereka masih ditentang oleh ayah dan ibunya. Aksi nekat Olivialah yang membuat Diego maupun Viviana terpaksa menyetujui pernikahan mereka.
Alasan utama tentunya karna Leon adalah seorang yatim piatu yang tidak jelas asal usul keluarganya. Mereka sangat memikirkan latar belakang keluarga maupun pendidikan Leon.
Leon yang sejak kecil tumbuh di panti asuhan tentu memang bukanlah orang yang cocok jika bersanding dengan Olivia. Putri satu-satunya keluarga Charleston yang amat dicintai sejak kecil. Selalu diberikan semua hal yang terbaik yang ada di dunia. Termasuk pendidikan maupun fasilitas keseharian.
Sedangkan Jack sendiri merupakan anak dari saudara perempuan Viviana yang meninggal sejak Jack berusia sepuluh tahun. Setelah kedua orang tuanya meninggal. Jack diadopsi dan diperlakukan layaknya anak kandung oleh mereka. Apalagi Viviana maupun Diego sangat menginginkan kehadiran anak laki-laki di dalam rumah tangganya. Begitupun Olivia yang sangat senang bahwa ia telah mendapatkan kakak laki-laki yang memang ia impikan. Wajar jika Olivia sangat manja dan Jack juga sangat memanjakannya.
“Sudahlah mom, dad, jangan saling menyalahkan. Tidak ada yang salah dari kalian berdua. Hanya saja aku yang Lalai. Setelah dia menikah, aku kurang memperhatikannya.” Jack menghela nafas dalam. “nanti biar aku saja yang berbicara padanya. Kumohon kalian tidak usah memarahinya. Aku khawatir dia malah kabur lagi.”
“Baiklah sayang, kupercayakan Olivia padamu. Sejak kecil setidaknya kaulah satu-satunya orang yang akan dia dengarkan. Meski entah jika itu menyangkut masalah Leon.” Ujar Viviana sedikit berat hati. Tidak yakin apakah kali ini Olivia akan mendengarkan kakaknya.
Jack mengangguk mantap. Tiba-tiba ia ingat pada Leon dan Jessica. Entah apa yang benar-benar terjadi diantara keduanya. Ia hanya memiliki bukti foto dimana Leon menginap di rumah Jessica dan juga pemberian uang yang dilakukan Leon kepada Jessica.
Ia juga teringat dengan penjelasan Robert yang mendapatkan informasi dari orang yang salah. Jack semakin penasaran dengan kejelasan hubungan antara Jack dan Leon. Ia masih ingin menyelidiki lagi masalah itu.
Memikirkan Jessica ia juga teringat Tingkah laku Jessica yang selalu di luar dugaannya. Ia tipe.wanita yang tidak.mudah ditindas. Namun bukan Jack namanya Jika ia tidak.bisa membuat Jessica menderita. Bayangan tentang kelakuan Jessica saat menghimpit Jack dengan kedua pahanya mulai berkelebat mengganggu konsentrasi Jack. Ia sedikit berdebar mengingat kejadian itu.
Segera ia alihkan pikirannya yang saat ini sedikit didominasi oleh bayangan Jessica. Ia kesal dengan dirinya sendiri. Nafsu makannya tiba-tiba sedikit hilang. Pikirannya seolah mendorongnya untuk segera melakukan hal yang lebih buruk lagi pada Jessica.
##
“Sayang, kau benar-benar sudah tidak marah lagi padaku kan?” tanya Leon sambil melingkarkan tangannya di pinggang Olivia. Ia memeluk istrinya yang sedang mengeringkan rambutnya dari belakang.
Di peluk seperti itu Olivia mematikan hair dryer yang ia pegang. Lalu berbalik menatap Leon.
“Kenapa kau memilih untuk mendatangi Jessica saat kau sedang bermasalah denganku?” tanya Olivia pada Leon.
“Hanya dia satu-satunya teman yang kupunya saat ini.”
“Aku tidak suka! Aku tau hubungan kalian dulu lebih dari sekedar teman. Dia menyukaimu Leon!” Olivia melepaskan paksa pelukan Leon dan memilih duduk di atas kasur.
Dengan sigap Leon menghampirinya dan memilih berlutut di hadapannya.
“Percayalah, bahwa aku tak memiliki perasaan seperti itu padanya.” Leon menatap dalam pada Olivia. Sorot matanya menandakan ketulusan dalam setiap perkataannya.
Olivia semakin luluh dan sudah yakin bahwa tidak apa-apa antara mereka. Dia menyadari bahwa dialah yang terlalu impulsif dan berpikiran sempit. Selama beberapa bulan sejak menikah. Ia bahkan tidak pernah mendapati Leon menghubungi Jessica sama sekali. Ia tau itu, karena sering menyadap handphone suaminya. Dia yang terlalu pencemburu dan tidak dewasa dalam menyikapi masalah yang terjadi diantara Ia dan suaminya.
“Sayang, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Leon sambil terus menatap Olivia seraya memegang kedua telapak tangannya. Berusaha memberikan suasana ternyaman hingga Olivia tidak menanggapi setiap perkataannya dengan emosi. Olivia mengangguk tanda setuju. Melihat hal itu Leon melanjutkan perkataannya. “Apakah kau yang memberi tau kak Jack tentang Jessica?”
“Maksudmu?” Olivia tak mengerti kemana arah pembicaraan Leon.
“Malam itu. Jack tau darimana aku menginap di rumah Jessica?”
“Oh, itu. Sepertinya anak buahnya sendiri yang menemukanmu menginap disana!” ucap Olivia berusaha mengelak. Padahal ia tau, bahwa dirinya sendiri yang memberitahu Jack. Bahkan ia juga yang memberikan bukti berupa foto yang memperlihatkan Leon sedang di bawa masuk ke rumah Jessica.
Olivia sendiri mengetahui hal itu dari salah temannya yang kebetulan malam itu sedang berada di klub malam tempat Leon menghabiskan waktunya dengan beberapa gadis penggoda. Teman Olivia juga membuntuti Leon hingga ke rumah Jessica. Temannya juga yang mengirimkan foto itu pada Olivia.
Malam itu Olivia sangat marah dan kesal. Rasa cemburu yang membakar dirinya melihat Leon bertemu dengan Jessica membuatnya melaporkan perbuatan Leon pada Jack kakaknya. Tentu saja dengan tujuan menghentikan aksi Leon menemui Jessica lagi. Olivia sendiri memilih kabur demi menghindari hal-hal yang nantinya merugikan dirinya sendiri.
“Percayalah Olive, malam itu tidak terjadi apa-apa antara aku dan Jessi.” Ucap Leon berusaha meyakinkan. “Percayalah pada cintaku. Apalagi Jessi adalah gadis baik-baik. Ia tak mungkin melakukan hal sebodoh itu denganku.” Leon berdiri dan memegang kedua bahu Olivia. Menariknya dalam pelukan erat nan hangat.
Sebenarnya Olivia sudah percaya akan semua perkataan Leon. Namun ia masih belum puas jika belum melihat Jessica menderita. Ia sangat membencinya. Benci karena tau bahwa Jessica dulu sangat mencintai Leon. Benci karena sebenarnya Leon juga pernah menyukainya. Ia tak.mau Jessica jadi penghalang dalam rumah tangganya.
Ia tak akan memberitahukan Jack tentang kenyataan yang sebenarnya ia ketahui. Ia ingin Jack membuat perhitungan dulu terhadap Jessica. Apalagi setelah kejadian ini ia yakin Leon tak akan menghubungi Jessica lagi. Dengan begitu rencananya menyakiti Jessica melalui Jack akan berjalan mulus.
Siang itu Olivia mendatangi Charleston tower. Ia ingin menemui Jack dan menyapanya setelah sekian lama menghilang tanpa kabar. Ia mengintip dari luar sebelum mendatangi Jack ke ruangannya. Ingin memastikan bahwa kakaknya memang sedang berada di dalam ruangan besar itu. Jack saat itu terlihat sedikit sibuk dan penuh konsentrasi memandangi laptopnya.
“Surprisse!” teriak Olivia dari arah pintu dan menuju ke meja kerja Jack.
Mendengar teriakan adiknya Jack seketika menoleh dan terkesiap. Ia terkejut mendapati Olivia berada di kantor siang ini.
“Kau hampir saja membuat jantungku copot!” ucap Jack sambil memegang dadanya.
“Maaf! Apakah aku mengganggu pekerjaanmu kak?” tanya Olivia sedikit serius.
“Tidak terlalu. Tunggu beberapa menit lagi aku selesai. Setelah itu kita bisa makan siang bersama.”
“Baiklah aku tunggu disini saja!” ujar Olivia sambil duduk di kursi tamu yang ada di ruang kerja Jack.
“Oh, ya! Kau kemana saja selama ini? Sudah puas jalan-jalannya?” tanya Jack seraya tetap serius mengetik pekerjaannya.
“Aku tidak akan memberi tahumu tempat rahasiaku kak!”
Jack tertegun dan menghentikan ketikannya seketika. Ia berjalan menuju Olivia.
“Kau! Seharusnya aku menghukummu saja!”
“Menghukumku? Memangnya aku masih Olivia yang masih berumur sepuluh tahun!” seru Olivia seraya tertawa.
“Aku akan meminta perusahaan memblokir semua nomer rekeningmu!” seru Jack setengah mengancam.
“Ayolah kak! Kau tidak akan setega itu kan kepadaku?” tanya Olivia dengan nada sedikit memelas.
“Aku lebih tidak tega melihat Mom mengkhawatirkanmu setiap saat.” Jawab Jack mantap. “Oh ya! mana oleh-olehmu untukku?”
“Kau pikir aku pergi liburan? Aku hanya pergi untuk menenangkan diri! Mana sempat memikirkan oleh-oleh.” Jawab Olivia dengan logat manjanya. “Lagipula kau sudah memiliki segalanya. Aku tidak tau apa yang kau butuhkan saat ini. Kecuali_” Olivia tiba-tiba menghentikan celotehannya. Seakan ingin membuat Jack penasaran dengan kelanjutan ucapannya.
“Kecuali apa?” tanya Jack sambil menatap tajam ke arah Olivia.
“Kecuali seorang wanita tentunya. Seorang pacar yang mampu mengusir rasa kesepian dalam hatimu itu.” Ucap Olivia seraya menunjuk ke arah dada Jack.
“Ku pikir apa. Sudah, sudah. Aku selesaikan dulu pekerjaanku.” Jack melangkah pergi ke arah dimana laptopnya berada. Selanjutnya ia bekerja tanpa suara.
“Jack!” Seru Olivia sambil meneteskan air mata.
“Ada apa lagi?” tanya Jack seraya menoleh ke arah Olivia. Melihat Olivia berurai air mata. Jack segera bangkit dati temoat duduknya. “Kau kenapa?” tanyanya dengan perasaan khawatirnya.
Olivia segera berhambur ke pelukannya. Seolah ingin menumpahkan segala keluh kesahnya. Namun sengaja ia tahan untuk membuat Jack kesal dan penasaran.
“Oliv! Ceritakanlah! Ada apa lagi ini?”
“Leon, dia selalu membohongiku.” Ucapnya seraya terisak di dalam dekapan kakaknya. “Tadi kami bertengkar lagi. Dia lebih membela wanita itu. Dia menuduhku mengadu tentang apa yang ia lakukan.” Ujar Olivia penuh sandiwara.
“Kurang ajar! Dasar laki-laki bajingan!” seru Jack seraya mengepalkan tinjunya. Pertanda ia saat ini sedang menahan amarahnya.”Aku akan menghajarnya nanti!”
“Jangan Jack! Jangan lakukan itu! Itu bukan sepenuhnya salah Leon. Wanita itu yang terlebuh dahulu menggoda suamiku.” Lagi-lagi Olivia berdusta demi memenuhi keinginannya.
“Jika aku tidak memberinya pelajaran, maka aku tidak akan tenang!” jack mengucapkan kalimat itu dengan penuh emosi yang tertahan di dadanya.
“Leon mencintaiku! Tapi wanita itu yang telah keterlaluan. Aku ingin kau menyingkirkannya jack!”
“Maksud kamu?” tanya Jack tak mengerti.
“Kirimlah dia keluar negeri! Supaya dia tidak memilki kesempatan mendekati Leon lagi!”
Jack menatap Jessica yang masih berurai air mata. Ia menjadi tidak tega melihat adiknya tersakiti sedalam itu.
“Baiklah! Aku tidak akan membiarkan wanita itu menginjakkan kakinya di tanah yang sama dengan Leon.” Ucap Jack mantap seraya tetap memeluk Olivia. Hal itu ia lakukan untuk menenangkan perasaan adiknya.
Di dalam hati Olivia tertawa puas dan bangga pada aktingnya yang nyaris sempurna.
.
Jessica sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan pernah menyerah oleh keadaan. Benar saja, setelah beberapa hari mencoba kesana kemari dengan menggunakan berbagai cara Jessica yang masih saja tidak diterima di perusahaan manapun, akhirnya memutuskan untuk menyudahi pencariannya. Ia bertekad memulai kembali hidupnya dengan mengganti tujuannya. Ia mulai memikirkan tentang cara bagaimana ia bisa menghasilkan uang tanpa bekerja di sebuah perusahaan. Jalan satu-satunya saat ini tentu saja hanya dengan mulai berbisnis.Mungkin ia akan mulai menyewa sebuah toko yang entah akan berjualan apa di dalamnya. Di waktu kecil ia pernah berkeinginan memiliki sebuah kafe. Karena memang sejak kecil Ia memiliki hobi memasak. Seringkali ia menirukan berbagai tutorial masak di internet. Ia juga pandai memodifikasi sebuah resep masakan menjadi makanan yang lebih istimewa dari aslinya. Namun, itu hanyalah hobi yang tak pernah menjadi mimpi besarnya.
Pagi itu Elsa sedikit heran dengan tingkah Jessica yang lebih ceria dari hari-hari sebelumnya. Padahal sebelumnya ia seringkali murung jika mengingat Leon ataupun keluarga Charleston.“Hei, kau! Ceritakan padaku apa yang sebenarnya kau lakukan tanpaku kemaren?” tanya Elsa saat melihat Jessica menyanyi-nyanyi kecil sambil menggoreng sesuatu di kompor.“Aku berhasil membuat mobil tuan Jack Charleston berantakan.” Jawab Jessica seraya masih fokus memegang sutil penggorengan.“Apa?” mendengar hal itu, Elsa terbelalak kaget. “Kau apakan mobilnya?” tanya Elsa menghampiri Jessica.“Ku tulisi beberapa kata-kata aneh menggunakan gunting.” Jawab Jessica enteng. Seakan tanpa beban dan rasa bersalah. Meski sebelumnya ia sempat gugup khawatir akan ketahuan. Namun, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa aksinya kemaren itu tidak akan ketahuan. Ia melakukannya dengan penuh kehati-hatian. Menghindari sudut-s
Jam menunjukkan pukul sembilan belas lewat empat puluh lima menit. Jessica dan Elsa tiba di kafe String lebih awal. Tempat itu merupakan kafe kedua yang dikelola Mark. Sesuai janji yang sudah disepakati sebelumnya. Mereka akan menemui Mark West malam ini. Meski sebenarnya mereka malu untuk bertemu Mark. Namun, bukan berarti harus lari dari tanggung jawab. Mereka harus menjelaskan pada Mark, bahwa rencana Jessica untuk membuat sebuah kafe harus diundur. Hal ini terkait dengan biaya yang harus dipakai untuk mengganti rugi biaya perbaikan mobil Jack Charleston. Baik Jessica maupun Elsa sudah sepakat memutuskan untuk menggantinya dengan tabungan yang mereka simpan selama ini. Kafe String terlihat sangat ramai malam itu. Mark datang sedikit terlambat. “Bagaimana? Siap untuk menjelajahi beberapa tempat denganku malam ini?” tanya Mark langsung ketika datang dan duduk di hadapan Jessica. Ditanya begitu Jessica hanya diam tanpa memberi respon sedikitpun. Sebaliknya ia
“Pak Lukas! Kapan saya bisa bertemu tuan Charleston untuk menyelesaikan masalah mobil?” Sebuah pesan masuk pada ponsel Lukas. Ia sengaja meninggalkan nomer handphone pribadinya di struk tagihan yang ia berikan pada Jessica kemarin. Setelah membaca pesan dari Jessica, Lukas segera pergi melapor pada Tuan Jack. “Tuan! Nona simpson menghubungi saya barusan.” Ucap Lukas pada Jack yang saat itu sibuk membaca beberapa dokumen penting. Lukas langsung membacakan pesan itu pada Jack. “Biilang padanya untuk kesini mengantarkannya sendiri lusa.” Ucap Jack penuh ketegasan dalam nada bicaranya. “Baik tuan!” Lukas dengan sigap menjawab. Jack penasaran. Apakah Jessica akan memiliki uang sebanyak itu? Darimana ia mendapatkannya? Jika dipikir-pikir menurut Jack. Kalau benar Jessica selama ini sering menggoda Leon. Tidak menutup kemungkinan ia akan dengan mudah mencari laki-laki hidung belang lain yang bisa ia goda. Melihat wajah Jessica yang sangat can
“Katakan padaku dimana ruangan CEO?” tanyanya menggertak.“Maaf nona! Bos tidak bisa bertemu dengan anda saat ini. Dia sedang keluar!” Clara bangkit mencoba mencegah Jessica.“Kau hohong!” Jessica langsung menuju ruangan yang ada di paling ujung. Setelah ia sampai disana. Ia membaca Papan nama yang terpampang di pintu masuknya. Tertulis bahwa itu adalah ruangan CEO. Namun sebelum ia membuka pintu itu. Clara tiba-tiba menarik tangannya.“Jangan kurang ajar Nona! Ini bukan tempat bermain untukmu! Ada aturannya jika kau ingin memasuki ruangan ini!” bentak Clara merasa kesal.“Aku sudah memberi kabar pada bosmu bahwa aku akan datang hari ini. Lagi pula dia sendiri yang memintaku datang hari ini. Kenapa sekarang malah seakan menghindariku?” Jessica juga berteriak tak mau kalah.“Sebaiknya kau pergi dari sini sebelum bos marah dan mengusirmu dengan kasar!”“Siapa kau mel
“Kau mengancamku dengan memakai rekaman kamera pengawas itu. Rekaman yang menunjukkan aksiku saat dengan sengaja melukai mobilmu. Tapi kau lupa satu hal tuan, kau juga melakukan penghancuran terhadap rumahku dan beberapa propertiku!”Tanpa disangka, Jessica justru menggunakan senjata itu untuk menghindari tuntutannya.“Kau jangan meremehkanku! Aku juga punya rekaman beberapa orang suruhanmu yang sedang mendobrak masuk rumahku dan menghancurkan barang-barang di dalamnya.” Lanjut Jessica setengah mengancam.Bukannya khawatir terhadap ancaman balik dari Jessica. Justru sebaliknya Jack tersenyum mendengar hal itu. Menurutnya itu lucu dan konyol.Melihat reaksi Jack yang seperti itu. Jessica tidak terima dan sedikit emosional.“Apa kau menertawakan rumahku? Kau pikir seluruh properti di dalamnya tidak bernilai? aku bahkan hampir menghabiskan seluruh tabunganku saat memperbaikinya. Bahkan ada beberapa barang yang terpaksa ha
“Apa?” Jessica terkejut dengan persyaratan yang diajukan oleh Jack. Ia hanya bisa melongo dan tiba-tiba otaknya blank. Tak tau harus berkata apa.“Itu bukan permintaan tapi perintah dariku. Jika kau setuju, besok kau sudah harus mulai bekerja. Jika kau tidak setuju. Maka,..” Jack menjeda ucapannya sejenak. Sengaja ingin membuat Jessica penasaran.“Maka apa tuan?” tanya Jessica menuntut jawaban.“Maka hutangmu yang separuh akan berbunga dua kali lipat setiap bulannya.” Ucap Jack dengan senyuman kemenangan di bibirnya.“What?”“Oh ya, satu hal yang perlu kau ketahui. Aku sama sekali tidak gentar dengan ancamanmu! Jadi percuma saja kau mencari cara agar aku bisa membebaskan hutangmu. Sekarang, kau tak perlu banyak bernegoisasi denganku. Cukup ikuti saja perintahku nona!” ucap Jack sambil merapikan dasinya puas. “Kupikir, ini sudah saatnya aku makan siang. Jadi aku permisi du
Malam harinya Elsa belum pulang ke rumah. Sepertinya ia sedang lembur. Sedangkan Jessica sendirian di rumah Elsa. Ingin sekali rasanya menumpahkan seluruh keluh kesahnya pada sahabatnya itu. Tapi sayang, ia harus menunggu hingga Elsa pulang kerja. Baginya begitu sulit untuk memejamkan mata jika ia belum menumpahkan seluruh yang terpikirkan di dalam pikirannya pada Elsa.“Jessica! Kau belum tidur?” Panggil Elsa saat melihat lampu kamar masih menyala.“Belum. Oh Elsa, aku menunggumu sejak tadi.” Ujar Jessica yang terlihat bersemangat menyambut sahabatnya pulang kerja.“Kebetulan aku membawakan ayam goreng dari kantorku. Jatah lemburku dan juga ada lebihan milik beberapa teman. Mari makan bersama jika kau mau.”“Tidak. Aku tidak berselera makan.” Jawab Jessica“Ada apa?” tanya Jessica heran terhadap respon Jessica. Biasanya dia paling bersemangat jika itu masalah makanan. “ Oh, ya
Sementara di perusahaan Charleston. Saat Jack mendengar kabar dari Lukas. Ia segera mengumpulkan bagian terpenting dari masing-masing departemen di perusahaannya. Ia mengadakan rapat darurat tiba-tiba.“Baru saja aku mendapat kabar tentang kondisi nona Jessica Simpson. Dokter bilang ia pingsan karena kelelahan. Aku tidak mau tau apa yang telah kalian lakukan kepadanya. Aku hanya ingin menanyakan suatu hal.” Jack diam sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam dan memejamkan matanya. Sebelum akhirnya ia melanjutkan pertanyaannya.Apakah menurut kalian. Kalian berhak menyiksa seseorang hingga jatuh pingsan karena kelelahan seperti itu?” tanya Jack saat dalam rapat darutat. Ia menanyakan dengan ekpresinya yang sangar. Wajahnya memerah menahan amarah.Yang ditanyakan diam tanpa suara. Hening, mereka tak berani menjawab pertanyaan Jack.Apakah begini cara kalian memperlakukan setiap karyawan yang magang selama ini?Mereka semua masih sam
Sesampainya di rumah sakit Jessica segera diperiksa. Lukas hanya bisa menjaganya dari luar. Ia tak menghubungi siapapun yang bisa menjadi walinya. Ia tau betul Jessica hanyalah seorang anak yatim yang hidup sendirian. Dalam hati ia berharap Jessica akan baik-baik saja.Setelah seorang dokter terlihat keluar dari ruang gawat darurat ia segera menghampirinya.“Bagaimana dok? Apa yang terjadi kepada anak itu?” tanyanya penuh kekhawatiran.“Dia baik-baik saja. Dia hanya kelelahan. Sepertinya ia mengalami kram perut akibat siklus darah haidnya yang tidak lancar. Mungkin karna rasa sakitnya itu yang membuatnya pingsan. Untuk keseluruhan dia sehat.” Ucap dokter itu optimis.Mendengar penjelasan dokter. Lukas hanya bisa bernafas lega.“Apakah dia sudah sadar dok?” tanyanya sekali lagi.“Ia, bahkan dia sudah boleh di bawa pulang. Anda bisa menebus obatnya nanti setelah menyelesaikan prosedur administrasi.&rdq
Benar dugaan Jessica bahwa Clara akan sama kejamnya dengan Jack Charleston. Ia memperkenalkan Jessica pada bagian-bagian penting di Perusahaan. Namun, ia menunjuknya sebagai pembantu umum. Itu artinya siapapun yang butuh bantuannya. Bisa dengan leluasa memerintahnya. Tidak hanya dalam hal penting yang berkaitan dengan masalah pekerjaan. Seperti hanya menyuruh untuk memfotokopikan dan sebagainya. Namun juga dapat memerintah dalam hal sepele seperti membeli makan atau minuman kesukaan.Jessica harus mondar mandir Melewati beberapa lantai demi melaksanakan pekerjaan apa saja yang mereka perintahkan. Ia bahkan harus menahan rasa sakit yang sejak tadi pagi menderanya. Sehingga akhirnya ada fase dimana ia sudah tidak sanggup lagi melakukan semua hal itu. Ia sudah tidak kuat lagi berjalan kesana kemari demi memenuhi panggilan siapa saja yang membutuhkan.Tenaga jessica sudah terkuras habis bahkan sebelum istirahat untuk makan siang. Rasa sakit dibawah perutnya semakin menjadi
“Tuan! Apakah mobil ini milik perusahaan?”“Bukan nona! Ini milik tuan Jack.” Jawabnya sambil menyalakan mesin mobil dan siap berangkat menuju perusahaan Charleston.“Lalu bagaimana aku bisa diberikan hak untuk menaiki mobil sebagus ini? Hm, maksudku. Apakah posisiku nanti begitu penting di sana? Sehingga aku diberikan fasilitas antar jemput dari perusahaan?.”Sambil tersenyum Lukas menjawab. “Tidak tau nona! Tapi satu hal yang saya ketahui. Tuan khawatir kau tidak mau bekerja disana jika bukan aku sendiri yang mengantar dan menjemputmu.”“Maksudnya? Aku tidak mengerti tuan.” Tanya Jessica sambil meringis menahan sakitnya.“Begini nona. Tuan Khawatir kau tidak masuk kerja jika bukan aku sendiri yang menjemputmu.”Jessica masih belum mengerti dengan maksud perkataan Lukas. Ia heran. Bukankah tanpa antar jemput pun ia tetap harus terpaksa bekerja di sana? Karena hal itu me
Keesokan harinya Elsa sudah siap-siap dan rapi untuk bekerja. Namun ia merasa heran melihat Jessica yang masih malas-malasan dikasur dengan boneka beruang kesayangannya. Ia yang sejak tadi membangunkan hanya disahuti dengan sepatah atau dua patah kata saja.Elsa heran kenapa Jessica semalas itu jika ia akan bekerja di perusahaan besar seperti Charleston Tower. Jika itu dirinya ia akan berusaha datang sepagi mungkin untuk mencari perhatian bos muda setampan Jack Charleston. Meski Elsa belum pernah bertemu langsung dengan Jack. Namun, ia sering melihatnya di beberapa acara televisi.“Jess! Aku berangkat. Tidak akan ada lagi yang membangunkanmu. Kau yakin tidak akan mulai bekerja hari ini?” tanya Elsa sambil sibuk merapikan penampilannya.“Jess!” Elsa memanggil sekali lagi. Karena panggilannya yang pertama belum ada jawaban.“Iya, aku mulai besok saja. Aku sedang tidak enak badan.” Ucap Jessica akhirnya mengutarakan keluha
Malam harinya Elsa belum pulang ke rumah. Sepertinya ia sedang lembur. Sedangkan Jessica sendirian di rumah Elsa. Ingin sekali rasanya menumpahkan seluruh keluh kesahnya pada sahabatnya itu. Tapi sayang, ia harus menunggu hingga Elsa pulang kerja. Baginya begitu sulit untuk memejamkan mata jika ia belum menumpahkan seluruh yang terpikirkan di dalam pikirannya pada Elsa.“Jessica! Kau belum tidur?” Panggil Elsa saat melihat lampu kamar masih menyala.“Belum. Oh Elsa, aku menunggumu sejak tadi.” Ujar Jessica yang terlihat bersemangat menyambut sahabatnya pulang kerja.“Kebetulan aku membawakan ayam goreng dari kantorku. Jatah lemburku dan juga ada lebihan milik beberapa teman. Mari makan bersama jika kau mau.”“Tidak. Aku tidak berselera makan.” Jawab Jessica“Ada apa?” tanya Jessica heran terhadap respon Jessica. Biasanya dia paling bersemangat jika itu masalah makanan. “ Oh, ya
“Apa?” Jessica terkejut dengan persyaratan yang diajukan oleh Jack. Ia hanya bisa melongo dan tiba-tiba otaknya blank. Tak tau harus berkata apa.“Itu bukan permintaan tapi perintah dariku. Jika kau setuju, besok kau sudah harus mulai bekerja. Jika kau tidak setuju. Maka,..” Jack menjeda ucapannya sejenak. Sengaja ingin membuat Jessica penasaran.“Maka apa tuan?” tanya Jessica menuntut jawaban.“Maka hutangmu yang separuh akan berbunga dua kali lipat setiap bulannya.” Ucap Jack dengan senyuman kemenangan di bibirnya.“What?”“Oh ya, satu hal yang perlu kau ketahui. Aku sama sekali tidak gentar dengan ancamanmu! Jadi percuma saja kau mencari cara agar aku bisa membebaskan hutangmu. Sekarang, kau tak perlu banyak bernegoisasi denganku. Cukup ikuti saja perintahku nona!” ucap Jack sambil merapikan dasinya puas. “Kupikir, ini sudah saatnya aku makan siang. Jadi aku permisi du
“Kau mengancamku dengan memakai rekaman kamera pengawas itu. Rekaman yang menunjukkan aksiku saat dengan sengaja melukai mobilmu. Tapi kau lupa satu hal tuan, kau juga melakukan penghancuran terhadap rumahku dan beberapa propertiku!”Tanpa disangka, Jessica justru menggunakan senjata itu untuk menghindari tuntutannya.“Kau jangan meremehkanku! Aku juga punya rekaman beberapa orang suruhanmu yang sedang mendobrak masuk rumahku dan menghancurkan barang-barang di dalamnya.” Lanjut Jessica setengah mengancam.Bukannya khawatir terhadap ancaman balik dari Jessica. Justru sebaliknya Jack tersenyum mendengar hal itu. Menurutnya itu lucu dan konyol.Melihat reaksi Jack yang seperti itu. Jessica tidak terima dan sedikit emosional.“Apa kau menertawakan rumahku? Kau pikir seluruh properti di dalamnya tidak bernilai? aku bahkan hampir menghabiskan seluruh tabunganku saat memperbaikinya. Bahkan ada beberapa barang yang terpaksa ha
“Katakan padaku dimana ruangan CEO?” tanyanya menggertak.“Maaf nona! Bos tidak bisa bertemu dengan anda saat ini. Dia sedang keluar!” Clara bangkit mencoba mencegah Jessica.“Kau hohong!” Jessica langsung menuju ruangan yang ada di paling ujung. Setelah ia sampai disana. Ia membaca Papan nama yang terpampang di pintu masuknya. Tertulis bahwa itu adalah ruangan CEO. Namun sebelum ia membuka pintu itu. Clara tiba-tiba menarik tangannya.“Jangan kurang ajar Nona! Ini bukan tempat bermain untukmu! Ada aturannya jika kau ingin memasuki ruangan ini!” bentak Clara merasa kesal.“Aku sudah memberi kabar pada bosmu bahwa aku akan datang hari ini. Lagi pula dia sendiri yang memintaku datang hari ini. Kenapa sekarang malah seakan menghindariku?” Jessica juga berteriak tak mau kalah.“Sebaiknya kau pergi dari sini sebelum bos marah dan mengusirmu dengan kasar!”“Siapa kau mel