TING!
Bunyi khas elevator menyeruak seiring dua pintu material pintu bajanya terbuka sempurna, mengantarkan penghuni di dalamnya menuju sebuah ruangan luas dengan tatanan elegan. "Selamat datang di apartmen sederhana milikku." Elmer melayangkan sambutan untuk Anna. "Dasar kaum crazy rich. Ini bukan sebuah apartmen, Kak. Orang kaya menyebut tempat ini Penthouse," celetuk Anna sarkas seraya melangkah kaki keluar dari elevator pribadi yang terhubung langsung dengan Penthouse mantan kakak iparnya, Elmer. "Ergh! Aku heran kau masih bisa sesantai itu padahal baru saja diusir," protes Elmer seraya menggeret dua koper besar milik Anna. Wanita yang resmi menjanda itu hanya terkekeh mendengar keluhan Elmer. Lebih lanjut Anna mengatakan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan nasib jika harus kembali ke tempat asal sebagai orang biasa. Anna justru merasa heran akan perlakukan Elmer yang malah menampung dirinya yang terusir dari Mansion. Ketika Anna hendak melenggang pergi dari pelataran Mansion setelah diusir, mobil Elmer datang di saat yang tepat. Meskipun tawarannya sempat ditolak mentah-mentah, Elmer berhasil membujuk adik iparnya itu dengan segala cara. "Katakan padaku, Kak. Apa motifmu menampungku di saat semua keluarga Geraldo menunjukkan sifat aslinya yaitu membenciku?" Atmosfer mendadak menegang saat pertanyaan tegas terkuar dari belah ranum tipis Anna. Raut sang puan turut menatap sengit tepat ke arah netra Elmer seakan menantang. "Woah, jadi ini bentuk terima kasihmu karena telah membantu memberimu tumpangan." Elmer membalas sarkas. "Kau tau betul aku tidak bermaksud seperti itu, Kak. Orang tua kalian lah yang mengatakan dengan jelas bahwa seluruh keluarga Lewis hanya pura-pura menerimaku demi Nathan." Elmer yang cukup tersulut emosi mulai melonggarkan dasi yang masih terpasang di leher. Tubuh kekarnya melesat tanpa prediksi mendekati sosok Anna yang berdiri tepat dekat jendela raksasa Penthouse berlantai dua itu. "Katakan padaku, An. Apa menurutmu sedari awal sikapku hanya sandiwara padamu?" tanya Elmer membalas sorot tajam tepat ke arah netra Anna sembari mendesak tubuh mantan adik iparnya mundur hingga menyentuh jendela. Suasana pun menghening. Tubuh Anna sontak membeku imbas jarak wajah Elmer yang terlampau dekat. Ditambah aroma khas parfum mewah Elmer sukses membuat candu indera penciuman Anna. Jika dipikir ulang, memang hanya Elmer yang paling mendukung hubungan asmara Nathan dengan Anna sejak awal. Bagi pasangan itu, Elmer merupakan sosok kakak hangat yang tulus menyayangi adik-adiknya. "Tidak, Kak. Kau sangat baik padaku dan Nathan. Maaf jika aku meragukanmu. Aku hanya—" "Aku mengerti yang kau rasakan, An. Yang perlu kau ketahui bahwa aku tulus mendukung Nathan dengan siapapun ia menjatuhkan pilihan termasuk memilihmu." Hembusan napas beraroma mint milik Elmer semakin membuat Anna kehilangan konsentrasi dan akal sehat. Kedua manik cokelat yang menatapnya bak sukses menghipnotis Anna. Tak ingin terserap magnet persona lebih jauh, puan itu lantas memutuskan untuk melerai tatapan. "Uhm, baiklah kalau begitu aku izin pamit ke kamarku dulu." Diikuti gelagat canggung, Anna segera bergegas dari hadapan Elmer menuju lantai atas dimana kamarnya berada. "Sial. Kau tidak seharusnya melakukan hal seperti barusan. Anna masih adik iparmu, El." Elmer merutuki diri sendiri atas sikap lancangnya mendekati bahkan nyaris merengkuh mantan adik ipar. Tidak mungkin aku membencimu juga, An sementara perasaanku masih sama seperti saat pertama bertemu. Elmer membatin resah kali ini seraya menatap sendu ke arah luar jendela yang memampang pemandangan dari lantai dua puluh. Angannya membawa kembali pada ingatan momen pertemuan pertamanya dengan Anna tiga tahun yang lalu. Pada suatu malam, Nathan mengajak Elmer yang masih berkutat dengan laptop di ruang kerja untuk melepaskan stres dengan minum ke sebuah Bar. Awalnya, Elmer menolak karena mengunjungi Bar bukanlah kegemarannya. Ia lebih suka lembur di kantor menikmati pekerjaan sebagai wakil CEO perusahaan multi Nasional turun-temurun bernama Geraldo Enterprise. Namun, tidak dengan sang adik. Nathan yang bersifat kebalikan dengan Elmer yakni periang dan berjiwa bebas kerap mengajak kakaknya untuk melepas penat dari rutinitas pekerjaan termasuk salah satunya mengunjungi Bar favorit Nathan. "Santai sedikit, Kak. Lepaskan topeng wakil CEO dan minumlah bersama adikmu yang lemah ini. Hahaha," ajak Nathan santai sesaat setelah memesan minuman di depan meja bar sebuah Club malam bernama Moon Club. "Tolong jangan bergurau tentang penyakitmu, Nath. Itu bukan bahan lelucon," protes Elmer terdengar kesal. Sikap adiknya yang terlewat cuek sering kali membuat Elmer khawatir. Pria itu sungguh menyanyangi adik bungsu sekaligus saudara kandung satu-satunya. Demi kebahagian Nathan, Elmer bahkan berjanji akan melakukan apapun. "Baik, baik. Aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya. Sekarang mari kita bersulang," seru Nathan mengajak Elmer mengadukan gelas di udara. Tak lama setelah bersulang, Elmer izin beranjak ke toilet. "Ergh! Aku benci tempat ini. Di sini berisik sekali," gerutu Elmer saat menyusuri lorong redup menuju toilet. Hanya untaian lampu kelap kelip yang menghiasi sepanjang lorong, membuat area tersebut nyaris gelap. BUK! Tanpa terduga, seseorang menabrak tubuh Elmer dari arah berlawanan imbas remangnya cahaya lampu. Meski begitu, kata maaf spontan terucap dari suara yang ternyata milik seorang gadis. "Lain jika kalau jalan lihat-lihat!" balas Elmer tetap merasa kesal. "Apa?! Aku sudah meminta maaf, bukan?" Rupa sang gadis yang tak terlihat jelas karena penerangan minim kini turut balik membentak Elmer. Saat situasi mulai sengit, tiba-tiba segerombolan pemuda-pemudi berjalan cepat, menyeruak sembarang di lorong sempit menuju toilet. Elmer yang peka segera merengkuh tubuh gadis yang sedang berseteru dengannya itu. Elmer membiarkan tubuhnya terdesak gerombolan untuk melindungi sosok gadis dalam dekapannya. Sempat mengeluarkan protes kepada segerombolan orang yang abai tadi. Namun, sayang. Pekikan Elmer sama sekali tak didengar. "Simpan pekikkanmu, Tuan. Kau hanya membuang energi karena mereka semua sedang mabuk," celetuk sang gadis. "Ah. Pantas saja." Kekehan renyah lantas terkuar dari belah ranum sang gadis. Bersamaan itu, sorotan cahaya lampu dari belakang Elmer sukses menampilkan rupa gadis yang masih didekapnya. Entah mengapa, jantung Elmer mendadak berdetak lebih kencang, dunia di sekitarnya seakan turut melambat saat kedua mata menangkap presensi rupa kecantikan natural yang sedang terkekeh kecil di hadapannya. "Kau bisa melepaskanku sekarang, Tuan." Namun, lamunan Elmer dipaksa buyar saat sang gadis memintanya melepaskan tangan yang melingkar di tubuh gadis itu. Dengan gelagat canggung, kedua tangan Elmer mulai terkulai, melepas dekap. "Maaf. Tadi itu reflek," dalih Elmer kentara gugup. "Hey, tak apa. Aku justru sangat berterima kasih. kau sangat ... sigap," balas sang gadis yang tak kalah gugup. Untuk beberapa saat, keduanya sana-sama bergelagat canggung, selayaknya pasangan yang baru pertama kali berkencan. Namun, tak ingin berlama-dalam dalam situasi seperti ini. Gadis dengan rambut panjang terurai sebatas tulang belikat itu memutuskan untuk pamit dengan terburu-buru, meninggalkan jejak aroma segar mawar yang berasal parfum. Padahal, Elmer baru saja ingin berkenalan. Sayangnya, ekpektasi tak sampai. Dalam hati, pria itu berharap akan kembali melihat sang gadis setelah dirinya menuntaskan keperluan di toilet. Beberapa saat kemudian. Elmer kembali ke tempat dimana Nathan berada. Tak seperti sebelumnya yang aktif bercakap bahkan meliukan tubuh secara bebas, Nathan kini tampak bergeming, tak beranjak dari tempat duduk Bar meski musik beat menguar cukup kencang. Kedua atmanya seakan sedang fokus menetap pada sesuatu. "Kemana adikku yang cerewet tadi?" ledek Elmer bermaksud membuyarkan lamunan. "Adikmu sedang disihir oleh bidadari cantik yang sedang menari di sana," jawab Nathan tanpa berpaling. Awalnya Elmer mengira sang adik sedang bergurau. Gelengan kepala tak habis pikir pun Elmer layangkan seraya meneguk minuman miliknya. "Kak." "Hmm?" "Sepertinya aku sudah menemukan belahan jiwaku. Aku ... jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Nathan secara tiba-tiba, akan tetapi terdengar bersungguh-sungguh. "Ch. Jangan mengada-ngada, Nath. Lebih baik kita pulang karena kau lebih mirip seperti orang mabuk daripada sedang jatuh cinta." Elmer tetap memganggap adiknya sedang meracau imbas alkohol. "Tidak, Kak. Aku bersungguh-sungguh. Aku ingin menghabiskan waktuku yang tersisa dengan gadis itu." Elmer sejenak terdiam. Ia tahu betul kapan adiknya bergurau dan kapan serius. Yang ia dengar barusan adalah ciri khas dari kesungguhan Nathan. Dengan perlahan, Elmer mengikuti ke arah Nathan memandang karena penasaran. Dalam sepersekian detik, kedua mata Elmer membulat sempurna. Gadis yang belum lama ia temui di lorong toilet tadi kini sedang menari secara solo di atas panggung kecil Club Malam yang mereka datangi saat ini. Bukan tarian seronok melainkan liukan indah dengan menampilkan lekuk ramping yang bergerak seirama musik beat, membuat seluruh mata yang melihat memancar kagum padanya termasuk Elmer. Namun, hati pria itu kembali bergejolak kala ia mengalihkan tatapan kembali ke arah sang adik. Elmer lantas menghela napas resah karena yakin bahwa saat ini Nathan benar-benar sedang jatuh cinta pada gadis incarannya. Sial! Sepertinya aku harus mengalah untuk yang satu ini. Benar saja. Tak lama setelah menetapkan pilihan, Nathan mengejar secara ugal-ugalan gadis penari Club bernama Anna Caroline. Usaha Nathan lalu membuahkan hasil yakni membawa Anna hingga ke pelaminan. Meski tak jarang semburat lara terukir jelas kala melihat Anna hidup bahagia bersama adiknya. Elmer perlahan melapangkan hati dan memutuskan menjadi supporter utama bagi kedua adiknya itu. *** Mansion Geraldo. "Kau lama sekali. Cepat bacakan berkas mendiang putraku," protes Maria kepada seorang pria paruh baya yang baru saja datang tergesa-gesa ke ruangan kerjanya. "Maaf, Nyonya. Jalanan macet," kilah sosok bernama Erik Meyer seraya mengapit tas kota di tangan. Satu tumpuk berkas lantas segera di keluarkan dari tas tersebut. "Cepatlah sedikit, aku sudah ada janji dengan grup sosialita. Bisa malu aku jika terlambat." Maria semakin mendesak dengan nada bicara yang mulai ditinggikan. Erik selaku pengacara senior keluarga konglomerat Lewis pun mulai membacakan surat wasiat peninggalan Nathan yang rupanya sudah disiapkan jauh sebelum putra kandung Maria itu meninggal. Sedikit penjelasan mengenai saham Perusahaan Multinasional milik keluarga Geraldo. Keempat anggota keluarga sama-sama berkedudukan sebagai pemegang saham. Hanya saja, porsi saham mereka berbeda-beda. Jacob adalah pemegang saham terbesar yakni 40 persen sedangkan sang istri, Maria memiliki jatah saham 20 persen. Sisa 60 persen saham dibagi merata pada kedua putra yaitu Elmer sebagai anak pertama dan Nathan si bungsu yang memiliki masing-masing jatah saham 30 persen. Semua sudah diatur oleh Tetua yang merupakan kakek Nathan yang tak lain adalah ayah Maria. "Maka dengan ini, secara sadar dan sukarela aku memberikan semua harta dan saham Perusahan Geraldo Enterprise kepada pewaris tunggal istri sah, Anna Caroline." "Tidak ... ini tidak mungkin! Kau pasti keliru, Erik!" cekal Maria dengan nada yang terbata-bata. "Seb-bentar Nyonya, masih ada kelanjutannya." Erik menyela Maria dengan maksud menuntaskan kutipan wasiat mendiamg Nathan. "Dan jika Nonya Anna Caroline menolak, maka seluruh harta akan otomatis disumbangkan kepada yayasan kanker terbesar," tutup sang pengacara. "TIDAKKKK!" Seiras pekikan Maria yang melengking tajam, Erik menutup kedua telinga sembari membatin pasrah. Sudah kuduga ini akan terjadi.Denting peralatan masak saling beradu, menghasilkan bunyi khas area dapur, mengusik siapapun penghuni yang ada di sekitar area tersebut. Aroma rempah sup ayam menyeruak kental, memenuhi sudut Penthouse milik Elmer Geraldo. Memasak rupanya sudah menjadi ritual pagi hari bagi Anna, wanita bertubuh ramping berusia dua puluh enam tahun, si pemilik lesung di pipi kanan. Beruntung, Elmer sangat supportive dengan memberi izin akses memasak di area dapur untuk mantan adik iparnya itu. Disamping menari, keahlian Anna lainnya adalah menyajikan hidangan penuh cita rasa. Bahkan mendiang suami nyaris tidak pernah absen menemani Anna setiap kali menyiapkan sarapan sebelum berangkat kerja. Nathan kerap berceloteh riang untuk sekadar memberi semangat kepada istrinya yang berkutat dengan alat-alat dapur walaupun terkadang mendapat omelan. "Kau tau, Sayang. Aku tidak akan pernah makan di luar lagi karena aku sudah memiliki koki handal dan cantik sepertimu, An." "Sudahi menggombalnya, Nath. Nanti
"Selamat, Nyonya. Kau positif hamil," ucap dokter pribadi langganan Elmer setelah meminta wanita itu untuk melakukan pemeriksaan tes urin. Meski begitu, Anna disarankan untuk tetap memeriksakan kandungan ke dokter spesialis. Bukannya senang, Anna malah memasang senyum getir diiringin netra yang tiba-tiba menatap kosong ke arah sang dokter. Beruntung Elmer tidak ada di dalam kamar karena Anna memintanya untuk tak menginterupsi saat sang dokter memeriksa. "Dokter ... tolong rahasiakan ini pada kakak iparku," pinta Anna memohon. Sang dokter mengerenyitkan dahi seakan keberatan. Bagaimanapun, Elmer adalah pelanggan tetap yang loyal—yang pasti akan mempertanyakan perihal kesehatan pasien yang ia mintai tolong untuk diperiksa termasuk kondisi Anna. "Uhm ... kau tidak perlu khawatir. Aku, akan memberi kabar ini sebagai kejutan," lanjut Anna yang sebenarnya berkilah, tak ingin kehamilannya diketahui oleh siapapun. Sang dokter lantas manut. Tak lama pria paruh baya bergelar dokter u
Diiringi dengan instrumental khas pengiring tarian balet, tubuh Anna mulai melakukan gerakan gemulai tarian favoritnya di dekat jendela raksasa yang memampang pemandangan kota, di ruang tengah Penthouse. Memanfaatkan kediaman yang sedang tak penghuni saat ini, Anna menari dengan jiwa bebas bahkan tanpa memperhatikan apapun termasuk keselamatan kandungannya. Bagi siapapun yang melihat tarian Anna saat inu, pasti akan memuji setiap gerakan tubuh yang meliuk indah mengikuti ritme instrumental. Namun, mereka salah. Yang sebenarnya terjadi adalah batin Anna sedang berkecamuk. Perangai kuat dan periang yang melekat padanya kini seolah menghilang berganti ketakutan dan juga gamang hebat. Anna merasa semesta sedang jahat padanya. Bagaimana bisa semua kesialan menimpanya hampir di waktu bersamaan. Suami yang pergi untuk selamanya, mertua yang mengusirnya tanpa aba-aba, dan juga kini ia harus menanggung kehamilan tanpa Nathan. Rasanya, ia lebih baik menyusul mendiang suami yang telah l
Setelah Jacob pergi untuk memberi Kaia waktu berpikir, wanita itu tak hentinya menggigiti jemari resah disela menenggak cairan merah pekat beralkohol favoritnya. Galau hebat sedang menyelimuti benak imbas permintaan di luar prediksi sang kekasih gelap. Bagaimana mungkin Kaia menuruti Jacob yang memintanya kembali rujuk dengan Elmer sedangkan sedari awal pernikahan dengan sang putra sulung hanyalah sebuah cara yang telah mereka rekayasa untuk memuluskan hubungan diam-diam kedua manusia licik itu. Sungguh, cinta pada pria yang memiliki selisih umur nyaris dua puluh tahun dengannya telah membutakan akal sehat. Andai saja Kaia tidak memiliki sindrom daddy Issue, ia mungkin akan bersikap normal seperti kebanyakan wanita pada umumnya yang memiliki selera pria seusianya. Namun, sayang. Kehadiran Jacob terlanjur menjadi candu bagi gadis berdarah campuran blasteran Eropa itu. Tepat satu tahun yang lalu, pertemuan tak disengaja Jacob dan Kaia terjadi. Saat itu, Jacob mendapat undangan d
"Kak ...." Suara Anna menguar lembut, menyapa Elmer yang sedang duduk di sofa seraya mengerjakan sesuatu dari laptop dipangkuannya."Hey." Elmer segera menanggalkan laptop ke atas meja dan meminta Anna duduk di sebelahnya. Wanita itu pun manut dan segera melesatkan bokong di sebelah Elmer.Setelah insiden Anna menari balet dan hampir mencelakai diri dan juga kandungannya kemarin, Elmer memberi wanita itu ruang setelah ditenangkan.Namun, hati Elmer tentu belum sepenuhnya lega untuk meninggalkan mantan iparnya sendirian di Penthouse. Pria itu lantas memutuskan untuk bekerja dari rumah hari ini."Mengapa kau tidak ke kantor, Kak? Apa ini gara-gara ulahku kemarin?" tanya Anna diliputi perasaan bersalah. "Jika iya, aku minta maaf.""Cih, kau terlalu besar kepala. Aku bisa bekerja kapanpun dimanapun, An," ledek Elmer yang sebenarnya berusaha menghilang kecanggungan.Anna sontak memutar bola mata dengan malas. Ia tahu betul elmer sedang berkelit agar tidak membahas hal kemarin lebih jauh.
"Apa kabar, Ma?" ucap Anna sopan membuka percakapan dengan Maria. Keluar dari Penthouse Elmer, Maria mengajak mantan menantunya ke sebuah Caffe terdekat utuk bicara secara empat mata. "Ch, kau masih saja berpura-pura, An. Tunjukkan saja sifat aslimu. Wanita penyasar kaum konglomerat." "Astaga, Ma. Aku tidak sejauh yang kau pikirkan. Aku benar-benar mencintai Nathan tanpa memandang status yang melekat padanya." "Hentikan memanggilku dengan sebutan Mama. Aku tidak sudi mendengarnya." Sentakan Maria seketika membuat Anna bergeming pasrah. "Kau rupanya belum puas, huh?!" sinis Maria sesusai menyeruput secangkir teh dengan gelagat elegan serupa bangsawan. "Apa maksud, Nyonya?" Anna sontak kebingungan. "Kau picik, Anna. Aku tau setelah Nathan kau menarget Elmer, bukan? Apa kau sadar Elmer berstatus suami orang?" Nada bicara Maria memang pelan, akan tetapi terkesan menusuk sehingga melukai hati mantan menantunya. Mertua yang pernah sangat ia hormati dan bahkan sudah dinggap s
Elmer melangkahkan kaki dengan gontai di sepanjang lorong rumah sakit. Ia tak percaya perihal apa yang dokter sampaikan mengenai kondisi Anna tadi. Bagaimana dia harus mengatakan pada wanita itu bahwa janinnya sudah sudah tak bersamanya lagi. Flashback. "Maafkan kami, Pak. Kami terpaksa harus menggangkat janin dari rahim Nyonya Anna," ungkap dokter terdengar berat hati. "Apa? Memangnya kenapa, Dok?" desak Elmer dengan mata membola. Sang dokter mulai menceritakan kronologi insiden jatuhnya Anna dari kesaksian pria bernama Reiner yang membawanya ke UGD kala itu. Sontak Elmer sangat marah kala mendengar penyebab jatuhnya Anna imbas menyelematkan seorang anak. Betapa egoisnya puan itu. Di sisi lain, ia tak bisa menyalahkan aksi kemanusian yang dilakukan mantan adik iparnya. Namun, kekesalan spontan berganti sesal manakala Dokter melanjutkan kalimatnya. "Sebenarnya, ada atau tidak insiden jatuh, kami tetap harus mengangkat janinnya karena Nyonya Anna mengalami Mola Hidatido
"Maaf, saya tidak mengerti mengapa Anda ingin membahas lagi perihal wasiat mendiang Nathan padahal semua sudah jelas, Anna Caroline adalah penerima sah harta atas mendiang putra Anda, Tuan Jacob."Siang itu, Erick Meyer selaku pengacara yang diamanahkan wasiat oleh mendiang Nathan mendadak dipanggil Jacob untuk mampir ke kantornya. Pria paruh baya betubuh tambun itu sebenarnya cukup kesal pada orang tua mendiang kliennya. Jacob dan Maria dinilai tamak dan kentara menghambat proses pengumuman isi wasiat kepada yang berhak yaitu Anna."Santailah dulu, Er." Jacob mempersilahkan Erick duduk. Meski terselip ragu, sang pengacara akhirnya manut. "Aku hanya ingin memastikan sesuatu. Apa benar-benar tidak celah agar semua yang diwasiatkan Nathan tidak jatuh pada Anna?" tanya Jacob to the point. "Ah ... atau kita bisa bekerjasama memanipulasinya, bukan?" lanjut Jacob mengusulkan ide licik.Erick mendelik tak habis pikir lalu menghela napas pasrah. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraan akan b