Tangan Delotta merambat menyentuh dada bidang Daniel. Membuka satu per satu kancing kemeja pria itu. Namun di tengah usahanya itu Daniel meraih tangannya. Lantas ciuman mereka terurai. "Not now, Baby. Aku ada meeting pagi ini. Dan kamu harus mengejar deadline akhir bulan kalau nggak mau kena omelan ketua tim kamu." Bibir Delotta kontan maju. Dia berdecap lirih. "Nggak asik banget sih." Daniel terkekeh seraya mengacak rambut gadis itu. "Sekarang kamu siap-siap, aku tunggu kamu di meja makan dalam 15 menit atau kalau enggak kamu terpaksa berangkat dengan supir." Dia berdiri lalu meraih sebuah dasi. Dengan terpaksa Delotta beranjak berdiri. Hari ini pasti akan melelahkan karena semalam dia kurang tidur. "Aku nggak boleh cuti, Om?" tanya Delotta dengan wajah memelas. "Nggak, Sayang. Kantor membutuhkan kamu," sahut Daniel seraya menyimpul dasinya. Dengan langkah gontai Delotta akhirnya keluar dari kamar Daniel. Gerakan menyimpul dasi terhenti begitu gadis itu hilang dari pandangan.
Dahi Ricko mengernyit menyaksikan Delotta makin akrab dengan Daniel. Dia melonggarkan dasi ketika melihat mereka turun dari mobil. Ini hari pertama dia kembali, tapi rupanya putrinya itu tidak menyambut seperti yang sudah-sudah ketika dia baru pulang dari perjalanan bisnis. Bahkan Delotta baru muncul saat petang menjelang. "Papa!" seru Delotta ketika melihat Ricko berdiri di teras rumah. Dia berlari-lari kecil menyongsong papanya itu dan langsung memeluk begitu sampai di depan Ricko. "I'm sorry, Papa. Kantor lagi sibuk banget jadi aku telat pulang." Ricko pura-pura cemberut. Mata legamnya melirik sengit ke arah Daniel yang memasang tampang sok cool. "Ya sekarang papa disisihkan setelah kamu bekerja.""Papa lebay." Delotta tertawa lalu menggamit lengan sang papa."Bagaimana kabarmu selama papa tinggal? Daniel menjagamu dengan baik?" "Yes, sure. Tidak ada penjaga sebaik Om Daniel," sahut Delotta seraya mengerling kepada Daniel yang kali ini menyambut dengan senyum manis. "Dia ber
Tawa Delotta mengudara sampai dia harus menengadahkan wajah saat Daniel menggelitiki lehernya yang basah. Daniel sudah membuatnya kuyup beserta pakaian-pakaiannya. Dan cumbuan lelaki itu seakan tidak ingin berhenti sampai di sana. "Om Daniel datang ke sini belum mandi ya?" tanya Delotta dengan nada gurauan yang kental ketika cumbuan Daniel terlepas. Keduanya masih di air dengan setengah badan terendam di dalam. "Iya, kok kamu tau?" "Datang-datang langsung basah-basahan gini." "Yang basah kan enak."Delotta melotot seraya memukul pundak lelaki itu. "Kue basah maksudnya," koreksi Daniel terkekeh, tapi—"seperti apem kamu," bisikan itu lewat. Daniel dengan cepat mundur lalu berenang menjauhi Delotta dengan tawa yang berderai. Sementara itu di posisinya pipi Delotta bersemu hangat. Apa tadi? Apem lelaki itu bilang? Delotta memutuskan mengejar Daniel yang sudah dulu berenang ke ujung. Tangan dan kakinya bergerak, sesekali kepalanya muncul ke permukaan air, lalu tenggelam lagi. Meskipu
Dua kepala orang yang duduk di atas sofa menunduk. Lantai rumah sepertinya menjadi pemandangan paling menarik dari apa pun. Sementara dua orang lainnya yang duduk di seberang mereka, tampak gelisah dan tak nyaman. Delotta salah satu dari empat manusia yang duduk di sana dengan wajah gelisah. Pasalnya, Ina—asisten rumah tangganya—tanpa sengaja sudah melihatnya bermesraan dengan Daniel di tepian kolam, saat wanita muda itu tengah mengantarkan kudapan untuk majikannya tersebut. Nampan yang Ina bawa terjatuh dan isinya berhamburan ke lantai, sementara dirinya berdiri dengan wajah luar biasa syok saat melihat adegan itu. Suara bising itu bukan hanya mengagetkan Daniel dan Delotta, tapi juga Bi Sari, salah satu asisten rumah tangga lain yang sekaligus ibu dari Ina. "Ada apa ini?!" teriak Bi Sari lari tergopoh ketika mendengar bunyi-bunyian piring terbang. Delotta refleks turun ke kolam renang, merendam dirinya ke dalam air karena sadar tidak mengenakan apa pun selain celana dalam. "As
[Gue nggak sengaja lihat bokap lo pas nemenin bos gue main golf kemarin. Dia sama cewek.] Berbekal info itu pagi ini Delotta menggeret Daniel untuk menemaninya ke apartemen Tya selepas jogging di car free day. Daniel sebenarnya tidak terlalu setuju. Dia lebih ingin menghabiskan waktu weekend hanya berduaan saja. Pintu apartemen Tya baru kebuka ketika dengan brutal Delotta menekan bel. Tya muncul dengan rambut awut-awutan seperti habis diamuk badai. Wajah mengantuk dengan gugusan kepulauan ada di mana-mana. "Lo tau! Bertamu di Minggu pagi itu hal yang sangat diharamkan?!" sembur Tya dengan ludah yang menciprat. Delotta memundurkan badan sambil mengibaskan tangan di depan wajah. "Mulut lo bau, Ty." "Mulut siapa yang wangi kalau baru bangun tidur?!" Delotta nyengir lalu meletakkan telunjuk ke depan bibir. "Jangan keras-keras nanti tetangga lo keganggu. Dan ...." Dia menunjuk ke arah sebelah kanan pintu.Pandangan Tya perlahan mengikuti arah telunjuk Delotta. Dan ketika kepalanya i
Tidak ada perubahan yang berarti. Semua aktivitas sang papa berjalan seperti biasanya. Delotta sampai harus terus memelototi Ricko, mencoba mencari tahu sesuatu yang sedang berusaha pria itu sembunyikan. Delotta menyatukan alis, lalu matanya menyipit, rahangnya sesekali bergerak. Saat ini dia sedang memperhatikan Ricko yang tengah bicara di telepon dengan seseorang, entah siapa. Yang jelas ketika menerima panggilan itu, lelaki itu menyingkir dari Delotta. Sesuatu rahasia. Iya, pasti. Dengan rasa kepo luar biasa, gadis itu menempelkan telinga ke permukaan pintu ruang kerja Ricko. Menajamkan telinga semampunya. Hingga suara Ricko yang samar-samar terdengar. "Syukurlah, jadi kamu bisa pulang kapan?" Suara Ricko berhasil Delotta tangkap. "Tolong jaga pola makan. Aku akan makin bersalah kalau kamu sakit begini." Kerutan di dahi Delotta makin terlihat jelas. Bibirnya yang mengerucut bergerak-gerak : siapa yang sakit? "Nanti, jika momennya pas. Yang penting kamu banyakin istirahat dan
Mata Delotta bergeser dari layar PC saat kehadiran Daniel bisa dia rasakan. Suasana yang tadi agak riuh mendadak senyap. Delotta sampai harus memutar kepala untuk melihat apa yang terjadi. Imel segera bangkit, mengambil beberapa berkas di atas meja sebelum beranjak mendekati Daniel yang berdiri menjulang di tengah workstation. Dia lantas menyodorkan berkas tersebut kepada pria itu. Tidak lama dari itu Delotta melirik ke arah pintu saat seseorang tampak masuk dengan tergesa. Dave terlihat melangkah cepat menuju mejanya menutup laptop yang terbuka sebelum menjinjingnya. "Suruh semua staf kamu lembur. Semua deadline harus selesai hari ini juga," ujar Daniel, tegas. Wajah ramah yang biasa dia umbar tidak ada. Delotta melihat teman-temannya seperti tengah menahan napas melihat aura si bos hari ini. Bukannya mau GR, tapi Delotta merasa kalau yang terjadi pada Daniel saat ini tak lain karena ulahnya.Kemarin Daniel tidak bicara atau menanyakan apa pun tentang Dave. Padahal Delotta sangat
Wajah Daniel cukup syok. Jadi, dalam rentang waktu dua tahun itu Delotta sudah pindah hati selama empat kali termasuk ke dirinya? Hebat, bahkan Daniel yang dikenal sebagai Don Juan merasa kalah sekarang. Tubuh Daniel yang sempat menegak kembali jatuh terhempas di sandaran kursi. Lalu kekehan lirihnya mengudara. "Kamu benar-benar sudah dewasa, Otta," katanya bergumam, seolah mengatakan itu untuk dirinya sendiri. Delotta yang ikut-ikutan syok karena ucapan sendiri meringis. Beberapa saat lalu waktu seakan menjeda semua gerakannya hingga dirinya merasa kaku bak patung. "Udah beberapa kali aku bilang kan?" Delotta meringis lagi, lalu bibirnya membentuk sebuah garis ketika Daniel menatapnya tajam. "Tapi, Om sejauh ini cuma Om yang bikin aku merasa dicintai, kalau yang lain kayak cuma main-main aja." Di ujung kalimat kepala Delotta menunduk. "Main-main gimana? Dave saja nggak bisa move on dari kamu masa kamu bilang main-main? Aku curiga kamu bakal mencampakkan aku juga seperti kamu me