“I wanna eat you, sweety!’ Wajah Agnes memerah, padahal dia tidak ada maksud apapun saat menunduk seperti tadi. Ia murni mengobati pria itu dengan tulus. “Brice… Aku…” suara Agnes tertahan, ia tidak dapat lagi mengucapkan apa yang ada di pikirannya. Brice sudah melumat bibirnya begitu intens dan dalam. Brice menurunkan kepalanya, sedangkan tangannya sudah menurunkan tali tipis dari bahu Agnes, membuat payudara indah Agnes terlihat sempurna, ia menghisap puncak payudara Agnes dengan begitu lembut. Tangan lain pria itu meremas payudara yang satunya, memilinnya dengan jari-jari besarnya. Agnes memeluk kepala Brice dengan kedua tangannya, desahannya lolos berkali-kali saat Brice mengisapnya dan memainkan putingnya dengan ujung lidahnya. “Oh Brice… Akh!” Brice tersenyum, dan tangannya mulai melucuti dalaman segitiga berenda milik Agnes, mengusap inti tubuh istrinya itu yang sedang berlutut di depannya. Sedangkan Agnes, sudah membuang kepalanya ke belakang merasakan desiran aneh di se
Brice benar-benar kembali memakan Agnes pagi-pagi buta, hasrat dan gairahnya tidak dapat ia tahan jika sudah berhubungan dengan istrinya ini. Tubuh Agnes terlalu menggairahkan untuk di lewatkan begitu saja. Niatnya yang hanya bermain cepat, berakhir dengan pergulatan panjang yang membuat tubuh mereka kembali dengan peluh keringat. Dengan berakhirnya aksi panas mereka berdua, saat ini mereka baru selesai mandi di jam 7 pagi. Agnes dengan senandung lembut menyiapkan pakaian kerja untuk Brice, disaat pria itu masih berada di dalam kamar mandi untuk membersihkan rambut halus di wajah tampannya. Setelah menyiapkan pakaian kerja untuk Brice, ia melenggang pergi ke walk in closet miliknya. Ia masih sedikit kebingungan dengan walk in closet yang luas dan memiliki begitu banyak bilik untuk memenuhi aspek penampilannya. Ia harus membuka tutup lebih dari tiga pintu, baru bisa menemukan pakaian kerja. Agnes menghela nafas saat melihat pakaian kerja miliknya benar-benar tertata sangat rapi. Ia
Usai menyelesaikan sarapan mereka, Brice menciumi istrinya itu cukup lama sebelum benar-benar keluar dari ruangan Agnes. “Siang aku jemput, hmm?” Agnes mengangguk dan melambaikan tangannya kepada Brice. Begitu pintu tertutup, wanita cantik itu duduk di kursi kebesarannya, menghela nafas dalam-dalam. Dadanya berkecamuk, merasa ada sesuatu yang salah. “Sembilan puluh tujuh hari, yah sisa sembilan puluh tujuh hari lagi. Kehidupan yang aku jalani bersama Brice. Apa semua akan baik-baik saja? Tidak masalah kalau aku menerima semua perhatian pria itu?” Dada Agnes merasa sesak, dan satu hal yang membuatnya bingung. Baru saja berpisah beberapa saat, ia sudah merindukan suara dan sosok laki-laki itu. “Hah! Sepertinya kepalaku sudah dicemari oleh pria mesum itu!” gumamnya kesal tapi raut wajahnya tidak berhenti tersenyum. Dan di saat bersamaan, Frida masuk ke dalam ruangan dengan senyuman lebar di wajahnya, “Bu Bos! Malam pernikahan anda, anda terlihat begitu cantikkkk!!!” seru Frida tidak b
“Sayang…?” suara Agnes mendayu-dayu di telinga Brice, pria itu tidak dapat menutup senyuman di wajah tampannya. “Iya? Ada apa sayang? Hmm?” jawab Brice begitu lembut dengan suara rendahnya. “…” Lama baru terdengar lagi sahutan dari Agnes. “Kamu gak sibuk ‘kan, sayang?” “Hmm, tidak. Katakan ada apa?” “I… miss you…” ucap Agnes dengan sedikit terbata-bata. Brice menaikkan satu alisnya, ia dapat mendengar suara yang sedikit bising di tempat Agnes, “Ah..” gumamnya dalam hati. Sadar jika istrinya itu sedang di jahili oleh orang lain. Pria tampan itu berdiri dari duduknya, berjalan menuju jendela, sambil menatap pemandangan, ia pun berkata. “ I miss you too, sweety.” “…” Brice tersenyum, saat mendengar jawaban kaku dari Agnes. “Ah iya.” Meskipun mungkin saja Agnes sedang acting, dia merasa sangat senang mendengarnya. “Kamu gak sibuk, hmm?” “Gak juga, satu jam lagi aku meeting. Sekarang lagi bersama Rosa dan Frida.” Brice menahan tawanya, dengan jelas istrinya itu sedang mengirim
“Alpha, siapkan unit untuk istriku. Aku ingin sudah siap begitu aku tiba di rumah.” Ujar Brice setelah mengirimkan sebuah foto ke ponsel Alpha.Alpha melihat ponselnya dan melihat pesan yang masuk, wanita manis itu tersenyum. “Baik Tuan, akan aku siapkan segera mungkin.”“Hem, lalu jangan hentikan pencairan Kak Bella dan Arion!” pesan Brice kepada Beta sebelum masuk ke dalam kendaraannya.“Baik Tuan,” jawab Beta.Sedangkan Delta dan Zeta sudah menyamar untuk masuk ke gedung parlemen, dimana Epsilon berjaga dari gedung tinggi tepat di seberang gedung pemerintahan itu.“Siaga,” Epsilon memberi komando, dan hanya jentikan jari dari Delta menerima signal dari Epsilon.Kedua wanita cantik itu berjalan di koridor gedung parlemen Amsterdam, yang tampak megah dan mewah dengan lampu kristal, karpet merah, dan lukisan-lukisan bersejarah. Mereka berpakaian dengan gaya dan elegan, menarik perhatian semua orang yang mereka lewati. Orang-orang membungkuk hormat kepada mereka, mengira mereka adalah
Seketika wajah staff pria itu memucat, “Ma… maaf Pak… Saya tidak tahu kalau Anda adalah suami dari Ibu Agnes.” Ucapnya penuh penyesalan.Brice malas menanggapi dan berlalu begitu saja dan masuk ke dalam ruangan sang istri. Ia memilih duduk di sofa lebar sambil melihat hasil laporan yang masuk dari para The Angel’s.“Apa sebaiknya aku menghubungi Kak Austin?” gumamnya dan menekan nomor telepon dari kakak sepupunya itu.Tuuttt tuttt Tuutt“Halo Brice? Apa kamu sudah mendapatkan kabar dari istriku? Apa kamu tahu keberadaan Bella dan Arion?” suara panik Austin terdengar di seberang sana.Deg!“Kak? Are you okay?”Terdengar suara napas berat, “Hah! Tentu saja tidak Brice! Bagaimana aku bisa baik-baik saja jika separuh nyawaku tidak ada? Hah?!”Sahut Austin terbawa suasana. Suaranya terdengar begitu lirih dan putus asa.“Maaf kak, aku belum menemukan keberadaan Kak Bella dan Arion,” jawab Brice yang harus kembali membuat Austin bersedih.“Hmm, baiklah! Berikan aku kabar apapun jika kau tau
Begitu Brice keluar ruangan dan menutup pintu, kaki Agnes terasa begitu lemah. Da duduk di sofa berwarna abu-abu soft itu.Wanita cantik itu mengusap wajahnya, napasnya memburu menahan rasa gusar di dadanya. Dia sendiri bingung dengannya hari ini, “Kenapa aku begitu sensitive hari ini?” gumamnya pelan dan memijit pelipisnya.Tapi tanpa ia sadari bulir air mata sudah membasahi pipinya, hingga ia terlihat kebingungan melihat telapak tangannya sudah basah. Dan di detik berikutnya, Agnes membekap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia menangis dengan sejadi-jadinya.Ia merasa bingung dengan perasaannya saat ini, kenapa dia merasa begitu kesal. Dia terluka dengan sikap Brice yang tadi seolah memberikan tembok tinggi untuk tahu lebih dalam tentang pria itu.“Apa aku memang tidak pantas tahu dengan apa yang dia pikirkan? Dengan apa yang ia khawatirkan? Kenapa dia begitu egois!” gumam Agnes lirih.Suara isak
Jantung Agnes berdegup semakin cepat. Mendengar penuturan Brice yang selalu saja membuat detakan jantungnya tidak beraturan seperti ini.“Bagaimana kalau kamu yang memintaku untuk pergi?” Agnes balik memberikan pertanyaan, tanpa melepaskan tautan mata mereka.Brice mendekatkan wajahnya, kemudian meraup bibir Agnes dengan begitu liar, ia melumat, menyesap, dan menautkan lidah mereka dan berbisik, “Itu tidak akan pernah terjadi.”“Euhm… Brice…” Brice kembali melumat bibir sang istri dengan begitu intens, Agnes turut membalas ciuman yang sangat di dominasi oleh Brice.Bahkan kini tangan Brice sudah bermain di bagian dada wanita cantik itu di balik pakaian yang ia kenakan.Agnes mendongakkan kepalanya, melenguh dengan manja, membiarkan Brice menyesap tengkuk lehernya.Brice berpindah kembali naik menatap wajah cantik yang kini terlihat begitu seksi dengan suara napas terengah-engah.Ia men
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh