Aluna duduk di tepi ranjang rumah sakit, menggenggam tangan Kaisar yang terbaring dengan tubuh penuh luka. Matanya sembap karena menangis tanpa henti sejak tadi malam. Selang-selang infus dan alat bantu pernapasan membuat sosok Kaisar terlihat begitu lemah, jauh berbeda dari pria tangguh yang selama ini menjadi pelindungnya. “Kaisar…” bisik Aluna dengan suara serak, nyaris tidak terdengar. “Bangunlah, aku butuh kamu. Kamu yang selalu bilang akan melindungiku, tapi kenapa sekarang malah seperti ini?” Air matanya kembali mengalir deras, membasahi pipinya. Seorang dokter masuk ke ruangan dengan langkah pelan, diikuti oleh seorang perawat. Mereka memeriksa kondisi Kaisar tanpa banyak bicara, memberikan pandangan penuh simpati kepada Aluna sebelum keluar lagi. Aluna mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha mengumpulkan keberanian. Pikirannya berkecamuk, tetapi satu hal yang pasti: ia tidak akan membiarkan orang yang menyakiti Kaisar lolos begitu saja. ****Di ruang keluarga mansion,
"Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini lagi." Aluna yang tengah duduk di sofa, sontak mendongak—menatap suaminya tak percaya. "Apa maksudmu, Mas? Kamu bercanda, kan?" "Aku serius, Luna. Aku mencintai wanita lain. Aku ingin kita bercerai!" Kata-kata itu terucap begitu saja, menusuk jantung Aluna seperti belati. Rasanya seperti angin kencang menghantam wajahnya. Selama ini, dia berjuang untuk mempertahankan pernikahannya, berpura-pura tidak mendengar bisikan tentang hubungan gelap suaminya. Namun, mendengarnya langsung dari mulut Betran membuat semuanya menjadi lebih nyata, tentu saja ini lebih menyakitkan. "Siapa wanita itu, Mas?" tanya Aluna, menguatkan diri. "Tentu kamu mengenalnya. Dia adalah Veronica," suara dingin dan tajam ibu mertuanya, Kania, tiba-tiba menyahut dari balik pintu. "Veronica?" ulang Aluna terkesiap. Bagaimana bisa suaminya berhubungan dengan wanita yang selama ini sudah Aluna anggap sebagai sahabatnya? "Ya, Betran dan Vero sudah menjalin hubungan
"Kenapa, Nona? Kenapa Nona malah terlihat sedih?" tanya Siti saat ia melihat majikannya melamun. "Tidak kenapa-napa," jawab Aluna, ia mencoba tersenyum menyembunyikan kebingungan yang kini tengah ia rasakan. "Sebaiknya Mbak Siti pulang lebih dulu saja, aku bisa pulang sendiri.""Oh baik, Nona. Kalau begitu, saya permisi," ujar Siti. Aluna mengangguk, segera Siti pun ke luar dari ruangan tersebut. Setelah beberapa saat merenung, dan merasakan kondisinya baik-baik saja. Aluna memutuskan untuk kembali ke rumah. Sebelumnya, Aluna sudah memesan taksi. Aluna akan memberitahu suaminya bahwa dia tengah hamil. Berharap, setelah Betran mengetahuinya ya mungkin saja Betran akan berubah pikiran dan mungkin suaminya akan menarik ucapannya tersebut. ia berusaha tersenyum, berusaha untuk tenang. Hingga tidak terasa sampai juga di halaman rumah. Setelah membayar ongkosnya, Aluna ke turun dari taksi.Saat ia melangkah, ia memersa hatinya tidak karuan. Langkah kakinya yang gontai masuk menuju rum
Aluna baru saja sampai di tempat yang di share oleh orang itu. Dan kini Aluna–duduk dengan tenang di sudut ruangan sebuah restoran mewah yang cukup sepi. Hanya ada beberapa orang saja dan privasi akan terjamin. Tempat ini sepertinya dipilih dengan sangat hati-hati dan jauh dari keramaian–seolah tahu jika Aluna tidak ingin siapa pun tahu tentang pertemuannya kali ini. Tak lama kemudian, seorang pria berwajah tampan dan berkharisma masuk ke ruangan, mengenakan setelan jas hitam. "Akhirnya kau menemuiku juga, Nona Chandra!" Kaisar Amarta, penguasa paling berpengaruh di negeri, selama ini menunggu kesempatan untuk bertemu langsung dengan Aluna, pewaris keluarga Chandra yang dikabarkan menghilang. "Jadi, kamu Kaisar Amarta?” tanya Aluna. “Ya, Nona Chandra. Saya Kaisar Amarta,” jawabnya dengan senyuman lebar. “Orang kepercayaan keluarga Chandra. Saya datang untuk menjelaskan sesuatu yang sangat penting bagi dirimu.” “Orang kepercayaan? Keluarga Chandra?” Aluna merasa kepala
“Ma–maaf,” ucap Aluna mencoba menepis kecanggungan. Terlebih, wajah tampan Kaisar terlihat begitu dekat, dan dia bisa melihat dengan jelas sorot khawatir di matanya. "Anda tidak apa-apa?" tanya Kaisar masih menahan tubuh Aluna agar tidak terjatuh. Aluna mencoba tersenyum, meskipun dia tahu senyumnya terlihat lemah. "Aku baik-baik saja. Mungkin hanya terlalu lelah.” Kaisar segera membantu Aluna duduk kembali. "Saya akan siapkan air minum dan obat penenang untuk Anda," katanya dengan nada formal, mencoba menghilangkan suasana canggung. Aluna meskipun masih merasa pusing, mengangguk pelan. "Terima kasih, Kaisar." Kaisar lantas berjalan ke dapur kecil di dekat ruang belajar. Saat kembali dengan segelas air dan obat, dia menahan diri untuk tidak memikirkan apa yang baru saja terjadi. Dia tahu bahwa Aluna adalah wanita milik Betran. Meskipun hubungan mereka tidak harmonis, Kaisar tidak boleh melibatkan perasaan pribadi dalam situasi ini. "Minumlah ini, dan pastikan Nona Chandra
Pukul 06:30"Aluna! Bangun!"Aluna pun terbangun, ia terkejut saat air dingin mengguyur tubuhnya, membuatnya langsung duduk terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.Tubuhnya masih lelah setelah semalaman belajar bisnis lewat onlie, ditambah lagi mengerjakan pekerjaan rumah. Di hadapannya berdiri dua sosok Nenek Lampir, siapa lagi kalau bukan Kania dan Veronica, yang kini menatapnya dengan tatapan sinis."Kau pikir ini hotel? Bangun!" hardik Kania, matanya menyipit tajam ke arah Aluna. "Kau lupa, hah? Kalau di rumah ini sudah tidak ada pembantu. Jadi kau harus membuat sarapan. Enak aja jam segini masih tidur."Aluna meraih handuk kecil di tepi tempat tidurnya, mengusap wajah yang masih basah sambil berusaha mengendalikan amarahnya. Namun, sebelum dia bisa berdiri, Veronica sudah mendekat dan meraih rambutnya dengan kasar."Cepat, dasar pemalas! Suamiku harus segera sarapan sebelum berangkat kerja!" Veronica menarik rambut Aluna lebih kuat, membuatnya meringis."Apa tidak
Setelah selesai di klinik, Aluna kembali ke rumah. Setibanya di dalam, dia langsung mengunci pintu dan melangkah ke kamar. Dengan penuh semangat, dia mulai memeriksa berkas-berkas yang diberikan Kaisar. "Ini dia," gumamnya, membuka map berisi dokumen tentang bisnis dan proyek-proyek yang sedang berjalan. Aluna membolak-balik kertas tersebut, berusaha memahami setiap detailnya. Namun, pemikirannya terpecah saat teleponnya bergetar di meja.“Siapa ini?” tanyanya sambil mengambil ponsel dan melihat nama yang tertera. “Kaiser Amartha?” Segera, ia mengangkat telepon, “Ada apa, Kaisar. Kamu mau bahas lagi soal tadi?”"Tidak, Aluna. Aku ingin memberi tahu bahwa perusahaan Martin telah mendapatkan kontrak kerja sama dengan Tuan Louis dari Amerika. Ini berkat bantuan Betran."Aluna terdiam. Kontrak itu bisa menjadi langkah besar bagi Betran dan Veronica. “Berapa besar nilainya?” tanya Aluna, berusaha tetap tenang.“Kontrak ini bisa menguntungkan kedua perusahaan. Nilai totalnya mencapai juta
Dini hari, saat suasana rumah mulai sepi, Aluna mengeluarkan setumpuk berkas yang sempat ia sembunyikan. Ia duduk di atas ranjang, lalu membuka berkas-berkas tersebut. Aluna menatap lembar demi lembar dokumen tersebut dengan hati-hati, mencoba menyerap setiap informasi.Aluna menyambungkan video call dengan Kaisar, berharap bisa mendapatkan penjelasan dari pria itu terkait beberapa detail yang tidak ia pahami.“Halo, Aluna,” sapa Kaisar. “Halo, Kaisar. Maaf ganggu malammu, tapi ada beberapa hal yang ingin kutanyakan,” jawab Aluna sambil tersenyum.“Tidak apa-apa, Aluna. Katakan saja.” Kaisar membalas senyum Aluna, merasa kagum akan semangatnya yang tak kenal waktu. “Bagian mana yang kamu tidak mengerti?”Aluna membuka lembar laporan keuangan yang ada di tangannya. “Aku lihat di sini, pendapatan perusahaan Chandra meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir, tapi ada catatan tentang hutang jangka panjang yang belum diselesaikan. Menurutmu, kenapa perusahaan sebesar Chandra masih mem
Aluna duduk di tepi ranjang rumah sakit, menggenggam tangan Kaisar yang terbaring dengan tubuh penuh luka. Matanya sembap karena menangis tanpa henti sejak tadi malam. Selang-selang infus dan alat bantu pernapasan membuat sosok Kaisar terlihat begitu lemah, jauh berbeda dari pria tangguh yang selama ini menjadi pelindungnya. “Kaisar…” bisik Aluna dengan suara serak, nyaris tidak terdengar. “Bangunlah, aku butuh kamu. Kamu yang selalu bilang akan melindungiku, tapi kenapa sekarang malah seperti ini?” Air matanya kembali mengalir deras, membasahi pipinya. Seorang dokter masuk ke ruangan dengan langkah pelan, diikuti oleh seorang perawat. Mereka memeriksa kondisi Kaisar tanpa banyak bicara, memberikan pandangan penuh simpati kepada Aluna sebelum keluar lagi. Aluna mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha mengumpulkan keberanian. Pikirannya berkecamuk, tetapi satu hal yang pasti: ia tidak akan membiarkan orang yang menyakiti Kaisar lolos begitu saja. ****Di ruang keluarga mansion,
Esok nya, Kaisar baru saja selesai menghadiri sebuah rapat penting di salah satu vila pribadinya di luar kota. Hari itu, untuk pertama kalinya, ia memutuskan untuk tidak membawa bodyguard. Kaisar bukan orang yang sembarangan, tetapi kadang-kadang ia merasa terlalu banyak pengawalan membuatnya kehilangan privasi. Saat mobilnya melaju di jalanan sepi menuju kota, dua SUV hitam mendadak memotong jalannya. Sopir Kaisar panik, mencoba mundur, tetapi dari belakang sudah muncul mobil lain yang memblokir. Dalam hitungan detik, pintu mobil Kaisar dibuka secara paksa oleh beberapa pria bertopeng. Salah satunya adalah Roy. “Kaisar Amartha, akhirnya aku bisa bertemu langsung denganmu,” Roy berkata dengan nada mengejek, wajahnya tak ditutupi topeng. Kaisar menatap Roy dengan tenang meskipun keadaan jelas berbahaya. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya dingin. Roy tersenyum sinis. “Hanya sedikit waktu dan perhatianmu, Tuan Besar. Tapi jangan khawatir, kami akan membawamu ke tempat yang nyaman untu
Dua hari kemudian, Betran berjalan keluar dari sebuah gedung perkantoran dengan wajah muram. Jasnya yang sudah lusuh menunjukkan betapa terpuruknya hidupnya sekarang. Lamaran kerjanya kembali ditolak. Sudah kali keempat dalam minggu ini. Ia tidak bisa lagi mengandalkan koneksi lamanya karena nama Betran telah masuk daftar hitam di hampir semua perusahaan besar, berkat kekuatan Chandra Grup. "Dasar Kaisar," gumam Betran dengan suara penuh amarah saat berjalan menuju mobilnya yang sudah tua. "Dia pikir dia siapa, mengatur seluruh dunia untuk menjatuhkanku? Ini belum selesai." Ia menyalakan mesin mobilnya dan melaju tanpa arah. Hatinya terus bergemuruh, penuh dengan rasa frustrasi dan dendam yang semakin membara. Di tengah perjalanan, teleponnya berdering. Ia mengangkatnya dengan malas tanpa melihat siapa yang menelepon. "Halo?" suaranya terdengar kasar. "Bagaimana hasilnya, Betran?" suara Kania terdengar di seberang. Betran menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Ditolak l
Setelah kembali ke rumah, Kania melempar tasnya ke sofa dengan kasar. Wajahnya memerah, matanya berkilat penuh amarah. Langkah-langkahnya menghentak lantai, mempertegas betapa kesalnya dia. Tak lama, Betran muncul dari ruang kerjanya, mendengar kegaduhan yang dibuat oleh ibunya. "Ada apa lagi, Mom?" tanya Betran, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang meski dia tahu percakapan ini pasti tidak akan menyenangkan. Kania berbalik, menunjuk Betran dengan jari telunjuknya yang bergetar. "Kau tahu apa yang baru saja terjadi padaku, Betran? Kau tahu apa yang wanita itu—Aluna—lakukan padaku?" Betran menghela napas panjang, lalu duduk di sofa, mengusap wajahnya dengan tangan. "Mom, aku sedang sibuk. Jangan bawa masalah ini sekarang." "Sibuk?!" Kania memekik. "Aku dihina, dipermalukan oleh wanita itu, dan kau malah bilang kau sibuk? Kau ini anakku atau bukan, Betran?" Betran berdiri, mencoba menenangkan Kania. "Mom, duduklah dulu. Ceritakan apa yang terjadi." Kania menepis tangan
Setelah Betran pergi, Kaisar mengajak Aluna ke taman. Angin sore berhembus lembut di sekitar taman yang dipenuhi bunga bermekaran. Aluna, yang kini sedang hamil besar, berjalan perlahan di samping Kaisar. Tangannya digenggam erat oleh pria itu, memberikan rasa aman dan nyaman. Kaisar selalu memastikan setiap langkahnya terasa ringan, sesekali menatapnya dengan penuh perhatian.“Kau ingin istirahat sebentar? Kita bisa duduk di bangku dekat air mancur itu,” tanya Kaisar sambil menunjuk sebuah bangku di bawah pohon rindang.“Boleh,” jawab Aluna sambil tersenyum kecil.Namun, belum sempat mereka mencapai bangku itu, langkah Aluna terhenti. Di depannya berdiri Kania, mantan mertuanya, yang kini tampak berbeda dari biasanya. Pakaian mahal yang dulu selalu dikenakan Kania telah tergantikan dengan gaun sederhana. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tapi matanya tetap penuh tekad.“Aluna,” suara Kania bergetar. “Aku ingin bicara.”Aluna menatap Kania dengan dingin, mengangkat dagunya sedikit. “Ad
Kania duduk dengan raut wajah serius di depan Betran. Sejak kehilangan segala-galanya, hanya Kania, ibunya, satu-satunya orang yang masih bisa ia ajak bicara. Meskipun hidup Kania kini juga berantakan, ia tetap merasa ada kesempatan untuk kembali berdiri jika bisa memanfaatkan Aluna. “Betran, kau harus bangkit,” ucap Kania dengan suara penuh tekanan. “Kau tahu Aluna itu masih istri sahmu, kan? Sebelum dia melahirkan dan benar-benar bercerai, kau punya hak penuh atasnya.” Betran yang tengah meminum segelas alkohol menghentikan gerakannya. “Aku sudah mencoba, Mom. Aku sudah datang ke mansionnya. Tapi Aluna dingin seperti batu. Dia tidak akan memaafkanku.” Kania mendengus, menatap Betran dengan sinis. “Kau ini lemah sekali! Tentu saja dia tidak akan langsung menerima kalau kau hanya datang dan merengek. Kau harus punya rencana. Kau harus lebih pintar!” “Rencana apa?” Betran menatapnya dengan malas. “Kaisar Amartha selalu berada di sisinya. Lelaki itu sempurna, kaya, dan berkuasa.
Tidak terasa, Kehamilan Aluna sudah memasuki usia delapan bulan. Perutnya membesar, namun ia tetap terlihat anggun dengan balutan gaun rumah berwarna pastel yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Kaisar semakin perhatian. Dia selalu memastikan Aluna tidak kelelahan, bahkan mengatur jadwal pekerjaan Aluna agar tidak terlalu padat. Kaisar memandang perut Aluna dengan senyuman bangga. “Bagaimana hari ini? Bayi kecil kita sudah mulai menendang lagi?” Kaisar bertanya sambil duduk di samping Aluna di sofa besar. Aluna terkekeh kecil. “Bayi ini memang aktif. Setiap malam, dia seperti berlatih menari di perutku.” Kaisar menatap Aluna penuh kasih, lalu mengelus lembut perutnya. “Aku tahu dia bukan anak kandungku, tapi aku akan mencintainya sepenuh hati. Dia adalah anak kita, Aluna. Tidak ada yang bisa mengubah itu.” Senyuman Aluna menghangat. Ia merasa begitu bersyukur memiliki Kaisar di sisinya, seseorang yang tidak pernah mempermasalahkan masa lalu, melainkan fokus pada masa depan m
Hari demi hari berlalu dengan suasana yang kian suram di kehidupan Betran. Setelah insiden histeris yang dialami Veronica, dokter menyarankan agar ia dirawat intensif di rumah sakit jiwa. Keputusan itu berat bagi Betran, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Mental Veronica kian memburuk, bahkan tidak lagi mengenali kenyataan. Veronica kini menghabiskan hari-harinya di kamar putih tanpa jendela, sering kali berbicara sendiri sambil memeluk perutnya. “Bayiku akan baik-baik saja… kau akan lihat, Betran. Kita akan jadi keluarga bahagia…” kalimat itu terus diulanginya, seolah menjadi mantra yang menahan pikirannya dari kehancuran total.Di Ruang Direktur Rumah Sakit Jiwa“Veronica akan membutuhkan waktu lama untuk pulih, jika itu memungkinkan,” ujar seorang psikiater yang duduk di hadapan Betran. Betran mengangguk lemah, wajahnya tak lagi memancarkan kebanggaan yang dulu selalu ia tunjukkan. “Lakukan apa pun yang perlu, Dok. Aku hanya ingin dia tidak menderita lagi…” Psikiater itu menata
Di dalam kamar besar mansion mereka, Aluna sedang duduk di sofa sambil memandangi layar laptop. Tangannya dengan lembut mengusap perutnya yang mulai terlihat membesar. Meskipun dunia sudah tahu bahwa ia adalah pewaris tunggal Chandra Group, Aluna memilih untuk tetap bekerja di balik layar, menghindari sorotan media yang terus memburunya.Kaisar masuk ke kamar membawa nampan berisi makanan ringan dan segelas susu hangat. "Sudah kubilang, tidak ada pekerjaan hari ini," ucap Kaisar sambil meletakkan nampan di atas meja. Ia duduk di samping Aluna, menyentuh pundaknya dengan lembut.Aluna tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. "Aku hanya memastikan laporan terakhir dari tim marketing. Tidak lama lagi produk baru kita akan diluncurkan. Aku ingin semuanya sempurna."Kaisar menggeleng pelan. "Aku tahu kamu sangat perfeksionis, tapi kamu juga perlu istirahat. Kamu sedang hamil, Aluna. Semua orang di perusahaan tahu bahwa kamu tetap bekerja keras, bahkan dari balik layar."A