Share

105. Karma

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-12 17:21:52
"Saat ini, aku sedang mengalami sedikit kesulitan," ucap Alaric berusaha untuk tenang. "Aku sedang berkampanye, tapi juga mendapat musibah pada saat yang sama. Jadi, aku mohon agar kalian semua bisa memaklumi jika dalam aku mungkin tidak akan hadir secara langsung pada kampanye berikutnya."

Marjorie melempar ponsel yang dia pegang, ke arah kaca meja rias yang ada di dalam ruangannya. Hal itu, tentu membuat putranya yang juga berada di dalam kamar jadi tersentak dan menangis.

"Ada apa ini?" Seorang lelaki paruh baya muncul dari balik pintu.

"Ambil anak sialan itu." Alih-alih memberikan penjelasan, Marjorie malah marah dan menunjuki putranya.

"Kau yang sialan," hardik lelaki yang tadi masuk, tentu saja sambil menggendong anak kecil yang menangis. "Pantas saja Landon dan Alaric tidak tahan denganmu."

"Alaric akan kembali padaku," pekik Marjorie dengan mata melotot.

"Dengan kelakuan seperti sekarang, dia jelas tidak akan mau. Coba lihat saja sekarang bagaimana dia mencari istri
5Lluna

Hari ini lebih cepat 🤭

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pesona Sang Penguasa   106.

    "Hei, permintaan perempuan ini agak aneh." Anna mengedipkan matanya dengan pelan, ketika salah satu lelaki yang mengerjainya berbicara. Dia sudah tidak punya tenaga sama sekali, sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah mendengar saja. Apalagi, perutnya juga makin sakit saja. "Dia meminta kita membunuh pelacur ini?" Lelaki kedua berbicara. "Ini gila." Lelaki ketiga menggeleng keras. "Aku tidak mau melakukannya." "Kenapa tidak?" Lelaki kedua kembali berbicara. "Kita bisa mendapat banyak uang, apalagi kalau kita menjual barang-barang perempuan ini," lanjutnya menunjuk Anna yang terbaring lemah. "Kau lupa? Kita menculik dia di rumah sakit." Lelaki ketiga mengingatkan. "Tidak ada barang berharga yang sempat kita ambil." "Tapi dia menggunakan kalung dan anting." Lelaki kedua mengingatkan. "Aku yakin kalau dua benda itu adalah barang mahal yang bisa kita jual. Kamar rawat inapnya saja suite." Dua lelaki yang lain, saling bertatapan. Sepertinya mereka terlihat sangat ragu dan mas

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Pesona Sang Penguasa   107. Kehilangan

    "Tuan, kita sudah menemukan mobil yang dimaksud." Caspian berteriak, dari sisi lain ruangan yang penuh berisi monitor. "Di mana dia?" tanya Alaric yang segera mendekat. "Kalau dilihat dari arahnya, sepertinya dia akan menuju luar kota." Petugas pemeriksa rekaman CCTV yang memberitahu. "Bagus." Alaric mengangguk, sebelum beranjak. "Darcy kau terus pantau di sini dan beritahu aku kalau sudah menemukan titik pastinya. Ian, kau ikut aku. Kita akan menuju ke lokasi." "Tuan sendiri yang akan pergi ke sana?" tanya Caspian dengan mata melotot, walau tetap mengikuti sang majikan. "Memangnya siapa lagi yang akan pergi?" tanya Alaric sambil terus berjalan dengan cepat. "Aku ingin menghajar siapa pun itu pelakunya." "Tapi ini bisa saja berbahaya," ucap Caspian tentu saja akan terus menghalangi sang tuan. "Lagi pula, pelakunya mungkin lebih dari satu orang." "Pelakunya memang lebih dari satu orang, Ian." Alaric mengoreksi, kini berlari turun melewati tangga karena lift yang ditunggu m

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Pesona Sang Penguasa   108. Taruhan Nyawa

    "Arahnya sudah benar." Darcy memberitahu lewat panggilan telepon. "Di sana memang ada rumah besar terbengkalai dan sering dijadikan tempat uji nyali di musim panas." "Syukurlah sekarang sudah masuk musim gugur," ucap Caspian yang baru turun dari mobil. "Itu sama sekali bukan sesuatu yang harus disyukuri, Ian." Alaric mendengus pelan. "Itu malah membuat pelakunya jadi lebih leluasa melakukan hal-hal buruk, jadi ayo." Alaric yang kini hanya memakai kemeja tanpa jas, berjalan dengan hati-hati. Bukan karena dia takut akan lokasi yang menyeramkan, tapi lebih berhati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. Yah, walau bunyi mobil pastinya terdengar. Sekali pun mobil Astrid adalah mobil mahal dengan bunyi mesin yang halus, setidaknya tetap ada suara, apalagi di tengah malam yang sepi bukan? "Ada jejak ban mobil," ucap Caspian menatap tanah di sekitarnya. "Tanah di sini kering, tapi masih ada sedikit jejak yang terlihat." "Mengarah ke mana?" tanya Alaric dengan kening berkeru

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Pesona Sang Penguasa   109. Menjadi Hakim

    "Menyingkir." Darcy menghalau orang-orang yang menghalangi jalan, ketika dia mengawal brankar rumah sakit yang sedang dibawa menuju ke mobil. "Maaf, tapi bisakah kau tidak semena-mena?" Seorang perawat bertanya, sambil berlari mendorong brankar. "Sebaiknya kau tutup mulut mulai detik ini sampai seterusnya," desis Darcy jelas terlihat sangat marah, sambil membuka pintu mobil. Namun, kemarahan itu segera pudar ketika melihat keadaan sang nyonya yang digendong oleh Alaric. Warna merah terlihat dengan sangat jelas mewarnai kain yang menutupi tubuh Anna, pun dengan sebagian besar dari pakaian Alaric. "Apa yang terjadi?" Tentu saja si perawat yang tadi sempat menegur Darcy akan bertanya. "Kenapa dia seperti ini?" "Aku juga tidak tahu jelasnya, tapi kemungkinan besar dia mengalami pendarahan. Istriku sedang hamil muda." Alaric menjelaskan seadanya, sambil membaringkan sang istri. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu ...." Si perawat baru akan mengomel, tapi batal melakukannya. "Oh,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Pesona Sang Penguasa   110. Kematian Tanpa Rasa Sakit

    "Tolong ampuni kami." Salah seorang terisak keras. Wajahnya tidak terlihat karena lelaki itu tersungkur dengan wajah menghadap ke bawah. "Setelah kau melakukan banyak hal pada istriku, sekarang kau berharap aku akan berbaik hati?" tanya Alaric dengan mata melotot. "Sangat lucu sekali." "Kami bersalah." Lelaki ketiga yang terduduk lemas, dengan wajah babak belur. "Kami memang melakukan kesalahan, jadi silakan hukum saja." "Apa kau berpikir akan lolos kalau mengaku seperti itu?" Kini Alaric berjalan mendekati lelaki yang baru saja bicara itu. "Kalian sudah membunuh anakku dan meniduri istriku. Apa kalian tidak tahu dengan siapa kalian berurusan?" "Kami tidak tahu." Lelaki kedua yang tergeletak tidak jauh dari yang ketiga, mulai bernyanyi. "Perempuan yang menyuruh kami tidak mengatakan apa pun. Dia bahkan meyakinkan tidak akan ada masalah yang berarti." "Perempuan?" tanya Alaric dengan sebelah alis yang terangkat. Sekarang, dia mulai tertarik. "Ada seorang perempuan yang tiba

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Pesona Sang Penguasa   111, Pulang

    "Al." Elizabeth menyambut anaknya dengan tangisan pelan. "Mom? Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Alaric yang baru saja datang dalam keadaan bersih. "Itu karena Mom mendengar percakapanku dengan Darcy di telepon." Astrid langsung mengaku. "Dia memaksa untuk datang dan melihat Anna." "Apa yang terjadi?" tanya Elizabeth dengan linangan air mata. "Aku juga belum tahu, Mom." Alaric dengan terpaksa menggeleng. "Aku datang setelah membersihkan diri dan belum mendengar apa pun dari dokter." "Kami sudah mendengar penjelasan dari dokter." Astrid yang membalas dengan wajah muram, bahkan harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. "Mereka sudah menjelaskan garis besarnya." "Anaknya selamat?" tanya Alaric refleks saja mengeluarkan kalimat itu dari mulutnya, disertai dengan tatapan yang menerawang. Sayangnya, Astrid hanya bisa menggeleng. Hal itu sudah cukup membuat Alaric menelan liurnya dan jatuh berlutut di atas lantai begitu saja. Siapa sangka berita yang sebenarnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • Pesona Sang Penguasa   112. Sakit Hati

    "Maaf, Tuan." Caspian dan beberapa orang menunduk dalam. "Orang-orang itu keracunan, sepertinya ada orang yang menginginkan kematian mereka." Alaric mengembuskan napas pelan. Padahal dia sedang lelah karena tidak bisa tidur sepanjang malam, tapi pagi ini malah mendapatkan berita yang sangat tidak menyenangkan. Sangat tidak menyenangkan. "Bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Alaric yang memijat pelan pangkal hidungnya, sambil bersandar ke dinding salah satu ruangan kosong yang dia pinjam. "Saat aku masuk kemarin malam, mereka masih baik-baik saja." Seorang perempuan menjawab. "Tapi kali berikutnya teman lain yang masuk, mereka sudah lemas." "Sepertinya ada penggunaan obat." Caspian menjelaskan. "Belum dipastikan, tapi sepertinya memang itu yang paling masuk akal." "Kalau begitu, siapa namamu?" Alih-alih membalas sang asisten, Alaric malah bertanya pada perempuan yang tadi berbicara. "Fiona, Tuan." "Tuliskan laporan dengan terperinci," perintah Alaric mengembuskan napas lela

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • Pesona Sang Penguasa   113. Menghadapi Publik

    "Aku terkejut kau mengambil cuti." Alaric baru sampai di kantor partainya, ketika mendengar sapaan menyebalkan itu. Rasanya, ingin sekali dia menghardik orang yang berbicara seperti itu. Sayang sekali yang berbicara barusan adalah Marjorie dan dia perempuan. Alaric tidak memukul perempuan. "Al, apa kau tidak mendengarku?" tanya Marjorie yang kini mengejar lelaki yang dia panggil, karena Alaric memilih untuk terus melangkah. "Aku mendengarmu," balas Alaric dengan santainya. "Jadi kenapa tidak menjawab." Langkah Alaric terhenti, diikuti dengan langkah asistennya. Dia kemudian berbalik menatap Marjorie dengan sebelah alis yang terangkat. "Kenapa aku baru sadar sekarang ya?" gumam Alaric dengan nada tanya. "Kau baru sadar kalau aku lebih baik dari istrimu?" tanya Marjorie dengan senyum lebar. "Terlambat sekali, tapi tidak masalah." "Bukan." Tentu saja Alaric akan membantah. "Aku baru sadar kalau kau itu ternyata sangat menyeramkan." Caspian langsung mendengus keras menden

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16

Bab terbaru

  • Pesona Sang Penguasa   130. Melakukan Sesuatu

    "Sudah mati pun dia masih bikin susah." "Mom, jangan ngomong gitu dong." Anna segera menegur mertuanya. "Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal seperti itu." Anna yang duduk di sebelah sang mertua, segera memeluk lengan Elizabeth. Niatnya sih untuk menghentikan perempuan tua itu, terutama saat mereka sekeluarga sedang berkumpul di rumah Elizabeth. "Tapi itu kenyataannya." Sayangnya, Elizabeth enggan berhenti, bahkan sampai melotot saking marahnya. "Gara-gara dia, kita semua harus melakukan tes darah." "Sebenarnya, kita tidak perlu melakukan tes darah." Alaric mengembuskan napas lelah. "Tidak satu pun dari kita yang pernah kontak langsung dengan darah Marjorie, apalagi kotoran dan hal lainnya." "Siapa yang bisa menjamin?" tanya Elizabeth makin melotot saja. "Dia itu sangat pendendam, bisa saja dia dengan sengaja meneteskan darahnya ke dalam kopimu atau minuman Anna. Atau bisa saja dia menyuruh orang lain melakukan itu." "Mom, aku mohon." Tidak tahan mendengarny

  • Pesona Sang Penguasa   129. Penyakit

    "Apakah Bastian tidak ikut?" Itu adalah hal pertama yang diucapkan oleh Anna, ketika disambut oleh ayah Marjorie. "Dia tentu saja datang dan sedang bersama ayahnya di sana." Anna menoleh dan menatap ke arah yang ditunjuk lelaki paruh baya di depannya. Dari tempatnya, dia bisa melihat anak yang dia cari sedang menatap peti mati dengan bibir mencebik. Tentu saja dalam gendongan Landon. "Bolehkah aku pamit untuk bertemu Bastian dulu?" tanya Anna demi sopan santun. "Tentu saja, tapi aku sarankan kau tidak menemui Landon berdua saja." Ayah Marjorie malah memberi nasihat. "Kadang ada orang jahat yang akan menebar gosip, walau dalam keadaan berduka sekali pun." "Terima kasih banyak atas sarannya." Anna membalas dengan senyum tipis dan segera mengajak dua orang yang datang bersamanya untuk berpindah tempat. "Aku senang kalian masih mau dan menyempatkan diri untuk datang." Landon segera menyambut dengan senyuman. "Seharusnya itu kalimat yang ditujukan untukmu." Kali ini Astrid y

  • Pesona Sang Penguasa   128. Berkabung

    "Maaf, Tuan." Caspian terpaksa harus menggeleng. "Aku rasa, akan sulit bagi kita untuk bergerak atau memberi tekanan lebih pada kasus ini.""Sialan." Alaric tidak segan melempar pena yang dia gunakan. "Kenapa juga harus ada kasus di masa penting seperti sekarang ini. Mana Anna juga habis kena musibah.""Jujur saja, kalau bisa aku ingin sekali memaki mendiang Marjorie. Sayangnya bukan hal baik memaki orang yang sudah meninggal." Caspian ikut menunjukkan rasa kesalnya. "Kalau bukan dia yang terus mengejarmu, mungkin kita tidak akan tersangkut kasus.""Aku tidak masalah, tapi bagaimana dengan Anna?" tanya Alaric yang kini menyugar rambutnya dengan frustrasi dan asal. "Dia tidak terbiasa menghadapi tekanan."Caspian hanya bisa mengembuskan napas. Dia ingin protes kalau tekanan yang mereka dapatkan juga besar, tapi sepertinya sang atasan tidak akan mendengar. Sepertinya. Alaric kini hanya akan memedulikan istrinya saja.Untungnya saja, Alaric tidak berlama-lama merasa frustrasi. Itu

  • Pesona Sang Penguasa   127. Keluarga

    "Bagaimana?" Fritz bertanya dengan ponsel yang dipegang oleh seorang lelaki. "Baik, Tuan." Suara perempuan terdengar dari seberang sambungan telepon. "Hasilnya justru di luar dugaan. Alaric dan Anna malah ikut terseret kasus ini, bahkan menjadi terduga pelaku." "Ingat, aku masih butuh Anna." Fritz mengingatkan. "Tapi kau jangan lupa untuk membuat Alaric tersudut dalam kasus ini. Aku tidak peduli apa yang terjadi dengan dia, tapi Anna harus utuh." "Tentu saja Tuan." Si perempuan penelepon menyanggupi. "Aku akan berusaha sebaik mungkin." "Jangan jadi Marjorie kedua, Fiona," ucap Fritz sebelum menutup teleponnya dan melirik ke arah lelaki yang tadi memegang benda pipih itu. "Apakah Tuan masih butuh sesuatu?" tanya lelaki itu setelah menelan liur dengan ekspresi gugup, bahkan matanya nyaris melotot. "Haruskah kau bertanya?" tanya Fritz dengan sebelah alis terangkat. "Kita sedang kekurangan perempuan untuk memuaskanku, jadi tentu saja kau yang harus melakukan semuanya." ***

  • Pesona Sang Penguasa   126. Pemimpin

    "Tidak bisakah kalian lebih lembut sedikit?" Alaric melotot ketika melihat sendiri apa yang terjadi dengan sang istri, dari balik kaca satu arah. Hanya dia yang bisa melihat ke dalam ruangan, sementara Anna tidak bisa melihatnya. "Kami hanya menjalankan prosedur, Tuan." Polisi lelaki yang menemani Alaric hanya bisa tersenyum. "Lagi pula, itu sudah sangat lembut." "Kalau istriku sampai ketakutan dan muncul trauma, aku akan menuntut kalian." Tentu saja Alaric tidak akan tinggal diam begitu saja. "Yah, terserah kau saja." Si polisi mengedikkan bahu dengan santainya. "Lagi pula, status kalian berdua itu sama. Sama-sama terduga pelaku, jadi aku tidak akan takut." "Luar biasa sekali." Alaric mendengus pelan. "Hanya karena Marjorie punya masalah dengan kami, kalian langsung menuduh seenak hati." "Tenang saja, karena kalian bukan satu-satunya. Ada si mantan suami, bahkan ayah kandung korban. Satu lagi, status kalian masih saksi sih." Alaric menggeram kesal. Kalau bisa, dia ingi

  • Pesona Sang Penguasa   125. Tuduhan

    "Pak Alaric, bagaimana pendapatmu tentang kasus ini?" "Apa benar ada perselisihan antara korban dan dirimu sebelumnya?" "Atau mungkin ada perselisihan dengan istrimu, terutama karena korban adalah mantan tunanganmu." "Pak Alaric, tolong berikan sepatah dua patah kata." Alih-alih menjawab semua pertanyaan dari wartawan yang menyerbu, Alaric memilih untuk memeluk istrinya yang tampak sedikit ketakutan. Biar bagaimana, mereka tidak bisa terus diam di tempat dan harus bergegas masuk ke dalam kantor polisi. "Bereskan yang ada di luar sini," ucap Alaric tidak terlalu keras, memberi perintah pada asistennya. Tanpa perlu diperintah dua kali, Caspian langsung membalikkan badan ketika tuannya sudah masuk ke dalam kantor polisi. Dia yang akan bertugas menjawab pertanyaan wartawan hari ini, sementara Darcy akan masuk dan mendampingi dua tuannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Alaric melepas pelukannya dengan pelan. "Peganganku tidak membuatmu sakit kan?" "Tidak." Anna menggeleng pel

  • Pesona Sang Penguasa   124. Terjebak Kasus

    "Pindah warga negara?" tanya Anna dengan mata melotot. "Ya, biar bagaimana kau itu kan istriku." Alaric mengangguk, sambil melepas dasinya karena tangan Anna berhenti bergerak. "Aneh jika kau belum mengurus sesuatu seperti itu, walau tidak bisa langsung juga." "Bukannya proses pindah warga negara itu butuh beberapa tahun ya?" tanya Anna kembali membantu sang suami merapikan pakaian yang sudah dibuka. "Sebenarnya ya." Kini Alaric beralih duduk di sofa panjang yang ada di depan ranjang. "Tapi karena kau istriku, mungkin ini bisa sedikit dipermudah. "Mungkin tidak perlu menunggu selama bertahun-tahun. Mungkin setahun sudah bisa." "Itu namanya menyalahgunakan kekuasaan, Al." Anna berdecak pelan. "Itu tidak baik." "Aku tidak melakukannya." Alaric mengedikkan bahu dengan santai. "Yang aku lakukan hanya menjamin dirimu sebagai suami, apalagi kau sudah tinggal cukup lama bukan? Mungkin sudah lebih setengah tahun?" Kedua mata Anna berkedip mendengar apa yang diucapkan sang suami.

  • Pesona Sang Penguasa   123. Tidak Berguna

    "Oh, Tuhan! Aku tiba-tiba saja merasa takut." "Tidak perlu takut." Alaric tersenyum miring melihat kelakuan istrinya yang seperti murid baru di sekolah yang baru. "Aku ada di sampingmu. Lebih tepatnya, kau hanya perlu menempel padaku." "Yakin tidak ada yang perlu aku lakukan?" tanya Anna dengan mata melebar. "Biar bagaimana, ini kampanyemu kan? Setidaknya aku harus melakukan sesuatu." Kali ini, Anna menemani sang suami untuk melakukan kampanye yang tinggal beberapa hari lagi. Dia bersedia untuk ikut, karena merasa bosan kalau harus di rumah terus. Lagi pula, mereka bisa sekalian jalan-jalan, karena tentu saja Alaric akan berkeliling. "Kau tidak perlu melakukan apa pun," balas Alaric dengan senyum lebar. "Cukup berdiri dan mengekoriku saja." "Aku kan bukan anak anjing, kenapa harus mengekorimu terus?" Anna pura-pura cemberut, hanya untuk mengganggu suaminya. "Tentu saja agar aku bisa menjagamu dengan benar," jawab Alaric tanpa ragu. "Apalagi nanti pasti akan sangat ramai, j

  • Pesona Sang Penguasa   122. Malaikat Maut

    "Tolong aku." Marjorie nyaris saja berteriak pada ponselnya. "Aku membutuhkan bantuanmu untuk menyingkirkan Anna. Bunuh dia." "Bunuh katamu?" Lelaki yang menemani Marjorie berbicara malah tertawa. "Apa aku tidak salah dengar, atau kau mungkin lupa dengan perjanjian kita." "Oh, ayolah Pak Tua." Marjorie menggeram pelan. "Banyak perempuan lain di luar sana, kenapa harus Anna?" "Karena dia adalah Anna," jawab lelaki itu. "Jawaban yang sangat singkat, padat dan jelas bukan? Tapi sayangnya, kau tidak berhasil melakukan apa pun." "Aku berhasil membuatnya diculik, kehilangan anak, bahkan membuat dia jadi korban pemerkosaan. Apa lagi yang kurang?" tanya Marjorie dengan dua alis terangkat. "Itulah masalahnya Marjorie," desis lelaki yang hanya terdengar suaranya itu. "Aku memintamu menjauhkan mereka dan sedikit mengancamnya, tapi yang kau lakukan malah melukai barang milikku." "Aku rasa itu hanya luka kecil." "Bagimu kecil, tapi bagiku itu adalah kerugian yang cukup besar. Kau har

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status