Keesokan paginya, aku bilang pada Cassey bahwa aku ada kelas pagi. Aku memintanya untuk tidur lebih lama. Setelah selesai kelas, aku akan menjemputnya lalu pergi bermain bersama.Sampai di kampus, aku mencari nomor telepon Yuna, lalu mengirimkan pesan singkat memintanya menemuiku di hutan kecil di belakang lapangan.Tak lama kemudian, Yuna datang.Hari ini, Yuna berdandan seperti bidadari, terlihat begitu polos dan lembut. Namun siapa sangka, hati orang yang tampak sebaik ini sebenarnya busuk dan penuh kebencian.Aku benar-benar tidak mengerti. Hanya demi seorang pria, apa yang dia kejar? Jika itu memang miliknya, pria itu tidak akan pergi. Namun jika bukan, apa gunanya memakai segala cara untuk mendapatkannya?Yuna berjalan ke arahku dengan ekspresi bangga. "Leila, kamu mem ...."Aku tidak membiarkannya menyelesaikan kalimatnya. Dengan tangan kiriku, aku menarik rambutnya yang tergerai dengan gelombang besar, sementara tangan kananku terangkat dan menampar wajahnya dengan keras.Plak!
Manajer restoran segera datang bersama beberapa petugas keamanan. Namun karena pria ini bertubuh besar dan tampaknya memiliki sedikit pengaruh, mereka tidak berani bertindak kasar.Manajer berusaha membujuknya, tetapi pria itu malah mendorong sang manajer dan meraih tanganku. "Ribut apa sih? Jangan ganggu aku godain cewek!"Sebenarnya, aku bisa saja menghindari tangannya, tetapi saat itu Cassey berdiri di depanku untuk melindungiku.Ketika pria itu menjulurkan tangannya, aku menarik Cassey agar menjauh, tapi justru tanganku yang ditarik pria gemuk itu. Pergelangan tanganku dicengkeram erat dan aku diseret ke pelukannya."Lepaskan aku!" teriakku. Pria itu memeluk pinggangku erat-erat. Tangannya mulai bergerak tak senonoh di lenganku, sementara hidungnya terus mengendus rambutku dengan jijik.Saat pikiranku hampir meledak karena marah, beberapa petugas keamanan akhirnya berhasil menahannya di lantai. Pria gemuk itu terus memaki-maki, sementara beberapa pelanggan lain mulai mengecamnya da
Keesokan harinya, saat akhir pekan, aku tidak pergi bekerja di restoran. Berkat bantuan sepupu Cassey, restoran itu memberiku kompensasi. Tak lama kemudian, aku juga berhasil menemukan rekaman kamera pengawas yang menunjukkan Yuna ada di restoran malam itu.Beberapa saat kemudian, Cassey datang dengan ponsel di tangannya sambil berlari ke arahku. "Leila, lihat ini!"Aku mengambil ponselnya. Di layar ada informasi tentang pria gemuk itu.Sambil aku membaca, Cassey menjelaskan, "Kata kakakku, orang ini bukan dari Kota Gading. Dia sama sekali bukan dari keluarga kaya. Kakakku bilang dia mungkin cuma preman biasa yang entah gimana bisa masuk ke restoran itu."Akhirnya, semua teka-teki di kepalaku saling terhubung.Kenapa Yuna muncul di restoran malam itu dan kenapa restoran mewah seperti itu tidak segera bertindak saat pegawainya dilecehkan? Sebaliknya, mereka malah berpura-pura tidak tahu.Cassey duduk di sebelahku sambil menggenggam lenganku. "Leila, rasanya kita berdua akhir-akhir ini l
Aku fokus belajar dan mencari pekerjaan magang.Kali ini, aku tidak hanya mencari posisi asisten desainer, tetapi juga posisi lain yang masih berhubungan dengan desain, seperti perhiasan, bahan kain, atau produksi pakaian. Semua pekerjaan yang masih berkaitan dengan desain fashion ingin kucoba.Entah karena beruntung atau bagaimana, aku akhirnya berhasil mendapatkan posisi sebagai asisten desainer. Desainer itu cukup terkenal di industri ini. Hanya saja, dia dikenal memiliki temperamen yang cukup aneh.Seminggu setelah mulai bekerja, Santos kembali meneleponku. Saat itu, aku baru saja selesai kerja. Aku turun dari bus dan berjalan perlahan menuju kampus.Dia bertanya aku ada di mana. Aku mendongak melihat bulan di langit. "Pak Santos, apa kamu lupa? Anda sudah memutus sumber keuanganku. Kita berdua nggak ada hubungan lagi. Kenapa aku harus kasih tahu kamu di mana aku berada?"Suara Santos terdengar penuh amarah. "Leila, apa kamu nggak takut kalau aku bawa nenekmu keluar dari panti jomp
Aku tidak tahu bagaimana penglihatanku tiba-tiba menjadi begitu tajam di momen itu. Aku melihat tulisan pada benda yang diberikan Matthew kepada Yuna dengan jelas: Obat Nyeri Haid".Malam sudah begitu larut, dan dia datang hanya untuk memberikan obat khusus perempuan kepada Yuna. Aku tiba-tiba teringat gosip yang kudengar di kampus sebelumnya. Ternyata semua itu benar.Kenangan itu kembali menghantamku. Di kehidupan sebelumnya, setelah aku keguguran dan perutku sakit hingga wajahku pucat pasi, Matthew hanya menatapku dingin sambil berkata, "Leila, ini memang hukuman yang pantas untukmu."Tiba-tiba, Matthew yang sedang berbicara dengan Yuna mengangkat kepalanya. Tatapan kami bertemu. Aku tetap tenang dan memalingkan pandangan. Mobil yang kupesan berhenti di tepi jalan. Aku membuka pintu dan masuk ke dalamnya.Setengah jam kemudian.Mobil berhenti di depan Star Night, kelab malam terbesar di Kota Gading. Aku membayar ongkos taksi dan turun. Saat itu, telepon dari Santos kembali berdering
Aku tidak bisa menahan diri untuk tertawa kecil. Santos tertegun sesaat sebelum melanjutkan, "Kalau kamu nggak mau nikah sama Pak Evano, manfaatkan hubunganmu sama Keegan atau Matthew.""Kamu pikir aku akan menuruti perkataanmu?" Aku menghentikan tawaku dan menatapnya dengan dingin.Santos mengambil sebungkus rokok dari dalam tasnya, menyalakan sebatang, dan mengisapnya dalam-dalam. "Mau atau nggak, kamu tetap harus patuh.""Nenekmu ada di tanganku. Grup Wirawan mengalami masalah keuangan. Sekarang, aku butuh kamu untuk menghasilkan uang dalam jumlah besar. Ngerti?"Setelah berkata demikian, Santos membuka ponselnya dan memutar sebuah video.Dalam video itu, nenekku terlihat berbaring di tempat tidur, matanya terbuka lebar. Di sebelahnya, seorang perawat duduk santai sambil makan kacang dan memaki, "Dasar tua bangka, ngapain teriak-teriak terus. Kalau kamu masih berani berisik, akan kuajari kamu caranya diam!"Nenekku yang kurus kering berusaha mengeluarkan suara lirih. Namun tak lama
Pukul 7:30 malam, aku mengenakan gaun hitam sederhana dan menunggu di tempat yang dijanjikan untuk bertemu Evano. Tak lama kemudian, mobilnya berhenti tepat di hadapanku. Jendela mobil terbuka dan wajah Evano yang terlihat elegan dan munafik itu muncul."Kamu memang cantik sekali," katanya sambil mengamati penampilanku dengan tatapan puas. Setelah mengangguk kecil, dia memintaku naik ke mobil. Saat itu juga, aku merasa terhina.Aku ingin berbalik dan pergi, tetapi ancaman Santos kembali terngiang di pikiranku. Aku tidak punya pilihan selain membuka pintu dan naik ke mobil. Setelah masuk, aku duduk di ujung kursi dekat pintu untuk menjaga jarak sejauh mungkin.Jarak di antara kami masih cukup luas untuk satu orang lagi.Pak Evano sepertinya tertawa kecil sambil mengetuk-ngetuk lututnya dengan jemarinya. "Kamu nggak rela?"Aku menoleh dan menatapnya datar dengan tangan tertata rapi di atas lututku. "Aku nggak mengerti maksudmu.""Ayahmu belum kasih tahu kamu?" tanyanya. Sebagai pria yang
Suatu kali, Nenek pergi bekerja dan kebetulan aku jatuh sakit. Dia pulang sangat larut malam dan saat dia tiba, kondisiku sudah memburuk. Sejak saat itu, aku mulai sangat takut dengan lingkungan yang gelap total.Keringat dingin membasahi punggung dan telapak tanganku. Aku bisa merasakan orang-orang mondar-mandir di sekitarku. Aku tidak bisa melihat apa pun di depan. Beberapa kali aku didorong maju oleh kerumunan, beberapa kali pula tubuhku ditabrak orang.Entah siapa yang tiba-tiba menarik lepas jepit rambutku dari belakang. Di saat berikutnya, pergelangan tanganku dicengkeram oleh tangan yang besar dan hangat.Tak lama kemudian, seseorang menarikku ke dalam pelukannya.Aroma cedar yang familier memenuhi hidungku. Aku tahu aku seharusnya membuka mulut dan memintanya melepaskanku. Namun, ketakutan yang begitu mendalam membuatku tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali.Tanpa sadar, aku mencengkeram lengan bajunya erat-erat, seolah itu adalah satu-satunya penyelamatku di tengah kegelap
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
"Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis
Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara
Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa
Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka
Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma
Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger