“Iya…”Deg!Brice menatap tak percaya apa yang dikatakan sang istri, “Swee—”“Iya tidak mungkin!” potong Agnes cepat dan, “Cup!” ia berjinjit, mengecup sudut bibir Brice dengan wajah merona membuat jantung Brice berdebar semakin kencang.“Sayang, sampai kapan kamu men…?”Agnes membelalakkan matanya, membuat Brice tak jadi melanjutkan pertanyaannya, “Hah! Hari-hari ke depannya pasti aku akan menggila!” pikirnya.“Frida, tolong pakaianku di dalam kamu laundry…” ucap Agnes begitu keluar dari ruangannya.Frida tersenyum dan mengangguk, “Siap Bu!”Brice merangkul pinggang Agnes, mereka berjalan beriringan keluar dari kantor yang megah ini.“Hah… Sampai Bu Agnes harus berganti pakaian? Tapi kenapa aku gak dengar suara mereka ya?” gumam Frida, bermonolog, sembari ia melangkah masuk ke dalam kamar mandi.Ia mengambil kantongan laundry dan menuju keranjang pakaian, “Oalah… Pantas saja…” gumamnya pelan setelah melihat bercak merah di celana panjang milik Bosnya.“Semoga anda baik-baik saja Pak
Brice segera meraih ponselnya kembali dan mengirimkan pesan kepada Beta dan Zeta, ‘Lupakan yang tadi aku perintahkan! Tinggalkan chef itu dan berikan ucapan terimakasih.’Beta dan Zeta yang sudah berada di depan pintu Restaurant segera berhenti dan saling pandang.‘Siap Mr.B" Beta membalas pesan dari Brice.“Sepertinya ini berkaitan dengan Miss A.” ucap Beta dan diangguki Zeta. Kedua wanita cantik itu masuk ke dalam restaurant. Mereka mengikuti perkataan Brice, dan memberikan sebuah amplop kepada eksekutif chef.Bip bip bipPonsel ke enam The Angel’s kembali berbunyi, dengan kompak mereka membaca pesan yang dikirim bos mereka, ‘Apa yang dilakukan untuk menghilangkan sakit perut karena menstruasi?! Jawab dalam 30 detik!’‘Kompres perut dengan air hangat’ (Alpha)‘Minum air hangat’ (Beta)‘Minum pereda nyeri’ (G
“Euh… Brice…” lenguh manja Agnes saat Brice terus saja mengulum putingnya secara bergantian dengan begitu lembut dan tidak terburu-buru.Sesapan yang Brice lakukan begitu memanjakan dirinya, tidak ada sedikitpun cara Brice yang terburu-buru seperti biasanya.Sudah lebih sepuluh menit, payudaranya di lumat dan di sesap seperti itu oleh Brice. Bahkan tangan hangat Brice mengusap punggungnya dengan gerakan naik turun, memberikan kesan nyaman dan menenangkan.Sungguh, cara Brice saat ini adalah cara yang ia rasa paling ampuh. Perlahan pikirannya menjadi tenang dan rileks. Bahkan perutnya pun yang tadinya nyeri mulai membaik.Wanita cantik itu memeluk tubuh Brice dengan posisi nyaman.Brice mendongak sesaat dan menatap wajah cantik istrinya, “Baikan?”Agnes tersipu dan mengangguk, “Hmm..”“Lagi…?” tanya Brice menggoda sang istri.“…&rdquo
Agnes berdehem sesaat, “Aku butuh itu… Bisa kamu yang membelinya?” membuat Brice mengerutkan keningnya tidak paham apa yang Agnes mau."Itu?""Iya itu...""Itu apa, sweety? Aku tidak tahu apa yang kamu mau.”Agnes menggigit bibir bawahnya dan menghembuskan napas pelan, “Tolong beliin pembalut, Brice.” Ucapnya denga satu kali tarikan napas.“…”“Brice?”“Tentu saja sweety,” jawabnya dengan senyuman lembut, kemudian berdiri dari duduknya. “Tunggu disini, hmm?”“Thank you, dan maaf merepotkanmu…”Cup! Brice mendaratkan kecupan di puncak kepala Agnes, “No problem sayang.” Kemudian pria itu melangkah keluar kamar.Begitu turun dari lift, ia meraih ponselnya hendak menghubungi Gamma, “Aih… Aku lupa kalau mereka sedang dalam misi! Di mana pengawal yang menggantikan Gamma&he
“Oh my!! Apa ini?!!!” Agnes terperangah melihat begitu banyak pembalut di ruang tamu.Bukan satu atau dua kantongan belanja, melainkan berkarton-karton tersusun rapi di depan sana.“Pembalut, sayang.”“Iyah tahu ini pembalut! Tapi untuk apa kamu beli sebanyak ini?” tanya Agnes gemas sembari berjalan mendekat ke tumpukan pembalut.“Eh? Aku pikir ini masih kurang.”Agnes menepuk keningnya. “Kamu mau aku menstruasi tiap hari? Dan kenapa sampai ada dua brand?”Brice membelalakkan matanya, sehari saja Agnes menstruasi kepalanya serasa mau pecah, apalagi kalau setiap hari? Bagaimana nasib boa nya? “Ten…tentu saja tidak sayang. Aku hanya lihat di google kalau wanita itu biasanya menstruasi selama satu minggu, Jadi dalam satu minggu itu ada 168 jam. Jadi setidaknya kamu membutuhkan sekitaran itu kan?”“Lalu kenapa dua brand, itu karena… Hmm… Kam
Bersyukur karena pengaruh minum obat, saat ini Agnes tertidur begitu lelap. Dengan posisi menyamping, Brice membelai wajah Agnes begitu lembut, “Kapan kamu membuka hatimu untukku?”Gerakan Brice membuat Agnes sedikit menggerakkan tubuhnya, Brice kembali mengusap lembut lengan wanitanya itu.“Aku tidak akan lama,” Brice mengecup puncak kepala Agnes lalu berdiri dari rebahannya, mengatur posisi Agnes lebih nyaman.Ia berjalan menuju walk in closet miliknya, mengambil kaos polos berwarna hitam, celana jeans berwarna hitam, dan jaket kulit yang juga berwarna hitam. Tidak lupa ia mengambil masker kain miliknya yang tentu saja berwarna hitam. Yang terakhir ia mengenakan topi berwarna hitam polos.Setelah itu, ia membuka salah satu bilik lemari dan menyingkap pakaian yang tergantung. Lalu meletakkan telapak tangannya di dinding lemari tersebut. Di mana dinding lemari itu terbagi menjadi dua.Brice segera menu
Di kamar tidur dengan cahaya redup menenangkan, Agnes membuka matanya perlahan. Dengan sedikit usaha ia membuka lebar matanya saat tidak merasakan kehadiran Brice. “Uhm, apa dia di kamar mandi lagi?”Sudah menjadi kebiasaan dia akan terbangun di tengah malam jika sedang mentruasi untuk mengganti pembalutnya. Dan sekarang bukan hanya ingin mengganti pembalut, ia memegang perutnya karena ingin buang air kecil.Lima menit dia menunggu, Brice tidak kunjung keluar. “Ah, apa dia masih lama?”Agnes berusaha bangun dari tidurnya dan duduk di atas kasur sambil memegang perutnya. “Apa aku di kamar mandi luar saja ya?” gumamnya pelan lalu turun dari tempat tidur. Menyalakan lampu meja miliknya.Namun begitu ia membuka pintu, ruangan yang begitu luas dan sepi membuatnya mengurungkan niatnya itu. Agnes kembali menutup pintu kamar dan matanya tertuju ke arah pintu kamar mandi.“Huft, apa aku ketuk saja?” Agnes akhi
“Karena…” Agnes menggantung ucapannya, dia pun sendiri bingung kenapa dia tidak bisa tidur jika pria itu tidak ada di sampingnya. Tapi, lagi-lagi karena gengsi, dia tidak ingin mengakuinya, “Yah… Karena tidak bisa saja.” Kilahnya sembari membuang tatapannya ke arah lain.Brice tersenyum mendengar jawaban Agnes, “Masih sakit?” tanya pria itu dengan nada yang begitu pelan.“Uhm,” Agnes berpikir. Dan entah apa yang dia pikirkan saat ini, “tunggu…” dia memegang perutnya. Sudah baikan, tapi masih ada sedikit rasa sakit.“Tidak sakit-” Agnes berhenti tiba-tiba mengingat sesuatu. “uhm, kalau aku bilang tidak sakit lagi, artinya…?” pikirannya tiba-tiba dipenuhi moment saat bagaimana Brice benar-benar memanjakan dirinya.“Ada apa sayang?”Agnes selalu saja di buat salah tingkah dengan kata sayang yang Brice lontarkan begitu sa
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh