Ageng tidak menatap Queen yang sedang menikmati steak tenderloin dengan saus lada hitam yang dipesannya.“Sepertinya kau penikmat steak?”“Sayang saja makanan seenak ini tidak dinikmati,” sahut Queen sambil terus menikmati hidangan yang tersaji di hadapannya. Percakapan dengan Ageng bukanlah sesuatu yang harus dia tanggapi dengan serius.“Ya, biasanya kau makan di warung pinggir jalan.” Merasa diabaikan oleh Queen membuat timbul sikap arogan dan merendahkan dari Ageng.“Kamu pernah makan nasi kucing di angkringan?” Bukan merasa direndahkan, justru Queen ingin berbagi pengalaman makan di tempat yang biasanya digunakan oleh kaum buruh dan pekerja kelas bawah.“Tidak,” sahut Ageng yang membayangkan saja sudah enggan. Makan di pinggir jalan yang mungkin kebersihan dan privasinya kurang terjaga.“Jangan bilang di sana akan mencium bau orang-orang miskin, karena kau justru akan mencium kebahagian.”Ageng menatap heran ke arah Queen yang sepertinya sudah terbiasa makan di tempat seperti itu.
“Halo Queen, sayang!” sapa Laras saat melakukan panggilan video dengan menantunya.“Halo, Tan … Ma!” Hampir saja Queen salah memanggil Laras dengan sebutan ‘tante’ padahal sejak sebelum menikah, sang ibu mertua sudah mewanti-wanti agar Queen memanggilnya mama.Queen terlihat gugup saat menghadapi Laras, bukan hanya karena belum terbiasa dan akrab dengan ibu mertuanya, tetapi ada perasaan hangat di hatinya saat mendengar seseorang memanggilnya dengan embel-embel ‘sayang’. Sesuatu yang tidak pernah Queen rasakan sebelumnya, apalagi dia mendengar suara Laras yang terdengar begitu tulus.“Kamu sakit?” tanya Laras saat melihat mata lelah Queen yang sepertinya kurang tidur.“Nggak, Ma! Hanya capek karena perjalanan jauh,” jawab Queen dengan berhati-hati. Bagaimana pun Ageng sudah membayarnya dengan jumlah uang yang tidak sedikit, tentu dia harus bersikap professional agar sandiwara mereka tidak terbongkar.“Ageng di mana?”“Lagi mandi, Ma!” jawab Queen sambil mengalihkan pandangannya tertuj
Dengan menggunakan mobil yang telah dia sewa selama berada di Bali, Ageng mendatangi tempat yang sudah dia sepakati dengan Davianna. Ageng tidak bermaksud mengabaikan perasaan sang mama begitu saja, hingga memilih untuk melanjutkan sandiwara yang telah dia mulai.Mungkin benar kata pepatah, cinta itu buta, dan mungkin benar juga kata Agnes Monica jika cinta itu tidak ada logika. Buktinya Ageng dan Davianna, dua sosok yang tidak diragukan kecerdasannya, tetapi limbung saat berhubungan dengan cinta.Bagi Ageng saat ini kebahagiaan Davianna adalah segalanya. Sebagai kekasih dia harus berusaha untuk selalu memberi dukungan atas segala keputusan dan citta-cita Davianna. Tidak ada salahnya memiliki istri yang cantik dan berpendidikan, apalagi untuk posisinya yang merupakan CEO baru di perusahaan keluarga. Tentu memiliki pasangan yang cantik dan berkelas akan membuatnya semakin bangga saat bertemu dengan para klein.Melihat sang kekasih masih asik bersama teman-temannya membuat Ageng tidak b
Suara tembakan menyapa gendang telinga Ageng saat memasuki kamarnya. Lagi dan lagi dia melihat Queen yang sedang asik bermain game. Sungguh seru, karena sampai membuat gadis itu bukan hanya tertawa tetapi juga mengeluarkan kata-kata kasar saat berhasil mengenai sasarannya. Saking asiknya bermain game, Queen tidak menyadari kedatangan Ageng. Bahkan saat Ageng sudah berdiri tepat di belakangnya, Queen masih terus bermain.“M*mpus!” ucap Queen saat dia bisa tepat menembak lawan.“Main sama siapa?” tanya Ageng dengan suara lirih tepat di telinga Queen.Queen yang kaget hampir saja terjatuh seandainya Ageng tidak segera memeganginya dengan erat. Ageng terlihat begitu menikmati saat-saat kebersamaan dengan Queen yang begitu dekat. Bahkan tanpa sadar dia berusaha mendekatkan kepalanya untuk bisa melabuhkan sebuah kecupan.Suara deheman yang keluar dari mulut Queen menyadarkan Ageng dari keinginan yang sebenarnya sangat dia hindari. Davianna belum terbang ke London, tetapi berada dalam satu
Acara bulan madu yang bagi Queen hanya membuang waktu dan juga uang akhirnya selesai juga. Saat ini Ageng dan Queen sedang meninggalkan bandara menuju ke apartemen milik Ageng.“Di mana kamarku?” tanya Queen sesaat setelah memasuki unit apartemen milik Ageng. Dari wajahnya terlihat gurat lelah setelah perjalanan jauh.“Kamarmu yang itu,” jawab Ageng sambil menunjuk salah satu kamar yang ada di unit apartemennya.Tanpa banyak bicara, Queen segera menarik koper miliknya menuju kamar yang ditunjuk oleh Ageng. Yang ada dalam pikiran Queen saat ini hanyalah merebahkan tubuhnya sebelum nantinya dia akan ke rumah keluarga Wardana untuk bertemu dengan mertuanya.Ageng hanya mengernyitkan dahinya seolah tidak percaya dengan sikap yang ditunjukkan oleh Queen. Sikap tidak peduli yang terasa begitu mengiris harga dirinya. Meskipun pernikahan mereka tidak di dasari oleh rasa cinta, tetapi sebagai seorang suami, dia tetap bertanggung jawab dengan memberikan nafkah untuk Queen. Jadi tidak ada salahn
Bagi Queen, Ageng adalah sosok actor yang berbakat. Pria yang kini berstatus sebagai suaminya itu terlihat begitu total menjalankan perannya dalam sandiwara yang telah dia tulis skenarionya. Duduk berdampingan dengan Untuk menutupi rasa canggung dan rasa bersalah kepada Laras, Queen lebih memilih banyak diam dan mencitrakan dirinya sebagai menantu yang lembut dan pemalu di hadapan ibu mertua. Queen hanya sesekali tersenyum pura-pura malu saat mendengar guyonan dewasa dari Laras yang terdengar sangat vulgar. “Mama sudah nggak sabar punya cucu dari kalian, biar Ardan ada temannya,” ucap Laras sambil mengusap lembut rambut cucu pertamanya itu. Queen terlihat salah tinggah saat Laras sudah mulai berbicara tentang anak. Bukan hanya karena mereka belum pernah melakukan hubungan suami istri, tetapi juga karena tidak ada rencana untuk memiliki anak bersama di antara mereka Gadis itu menatap wajah Ageng, seolah menyerahkan jawaban atas ucapan sang mama mertua kepada Ageng, selaku suami dan
“Saya jadi penasaran bagaimana cara papa dan mama mengajari kamu untuk jadi seorang penipu ulung,” ucap Queen saat duduk di samping Ageng yang sedang konsentrasi mengemudi.Setelah mengakhir kunjungan di rumah keluarga Wardana kini Queen dan Ageng dalam perjalanan kembali ke apartemen. Sebenarnya Laras berharap jika anak dan menantunya bisa menginap di rumah besar mereka, tetapi karena Ageng yang menunjukkan sikap sok romantic dan seperti tidak ingin diganggu kebersamaannya sebagai pengantin baru, membuat Laras dan Arya akhirnya dengan berat hati mengizinkan mereka pulang meskipun sudah larut malam.“Mama dan papa tidak pernah mengajari aku untuk menjadi pembohong, sejak kecil di keluarga kami di ajarkan pentingnya arti kejujuran,” bela Ageng yang tidak terima jika orang kedua orang tuanya direndahkan oleh Queen.“Apa itu artinya kamu yang salah pergaulan?” tanya Queen yang memberanikan diri menatap Ageng.“Apa maksudmu?” Sesaat Ageng mengalihkan perhatiannya membalas tatap mata Queen
Dengan langkah yang terburu-buru, Naya memasuki kamar kostnya. Gadis yang bekerja di bank itu sudah tahu jika Queen telah datang. Sesampainya di kamar kostnya Naya tidak percaya saat melihat ada beberapa paper bag yang bertuliskan merk-merk ternama.“Ini cuma paper bagnya saja atau memang sama isinya?” tanya Naya antara serius dan bercanda.“Lihat saja sendiri!” perintah Queen sambil tersenyum.“Gila kamu, ini untuk aku semua?” Naya masih tidak percaya dengan semua barang-barang yang dibawakan oleh Queen untuk dirinya.“Mumpung aku dapat gratisan,” sahut Queen tanpa beban. “Makanannya nanti kamu bagi-bagi!” sambung Queen sambil menunjukkan oleh-oleh yang lain, yang luput dari perhatian Naya.“Gila, apa aja ini Queen?” tanya Naya sambil membuka satu per satu bungkusan yang di bawa oleh Queen.“Buat camilan sambil kumpul-kumpul ghibah mania.”“Paling nanti yang dighibahin gadis urakan yang tidak pernah mandi bisa menikah dengan CEO muda, yang tampan dan kaya raya. Apa rahasianya?” tanya