Sedangkan ketiga pengaman lainnya mendekat dan menatap kartu itu dengan tatapan semakin yakin jika lelaki muda yang berdiri dengan pakaian setelan formal itu baru saja melakukan misi mencuri milik seseorang.
"Jika anda tidak marah, saya akan jujur jika kartu itu milik ...,"
"Milik siapa?" tanya ketua pengaman yang sudah tidak sabar.
"Itu kartu milik saya! Pemberian dari seseorang, jadi tolong kembalikan kartu itu!" ucap Carver sembari mencoba mengambil kartu dan dompet yang dibawa oleh ketua pengaman itu.
"Eits, mana mungkin ada orang yang memberikan barang selangka ini secara cuma-cuma." Lelaki ketua pengaman kemudian menatap ke arah ketiga anak buah yang berdiri di tempat itu. "Kita
"Kenapa anda menamparku dua kali? Apa salahku Bu Jesper?" tanya ketua pengaman sembari mengusap kedua pipinya secara bergantian. "Apa kamu tidak lihat siapa lelaki yang kamu anggap sebagai pencuri? Dia adalah Tuan Carver! Carver Leopard! Putra tunggal Tuan Jackson Leopard!!" Seketika ketua pengaman dan ketiga lelaki pengaman lainnya membelalakkan mata. Tidak menyangka jika lelaki muda yang meraka tuduh adalah putra bos pemilik gedung itu. "Apa? Ta-tapi kenapa lelaki muda ini tidak pernah memperlihatkan wujudnya bersama Tuan Jackson? Apa dia ...," tanya ketua pengaman sembari menuding tak sopan ke arah Carver. "Jaga bicaramu! Dia adalah putra pemilik gedung ini, apa kalian semua ingin
Ini semua karena ada seseorang yang dikenalnya dan Carver tidak ingin identitasnya saat ini diketahui oleh mereka, yaitu ayahnya sendiri. "Kurang ajar kamu! Beraninya melakukan ini, apa kamu tidak tau siapa aku, hah? Aku adalah ketua pengaman gedung sebesar ini!" teriak lelaki pengaman menggelegar. TOK! TOK! TOK "Ada keributan apa ini? Buka pintunya!" Teriak seseorang wanita dari luar ruangan itu. Seketika ketua pengaman mengalihkan pandangan matanya ke arah sumber suara itu. Semua menatap ke arah sumb
"Sebenarnya tidak hanya para pelaku sesungguhnya saja yang mereka perlakukan seperti kamu, Tuan Carver. Tapi tak sedikit yang terjadi seperti apa yang kamu alami karena para pengaman bodoh khusunya pengaman di gedung lantai tiga ini terlalu banyak mencurigai orang-orang yang sedikit terlihat mencurigakan bagi mereka," timpal sekretaris Jesper sebelum ketua pengaman mengucapkan sesuatu. "Tapi kami hanya menjalankan tugas sebagai petugas keamanan. Kami sebagai pengaman kejahatan di gedung ini, akan selalu menjaga seluruh gedung ini dari orang-orang yang ingin mencuri atau berbuat ulah, Tuan Carver," ucap ketua pengaman dengan tubuh bergetar. "Tapi kalian terlalu berlebihan, orang yang tidak melalukan hal seperti yang kalian pikirkan, menjadi korbannya, bagaimana jika mereka mereka adalah tamu seperti ...." Hampir saja C
Beberapa dari para wanita itu masih ada yang memberi senyuman tanpa diketahui apa maksud dari senyuman itu. "Sekretaris Jesper, sepertinya tidak ada keperntingan apapun, jadi aku bisa meninggalkan tempat ini sekarang?" ucap Carver berniat meninggalkan tempat yang kini di penuhi oleh para wanita asing yang baru dilihatnya di gedung itu. Sekretaris Jesper segera meletakkan cangkir kopi panasnya ke atas meja, mulutnya yang masih menahan seteguk kopi dingin segera ditelannya. "Apa Tuan Carver tidak ingin duduk sebentar bersama para wanita yang tidak lain adalah bagian dari aset milikmu?" tanya sekretaris Jesper. "Aset? Wanita aset perusahaan? Apa maksudmu?" tanya Carver yang tak jadi berd
Perbincangan itu membuat Jackson merasa lelah dan ingin meninggalkan tempatnya duduk. "Tuan Jackson, kamu mau kemana? Bukankah sebentar lagi ada jadwalmu untuk menyambut para tamu ini?" ucap Richard mencoba menahan bosnya yang hendak melewati dirinya. "Aku serahkan padamu saja, kamu bisa menggantikanku," balas Jackson tanpa memperhatikan Richard yang terus memintanya untuk Tuan Jackson tetap berada di situ. "Aku ingin keluar dari aula ini sebentar." Kepergian Jackson, Richard menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kebingungan menghelayuti otaknya, karena dia akan menggantikan seorang Jackson Leopard yang ditunjuk mengisi sebentar dalam acara itu, malah dilimpahkan kepadanya. "Astaga, a
"Kenapa kamu bisa mengetahui aku ada disini? Dan kenapa kamu melepas jaketmu di tempat ini?" tanya Violeth dengan nada meremang. "Bukankah kamu menyukai jika aku melakukan ini? Kamu lebih suka aku menggunakan jaket saja tanpa lapisan apapun saat menjumpaimu di suatu kamar hotel, bukan?" tanya Frank sembari mendekati Violeth, seolah kini dia sendiri yang ketagihan dengan tubuh wanita yang sering memesan dirinya. "Tapi aku sudah tidak memintamu lagi, aku sudah punya ...," ucap Violeth sembari mendorong tangannya ke depan. "Kenapa Nona Violeth lama tidak memintaku untuk memuaskan ranjangmu? Apa kamu sudah bosan? Jika iya, biarkan aku sendiri yang suka rela memuaskan keinginanmu malam ini." Frank melangkah mendekat sampai membuat jarak dengan Violeth sema
"Itu karena kamu terlalu lama, Carver. Apakah ke kamar kecil memerlukan waktu satu jam?" sindir Garvin. Dia berani membuka suara karena Violeth tidak ada di tempat itu. Carver menyanyangkan kenapa harus ada para lelaki pengaman yang bertingkah menyebalkan seperti tadi, anda saja tidak, pasti dia akan berada kembali di aula itu dengan cepat. "Nanti juga kembali ke sini, apa kamu juga ingin meninggalkan aula ini sampai acara selesai dan membuatku harus menunggu kamu dan Violeth yang tak kunjung muncul?" ucap Melvin. Carver membalas dengan tatapan biasa saja, meski ucapan adik iparnya itu sangat tidak mengenakan. Di sisi lain, Jackson yang tidak mengetahui jika Carver melewati diri
Frank langsung memunguti jaket hitamnya lagi yang sebelumnya tergeletak di atas lantai. Dengan cepat lelaki itu memakai jaketnya dan langsung menghampiri Jackson. "Ingat, Pak Tua! Karena anda sudah menghalangiku seperti ini, suatu saat aku akan membalas kepada Anda tanpa ada belas kasihan," ancam Frank dengan tatapan mata bengis. "Lakukan saja jika kamu bisa! Saya tidak pernah takut dengan ancaman murahan seperti yang kamu keluarkan." jackson mencengkeram ujung jaket Frank sampai membuat lelaki muda itu sedikit berjinjit. Dalam tatapannya, sebenarnya Frank cukup takut dengan lelaki paruh baya yang berada di hadapannya, tapi sebagai lelaki setengah preman, pantang merasa takut pada seseorang. Tapi