Aku mau kasih aba-aba dulu kalau ada part 'anu' #YTTA kkk~ nanti di judulnya ada tambahan (Vit) gitu yaa wkwk. Biar nggak kaget pas baca dan disarankan baca di waktu yang aman2 ya guys^^ thank you <3
Diana menyadari jika ucapan dan perasaannya sangat bertolak belakang. Meskipun dari bibirnya terucap jika dia sudah melupakan Riel, akan tetapi hatinya belum bisa sepenuhnya menghapus bayang-bayang pria itu. Lagipula, bekas penghapus pada selembar kertas pun akan meninggalkan jejaknya ‘kan? Jika diibaratkan, Diana sedang ada dalam posisi itu. Demikian, dia ada di sini sekarang. Hampir saja wanita itu masuk tanpa undangan karena jelas Riel masih waras untuk tidak mengirimkan undangan pernikahan padanya. Mendadak Diana tidak ingin memberitahukan perasaannya mengingat hubungan baik Ryuga dan Riel sedikit memburuk. Dian berdeham, “Mohon maaf, Pak Ryuga.” Alih-alih menjawab pertanyaan Ryuga sebelumnya, Diana malah mengatakan permintaan maaf. Setengah takut, dia pun mengatakan, “Di luar jam kerja, mari untuk saling menghormati privasi masing-masing.” Usai mengatakan itu, tanpa perlu menunggu balasan Ryuga, Diana sudah melarikan diri secepat mungkin dengan jantung yang berdetak cepat. B
“Bisakah kamu memasang wajah yang lebih ramah sedikit, Ryu?” Setelah langkahnya agak jauh dari Riel dan Lilia, barulah detik itu Claudia melayangkan protesan. Jujur saja, dia agak kesal dengan sikap Ryuga. Cukup mengangkat dua sudut bibirnya untuk tersenyum tipis bukan hal yang sulit ‘kan? Tangan Claudia langsung meraba perutnya sambil menundukkan pandangan lantas mengatakan, “Besok-besok saat kamu sudah tumbuh dewasa, kamu harus lebih banyak tersenyum. Oke?” Dalam hatinya, Claudia menambahkan, ‘Sifat Daddy yang satu itu jangan ditiru ya, Nak!’ Ryuga terdiam. Manik hitamnya terpaku menatap Claudia yang sedang mengajak janin di perutnya berbicara. Itu bukan pemandangan aneh bagi Ryuga. Beberapa kali dia memergoki Claudia melakukan itu. “Kapan-kapan saja,” sahut Ryuga enteng. Dia menarik lengan Claudia agar kembali melanjutkan langkah. “Sekarang, lupakan itu dan ikut aku, Claudia,” perintah Ryuga dengan suaranya yang dalam. Langkah Claudia mengikuti Ryuga yang tampak tidak tergesa
Claudia tidak pernah tidak mempercayai Ryuga. Hubungan yang Ryuga bangun pada rumah tangga keduanya memberinya perasaan aman, termasuk dalam urusan ranjang. “Aku ingin melakukannya di sini, Claudia.” Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan Ryuga diiringi bunyi sabuk yang dibuka dengan gerakan seksi. Claudia mengangguk singkat. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam, memandangi Ryuga yang kini hanya berbalut kaos putih. Kedua tangannya merambat turun dari bahu kokoh suaminya menuju ujung kaos yang dikenakan, Claudia berinisiatif untuk membukanya. Sudut bibir Ryuga menyeringai. Dia mendaratkan lumatan singkat di bibir cherry Claudia sebelum mengangkat kedua tangan, membantu pergerakan Claudia yang ingin membuka kaos miliknya. Lalu setelah itu terjadi, Claudia menundukkan pandangan. Dia membatin, ‘Kenapa aku kelihatan bersemangat sekali, sih?!’ Rasanya sedikit malu, tapi Claudia cukup tidak sabaran dengan kegiatan intim yang akan dilakukan. Claudia tidak pernah mabuk. Namun, sentuhan Ry
Melihat sorot mata Lilia padanya yang tampak memohon, Riel seketika merasa tidak tega untuk meninggalkan wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Akan tetapi, Riel memilih melepaskan tangan Lilia dari tangannya dengan lembut.“Aku akan kembali dalam dua jam lagi.” Ucapan Riel secara tidak langsung mengatakan bahwa pria itu tetap harus pergi.Kedua tangan Lilia mengepal di sisi tubuh. Dia menundukkan wajah. Jujur saja, rasanya sedikit sakit mendapatkan penolakan itu. Perasaan Lilia mendadak emosional.Apalagi mendengar langkah kaki Riel yang terdengar mulai menjauh tanpa menunggu respons darinya. Lilia menaikkan pandangan, menatap lurus ke arah punggung lebar milik Riel.“Jika dalam dua jam lagi kamu tidak kembali, kamu tidak akan pernah bisa melihat anak ini lahir, Riel.”Benar, ucapan itu adalah sebuah ancaman. Entah darimana Lilia mendapatkan ide untuk mengatakan hal demikian pada Riel. Dan sebelum sempat Riel menolehkan wajah, Lilia lebih dulu membalikkan tubuhnya dan berjalan
Aruna tidak paham bagaimana cara bekerja hukum alam semesta. Itu bukan sesuatu yang bisa dikendalikan olehnya. Dia baru saja membuat Riel pergi setelah mengomelinya panjang lebar dan memutuskan membuat batasan dengan pria yang sudah dikenalinya sejak lama itu. “Pizza-nya sudah datang, Aruna?” Pintu kamar mandi yang dibuka disertai pertanyaan Diana lekas membuat Aruna menoleh cepat. Mata besar Aruna menemukan air wajah Diana yang tampak lebih baik dibandingkan beberapa jam sebelumnya. Kepala Aruna mengangguk-angguk samar. “Aku udah makan tiga, Tante,” akui gadis itu sambil menunjuk potongan pizza di hadapannya yang tidak lagi utuh. Aruna bersyukur, layanan pengantar makanan itu datang di waktu yang tepat sehingga Aruna bisa mengusir kepergian Riel. Meskipun jika boleh jujur, Aruna tampak berat hati melakukannya. Namun, jika Aruna tidak bisa bertindak tegas, sikap Riel ke depannya akan jauh lebih menyakiti perasaan banyak orang, termasuk Lilia. Tanpa menaruh perasaan curiga apapun,
“Halo halo.” Suara berat itu menyapa dari sambungan telepon. Si penerima telepon belum memberikan respons dan untuk itulah suara berat milik seorang pemuda itu kembali mengudara, “Disini dengan Aland Mada, saya ingin melapor kehilangan pacar cantik bernama Anjani Ruby.” Mendengar namanya disebut, sudut bibir Anjani tersenyum. Dia memutuskan untuk berpindah tempat dari kursi belajar menuju ke ranjang tidurnya. Anjani menimpali kekonyolan yang dimulai oleh kekasihnya tersebut, “Sudah berapa lama memangnya pacarmu itu menghilang?” “Hmmm,” gumam Aland di seberang sana yang ikut berbaring. Sesaat, Aland berpikir dengan kedua alis yang menukik tajam. “Hampir seharian ini. Dan itu cukup membuatku tidak bersemangat!” beritahunya. Berhubungan jarak jauh cukup membuat Aland merasa dilanda frustasi. Dia sedang ada di dalam fase jatuh cinta. Rasanya ingin menemui Anjani setiap hari, makan siang bersama, lalu melakukan hal banyak lainnya setelahnya. Namun, Aland tidak bisa melakukan keinginannya
Lima bulan kemudian … TUKKK Sebuah kerikil kecil mendarat di lengan Aruna yang beruntungnya mengenakan kaus berlengan panjang. Gadis itu meringis kecil, “Aw!” ‘Siapa, sih?!’ gerutunya dalam batin sambil mengalihkan pandangan tepat pada dua pemuda yang baru saja tiba di depan teras rumah. Aruna mengembuskan napas berat, sudah menebak pelaku yang menjailinya. “Bisa nggak, sehari aja Om Al nggak bersikap rese?!” Aruna bersiap mengeluarkan tanduk tak kasat mata di atas poni depannya. Sang pelaku–yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aland terkekeh pelan. Dia senang jika sudah melihat wajah cantik itu tampak bete. Aland membalas, “Oh jelas … tidak bisa dong.” Wajah tampannya tampak songong. “Lo adalah target yang pas untuk kegabutan gue selama di sini, Ar– “–Kak! Pras! Woy! Kecekik nih!” protes Aland begitu Pras memiting lehernya tiba-tiba dan tanpa aba-aba. Sudut bibir Pras menyeringai. Dia baru melepaskan Aland usai pemuda itu mengatakan tidak bisa bernafas dengan benar. “Yahh,
“Kamu sama Aland membicarakan apa, Ryuga?”Pertanyaan itu sukses membuat Ryuga terdiam dan menatap Claudia lamat-lamat. Dia baru saja selesai mengantar Claudia ke kamar mandi dan membantunya naik kembali ke kamar atas milik istrinya itu.Claudia menolak menggunakan kamar tamu yang letaknya ada di bawah pada kediaman Aji. Padahal kamar tamu lebih dekat dengan kamar mandi. Akan tetapi, Claudia tetap tidak mau. “Bukan apa-apa,” jawab Ryuga setelah terdiam beberapa saat. Dia mendekatkan wajahnya untuk berbisik di telinga Claudia. “Hanya pembicaraan di antara pria saja, Claudia.”Lantas setelah itu, Ryuga menjauhkan wajahnya dari Claudia. Sebelum pria itu bangkit dari duduknya, Ryuga menyempatkan diri mencuri kecupan di bibir cherry Claudia.“Tapi, kalau kamu memang penasaran … aku akan memberitahu dengan sebuah syarat.”Mendengarnya, Claudia langsung memejamkan mata. Batinnya berbisik, ‘Tidak jadi.’Dia berpikir dua kali untuk mengetahui pembicaraan itu. Sementara Ryuga tengah mengambil
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.”Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?!“Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat.Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar.“Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.”Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah.“Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya.Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani.Melihat ketuban Lilia pecah, Riel deng
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s
Pras mengantarkan Aruna pulang sesuai jam yang sudah ditetapkan Aji. Tidak ada keanehan. Sepanjang makan malam pun, Aruna bahkan tak segan memamerkan manik-manik yang dibelikan Pras di Pasar Sabtu. Namun, sekitar hampir jam setengah sembilan malam, gadis itu mulai terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas. Asma Aruna … kambuh. Dan di saat-saat seperti itu, kekhawatiran Ryuga datang dua kali lipat. Pria itu cekatan memastikan kebutuhan Aruna terpenuhi. Claudia tidak diperbolehkan membantu, hanya menemani Aruna yang berbaring di ranjang tidur. Lagi-lagi Claudia dibuat terpesona. Dia beberapa kali kedapatan menggigit bibir bawahnya, menginginkan sesuatu dari suaminya itu. Akan tetapi, dengan cepat Claudia menepis jauh-jauh pemikirannya. ‘Ish, mikir apa, sih, kamu, Clau?!’ “Mom, tidur dengan Aruna, ya, malam ini?” pinta gadis itu sambil memeluk lengan Claudia. Hal itu membuat fokus Claudia teralihkan. Dia tidak langsung mengiakan. Malah melemparkan pandangan pada Ryuga yang ternyata sudah