“Alpha, siapkan unit untuk istriku. Aku ingin sudah siap begitu aku tiba di rumah.” Ujar Brice setelah mengirimkan sebuah foto ke ponsel Alpha.Alpha melihat ponselnya dan melihat pesan yang masuk, wanita manis itu tersenyum. “Baik Tuan, akan aku siapkan segera mungkin.”“Hem, lalu jangan hentikan pencairan Kak Bella dan Arion!” pesan Brice kepada Beta sebelum masuk ke dalam kendaraannya.“Baik Tuan,” jawab Beta.Sedangkan Delta dan Zeta sudah menyamar untuk masuk ke gedung parlemen, dimana Epsilon berjaga dari gedung tinggi tepat di seberang gedung pemerintahan itu.“Siaga,” Epsilon memberi komando, dan hanya jentikan jari dari Delta menerima signal dari Epsilon.Kedua wanita cantik itu berjalan di koridor gedung parlemen Amsterdam, yang tampak megah dan mewah dengan lampu kristal, karpet merah, dan lukisan-lukisan bersejarah. Mereka berpakaian dengan gaya dan elegan, menarik perhatian semua orang yang mereka lewati. Orang-orang membungkuk hormat kepada mereka, mengira mereka adalah
Seketika wajah staff pria itu memucat, “Ma… maaf Pak… Saya tidak tahu kalau Anda adalah suami dari Ibu Agnes.” Ucapnya penuh penyesalan.Brice malas menanggapi dan berlalu begitu saja dan masuk ke dalam ruangan sang istri. Ia memilih duduk di sofa lebar sambil melihat hasil laporan yang masuk dari para The Angel’s.“Apa sebaiknya aku menghubungi Kak Austin?” gumamnya dan menekan nomor telepon dari kakak sepupunya itu.Tuuttt tuttt Tuutt“Halo Brice? Apa kamu sudah mendapatkan kabar dari istriku? Apa kamu tahu keberadaan Bella dan Arion?” suara panik Austin terdengar di seberang sana.Deg!“Kak? Are you okay?”Terdengar suara napas berat, “Hah! Tentu saja tidak Brice! Bagaimana aku bisa baik-baik saja jika separuh nyawaku tidak ada? Hah?!”Sahut Austin terbawa suasana. Suaranya terdengar begitu lirih dan putus asa.“Maaf kak, aku belum menemukan keberadaan Kak Bella dan Arion,” jawab Brice yang harus kembali membuat Austin bersedih.“Hmm, baiklah! Berikan aku kabar apapun jika kau tau
Begitu Brice keluar ruangan dan menutup pintu, kaki Agnes terasa begitu lemah. Da duduk di sofa berwarna abu-abu soft itu.Wanita cantik itu mengusap wajahnya, napasnya memburu menahan rasa gusar di dadanya. Dia sendiri bingung dengannya hari ini, “Kenapa aku begitu sensitive hari ini?” gumamnya pelan dan memijit pelipisnya.Tapi tanpa ia sadari bulir air mata sudah membasahi pipinya, hingga ia terlihat kebingungan melihat telapak tangannya sudah basah. Dan di detik berikutnya, Agnes membekap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia menangis dengan sejadi-jadinya.Ia merasa bingung dengan perasaannya saat ini, kenapa dia merasa begitu kesal. Dia terluka dengan sikap Brice yang tadi seolah memberikan tembok tinggi untuk tahu lebih dalam tentang pria itu.“Apa aku memang tidak pantas tahu dengan apa yang dia pikirkan? Dengan apa yang ia khawatirkan? Kenapa dia begitu egois!” gumam Agnes lirih.Suara isak
Jantung Agnes berdegup semakin cepat. Mendengar penuturan Brice yang selalu saja membuat detakan jantungnya tidak beraturan seperti ini.“Bagaimana kalau kamu yang memintaku untuk pergi?” Agnes balik memberikan pertanyaan, tanpa melepaskan tautan mata mereka.Brice mendekatkan wajahnya, kemudian meraup bibir Agnes dengan begitu liar, ia melumat, menyesap, dan menautkan lidah mereka dan berbisik, “Itu tidak akan pernah terjadi.”“Euhm… Brice…” Brice kembali melumat bibir sang istri dengan begitu intens, Agnes turut membalas ciuman yang sangat di dominasi oleh Brice.Bahkan kini tangan Brice sudah bermain di bagian dada wanita cantik itu di balik pakaian yang ia kenakan.Agnes mendongakkan kepalanya, melenguh dengan manja, membiarkan Brice menyesap tengkuk lehernya.Brice berpindah kembali naik menatap wajah cantik yang kini terlihat begitu seksi dengan suara napas terengah-engah.Ia men
Di enam tempat yang berbeda, terlihat enam wanita cantik meraih ponsel mereka secara bersamaan saat notifikasi ponsel mereka berbunyi.Yang sudah pasti notifikasi itu tidak boleh mereka abaikan bahkan dalam hitungan satu detik.“Siaga Satu?” gumam mereka secara bersamaan saat membaca pesan tersebut. Seketika itu pula mereka beranjak dari aktifitas yang mereka lakukan saat ini sambil membalas pesan kepasa Bos mereka, Brice Harold. “Siap Mr.B!”Keberadaan Gamma yang memang tidak pernah jauh dari Brice segera mengirimkan lokasi Bos mereka kepada rekan-rekannya.“Apa yang membuat Tuan mengirimkan pesan siaga satu? Apa ada yang mengancam saat Mr. B dan Ms. A di dalam ruangan?” Gamma mulai menebak-nebak hal tersebut.Tidak ketinggalan dengan grup chat The Angel’s yang heboh, meskipun saat ini mereka meluncur ke lokasi yang dikirimkan Gamma, fokus mereka tetap di layar ponsel mereka yang saat ini sibuk menanyakan masalah apa yang terjadi.Karena saat mereka mengirimkan pesan balasan kepada B
“Iya…”Deg!Brice menatap tak percaya apa yang dikatakan sang istri, “Swee—”“Iya tidak mungkin!” potong Agnes cepat dan, “Cup!” ia berjinjit, mengecup sudut bibir Brice dengan wajah merona membuat jantung Brice berdebar semakin kencang.“Sayang, sampai kapan kamu men…?”Agnes membelalakkan matanya, membuat Brice tak jadi melanjutkan pertanyaannya, “Hah! Hari-hari ke depannya pasti aku akan menggila!” pikirnya.“Frida, tolong pakaianku di dalam kamu laundry…” ucap Agnes begitu keluar dari ruangannya.Frida tersenyum dan mengangguk, “Siap Bu!”Brice merangkul pinggang Agnes, mereka berjalan beriringan keluar dari kantor yang megah ini.“Hah… Sampai Bu Agnes harus berganti pakaian? Tapi kenapa aku gak dengar suara mereka ya?” gumam Frida, bermonolog, sembari ia melangkah masuk ke dalam kamar mandi.Ia mengambil kantongan laundry dan menuju keranjang pakaian, “Oalah… Pantas saja…” gumamnya pelan setelah melihat bercak merah di celana panjang milik Bosnya.“Semoga anda baik-baik saja Pak
Brice segera meraih ponselnya kembali dan mengirimkan pesan kepada Beta dan Zeta, ‘Lupakan yang tadi aku perintahkan! Tinggalkan chef itu dan berikan ucapan terimakasih.’Beta dan Zeta yang sudah berada di depan pintu Restaurant segera berhenti dan saling pandang.‘Siap Mr.B" Beta membalas pesan dari Brice.“Sepertinya ini berkaitan dengan Miss A.” ucap Beta dan diangguki Zeta. Kedua wanita cantik itu masuk ke dalam restaurant. Mereka mengikuti perkataan Brice, dan memberikan sebuah amplop kepada eksekutif chef.Bip bip bipPonsel ke enam The Angel’s kembali berbunyi, dengan kompak mereka membaca pesan yang dikirim bos mereka, ‘Apa yang dilakukan untuk menghilangkan sakit perut karena menstruasi?! Jawab dalam 30 detik!’‘Kompres perut dengan air hangat’ (Alpha)‘Minum air hangat’ (Beta)‘Minum pereda nyeri’ (G
“Euh… Brice…” lenguh manja Agnes saat Brice terus saja mengulum putingnya secara bergantian dengan begitu lembut dan tidak terburu-buru.Sesapan yang Brice lakukan begitu memanjakan dirinya, tidak ada sedikitpun cara Brice yang terburu-buru seperti biasanya.Sudah lebih sepuluh menit, payudaranya di lumat dan di sesap seperti itu oleh Brice. Bahkan tangan hangat Brice mengusap punggungnya dengan gerakan naik turun, memberikan kesan nyaman dan menenangkan.Sungguh, cara Brice saat ini adalah cara yang ia rasa paling ampuh. Perlahan pikirannya menjadi tenang dan rileks. Bahkan perutnya pun yang tadinya nyeri mulai membaik.Wanita cantik itu memeluk tubuh Brice dengan posisi nyaman.Brice mendongak sesaat dan menatap wajah cantik istrinya, “Baikan?”Agnes tersipu dan mengangguk, “Hmm..”“Lagi…?” tanya Brice menggoda sang istri.“…&rdquo
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh