Mayumi tidak pernah tahu bagaimana kehidupannya akan berjalan. Dia hanya selalu berharap bisa memiliki banyak uang supaya bisa meringankan beban ibunya. Dua tahun lalu hidupnya tercukupi karena sang ayah masih bertanggung jawab, tapi setelah ibu sakit-sakitan ayah pergi bersama Wanita barunya. Saat itu Mayumi benar-benar terpuruk karena harus menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Segala hal telah Mayumi lakukan demi mendapatkan uang. Andai dulu tidak ikut ayah pindah ke sini, mungkin Mayumi tidak akan sesial sekarang.
Apakah kesetiaan orang akan diuji saat pasangannya sakit?Mayumi tidak menyalahkan ayah saat pergi bersama Wanita lain. Jika itu ayah kandungnya, tidak mungkin melakukan hal itu, bukan? Dan pada kenyataanya pria itu hanyalah ayah tiri yang kebetulan menikahi ibu saat menjadi turis di jepang. Pertemuan yang sangat konyol! Mayumi heran kenapa dulu ibu dengan mudahnya mau menerima pinangan pria itu yang pada akhirnya membawa kehidupan menyedihkan di negara orang.“Ada apa Mayumi?” tanya Hana.Diam-diam sudah sedari tadi Hana memperhatikan putrinya yang sedang melamun itu. Sejak pulang, Mayumi lebih banyak melamun dan suka menyendiri.Mayumi memutar posisi duduknya menghadap ibunya. “Tidak ada apa-apa.”Hana meraih satu kursi lantas mendudukinya. “Bagaimana dengan pekerjaan kamu?”Mayumi tersenyum tipis. Ia membungkukkan badan lalu meraih kedua tangan ibunya. “Tentu saja baik-baik saja. Pekerjaanku lancar.”“Maaf ibu merepotkan kamu. Kalau saja ibu tidak menikah ….”“Shht!” Mayumi mendesis dan menggeleng. “ Tidak perlu membalas hal itu lagi. Lupakan tentang apa yang pernah terjadi.”Sudah cukup lama pria itu meninggalkan ibu dan dirinya. Tidak penting juga sebenarnya, hanya saja Mayumi merasa kecewa karena dengan ibunya menikah lagi membuatnya tersesat di negara orang dan tidak bisa kembali pulang. Dan perlu diketahui, mencari pekerjaan di tempat asing itu sangatlah susah. Belum lagi mereka akan mempertanyakan tentang wajah Mayumi yang khas orang Jepang.Selesai mengobrol tidak jelas dan sang ibu, Mayumi memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau terus-terusan menganggur seperti ini. Ketika sampai di luar kompleks perumahannya, Mayumi berjalan menyusuri trotoar yang ramai. Tidak peduli sejauh apa berjalan, setidaknya hal ini mempermudah untuk mendapatkan informasi pekerjaan. Pikirnya begitu.“Pesangonku hanya cukup untuk makan sampai minggu depan. Aku harus jalan kaki mencari info pekerjaan.”Sampai di sebuah restoran sederhana di pinggir jalan, Mayumi memantau keadaan. Dia berjinjit mengintip keadaan di dalam sana yang cukup ramai.“Aku coba masuk saja,” celetuk Mayumi.Sampai di dalam medekati meja kasir, Mayumi dihampiri salah satu pelayan. Mayumi yang celingukan seperti orang kebingungan membuat mereka—para pelayan—penasaran.“Ada yang bisa kami bantu?”Mayumi berdengung dan menggaruk tengkuknya. Ia gugup dan ragu untuk bicara.“Em, maaf, apa ada lowongan pekerjaan?” pertanyaan itu lolos dari mulut Mayumi.Dua pelayan yang berada di dekat Mayumi saling pandang beberapa saat sebelum akhirnya memasang wajah datar.“Maaf, di sini tidak ada lowongan pekerjaan.”Mayumi tersenyum getir lalu berbalik badan dan pergi. Entah kenapa dua pelayan itu mendadak berwajah datar dan pasi setelah Mayumi menjelaskan tujuannya datang ke sini.“Apa ada yang salah dengan wajahku?” gumam Mayumi seraya menepuk-nepuk wajahnya untuk memastikan.Mayumi mendengkus dan mengentak kaki dengan kesal, membuat rambutnya yang dikuncir kuda bergoyang. Kalau seperti ini, Mayumi akan kesusahan mencari pekerjaan di sini, selain tidak memiliki teman, wajah asing juga semakin menyulitkan.“Sial!” umpatnya sambil menendang batu kerikil di jalanan.“Hei! Lepaskan! Jangan main-main kamu!”Mayumi mendongak dan terksesiap Ketika mendengar suara seseorang. Menoleh ke sana sini, akhirnya Mayumi menemukan seseorang yang sedang adu mulut di seberang jalan. Satu orang Wanita terus mengoceh sambil menarik paper bag dan satu orang berjas parasut juga tengah menari paper bag itu itu juga.Pikiran Mayumi sudah bisa menebak apa yang terjadi di sana. Dengan cepat, Mayumi berlari menyeberang jalan, dan sampai di sana, dengan cepat ia mengangkat kaki lalu menendang pria itu hingga tersungkur.“Apa yang kamu lakukan!” hardik Mayumi sambil mengulurkan satu tangan untuk mengunci Wanita paruh baya yang berdiri di belakangnya. “Kamu mau merampok?”Pria itu berdiri seraya mendecih. Ia mengibas dan menepuk jaketnya lantas mengerutkan bagian bibir dan hidung seperti menunjukkan sebuah kekesalan pada Mayumi,“Tidak usah ikut campur kamu!” sentak pria itu.Tanpa basa-basi dan banyak omong, saat Pria itu hendak maju, Mayumi sudah lebih dulu melayangkan sebuah tendangan tepat mengenai selakangan pria itu. Mayumi tidak berpikir akan melakukan hal itu, ia hanya spontan saja hingga kedua matanya sampai tertutup rapat.“Sialan kamu!” umpat pria itu.“Hei awas!” ibu paruh baya itu menarik Mayumi mundur karena takut pria itu akan membalas.Namun, sebelum pria itu berhasil maju, beberapa orang datang untuk membantu. Pria itu langsung diamankan dan di bawa ke tempat yang berwajib.“Nyonya tidak apa-apa?” tanya Mayumi sambil memeriksa keadaan Wanita itu.“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Terima kasih.”Mayumi bernapas lega. Meski napasnya masih naik turun tidak karuan, tapi sekarang sudah merasa aman. Mayumi pikir orang-orang akan acuh dan tidak ikut membantu, tapi ternyata masih ada yang peduli.“Lain kali hati-hati, Nyonya. Di kota rawan kejahatan,” ujar Mayumi sambil membantu mengambil barang-barang di dalam paper bag yang sempat berjatuhan. Mayumi juga melihat kalau tas ibu itu putus di bagian talinya.“Apa ada yang hilang?” tanya Mayumi sambil mengulurkan paper bag besar itu.Dia menggeleng. “Tidak. Hanya tanganku sedikit luka. Sepertinya pria itu sempat mencakarku.”“Oh!” Mayumi membulatkan mata dan melihat memang ada dua luka bekas kuku di bagian lengan kiri. “Apa sebaiknya ke rumah sakit?”“Tidak usah,” Wanita itu tersenyum. “Sekali lagi terima kasih sudah membantuku, aku tidak tahu apa yang terjadi kalau kamu tidak datang tadi. Kamu sanga berani.”Mayumi langsung tersipu malu.“Em, kalau begitu, sebaiknya aku pergi,” ucap Mayumi sambil mengangkat lengan dan mengacungkan ibu jari ke arah belakang. “Aku sedang buru.”“Tunggu dulu!” Wanita itu menarik tangan Mayumi, lalu merogoh tasanya seperti hendak mengambil sesuatu. “Ini untukmu.”Mayumi menaikkan kedua alisnya saat melihat lembaran uang kertas itu. Itu banyak dan bisa ia gunakan untuk makan satu bukan.“Oh, tidak usah. Tidak perlu seperti ini. Nyonya baik-baik saja, saya sudah senang.” Mayumi membungkukkan badan dan menganggukkan kepala.” Wanita paruh baya itu tersenyum melihat masih ada Wanita muda yang sang sopan di jaman sekarang. Sebelum Mayumi pergi, Wanita itu memanggilnya lagi. Saat Mayumi menoleh, buang uang yang ia lihat.“Ini kartu namaku. Kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa menghubungi nomor yang tertera.”Mayumi tertegun melihat benda persegi pipih itu, ia kemudian tersenyum dan menerimanya.Mayumi kembali berjalan seperti orang hilang lagi. Ia bingung harus mencari pekerjaan di mana lagi sementara hari semakin siang. Ketika ia beristirahat duduk di kursi Panjang, Mayumi teringat kembali dengan uang yang ada di dalam koper.“Ini akan menjadi milik kamu kalau kamu mau menjadi istriku.”Uang itu sangat banyak dan membuat liur ingin menetes, tapi syarat yang dilontarkan juga sebanding dan membuat siapa pun harus berpikir ulang sebelum memutuskan.“Cih! Lebih baik aku tidak mendapatkan uang itu dari pada aku harus menikah dengan kamu.”Keputusan itu membuat Mayumi pada akhirnya pergi dari rumah besar itu tanpa membawa uang sepeser pun.***Sampai malam hari, Mayumi tak kunjung menemukan tempat kerja. Dia sampai kelelahan dan lupa makan. Tubuhnya yang lemas, sudah berkeringat dan terasa sangat lengket. Jika ada yang tanya kenapa tidak melamar pekerjaan di tempat yang lebih pasti? Misalnya perkantoran, pabrik atau sejenisnya? Maka Mayumi akan menjawab. “Aku datang kesini tidak membawa apa pun selain perlengkapan resmi dan pakaian.”Selain itu, Mayumi hanya lulusan sekolah menengah atas yang memang akan kesulitan untuk masuk ke tempat perkantoran. Dan itu sangat mustahil. Sungguh bodoh!“Sekarang harus apa?” desah Mayumi.Mayumi memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam lalu menghadap ke langit. Ia lihat tidak begitu banyak bintang di atas sana. Mungkin sedikit mendung.Sekitar pukul Sembilan malam, Mayumi memutuskan untuk pulang. Entah sampai kapan Mayumi membohongi ibunya tentang dirinya yang sebenarnya sorang pengangguran.“Aku akan jelaskan nanti,” celetuk Mayumi sambil beranjak.Di tempat lain, orang yang kemarin
Sudah sekitar satu minggu, Frans tidak kembali ke rumah keluarga besarnya. Dia memilih tinggal di rumah warisan kakeknya yang jauh dari keramaian. Dia hanya tinggal bersama para pelayan dan pengawalnya saja. Frans turun dari mobil di sambut dua pengawal rumah. Ketika sudah berdiri sambil menarik kemejanya lebih rapi dan menyugar rambutnya, Frans meminta dua orang itu untuk segera menyingkir. Setelah itu, Frans berkedip meminta Leo dan Tom berjalan di belakangnya.Sampai di depan anak tangga menuju pintu masuk, Frans berdiri sambil mendongak memandangi bangunan rumah di hadapannya itu.“Untuk apa juga aku datang ke sini?” decak Frans. “Cih, bukankah sudah ada putra kesayangan juga?”Frans menarik napas lalu menaiki tangga bersamaan dengan napasnya yang berembus cepat. Suara tapak sepatunya bergema membuat suasana mendadak tegang dan tidak nyaman bagi dua orang yang ada di belakang Frans. Mereka tidak yakin kalau Tuannya sudah datang ke rumah ini, karena biasanya akan ada perdebatan.D
Di ruang tamu rumahnya, Mayumi sedang duduk menghadap ke arah jendela yang terbuka seraya bersandar pada dinding sofa. Dua matanya yang indah tengah menatap bunga mawar yang baru saja mekar di luar sana. Dahannya yang sebesar jari kelingking tampak bergoyang-goyang saat angin melintas.Mayumi mengagumi keindahan itu, meski angin terus menerpanya tapi bunga itu tetap berdiri kokoh. Harusnya Mayumi bisa sekuat itu, tapi bagaimana jika angin itu lebih kencang? Siapa yang akan sanggup berdiri mempertahankan posisinya?Mungkin hak itu yang sedang Mayumi rasakan saat ini. Tidak memiliki teman, tidak memiliki pekerjaan, sementara kebutuhan seolah mengejar-ngejarnya.“Kamu tidak kerja hari ini?”Suara lembut dan lebah dari arah belakang membuat Mayumi spontan menoleh. Mayumi tersenyum lantas mempersilakan sang ibu ikut duduk. Sebenarnya ibu sudah membaik, beliau sering sakit hanya saat belum bisa melupakan sang suami yang tega pergi bersama Wanita lain. Saat itu ibu sangat terpukul dan sering
Mayumi sudah tersenyum getir sedari tadi. Dia merasa tidak nyaman dalam situasi seperti ini. Tatapan Frans yang aneh, juga membuat Mayumi ingin segera angkat kaki saat ini juga. Namun, bukan itu tujuan Mayumi. Mayumi datang untuk menemui seseorang yang pastinya bukan Frans. Lalu, ada hubungan apa di antara Frans dan Nyonya Sarah? Kenapa bisa satu meja?Berbagai macam pertanyaan mulai muncul.“Kamu baru datang?” tanya Sarah.Mayumi mengangguk. Ia masih mencoba untuk tersenyum mencoba bersikap biasa saja. Ketika matanya sempat melirik ke arah Frans, Mayumi sedikit membelalakkan mata lalu menunduk dengan cepat. Tatapan Frans dan senyumnya yang miring, membuat Mayumi bergidik ngeri.“Apa kalian sudah saling mengenal?” tanya Sarah.Mayumi mengangkat wajah, ia tatap lebih dulu Nyonya Sarah lalu perlahan menatap Frans. Ia kemudian menelan ludah, saat lagi-lagi Frans tersenyum padanya.“Memang siapa dia? Wajahnya sangat aneh!” cibir Frans. Ia mendecih dan menjulingkan mata lalu meraih segelas
Mayumi ragu saat ingin mengatakan tentang pekerjaan yang ia dapatkan pada ibunya. Dan juga, jika Mayumi memang bersedia menerima pekerjaan itu, maka ia harus bersedia pindah ke rumah mereka. Apa yang harus Mayumi katakana? Jika Mayumi pergi, ibu akan sendirian di rumah.“Apa ada yang salah?” tanya Hana. Hana duduk di samping Mayumi. Dari raut wajah Mayumi yang termenung, Hana pikir ia gagal mendapatkan pekerjaan.“Tidak apa kalau kamu belum mendapatkan pekerjaan,” ucap Hana sambil mengusap lengan Mayumi.Mayumi spontan menoleh, ia tatap wajah ibunya lalu tersenyum. Sebuah senyum yang manis dan tulus, tapi menunjukkan ada sesuatu kebimbangan di dalamnya.Mayumi menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bicara. “Aku sudah mendapatkan pekerjaan,” ucapnya.“Sungguh?”Reaksi antusias itu membuat Mayumi tersenyum getir. Ia senang, tapi bagaimana dengan ibu yang akan di sini sendirian?Hana merasa ada yang aneh karena putrinya itu tidak menunjukkan kalau sedang senang mendapatkan pekerjaan. B
Mayumi tidak menyangka kalau di rumah ini begitu banyak pelayan. Mungkin ada sekitar lima pelayan Wanita dan dua pelayan pria. Jumlah pelayannya tidak jauh berbeda dari rumah yang pernah Mayumi kunjungi di hutan pinus waktu itu. Mereka sudah dibagi tugas masing-masing sementara Mayumi masih belum tahu harus apa pagi ini karena sejak semalam ia belum bertemu dengan Nyonya Sarah. Mereka orang sibuk yang pastinya akan tidak ada waktu untuk sekedar menyapa pelayan baru. Its okay, itu tidak masalah untuk saat ini, yang terpenting sudah mendapatkan pekerjaan.“Kamu pelayan baru?” tanya seorang Wanita yang baru saja ke luar dari dalam kamar mandi. Wanita itu kemungkinan berumur tiga puluh tahunan. Dua pelayan berada dalam satu kamar dengan Mayumi.Mayumi mengangguk. “Salam kenal.” Kemudian Mayumi membungkukkan badan memberi hormat perkenalan.Dia tersenyum lalu mengulurkan tangan. “Aku Emely. Siapa namamu?”Mayumi tersenyum dan segera membalas jabatan tangan itu. “Aku Mayumi.” Sekali lagi Ma
Sampai semuanya berangkat dengan keperluan masing-masing, Frans belum juga datang. Jeff yang mulai kesal hanya bisa berdecak usai menyelesaikan sarapannya.“Anakmu itu memang benar-benar keterlaluan!”Sarah melengos membuang mata jengah. “Dia kan memang begitu. Tenanglah, nanti juga sampai di sini.”“Untuk apa paman memaksa kalau memaksa? Frans itu pria yang susah diatur!” Drako ikut bicara.“Diamlah!” Rachel menyikut lengan putranya itu supaya tidak ikut bicara.Drako langsung mendengkus kemudian meraih tasnya dan menyeret lengan Jessy. Dia pergi begitu saja tanpa pamit. Jessy yang kala itu ingin menghabiskan minumannya jadi urung, untung saja gelas yang sempat ia pegang tidak terjatuh.“Dia juga ingin bicara, kenapa kamu melarangnya,” ucap Johny. “Drako juga bicara sesuai fakta kan? Kalau Frans memang susah diatur.”Jeff meneguk habis minumannya lalu beranjak. Sesungguhnya ia lelah sekali menghadapi iparnya yang tidak tahu diri itu. Dia sudah menumpang, tapi bicara seolah dia tuanny
Mayumi masih melongo beberapa detik sebelum kemudian Frans membuatnya terjungkat lagi. Frans menjentikkan dua jarinya tepat di depan wajah Mayumi hingga Mayumi mundur dan bergidik.“Ka-kamu?”“Ambil barang-barang di mobil!” perintahnya sambil melipat kedua tangan di depan dada. Mayumi menaikkan satu bibirnya dan membuang mata jengah. Ia seolah enggan atau menolak perintah dari Frans.“Kamu tuli?” Frans sedikit mencondongkan badan hingga wajahnya begitu dekat dengan wajah Mayumi.Mayumi mengerutkan dahi lalu menarik wajah mundur hingga membuat badannya mencondong ke belakang. “A-aku, aku bekerja untuk Nyonya Sarah di sini. Kamu, ka-kamu tidak berhak memberi perintah.”Tuk!Frans mengetuk ujung kepala Mayumi menggunakan siku jarinya, membuat Mayumi mengaduh.“Apa yang kamu lakukan?” hardik Mayumi dengan wajah merengut.“Aku yang membayar kamu di sini. Sekarang ambilkan barang-barangku di dalam mobil.”Frans tersenyum tipis, tapi wajahnya tampak kesal. Bukan kesal karena marah, tapi ent
Frans sudah menarik Mayumi ke luar dan memutuskan untuk membawa pulang. Reaksi Frans itu, sempat membuat semuanya bingung dan bertanya-tanya. Rencananya, Bastian akan langsung menjelaskan, tapi sayangnya Frans malah langsung pergi begitu saja.“Ada apa, Ian?” tanya Kate.Mereka semua yang di sini menatap serius ke arah Bastian menunggu jawaban. Sebelum bicara, Bastian duduk dan terdiam beberapa saat. Kemungkinan ia masih syok atau tidak menyangka kalau Wanita yang sempat ia cari ternyata sudah menikah dengan saudaranya.Sudah sekitar satu tahun Bastian menyerah mencari Mayumi. Bastian berharap bertemu lagi, tapi kalau keadaannya seperti ini, sebaiknya tidak usah bertemu. Bastian sebenarnya juga sudah memiliki kekasih, dia menghampiri Mayumi mungkin hanya melepas rindu dan ingin menyampaikan maaf.“Dia orang yang aku cari.”“Apa maksud kamu?” tanya Jiel.“Istri Frans. Dia Wanita jepang yang pernah menjadi kekasihku.”Mereka semua seketika tercengang dengan bibir terbuka dan semp
“Bagaimana mungkin kamu bisa mencintai seorang pelayan?” tanya satu Wanita yang sedari tadi sibuk makan camilan. Dia Keysha, saudara kembar Harrys.“Apa ada yang salah?” tanya Frans malas. Kedua mata Frans lurus mengarah pada sang istri yang sedang ikut bakar-membakar bersama ibunya dan juga bibi Jane.“Bukan apa-apa, aku hanya heran dan yang lain juga pasti heran sepertiku. Ayolah, Frans, kita semua tahu seperti apa tipemu.” Keysha terkekeh.Frans yang sontak menoleh membuat mereka menutup mulut. “Ada apa dengan tipeku? Aku tidak pernah memilih-milih Wanita.”“Oh, ya? Lalu bagaimana dengan Lucy dan Rose.”“Jangan membicarakan mereka!” Frans melotot.“Tenanglah, Frans. Kita hanya ingin tahu tentang kamu dan istrimu. Tidak apa kan kalai kita sedikit membahas hal sebelumnya? Sebagai sepupumu, aku hanya ragu dengan istrimu itu.”“Why?” sungut Frans sambil menyingkirkan tangan Harrys yang mendarat di pundaknya.Keysha berpaling dar camilannya kemudian melipat kedua tangan di atas
Hari berikutnya, Frans dan Mayumi diundang ke rumah untuk sekedar makan malam. Mungkin ayah dan ibu sudah rindu karena satu mingguan mereka berdua tidak datang untuk berkunjung. Di dalam kamar, Mayumi sudah sibuk mencari pakaian, sementara Frans sudah duduk santai di sofa sambil menatap layar ponselnya.“Kenapa kamu santai sekali? Tidak bisakah membantuku?” Mayumi mulai mengoceh. Dia mendengkus dan menghentak kaki karena tak kunjung menemukan pakaian yang cocok.Frans mendesah lalu meletakkan ponselnya. “Memang aku harus apa, hm?”Mayumi mendengkus lagi. “Huh! Kamu sangat menyebalkan!”Frans berdiri lalu merangkul sang istri dari belakang. Ia sandarkan dagu pada pundak yang polos belum berpakaian itu. Bukan telanjang, melainkan saat ini Mayumi masih memakai handuk yang melingkar di badannya.“Semua baju yang kamu belikan untukku, terlalu mahal. Aku takut tidak akan cocok.”“Oh, Ya?” Frans menaikkan satu alisnya dan memiringkan kepala hingga bisa melihat Sebagian wajah Mayumi. “K
Mayumi masih membuang muka, ia duduk di tepi ranjang dengan wajah merengut dan kedua tangan terlipat di depan dada. Mayumi ingin marah, tapi tidak tahu caranya. Ini baru dua hari menikah tapi kenapa sudah ada hal yang membuat kecewa dan kesal.Frans menghela napas kemudian mendekat. “Kamu marah?”Mayumi berdecak dan masih enggan membuka mulut. Dia kesal kenapa Frans harus bertanya, padahal jelas sekali tidak pulang tanpa memberi kabar adalah sebuah kesalahan.“Untuk apa aku marah,” kata Mayumi kemudian. “Memang kalau aku marah, aku akan menang?”Frans duduk di samping Mayumi. “Jadi kamu memang sedang marah? Aku minta maaf, aku tidak bisa pulang semalam.”Mayumi tersenyum tipis dengan tatapan sengit. “Lalu dengan begitu apa tidak bisa memberi kabar? Meneleponku, misalnya.”“Aku kehilangan ponselku semalam. Aku melupakan ponselku di ruang makan, jadi aku tidak mendengar kalau ada panggilan masuk karena mode getar saja.”“Ruang makan? Ruang makan mana maksud kamu?” Mayumi melotot.
Frans sampai di rumah sekitar pukul sepuluh siang, dia mampir lebih dulu ke pusat perbelanjaan membeli sesuatu untuk Mayumi. Mungkin dengan membelikan sesuatu, akan membuat Mayumi urung marah. Bagaimana Frans bisa tahu kalau Mayumi marah? Hal itu terbukti dari panggilan dan pesan yang tidak Mayumi balas dan jawab.Sampai di rumah, Frans menyelonong begitu saja masuk ke dalam, bahkan tidak bicara apa pun saat berpapasan dengan Leo. Leo yang harusnya bicara, urung karena melihat Tuannya berjalan begitu cepat.Sampai di lantai atas, Frans meletakkan belanjaannya di atas sofa, sementara mulutnya sudah berteriak memanggil sang istri.“Mayumi!”Tidak ada jawaban sama sekali, yang terdengar hanya suara tokek yang entah di mana keberadaannya. Frans coba memeriksa ke balkon dan kamar mandi, tetap saja tidak menemukan siapa pun. Frans lantas berjalan meninggalkan kamar, lalu berhenti di pinggir lantai atas.“Liana!”Liana masih di belakang dan sedang sibuk menata pakaian yang sudah bersi
Pagi harinya, Mayumi tidak mendapati sang suami ada di sampingnya. Mayumi pikir Frans sudah bangun lebih dulu dan berangkat bekerja, atau mungkin sedang sarapan di bawah.Mayumi mengikat rambut panjangnya, kemudian duduk dengan kedua kaki menggantung di bibir ranjang. Mayumi hendak meraih ponselnya, tapi urung karena mendadak perutnya berbunyi. Sepertinya rasa lapar sudah datang tanpa rasa sabar.Mayumi menghela napas kemudian beranjak. Dia pergi meninggalkan kamar masih memakai piamanya. Tenang saja, piama itu tidak akan terlihat terbuka saat memakai jubahnya, jadi Mayumi tetap akan nyaman berjalan di rumah ini.“Selamat pagi, Nona?” sapa pelayan yang sedang mengelap lemari kaca di dekat tangga menuju ruang tengah.Mayumi tersenyum dan mengangguk membalas sapaan itu. Sebelum kembali melangkah, Mayumi bertanya lebih dulu pada pelayan itu.“Maaf, apa Frans ada di ruang makan?”“Em, maaf, Nona, Saya belum melihat Tuan Frans sedari tadi. Saya pikir Tuan Frans belum turun.”Kepala
Tidak ada yang Frans katakana setelah kembali pulang. Mayumi yang sampai ketiduran menunggu waktu itu pun, tidak bertanya yang macam-macam karena memang yakin kalau Frans tidak berbuat aneh-aneh. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hati Mayumi beberapa hari yang lalu di mana Frans seperti bertingkah mengacuhkannya. Mayumi tidak mau ambil pusing, toh dia tahu kalau itu memang sifat Frans yang lebih sering acuh dengan siapa pun. Hingga hari-hari berikutnya, Mayumi dikejutkan dengan sebuah dekor indah di rumah ini. Sebuah dekor bernuansa putih membuat Mayumi bertanya-tanya dengan perasaan heran.Mayumi tidak menyangka kalau hari itu akan menjadi hari di mana ia menjadi ratu sehari yang di sambut begitu banyak orang. Menggunakan gaun putih berlengan brokat, rambut panjang yang digulung ke atas dihiasi kain tile, membuat Mayumi begitu cantik bak Cinderella.Mayumi ingin menangis. Menangis mengingat bagaimana saat Frans mengucapkan ikrar janji cinta yang suci di depan pendeta dan disaks
Satu minggu kemudian, Frans kembali pulang ke rumah tanpa membawa Mayumi bersamanya. Sampai di sini, mungkin sekitar pukul tuju malam, di mana semua orang sedang berada di rumah. Kedatangan Frans sama sekali tidak disambut oleh Rahel. Wanita itu pasti menyimpan dendam karena sudah menjebloskan suami dan putranya ke dalam penjara.“Kenapa kamu baru kembali?” tanya Jeff Ketika dengan santainya Frans duduk dan langsung meneguk satu gelas jus milik Pete.Frans tidak memperhatikan pertanyaan itu, melainkan langsung menatap Pete. “Kamu baik-baik saja, kan?”Pete yang sedang mengunyah makanan mengangguk.Frans tahu kalau Pete sudah sejak lama dimusuhi oleh Rachel dan Drako. Meski mereka tidak pernah melakukan kekerasan pada Pete, tapi sikap mereka membuktikan kalau Pete tidak disambut dengan baik.“Frans, ayah sedang bicara denganmu di sini,” hardik Jeff sambil menepuk meja. “Kamu menghilang sejak seminggu dan tidak memberi kabar, tapi kamu memasukkan paman dan sepupumu ke dalam penjara
Mayumi muncul dari balik lemari besar yang di dalamnya ada barang-barang milik Frans. Dia melangkah perlahan sambil mengamati tampilannya yang kini memakai baju tidur. Ini masih jam tiga sore, tapi kepalang tanggung, jadi Mayumi memutuskan untuk memakai piama saja. Mayumi wajib bersyukur karena piama yang tersedia tidak terlalu terbuka saat jubahnya ia kenakan.“Makanlah!” ucap Frans saat Mayumi sudah mendekat.Mayumi mengusap piama di bagian belakang—pada pantatnya—ke bawah, baru kemudian duduk dengan kaki rapat. “Terima kasih,” ucapannya.Mayumi mengambil satu lembar roti itu dan langsung memakannya tanpa selai. Dia lebih suka makan roti polosan, atau sebenarnya kalau bisa Mayumi lebih ingin makan buah dan daging. Sayur juga mau kalau ada.“Tidak suka?” tanya Frans.Mayumi mendongak melebarkan tatapan. “Suka, kok. Terima kasih.”Suasana kembali sunyi tak ada yang bicara lagi. Frans duduk diam membiarkan Mayumi menghabiskan rotinya lebih dulu. Sementara Mayumi, dia yang ingin s