Ageng memainkan ponselnya sambil berbalas pesan dengan Davianna saat menanti Queen keluar dari kamarnya. Malam ini Ageng dan Queen akan kembali keluar bersama untuk menghadiri acara grand opening cabang baru salah satu rekan bisnisnya.Ageng mendengus kasar kala melihat penampilan Queen malam ini. Padahal dia sudah mewanti-wanti sebelum jika Queen sebaiknya mengenakan gaun dan asesoris yang biasa-biasa saja, tetapi ternyata gadis itu menggunakan gaun malam yang tidak kalah menawannya dengan yang dia gunakan beberapa waktu yang lalu.“Ternyata kau senang sekali menghambur-hamburkan uangku,” ucap Ageng saat melihat dengan saksama penampilan Queen dari ujung rambut sampai ujung kaki.Ageng menunjukkan sikap seolah dia sedang marah dan kecewa kepada Queen, padahal di dalam hatinya dia merasa jika matanya begitu dimanjakan oleh kecantikan istrinya tersebut. Bukan uang yang menjadi masalah utama bagi Ageng, tetapi dirinya yang kadang tidak bisa mengendalikan diri sepulang dari acara.“Meman
Mike merasa kehilangan jejak Queen saat diri tidak bisa mengejar Ageng yang secara tiba-tiba membawa Queen pergi meninggalkan acara grand opening. Dia sudah mencoba untuk berlari tetapi tampaknya Ageng begitu cepat menyingkirkan Queen dari hadapannya.“Dia istri orang, jangan membuat malu keluargamu.”Mike segera menggerakkan kepalanya menoleh ke arah sumber suara. Tampak Zachary di sana mengikuti dan mengawasinya. Sebagai seorang kakak sulung tentu, Zachary tidak ingin jika Mike melakukan kesalahan yang bisa menghancurkan reputasi dan kehormatan keluarga Wijaya.“Kau tidak perlu ikut campur dalam urusanku dengan Queen,” ucap Mike yang langsung menuju ke tempat mobilnya terparkir.Tentu bukan untuk mengejar dan mencari keberadaan Queen, tetapi berada di tempat tersebut sudah tidak menarik lagi Mike. Apalagi ada sang kakak yang selalu mengganggunya.Mike merasa hatinya begitu hampa oleh rasa kehilangan dan kebingungan. Dia berjalan menuju mobilnya dengan langkah yang berat dan gontai.
Seperti orang yang ling lung, Ageng berdiri di balkon sendiri menatap gelap malam. Dinginnya malam sungguh tidak dia rasakan lagi, hanya panas dan gerah setelah menikmati beberapa kali percintaan dengan Queen. Kini Ageng hanya mengenakan celana training, tampak beberapa tanda merah dan juga bekas gigitan serta cakaran membekas di tubuh kekarnya.Ageng merasa telah kalah, bukan karena harus membayarkan sisa mahar untuk Queen, tetapi karena dia merasa tidak bisa melepaskan diri dari pesona perempuan yang telah dia nikahi tersebut. Lalu bagaimana dengan Davianna ke depannya? Ageng terlihat bingung dalam menentukan sikap.Ageng kembali teringat nasihat sang papa sesaat sebelum pernikahanya, nasihat yang seharusnya dia dengar jauh sebelum dia memutuskan untuk membuat sandirwara yang akhirnya sangat dia sesali hari ini.“Kata istri dalam Bahasa Jawa disebut garwo. Sigaraning nyawa atau kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia itu artinya belahan jiwa. Apa yang membuat seorang istri adalah sep
Seandainya hari ini tidak ada rapat penting mungkin Ageng akan lebih memilih untuk terus bersama Queen yang sedari tadi belum juga bangun. Tentu dengan niat tulus untuk menemani dan membantu aktifitas Queen yang sepertinya sedikit terganggu, tetapi sepertinya jika Ageng tidak pergi ke kantor hari ini, keadaan Queen akan semakin buruk dan memprihatinkan.Queen tidak berbohong tentang tubuhnya yang rasanya remuk semua. Meskipun saat ini Queen sudah tidak bisa memejamkan matanya tetapi dia tetap saja tidak bisa menggerak tubuhnya. Bahkan sejak membuka mata, Ageng sama sekali tidak menunjukkan itikad baik untuk membantunya, justru terus mengungkungnya dalam pelukannya.Queen kaget saat Ageng dengan tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya tepat di sampingnya. Satu kecupan kembali mendarat di dahi bibir Queen, tetapi untuk kali ini hanya singkat karena sepertinya Ageng sudah sangat terburu-buru.“Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu,’ ucap Ageng sambil membelai lembut pipi Queen. “Kau mau makan
Tampaknya rencana Ageng tidak berjalan dengan lancar. Setelah keluar dari ruang kerjanya, ternyata Cyrus sudah berdiri di luar menantinya."Kata om Arya, ada masalah dengan pembebasan lahan di proyek baru kalian,” ucap Cyrus saat berpapasan dengan Ageng."Iya, kami sedang mengurusnya, karena jika tidak segera diurus bisa membuat proyek tertunda. Dan tentu itu akan sangat merugikan perusahaan.""Sepertinya ini masalah serius, dan melibatkan mafia pertanahan.”Ageng mengangguk lemah dan menghembuskan napas secara kasar, menyadari masalah berat yang sedang dihadapi oleh perusahaan milik keluarganya."Sebaiknya kita membicarakan ini di kantin saja sambil minum kopi, sepertinya kau sangat kelelahan dan kurang tidur," ucap Cyrus kala melihat penampilan Ageng yang tidak seperti biasanya, terlihat lelah dan sedikit berantakan.Dua pria bersahabat itu akhirnya melangkah menuju ke kantin bersama. Ditemani dua cangkir kopi panas perbincangan antara Ageng dan Cyrus mengalir untuk mencari solusi d
“Maaf, Ci! Hari ini saya izin nggak masuk kerja. Saya sedang sakit,” ucap Queen dengan suara serak dan ponsel yang menempel di pipinya.Meski tidak sepenuhnya berbohong, tetapi ada banyak kebenaran yang di sembunyikan oleh Queen. Terutama saat sang bos bertanya tentang sakit yang sedang dialami oleh Queen saat ini.“Kamu sakit apa sih Queen? Padahal kerjaan lagi rame-ramenya kamu malah sakit begini, lalu yang handle pekerjaan kamu siapa?” Suara cempreng istri bos menyapa gendang telinga Queen. “Yang sakit apanya sih? Coba nanti saya carikan obat dari sin she yang manjur, kalau karyawan pada sakit begini nanti saya bisa rugi.”Ya, istri si bos memang cukup peduli kepada kesehatan para karyawannya, walau pun sebenarnya untuk meningkatkan produktifitas. Sehingga membuat mereka akan bekerja lebih keras lagi dengan keadaan tubuh yang selalu fit.Untuk kasus pada sakit yang saat ini sedang diderita oleh Queen, tentu dia tidak bisa mengatakan atau mengaku begitu saja tentang anggota tubuhnya
“Kalian sudah dengar sendiri apa yang diucapkan oleh Ageng,” ucap Cyrus saat mengambil ponselnya dari atas meja. “Aku juga sudah mengirimkan rekaman ini kepada Erick.”Setelah mendengar pengakuan dari Ageng dan mendapatkan bukti yang bisa ditunjukkan kepada para sahabatnya, Cyrus langsung mengajak bertemu Bryan dan Derian. Dan di sinilah tiga sahabat itu sekarang, di kafe milik Derian yang baru buka beberapa bulan yang lalu.Bryan dan Derian saling bertukar pandang. Ada rasa kecewa pada gurat wajah keduanya, meskipun mungkin karena sebab yang berbeda. Jika Derian tentu karena dia harus rela melepas pundi-pundi uang yang harus dia dapatkan dengan susah payah. Sementara itu Bryan tampak harus ikhlas menerima jika wanita yang dia cintai telah memberikan keperawanannya kepada pria lain, meskipun itu adalah suami sahnya.“Aku harap kalian tidak menunda-nunda lagi untuk mentransfer uang kepada Queen. Ya … walaupun dia tidak akan kekurangan uang saat ini.” Meskipun Cyrus yakin jika kedua sah
Queen mengerutkan dahinya saat melihat jumlah saldo dari tabungannya. Tampak ada dua transaksi dana masuk dalam jumlah yang tidak sedikit. Queen menghembuskan napas ke atas hingga membuat rambut poninya bergerak.Untuk saat ini, Queen tidak tahu apakah dia harus bersyukur atau menyesal atas limpahan uang yang masuk ke dalam rekeninganya. Empat setengah miliar dana masuk ke rekeningnya di hari yang sama, tetapi itu semua harus dia bayar dengan kehilangan keperawanannya. Ya, dia melepasnya kepada pria yang tidak menginginkannya, itulah penyesalan terbesar yang dirasakan oleh Queen.Queen melihat kea rah penanda waktu yang ada di ponselnya. Hari ini ada hal penting yang harus segera dia lakukan, sebelum izin liburnya habis. Ya, Queen harus mendapatkan surat izin sakit dari seorang dokter sebagai bukti jika dia benar-benar sakit dan tidak membohongi bos tempatnya bekerja.“Sudah rapi?” tanya Ageng sambil mengeliat kala baru bangun dari tidurnya.“Ya, aku ada perlu sebentar,” jawab Queen s
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Ageng merasa kesal dan risih saat Davianna memeluknya erat. Tangan Davianna menempel di punggungnya, tubuhnya seakan-akan tidak mau melepaskan."Mas Fajri! Mengapa kau menolak cintaku? Aku mencintaimu, Mas!" Davianna menangis tersedu-sedu, memanggil nama pria lain, Fajri.Ageng tersentak. Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Davianna, tetapi dia tidak ingin melakukan tindak kekerasan yang bisa saja menjadi celah munculnya kasus baru untuk menjatuhkan reputasinya.Rasa jijik dan amarah membuncah di dada Ageng. Dia melirik ke arah pintu, berharap Queen segera membantunya, tetapi yang ia lihat justru adalah ekspresi aneh di wajah istrinya.Queen, yang tadinya mendidih dengan amarah ketika melihat suaminya berpelukan dengan mantan kekasihnya, kini justru merasa kebingungan. Ada sesuatu yang ganjil. Davianna terus memanggil Ageng dengan nama lain, Fajri. Nama itu jelas bukan nama suaminya. Rasa marah yang semula menguasai dirinya kini berubah menjadi rasa penasaran bercampur khawati
“Davi.” Lirih Ageng menyebut nama mantan kekasihnyaPerempuan itu tak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kemarahan, ada kesedihan, dan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat.Tanpa berkata sepatah kata pun, Davianna perlahan melangkah mendekat, dan Ageng berusaha tetap tenang meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mendera. Tepat saat dia hendak membuka mulut untuk berbicara, Davianna berhenti tepat di depannya, menatapnya tajam.“Ada yang harus kita bicarakan, Geng,” bisiknya dengan nada dingin, membuat udara di sekeliling mereka terasa beku.Ageng masih terpaku di tempat, Davianna berdiri begitu dekat, terlalu dekat hingga jarak di antara mereka terasa mengikatnya seperti jerat yang tak terlihat. Kenangan tentang Davianna, yang lama terkubur dalam-dalam, tiba-tiba muncul di permukaan. Wajahnya, senyumnya, dan suara tawa yang dulu mengisi hari-harinya kini hadir kembali, membawa serta semua ras
Keduanya masih bayi, kalau sampai ada yang memukul yang salah ada orang tua dari kedua belah pihak yang lalai menjaga mereka. Itulah yang terjadi pada Danar dan Alma saat bersama.Ardan pun yang pernah berjanji akan menjaga adik-adiknya justru lebih sering terlihat asik bermain sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari anak kelas dua sekolah dasar dalam menjaga dua batita.Alma dan Danar, dua batita keluarga Wardana, duduk berseberangan di lantai ruang keluarga yang luas. Suasana yang seharusnya damai sering kali berubah menjadi ajang perebutan mainan, perhatian, dan cinta dari kakek mereka, Arya Suta.Alma, dengan rambutnya yang masih lembut dan ikal, memandang boneka beruang yang sedang dipegang Danar dengan tatapan penuh tekad. Danar, meskipun belum pandai berbicara dengan jelas, bisa merasakan ancaman dari tatapan sepupunya yang sedang mengincar boneka itu.Dalam hitungan detik, Alma sudah menarik boneka tersebut dari tangan Danar, membuat si bocah laki-laki langsung merengut dan ber
Ageng duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota. Hari itu, dia akan bertemu dengan salah satu klien penting perusahaannya, seorang pengusaha ternama yang selama ini menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek. Ageng selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk pertemuan bisnis seperti ini. Restoran sudah dipilih dengan saksama, meja terbaik sudah dipesan, dan suasana yang tenang menjadi tempat yang sempurna untuk mendiskusikan kerja sama ke depan.Sambil menunggu, Ageng memeriksa ponselnya, melihat pesan dari Queen yang mengabarkan bahwa Alma sedang bermain dengan bonekanya di rumah. Senyum kecil terukir di wajahnya. Namun, sebelum sempat membalas, kliennya datang. Pria itu, yang bernama Sean Mahendra Wismoyojati, tampak santai dalam setelan jas hitam. Di belakangnya, sekretarisnya yang selalu setia, seorang perempuan bernama Bella, mengikuti dengan langkah cepat."Maaf membuat Anda menunggu," sapa Sean sambil mengulurkan tangan."Tidak masalah, Pak Sean," jawab Age
Rumah Queen dan Ageng dipenuhi dengan suasana kebahagiaan dan kehangatan, begitu berbeda dari masa-masa sulit yang pernah mereka lewati. Hari ini, semua kesedihan dan kekhawatiran seolah sirna, digantikan oleh keceriaan yang terpancar di setiap sudut ruangan. Ulang tahun pertama baby Alma menjadi momen penting yang ingin mereka rayakan dengan penuh suka cita, bersama orang-orang terdekat.Ruang tamu rumah mereka dihiasi dengan dekorasi cantik bernuansa pastel. Balon-balon berwarna lembut melayang di udara, menggantung dengan anggun di setiap sudut. Kue ulang tahun Alma yang besar, dihiasi dengan hiasan bunga-bunga kecil dan figur berbentuk peri, berdiri megah di tengah ruangan, siap menjadi pusat perhatian. Di atas meja, tertata rapi hidangan-hidangan manis dan camilan ringan untuk tamu-tamu kecil yang akan hadir.Queen, yang mengenakan gaun sederhana namun elegan berwarna krem, tampak begitu bahagia sambil menggendong Alma. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Sesekali, dia mencium
Ageng duduk di ruang keluarga, memandangi Baby Alma yang terbaring di atas selimut lembut. Gadis kecil itu tampak lincah, mencoba tengkurap dan mengangkat kepalanya yang mungil dengan usaha keras. Setiap kali Alma berhasil menyeimbangkan tubuhnya, wajah Ageng berseri-seri."Lihat, dia semakin kuat," gumam Ageng, bangga. Meskipun tahu Alma belum bisa benar-benar mengerti, Ageng tetap senang berbicara padanya, seperti mengajak berdiskusi soal hal-hal besar dalam hidup.Queen datang dengan secangkir teh, duduk di samping Ageng sambil tersenyum melihat suaminya begitu terpesona pada perkembangan kecil Alma. "Dia sudah semakin besar, ya?" kata Queen sambil menatap putri kecil mereka yang terus bergerak aktif di atas selimut.Ageng mengangguk. "Iya, nggak terasa. Rasanya baru kemarin dia lahir, sekarang sudah bisa tengkurap sendiri. Nggak sabar lihat dia belajar berjalan nanti."Queen tertawa kecil. "Kamu pasti bakal kejar-kejar dia nanti di seluruh rumah. Semangat deh!" candanya sambil men
Ageng melangkah menuju rumah dengan langkah yang ringan. Hati dan pikirannya dipenuhi rasa syukur. Seluruh perjuangan, kesulitan, dan pengorbanan yang ia dan sahabat-sahabatnya lewati akhirnya terbayar. Mereka semua telah menemukan cinta, mewujudkan impian-impian mereka, dan kehidupan kini memberikan kebahagiaan yang sejati.Ageng tersenyum kecil saat melihat Queen berdiri di depan pintu dengan senyum yang meneduhkan, menimang Baby Alma yang ceria di pelukannya. Dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya telah berdiri di hadapannya.“Tuh, daddy sudah pulang,” ucap Queen lembut sambil menggerakkan tangan putrinya, suaranya begitu hangat, membuat hati Ageng terasa damai.Ageng mendekat dan mencium kening Queen dengan lembut. Kemudian, tatapannya beralih ke Baby Alma yang melihatnya dengan mata berbinar yang sangat menggemaskan. Tawa kecil bayi itu terdengar begitu polos, seolah menyambut sang ayah dengan kebahagiaan yang sama.“Bagaimana hari kalian?” tanya Ageng sambil mengelus l