Aku berbalik dan pergi, meninggalkan Yuna yang amarahnya berkecamuk. Aku terlambat 5 menit dari yang dijanjikan dengan Keegan. Ketika aku kembali, Keegan sedang mencariku.Aku menghampirinya. Keegan sontak berbalik. Begitu melihatku, alisnya yang berkerut sontak meregang. "Kukira kamu kabur lagi."Aku berjalan kembali ke meja kami, lalu duduk dan menyahut, "Aku bukan orang yang suka ingkar janji."Keegan mengangkat alisnya sambil duduk di seberangku. "Aku juga begitu. Makanya, pertimbangkan omonganku yang sebelumnya."Dulu kalau Keegan berbicara begitu, aku pasti marah. Namun, hari ini aku tidak ingin marah. Aku mendongak, lalu mengambil sendok dan mengaduk buburku.Keegan juga tidak marah melihatku diam. Dia merapikan bajunya, lalu mengangkat alisnya lagi dan bertanya, "Gimana? Mau nggak jadi pacarku?"Begitu ucapan ini dilontarkan, Keegan tiba-tiba melemparkan sendoknya dan tampak murung. Dia bahkan mengumpat dengan alis berkerut, "Sial sekali!"Aku tentu penasaran dengan perubahanny
Sebenarnya aku tidak ingin bergerak. Namun, aku teringat pada perjanjian yang ada. Selain memberi pelayanan kepada Allen di tempat kerja, aku juga harus membantunya di luar jam kerja.Aku lantas mengiakan, lalu Allen mengirim email lagi. Dia menyuruhku menambahkan kontaknya supaya lebih mudah untuk berkomunikasi. Aku menuruti instruksinya dan segera menambahkan kontaknya.Setelah membereskan semuanya, aku terpaksa bangkit dari ranjang dan mengonsumsi obat dulu sebelum pergi. Kemudian, aku memanggil taksi.Sekitar setengah jam kemudian, aku tiba di lokasi yang disebutkan oleh Allen. Aku menyuruh staf membawaku ke ruang privat. Begitu pintu dibuka, aku melihat Matthew yang mabuk.Aku hendak pergi, tetapi Allen malah meneleponku. Allen bertanya, "Kamu sudah ketemu orangnya? Tolong ya. Tadi waktu aku melukis, pihak bar meneleponku untuk menjemputnya. Tapi, aku lagi nggak bisa pergi.""Aku juga nggak kenal siapa-siapa di Kota Jayed. Aku cuma teringat padamu. Maaf kalau sudah merepotkanmu. N
Mungkin karena merasa sakit, Matthew benar-benar melepaskan tangannya. Aku pun menarik tanganku dan malas meladeninya lagi.Setengah jam kemudian, mobil berhenti di depan rumah Matthew. Aku menurunkannya dari mobil. Tubuhnya yang berat bersandar di tubuhku.Aku baru saja sembuh sehingga tidak mungkin sanggup menahan beban seberat ini. Setelah bersusah payah berjalan beberapa langkah, pintu masih jauh di depan sana. Kakiku malah terhuyung dan terpeleset.Siapa sangka, aku malah tidak merasakan sakit apa pun. Entah mengapa, posisiku berbalik dengan Matthew. Yang terjatuh adalah dia.Aku bisa mendengar Matthew mendengus kesakitan. Kemudian, dia membuka matanya sambil mengernyit. Aku segera bangkit dari tubuhnya, lalu menatapnya dan bertanya, "Kamu baik-baik saja?"Matthew memegang kepala belakangnya dan menyahut, "Sakit."Jadi, kepalanya terbentur? Aku segera berjongkok untuk memapahnya. "Kok bisa sakit? Berdarah nggak?" Aku lantas memeriksa belakang kepalanya. Tidak ada darah, tetapi ben
"Selain itu, Santos nggak akan bisa mengancammu dengan menggunakan nenekmu lagi. Leila." Matthew mencoba meraih tanganku. "Tolong jangan membenciku ya?""Matthew." Aku meletakkan kedua tanganku di belakang punggung, lalu menatap matanya dan bertanya, "Apa kamu menyukaiku?"Matthew yang dulu selalu angkuh dan tidak pintar berkata-kata. Sering kali, apa yang dia katakan berbeda dengan yang ada di pikirannya.Latar belakangnya yang istimewa membuatnya disanjung orang-orang sejak lahir. Itu sebabnya, dia sering kali kesulitan untuk mengungkapkan sesuatu.Aku sudah terbiasa dengan sikap Matthew yang sombong dan keras kepala. Sebaliknya, aku merasa aneh melihatnya merendah seperti ini, apalagi bersikap baik padaku.Sejak kapan semua ini dimulai? Sejak kapan sikap Matthew berubah kepadaku? Aku menatap Matthew, mencoba untuk mendapat sedikit petunjukAku berharap Matthew menjawab tidak, tetapi tatapannya tiba-tiba berubah setelah mendengar pertanyaanku. Dia menatapku dengan tulus dan menyahut,
Entah apa yang dikatakan pemuda itu kepada Yuna, Yuna bersandar di pelukannya sambil tertawa tanpa henti. Mereka berpelukan di depan publik? Matthew diselingkuhi Yuna?Aku melongo melihatnya, sampai akhirnya staf memanggilku lagi "Bu, mau pesan sup apa?"Aku segera tersadar dari lamunanku dan mengalihkan pandanganku. Aku tersenyum minta maaf dan melirik menu. "Maaf, sup ini saja. Terima kasih."Setelah staf pergi, aku memesan dari situs web.Aurel dan Cyntia telah kembali. Kami makan dengan sangat puas. Mungkin karena rasa pedas ini menggugah selera, aku makan sangat banyak.Di tengah makan, aku pergi ke toilet. Ketika keluar, aku bertemu Yuna yang sedang merias diri di depan wastafel.Ketika melihatku, tebersit kepanikan pada tatapan Yuna. Namun, dia segera bersikap normal kembali.Aku menghampiri dan membuka keran air. Ketika aku mencuci tangan, Yuna tiba-tiba bertanya, "Leila, kamu pasti sangat bangga sekarang, 'kan?"Bangga ? Kenapa harus bangga? Aku menoleh menatap Yuna dan henda
Aku tertawa. "Sayang sekali, padahal mereka sangat serasi."Ketika Yuna menyebarkan rumor tentangku, aku sudah menjelaskan sebab dan akibatnya kepada mereka.Aurel dan Cyntia bertatapan. Cyntia masih ingin bertanya, tetapi Aurel sontak menutup mulutnya dan mendorongnya. "Sudah, sudah. Gosipnya sudah selesai. Kita pikir dulu malam ini mau makan apa.""Oh ya." Aurel menahan Cyntia di kursi, lalu menoleh dan bertanya kepadaku, "Besok kamu pulang, 'kan? Pesawatmu jam berapa?""Jam 3 sore."....Di Kota Nilam, begitu turun dari pesawat, aku langsung merasakan hawa yang panas. Mungkin karena sudah terbiasa dengan cuaca dingin di Kota Jayed, aku jadi tidak terbiasa dan buru-buru melepaskan mantelku."Nona." Begitu aku melepaskan mantelku, sopir keluargaku tiba. Aku mengangguk, lalu menyerahkan koper kepadanya dan masuk ke mobil.Di grup obrolan, Aurel dan Cyntia bertanya apakah aku sudah sampai. Aku membalas pesan mereka dan mengobrol sesaat dengan mereka. Ketika mendongak, aku mendapati ini
Setelah mendengar perkataan Cassey, aku mengernyit. Aku dan Yosef tidak dekat, bahkan hampir tidak pernah berkomunikasi. Aku sendiri tidak tahu aku akan pergi ke laut, tetapi Yosef sudah memberi tahu Cassey duluan?Aku samar-samar bisa menebak sesuatu, tetapi tidak ingin memikirkannya. Aku lantas menoleh menatap Cassey. "Kapan Yosef bicara begitu?""Hari Rabu. Kami makan bersama di kantin hari itu. Dia bilang kamu bakal pulang, makanya aku juga pulang. Sebenarnya aku mau kirim pesan kepadamu, tapi Yosef melarang. Dia bilang lebih baik dijadikan kejutan." Cassey mengernyit.Kebetulan, Santos juga meneleponku di hari Rabu. Jadi, Santos bekerja sama dengan Matthew?Aku mengalihkan pandangan menatap Matthew. Setelah berpisah di apartemennya hari itu, ini pertama kalinya kami bertemu lagi. Matthew memakai kacamata hitam sehingga membuatnya terlihat makin dingin. Pakaian kasual serba hitam yang dipakainya membuatnya terlihat cukup keren.Ketika aku menoleh, Yosef sedang berbicara dengan Matt
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
"Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis
Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara
Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa
Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka
Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma
Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger