Hujan gerimis yang lembut tiba-tiba berubah menjadi hujan deras yang mengguyur. Aku tidak lagi bisa membedakan mana air mata dan mana air hujan. Yang terasa hanyalah aroma asin yang memenuhi udara.Matthew pergi begitu saja dengan mengendarai mobilnya dan meninggalkanku sendirian di jalan yang dingin. Kegelapan dan dinginnya malam terus menyerang, menguasai pikiranku, dan membungkusku dalam penjara tanpa akhir.Mimpi buruk yang mengerikan ini hampir menghancurkan diriku. Ketika aku terbangun dengan terkejut di tengah malam, langit sudah mulai terang.Aku menyeka keringat di dahiku. Keringat dingin telah membasahi seluruh bajuku. Untungnya, semuanya sudah berlalu. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa di masa depan, aku tidak akan membiarkan siapa pun membuangku dengan mudah lagi.Universitas Gading sangat luas. Jika tidak sengaja, mungkin kami tidak akan pernah bertemu lagi. Namun, kampus ini juga terasa kecil. Jika memang ditakdirkan, pertemuan akan terus terjadi.Aku mendengar bahwa
Ternyata itu adalah Matthew. Dia menyerahkan formulir pendaftaran yang ada di tangannya, lalu bertanya, "Seharusnya belum terlambat, 'kan?"Jessica terpaku sejenak saat melihat Matthew. Dia bahkan lupa menarik tangannya kembali dan hanya berdiri mematung sambil menatapnya.Aku merasa canggung, lalu menarik kembali tanganku. Baru setelah itu, Jessica tersadar. Dia menggigit bibirnya sebentar, lalu mengambil formulir pendaftaran dari tangan Matthew dan mengangguk penuh semangat."Belum terlambat. Selamat datang sebagai anggota terakhir UKM Perencanaan Kegiatan. Leila, kalian berdua datang hampir berbarengan. Sungguh kebetulan," ucap Jessica. Tatapannya bolak-balik berpindah antara aku dan Matthew. Itu membuatku merasa sangat tidak nyaman.Astaga, kenapa Matthew bisa ada di sini? Setahuku, dia sangat suka bermain basket. Kenapa tidak mendaftar ke UKM basket saja?Matthew juga bisa ikut Yuna ke UKM lain. Kenapa dia malah bergabung dengan UKM Perencanaan Kegiatan? Apakah ini yang disebut ta
Anehnya, tadi malam aku tidur sangat nyenyak. Awalnya, aku pikir dia akan menghubungiku lewat ponsel. Mungkin mengirim pesan atau menelepon untuk membahas tentang dekorasi outdoor yang harus kami kerjakan bersama.Namun malam itu justru sangat tenang, seolah-olah Matthew sama sekali tidak memikirkan hal ini. Mungkin dia merasa tidak membutuhkan bantuanku. Hanya saja setelah kupikir-pikir lagi, aku mulai memahami alasannya.Mungkin Matthew sebenarnya juga tidak ingin bergabung dengan UKM ini. Jika bukan karena harus mengumpulkan 8 SKS, dia pasti tidak akan terpaksa mendaftar ke UKM Perencanaan Kegiatan.Sekalipun kami ditempatkan dalam kelompok yang sama, Matthew mungkin tidak ingin Yuna salah paham. Itu sebabnya, dia sengaja menjaga jarak dariku.Saat menyadari hal ini, aku justru merasa lucu. Betapa konyolnya diriku. Namun, kini aku sudah merelakan semuanya. Hatiku terasa lebih ringan, seolah-olah semuanya seperti angin lalu.Tidak ada lagi rasa pahit yang menyelimuti pikiranku. Terny
Aku terdiam di tempat. Matthew tiba-tiba berhenti melangkah, lalu menoleh dan menatapku. Dia bertanya, "Nggak mau sarapan dulu?"Aku menghela napas panjang dan merasa tak punya pilihan selain mengikuti dia dari belakang. Kami sarapan bersama dengan sederhana, tetapi suasananya begitu canggung.Aku hampir ingin melarikan diri. Akhirnya, kami langsung pergi ke supermarket untuk belanja barang-barang yang diperlukan. Saat membayar di kasir, Matthew mengangkat barang-barang yang berat dan berjalan keluar lebih dulu.Setelah itu, kami menuju lokasi yang akan dihias. Di sana, para senior sudah membangun panggung kecil. Tugasku dan Matthew hanyalah mendekorasi area outdoor di sekitar panggung.Aku mulai mengeluarkan semua barang dari kantong dan perlahan-lahan mulai menata dekorasi. Demi mendapatkan SKS, aku bekerja dengan sangat serius.Namun, aku merasa seperti ada tatapan panas yang terus mengarah ke arahku dan membuatku sedikit canggung.Aku mencoba menenangkan diri, tetapi tidak tahu dar
Rasanya tidak wajar jika aku mencintainya lagi. Melihat mereka berdua yang begitu bahagia dan mesra, aku sadar kehadiranku hanya menjadi hal yang tidak diperlukan. Bagaimanapun, orang yang tidak dicintai adalah orang ketiga.Aku sendiri tidak tahu, dengan perasaan seperti apa aku kembali ke kamar asrama. Ketika akhirnya aku berbaring di ranjang, bayangan saat Matthew memelukku terus berputar di pikiranku. Semuanya terasa aneh.Namun mengingat sifatnya, Matthew pasti akan melakukan hal yang sama bahkan jika orang lain berada dalam situasiku. Aku pun mencoba menghapus pikiran-pikiran liar dari kepalaku dan akhirnya tidur dengan tenang.Dalam mimpi, aku melihat mereka berdua bersandar mesra satu sama lain, sementara aku hanya bisa bersembunyi di sudut gelap seperti seorang pencuri yang mencuri pandang kebahagiaan orang lain. Aku tiba-tiba terbangun. Untungnya itu semua hanya mimpi.Keesokan paginya, aku mengenakan pakaian yang rapi dan sederhana. Dengan semangat baru, aku memutuskan untuk
Aku tiba-tiba terjebak di posisi sulit. Menolak dia, aku akan dianggap sebagai orang tak tahu berterima kasih. Namun jika menerima, aku takut akan makin terjerat dengannya."Aku nggak paksa. Kalau kamu nggak mau, ya sudahlah. Memang benar, orang baik nggak pernah mendapat balasan baik." Suara Matthew dari ujung telepon terdengar seperti helaan napas panjang, tetapi entah kenapa berulang kali menggema di pikiranku seperti mantra yang mengganggu."Aku akan datang nanti," jawabku akhirnya, tepat sebelum Matthew sempat memutuskan panggilan.Aku berpikir, lagi pula ini hanya beberapa hari saja. Tidak mungkin ada sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Paling-paling aku akan menjaga jarak lebih jauh setelah ini.Dari ucapannya, Matthew sepertinya belum sarapan. Aku segera memesan taksi, lalu beli beberapa makanan di sebuah kedai sarapan dekat rumah sakit sebelum menuju ke sana.Saat aku sampai, Matthew sedang berbaring dengan santai di ranjang. Hanya tangannya yang patah, tetapi aku tidak men
Jari-jari Matthew yang panjang terlihat kesulitan menarik tali celana karena satu tangannya dibalut gips. Itu sebabnya, susah baginya untuk mengikat simpul. Kalau saja dia belum selesai memakai celana, mungkin aku benar-benar akan melihat sesuatu yang tak seharusnya kulihat.Dalam sekejap, aku merasa wajahku memanas dan memerah seperti udang yang baru direbus. "Kamu ...." Aku ingin memarahi dia, tetapi rasa malu membuatku tak sanggup melanjutkan.Aku langsung berbalik dan berlari keluar kamar mandi. Sial, kenapa Matthew begitu menyebalkan? Berdiri di depan pintu kamar mandi, jantungku berdegup kencang.Wajahku makin memerah, bahkan terasa seperti terbakar. Napasku mulai tersengal-sengal, seperti kehabisan udara.Aku coba menenangkan diri dengan memejamkan mata, tetapi bayangan tangan panjangnya yang memegang tali celana terus berputar-putar di pikiranku.Melihat selimut di ranjang yang belum selesai dilipat, aku memutuskan untuk melampiaskan kegugupanku dengan melipatnya berulang kali
Napasnya yang hangat menyapu lembut di sekitar telingaku dan pipiku. Aku memang orang yang sangat peka, apalagi jika seseorang berbicara begitu dekat di telingaku. Rasanya seluruh wajahku langsung memerah, bahkan sampai ke ujung telinga.Matthew tiba-tiba mengulurkan tangan dan menarikku ke dalam pelukannya, lalu menunduk. Bibir tipisnya menyentuh pipiku dengan lembut, nyaris seperti belaian.Tatapan matanya yang dalam dan penuh misteri seolah mengandung seluruh galaksi. Itu memancarkan daya tarik yang tak terelakkan. Hanya dengan satu pandangan, siapa pun bisa jatuh terperangkap dan tak mampu keluar lagi.Ketika bibir Matthew mulai mendekat ke bibirku, aku merasa seperti tubuhku terpaku di tempat. Kedua tanganku yang masih memegang tali celananya gemetar. Napasku bahkan berhenti, seolah paru-paruku lupa cara bekerja.Bagaimana mungkin aku tidak jatuh hati lagi untuk kedua kalinya saat bertemu pria yang pernah membuat hidupku begitu memesona?Sewaktu muda, bertemu seseorang yang begitu
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
"Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis
Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara
Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa
Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka
Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma
Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger