Memanfaatkan keterkejutan orang-orang yang ada di balairung, Barrant mendesak mereka untuk segera memutuskan bagaimana nasib Fjola selanjutnya. Dengan adanya Sofia yang menjadi bukti bahwa segala yang diucapakan gadis itu adalah benar, maka para dewan meyakini bahwa selama ini Fjola merupakan korban. Mereka juga memutuskan untuk mengadili Margaret dan memanggil beberapa saksi. Namun, sampai di penghujung hari itu, Margaret tak juga kembali. Prajurit yang dulu pergi bersamanya pun berkata bahwa wanita tua itu sudah meninggalkan Negeri Vetur setelah jasad Lilija dikuburkan. Ke mana perempuan tua itu pergi? Tak ada yang tahu.Raja Valdimar yang selama ini telah salah sangka meminta maaf kepada Fjola. Ia juga mengizinkan gadis itu menikah dengan putranya. Namun, Fjola menanggapinya hanya dengan ucapan ucapan terima kasih yang tidak tulus.Setelah persidangan selesai, juru bicara diutus untuk menyampaikan apa yang terjadi di dalam istana kepada rakyat, tentu setelah memilih kata-kata yang
Perundingan itu terjadi amat sengit. Masing-masing pihak enggan untuk mengalah. Sofia yang rupanya sangat keras kepala akhirnya mampu membuat Raja Valdimar terjepit. Akhirnya ia terpaksa menandatangani perjanjian bahwa Negeri Haust diperbolehkan mengirimkan hasil panen mereka sebanyak setengah dari biasanya. Sebagai ganti mereka akan mengirim beberapa ahli pertanian plus bibit ke Negeri Veggur untuk megngajari penduduk bercocok tanam. Namun, untuk masalah gadis pembawa upeti, mereka sepakat bahwa tak ada yang berubah kecuali jika pada akhirnya gadis itu tidak diterima sebagai selir, maka ia wajib dikembalikan ke kekeluarganya.Sebenarnya Raja Valdimar tak setuju tentang masalah gadis itu. Sebab, jika Negeri Haust tidak mengirim gadis sama sekali, negeri lain akan merasa tidak adil. Namun, Sofia ngotot tak mau mengirim lagi dan memilih perang dengan negeri itu. Barrant mengusulkan jalan tengah untuk mereka dan akhirnya keputusan itulah yang diambil. Raja Valdimar berpesan kepada Sofia
Seulas senyum tak lepas dari bibir Barrant sejak Fjola ditetapkan tidak bersalah oleh para dewan. Tak hanya itu, ayahnya juga mengenankan dirinya untuk menikahi gadis itu. Tentu, ia mesti mengutarakannya kepada sang pujaan hati sebelum sang ayah berubah pikiran. Pasalnya, pembicaraannya dengan Sofia tadi cukup membuat suasana hati Raja Valdimar mendung. Pokoknya, sebelum tahta dibebankan kepadanya, ia harus menikahi Fjola.Ia tengah menelusuri celah sempit di antara dua bangunan yang berliku. Fakta bahwa Fjola pergi ke tempat favorit di mana kenangannya dulu ketika bersama membuat Barrant yakin bahwa hati gadis itu tidak berubah, walau telah mengalami kehidupan yang keras di luar tembok. Ia yakin Fjola masih mencintainya. Maka, dengan keyakinan hati, ia akan meminta lagi kepada gadis itu supaya bersedia menjadi istrinya. Kali ini ia akan menjaga sang gadis dengan ketat. Ia tak akan mengizinkan siapa pun menyakiti Fjola lagi, apalagi menculiknya.Dan, ketika ia berbelok di ujung tanjak
Hari-hari Fjola selanjutnya dihabiskan dengan menanamkan kepada dirinya sendiri bahwa di sanalah tempatnya. Menikah dengan Barrant adalah takdirnya. Menjadi arti sebuah negeri adalah pilihannya. Ia menyibukkan diri dengan mempelajari protokol istana, peraturan dan adab-adab dalam istana. Ia sangat sibuk. Sampai ketika seorang pelayan memberikan sebuah bungkusan kecil yang dikirimkan oleh Sofia dari Negeri Haust, Fjola mengernyit. Kini kamarnya sudah berpindah lagi, di samping kamar sang pangeran, kamar yang ditempati oleh Lilija dulu. Meskipun kamar itu bekas Lilija, tak ada satu pun benda yang mengingatkannya kepada gadis itu. Sebab, setelah Lilija meninggal, barang-barang di kamar itu dibawa pergi bersama kereta yang berisi jasad gadis itu ke negeri kelahirannya. Tirai-tirai, sprei, bahkan ranjangnya pun sudah diganti. Lemari juga diganti dengan yang baru. Dan, semenjak kejadian menghilangnya Fjola dulu, Ishak tak lagi jauh-jauh dari gadis itu. Ia selalu menempel ke mana pun Fjola p
Sementara Fjola tengah menuju gerbang perbatasan, Fannar yang misinya gagal malah murung. Beberapa hari ia mengunci diri di kamarnya. Setelah melarikan diri dari istana kemarin, ia bersama anggota Garda lari ke rumah persembunyian yang lain. Untuk menghindari kecurigaan, mereka berpisah. Ia dan Zoe kembali ke rumah persinggahan yang berada di tengah kota dulu, rumah pertama kali ia bertemu dengan sang ketua. Sedangkan Rowan dan Luke bersembunyi entah di mana.Kemarin Mr. Q datang menjenguk mereka. Itu adalah pertama kalinya ia berkunjung ke sana setelah insiden peracunan itu. Ia berkata kepada Fannar bahwa tidak apa-apa pemuda belia itu salah dalam memberikan racun. Toh, membunuh Pangeran Barrant merupakan langkah awal mereka. Meski yang terbunuh akhirnya orang lain, tujuan mereka sebenarnya tercapai. Mereka ingin membuat orang-orang tahu dan sadar bahwa Garda memang nyata, bukan dongeng maupun isapan jempol semata. Dan, mereka juga ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa Garda me
Jantung Fjola rasanya mau copot ketika kereta yang membawanya semakin mendekati gerbang perbatasan. Ingatan ketika ia mendekati gerbang itu dari sisi yang berlainan dulu membuat darahnya seolah mendesir cepat. Tamparan serta tuduhan dari komandan berbadan besar namun berotak mini membuat wajahnya panas karena menahan amarah. Namun, setelah dipikir-pikir, ia merasa lucu.Mungkin, kalau komandan itu tidak menampar dan mencegahnya masuk, Fjola sudah menjadi debu sekarang. Ia tak akan percaya kepada Arnor. Dan, ia tak akan melakukan perjalanan panjang dengan peri itu.Teringat Arnor membuat Fjola mengutuk dirinya sendiri. Ia memutar-mutar cincin yang dikenakannya untuk mengingatkan bahwa ia sudah memutuskan akan melupakan peri itu dan menerima Barrant sebagai suaminya. Lagi pula, bukankah Arnor menginginkan hal ini juga? Nyatanya, ketika berpisah di celah tembok dulu, dia menyuruh Fjola untuk bersama Barrant dan melupakannya.Kalau memang utusan para peri itu adalah Arnor, ia akan menghad
Fjola merasa seolah melayang. Meski tubuhnya masih berada di tempatnya berada, pikirannya seolah tersedot ke tempat dan waktu yang lain. Rasanya ia berputar-putar sebentar sebelum penglihatannya kembali jernih. Ia tak lagi berada di depan gerbang, melainkan di sebuah balairung terbuka yang indah sekali. Jalinan ranting berkelidan di atasnya sebagai sebuah atap. Pohon-pohon yang sangat besar berdiri di sekelilingnya. Pohon-pohon itu bahkan memiliki undakan pada batangnya yang besar. Fjola ingin menelusuri undakan itu sampai ke ujungnya, tetapi tak bisa. Sebab, matanya tak bisa bergerak sesuai keinginannya. Namun, dari jauh, ia dapat melihat pohon-pohon besar itu membentang luas hingga ke depan. Daun-daunnya tampak rimbun dan berwarna warni. Sebuah pohon di sebelah kirinya, yang memiliki jarak lumayan jauh hingga tertangkap oleh matanya, berdaun yang berwarna merah menyala. Di pohon lain bunganya tampak biru legam, tetapi di antara daun-daun itu terdapat bunga yang memancarkan cahaya.
Dunia Fjola seakan runtuh ketika kembali ke tubuhnya yang diguncang-guncang. Telinganya berdenging nyaring sekali sampai-sampai suara Barrant yang berada tepat di sampingnya tak terdengar. Bahkan, kepanikan sang calon suami yang telah menjadi-jadi tak mampu memulihkan kesadarannya. Ratusan anak panah berterbangan menembus tubuh para peri yang berdiri di depan gerbang perbatasan. Namun anehnya, anak panah-anak panah itu tak ada yang mampu membunuh mereka. Panah-panah itu menembus tubuh mereka yang semula padat perlahan berubah menjadi asap lantas menghilang. Hal itu karena kemampuan Agis yang rupanya mampu mengopi tubuh mereka sama baik dengan aslinya. Dalam kenyataannya, mereka berdua berada jauh di dalam hutan, melakukan perjalanan panjang untuk pergi ke Negeri Abadi, tempat di mana tak ada lagi yang akan mengganggu ketenangan mereka."Fjola! Fjola! Apa yang terjadi?" Ishak yang sedari tadi menunggu di kereta pun turun dan ikut menyadarkan gadis itu. Namun, seolah mati, Fjola hanya
Fjola bakal percaya kalau dirinya sudah mati apabila makhluk buas yang tadi menyerangnya menghilang. Karena bagaimanapun, ia yakin bahwa makhluk sekeji itu tak mungkin dapat masuk ke dalam dunia kekal nan nyaman serta indah. Lagi pula, saat ia menengok ke samping, Barrant masih tertelungkup tak berdaya.Yang paling membuatnya yakin ini hanya mimpi adalah keberadaan Arnor yang berdiri di depannya, menahan pedang makhluk menyeramkan yang berniat membunuhnya. Padahal, dari kilasan yang pernah dikirimkan oleh Eleanor, saudara kembar Arnor yang memiliki kekuatan pikiran, ia mendapat kabar bahwa Arnor sudah mati. Ditambah ucapan Malakora ketika menyerangnya, Fjola kian yakin bahwa peri itu telah tiada. Namun sekarang, sang peri berdiri di depannya. Tubuhnya solid dan utuh. Meski baru bisa melihat punggungnya, gadis itu yakin Arnor baik-baik saja. Ia hidup.Hati Fjola lega luar biasa. Bahkan saking lega dan bahagia, ia sampai menitikan air mata. Dalam hati, ia bersyukur dapat bertemu lagi de
Fannar merasa sia-sia melepaskan anak panah ke makhluk yang sedang mengayunkan pedang secara membabi buta di depannya. Pasalnya, kulit makhluk itu sulit dilukai hanya dengan sebuah panah bermata besi. Meski dalam jarak yang dekat serangannya tak mampu melukai lawan. Yang ada si lawan malah bertambah murka.Makhluk itu menusukkan pedangnya yang panjang ke tubuh kecil Fannar tanpa ampun. Dengan kegesitan yang luar biasa, pemuda belia itu mampu menghindar. Tangannya yang bebas meraih benda apa pun di dekatnya untuk dilempar ke makhluk itu. Ia malah tampak seperti anak kecil yang merajuk. Hal itu membuat si makhluk semakin jengkel.Makhluk yang adalah salah satu panglima terkuat Malakora itu pun menyapukan pedangnya memutar ke sekelilingnya. Hal itu menyebabkan baju bagian dada Fannar terkena ujungnya lalu robek.Zoe yang datang setelah memastikan kuda yang membawa lari Fjola dan Pangeran Barrant sudah melaju dan tak kembali pun menghujamkan belatinya ke punggung sang makhluk ketika lenga
Langkah makhluk itu tampak mantap saat mendaki bukit. Meski tubuhnya berat sehingga mata kakinya terbenam dalam tumpukan salju, ia berjalan dengan langkah ringan. Seringai menghiasi wajahnya yang jelek, membuatnya semakin jelek. Pedangnya yang tajam dan panjang diseret hingga bagian ujungnya membelah salju di bawah, menciptakan bekas yang mengalur di samping jejaknya. Matanya menatap lurus ke tujuan. Setelah dua hari mengikuti, akhirnya ia mampu mengejar buruannya.Meski rajanya tidak memerintahkan secara langsung untuk memburu mereka, namun dari pengalamannya, Malakora selalu membunuh anggota kerajaan dari negeri yang diserangnya. Ia ingat ketika mereka menyerang salah satu kerajaan yang mayoritas penduduknya merupakan bangsa kurcaci. Waktu itu hampir semua prajurit mereka binasakan. Namun, Malakora tak berhenti membantai.“Sudahlah! Biarkan sisannya kita pekerjakan sebagai budak. Bukankah mereka pandai membuat senjata?” katanya.Malakora yang baru saja merenggut seorang bayi dari de
Sementara itu, di sebuah ruangan kecil di istana Malakora, sebuah kotak seluas 2 x 3 meter yang tingginya hanya satu meter dan terbuat dari baja, dengan kaca sebagai jendela, dikunci sedemikian rupa sehingga hanya lubang sepanjang kepalan tangan yang disekat teralis menjadi satu-satunya jalan untuk udara. Seorang peri berambut cokelat kayu dipernis terikat dengan kedua tangannya terentang. Ia tergantung dengan posisi setengah berlutut. Kakinya yang lemah tertekuk ke belakang. Kepalanya menunduk. Bajunya koyak, beberapa bagian tampak bekas terbakar. Darah dan kotoran menghiasi sosoknya.Seorang peri cantik berjalan masuk ke ruangan itu bersama dua pengawalnya yang setia. Salah seorang pengawal itu menarik kursi sampai di depan kotak baja. Setelahnya, peri cantik tadi duduk di sana, menyilangkan kaki dan bersedekap. Matanya memandang kotak dengan pongah. Ia mengibaskan tangan, menyuruh pengawalnya untuk membuka pintu kotak itu.Salah satu pengawal itu tergopoh-gopoh menuju kotak baja, m
Istal istana kosong melompong. Tak ada kuda maupun kereta yang tersisa. Semuanya lenyap. Ada satu kuda yang berbaring di kandang. Keadaannya tak lebih baik dari mereka. Kuda itu kurus dan lemas. Bahkan untuk mengangkat kepala saja sulit. Fjola tak mungkin memaksanya membawa mereka bertiga, mustahil.“Lepaskan aku,” rintih Barrant. “Aku harus membunuh peri itu.”“Diamlah, Barrant!” Fjola yang kelelahan tambah frustrasi. “Kita ke pintu belakang. Semoga saja ada kuda yang dapat kita gunakan,” tambahnya memberi aba-aba kepada Ishak yang memapah sang pangeran di sisi satunya.Untungnya, pintu belakang istana tidak terkunci, bahkan menjeblak terbuka. Fjola menyeret tubuh Barrant yang langkahnya diseret melewati pintu besi itu. Namun, saat berhasil keluar, Fjola harus kecewa karena tak ada apa pun di sana kecuali seorang prajurit telanjang yang pingsan. Ia dan Ishak berusaha menyeret tubuh Barrant yang kini pingsan menjauh dari istana.Sebuah gerobak berisi tong-tong bekas makanan teronggok
Fjola tengah ditanya apakah ia bersedia menerima Barrant apa adanya, dalam susah maupun senang, dalam sehat maupun sakit, dalam kaya maupun miskin, ketika guncangan itu terjadi. Ia memakai gaun terindah yang pernah dikenakannya, terlembut yang pernah disentuh oleh kulitnya, teringan yang pernah disangganya. Rambutnya yang pendek setengah teralin ke belakang. Sepatunya yang tinggi tampak mengilap dan bersih. Bunga yang disusun indah digenggamnya dengan mantap. Matanya yang sembap karena lagi-lagi menangis, berhasil ditutupi olesan bedak oleh Ishak.Meskipun demikian, kecantikan Fjola hanya menarik decak kagum dari tamu para tamu khusus itu sebentar saja. Sebab, setelah guncangan yang membuat gedung tempat dilaksanakan upacara pernikahan itu bergoyang, orang-orang yang ada di dalamnya terpekik terkejut. Dengung bagai lebah terdengar dari mulut mereka. Tak lama berselang, guncangan itu terjadi lagi. Saking besarnya sampai-sampai tanah bergetar, atap runtuh. Seketika keadaan menjadi kacau
“Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Zoe setelah melihat Margaret pergi dari menara.Fannar bungkam. Banyak pertanyaan yang berkelebat di kepalanya. Apakah isi tong itu racun? Kenapa membawanya ke gerbang? Dituang di mana? Apakah wanita tua itu bermaksud meracuni seluruh prajurit yang menjaga gerbang? Untuk apa? Apakah dia berniat melarikan diri ke luar tembok? Kenapa perlu meracuni prajurit? Fannar sungguh bingung.“Hei! Bagaimana? Jadi tidak membakar menara ini?” tanya Zoe lagi.Fannar memutuskan, “Kurasa kita harus ganti rencana.” Ia segera menyusul Mr. Quin. Zoe mengikutinya dengan kesal.“Kenapa tiba-tiba?” tanya gadis itu.“Wanita tadi jahat. Kurasa dia tengah merencanakan sesuatu yang berbahaya.”“Tapi, dia petinggi Garda.”Fannar menggeleng. “Kita ditipu, kau ditipu, Garda ditipu.”Mendadak, Zoe berhenti. “Apa?”“Tak ada waktu untuk menjelaskannya.” Fannar menarik tangan gadis itu bersamanya. “Kita harus menghentikan racun itu.”Mereka memelesat mengikuti sang ketua Gard
Margaret melenggang ke menara belakang istana dengan mata berbinar-binar. Akhirnya rencananya selama ini berjalan dengan sempurna. Ia akan berkuasa. Meski beberapa kali Barrant menjegal langkahnya, ia tak menyerah. Ia sudah berkorban banyak, termasuk waktu yang lama untuk dihabiskannya dengan berpura-pura mengabdi kepada negara bobrok yang tak berguna ini. Dengan bantuan anak-anak bodoh yang ditipunya, ia mampu mengeksekusi ramuannya yang berharga. Wanita tua itu sudah mencari resep dari tempat yang bahkan berbahaya untuk dimasuki. Demi tujuannya menjadi penguasa, ia bahkan rela kehilangan hati nurani. Ia sudah muak hidup di tengah para manusia bodoh yang selalu merendahkannya. Ia ingin mereka tunduk di kakinya.Setelah hadirnya Fjola kembali ke negeri tersebut, ia tahu bahwa rencana yang telah disusunnya jauh-jauh hari gagal lagi. Ia yang semestinya menjadikan Lilija penguasa pun luput. Semua karena ulah para Garda yang bodoh itu. Seharusnya, ia tak mempercayakan tugas penting itu k
Rencananya, Fannar akan mematik api di bangunan tempat penyimpanan anggur yang letaknya tak jauh dari dapur. Tentu, dengan begitu ia yakin istana akan hancur. Namun, dalam prosesnya ternyata tidak semudah yang dia kira. Tempat penyimpanan anggur itu terkunci. Setiap beberapa menit, ada saja pelayan yang hilir mudik mengambil tong-tong anggur itu. Jadi, dengan sedikit inprovisasi, ia mengubah targetnya menjadi menara tak terpakai di bagian belakang istana.Tanpa diketahui Fannar, menara itu merupakan menara yang sama tempat kakaknya dulu dijebak dan diculik. Zoe membantu pemuda itu mencuri alkohol untuk disiramkan ke kayu-kayu yang bertumpuk di menara. Saat ia kembali, ia melihat Fannar bersembunyi di pohon besar dekat menara itu. Melihat tingkahnya yang aneh, Zoe pun mendekatinya dengan langkah sepelan mungkin.“Ada apa? Kenapa kau bersembunyi di sini?” tanyanya berbisik.Fannar menempelkan telunjuk di bibir, kemudian menunjuk pintu menara yang terbuka. “Aku melihat Rowan dan Luke mem