“Oh my!! Apa ini?!!!” Agnes terperangah melihat begitu banyak pembalut di ruang tamu.
Bukan satu atau dua kantongan belanja, melainkan berkarton-karton tersusun rapi di depan sana.
“Pembalut, sayang.”
“Iyah tahu ini pembalut! Tapi untuk apa kamu beli sebanyak ini?” tanya Agnes gemas sembari berjalan mendekat ke tumpukan pembalut.
“Eh? Aku pikir ini masih kurang.”
Agnes menepuk keningnya. “Kamu mau aku menstruasi tiap hari? Dan kenapa sampai ada dua brand?”
Brice membelalakkan matanya, sehari saja Agnes menstruasi kepalanya serasa mau pecah, apalagi kalau setiap hari? Bagaimana nasib boa nya? “Ten…tentu saja tidak sayang. Aku hanya lihat di google kalau wanita itu biasanya menstruasi selama satu minggu, Jadi dalam satu minggu itu ada 168 jam. Jadi setidaknya kamu membutuhkan sekitaran itu kan?”
“Lalu kenapa dua brand, itu karena… Hmm… Kam
Bersyukur karena pengaruh minum obat, saat ini Agnes tertidur begitu lelap. Dengan posisi menyamping, Brice membelai wajah Agnes begitu lembut, “Kapan kamu membuka hatimu untukku?”Gerakan Brice membuat Agnes sedikit menggerakkan tubuhnya, Brice kembali mengusap lembut lengan wanitanya itu.“Aku tidak akan lama,” Brice mengecup puncak kepala Agnes lalu berdiri dari rebahannya, mengatur posisi Agnes lebih nyaman.Ia berjalan menuju walk in closet miliknya, mengambil kaos polos berwarna hitam, celana jeans berwarna hitam, dan jaket kulit yang juga berwarna hitam. Tidak lupa ia mengambil masker kain miliknya yang tentu saja berwarna hitam. Yang terakhir ia mengenakan topi berwarna hitam polos.Setelah itu, ia membuka salah satu bilik lemari dan menyingkap pakaian yang tergantung. Lalu meletakkan telapak tangannya di dinding lemari tersebut. Di mana dinding lemari itu terbagi menjadi dua.Brice segera menu
Di kamar tidur dengan cahaya redup menenangkan, Agnes membuka matanya perlahan. Dengan sedikit usaha ia membuka lebar matanya saat tidak merasakan kehadiran Brice. “Uhm, apa dia di kamar mandi lagi?”Sudah menjadi kebiasaan dia akan terbangun di tengah malam jika sedang mentruasi untuk mengganti pembalutnya. Dan sekarang bukan hanya ingin mengganti pembalut, ia memegang perutnya karena ingin buang air kecil.Lima menit dia menunggu, Brice tidak kunjung keluar. “Ah, apa dia masih lama?”Agnes berusaha bangun dari tidurnya dan duduk di atas kasur sambil memegang perutnya. “Apa aku di kamar mandi luar saja ya?” gumamnya pelan lalu turun dari tempat tidur. Menyalakan lampu meja miliknya.Namun begitu ia membuka pintu, ruangan yang begitu luas dan sepi membuatnya mengurungkan niatnya itu. Agnes kembali menutup pintu kamar dan matanya tertuju ke arah pintu kamar mandi.“Huft, apa aku ketuk saja?” Agnes akhi
“Karena…” Agnes menggantung ucapannya, dia pun sendiri bingung kenapa dia tidak bisa tidur jika pria itu tidak ada di sampingnya. Tapi, lagi-lagi karena gengsi, dia tidak ingin mengakuinya, “Yah… Karena tidak bisa saja.” Kilahnya sembari membuang tatapannya ke arah lain.Brice tersenyum mendengar jawaban Agnes, “Masih sakit?” tanya pria itu dengan nada yang begitu pelan.“Uhm,” Agnes berpikir. Dan entah apa yang dia pikirkan saat ini, “tunggu…” dia memegang perutnya. Sudah baikan, tapi masih ada sedikit rasa sakit.“Tidak sakit-” Agnes berhenti tiba-tiba mengingat sesuatu. “uhm, kalau aku bilang tidak sakit lagi, artinya…?” pikirannya tiba-tiba dipenuhi moment saat bagaimana Brice benar-benar memanjakan dirinya.“Ada apa sayang?”Agnes selalu saja di buat salah tingkah dengan kata sayang yang Brice lontarkan begitu sa
“Aku… Akan mencoba, Brice.” Ucapnya pelan, meninggalkan kekerasan hatinya seperti biasa. Brice benar-benar berhasil meluluh lantakkan apa yang dia jaga selama ini, yaitu pendiriannya. Brice terdiam, mencoba mencerna apa yang ingin disampaikan oleh wanitanya ini, “Mencoba?” tanyanya dengan lembut sambil membelai wajah Agnes, menepikan anak rambut yang menutupi kecantikan Agnes. Agnes bergumam pelan, “Hmm… Aku akan mencoba membuang egoku, tapi dengan satu syarat!” Wanita cantik itu memicingkan matanya, “Jangan pernah membohongiku, apapun itu!” Napas Brice seolah berhenti mendengar syarat dari Agnes, dimana syarat itu adalah sesuatu yang ia lakukan saat ini. Dia sudah membuat kebohongan besar kepada istrinya. Pria itu berusaha tenang, dan memberikan senyuman terbaiknya, ia memeluk tubuh Agnes, erat. “Terima kasih, sayang. Dan tentu saja. Aku tidak akan mengkhianatimu. Jadi, jangan pernah berpikir untuk pergi dariku. Hmm?” Agnes tersenyum
Cup!Brice mengecup kening Agnes dengan penuh cinta, “Tidur, hmm?” kata yang bernada sebuah peringatan untuk Agnes.Agnes terdiam, tertegun, menatap lurus keindahan bola mata berwarna biru safir itu, pria itu kembali mendekatkan wajahnya dan menciumi bibirnya dengan begitu lembut, kemudian Brice bergumam pelan, “Aku tidak mau kamu sakit, sayang.”Seandainya tidak mengingat istrinya itu sedang sakit, mungkin dia akan benar-benar melahap istrinya saat ini juga. Apalagi mengingat bagaimana siang tadi Agnes memberikan service luar biasa untuknya sampai ia mendapatkan puncak kenikmatan.Dia tidak ingin membuat Agnes kelelahan karena nafsunya yang tengah membara..Agnes tersenyum lembut dan masuk ke dalam pelukan Brice.“Hah… Dia benar-benar mengubahku,” batin Brice, karena selama ia mengenal wanita, ia tidak pernah peduli dengan perasaan pasangan one night stand nya. Atau wanita yang hanya ia temui untuk sekedar pelampiasan nafsunya.Tidak lama, Agnes benar-benar terlelap di dalam dekapan
Setelah selesai sarapan.“Kamu membawaku kemana Brice?” Agnes kebingungan saat tangannya di tarik dengan lembut oleh Brice.Mereka berdua memasuki lift, “Brice?” tanya Agnes lagi dengan nada yang begitu, manja? Ah entahlah. Sejak kapan dia bersikap seperti ini di depan Tuan Perayu.Brice terkekeh dan melingkarkan tangannya di pinggang Agnes, “Wait sweety.” Ucapnya dengan nada begitu rendah, memberikan satu kecupan di puncak kepala istrinya.Usai membaca pesan dari Gamma tadi, Brice berusaha tenang dan menyuruh Gamma untuk menyiapkan pengawal untuk Agnes, dan hal yang lebih penting adalah dia tidak boleh lupa dengan hadiah kecil yang harus ia berikan kepada Agnes pagi ini.Ting! Pintu lift terbuka, Agnes terperangah melihat deretan mobil mewah di depannya.“Brice ini? Aku tidak tahu ada basement di sini.” Gumam Agnes.Brice mengusap lengan Agnes yang berada di dalam pelukannya, "Satu per satu sayang..."Gumam Brice dalam hati, menatap Agnes penuh arti.Agnes menoleh ke arah Brice karen
“Tidak ada perusahaan IT yang cukup selain Edelberto di negara ini.” Brice menghela nafas, dan menjawab , “Ada….” Agnes mengernyitkan keningnya. Sedangkan security dan asistent Shawn juga sudah berada di tempat, “Sialan! Aku akan menuntutmu karena berani memukuli ku! CEO dari Edelberto IT!” seru Shawn dengan wajah memerah karena malu dan marah sudah di hajar telak di muka umum, bahkan ia terhuyung, terjerembab di lantai. Agnes terkejut, bukan ini yang ia inginkan. “Tuan Shawn, mari kita bicarakan baik-baik.” Ucap Agnes. Shawn tersenyum smirk, “Tidak, aku akan membawa masalah ini ke ranah hukum!”tukasnya dengan angkuh. Lalu melihat ke arah security yang ada di sampingnya, “Bawa dia!” “Tu…tunggu…” Agnes berseru keteakutan, namun Brice menahan istrinya dengan merangkul pinggang Agnes dan tersenyum lembut. “Everything is ok!” Tepat saat para satpam ingin menyentuh Brice, “Berani kalian menyentuh atasan saya, video ini akan saya kirim ke kantor polisi.” Agnes menoleh, terlihat Orlin
“Terimakasih, aku berharap pertemuan berikutnya bisa bertemu dengan Mr. Harold.” Ucap Agnes sambil menjabat tangan Serry.Serry tersenyum hangat, “Tentu saja, Bu Agnes. Beliau pasti akan sangat senang bertemu dengan Anda.”“Terima kasih, Serry.”“Sama-sama Bu Agnes.”Agnes menoleh ke arah Frida, “Frid, kamu bicarakan dengan Serry apa saja yang diperlukan.”“Baik Bu.” Jawab Frida dengan senyuman merekah. Bagaimana tidak, mereka baru saja berhasil tanda tangan kontrak kerja sama dengan salah satu perusahaan raksasa di dalam bidang IT.Usai semuanya, Brice berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Agnes, “Ayo sweety.”Agnes mengangguk. Dan berdiri dari duduknya. “Brice, kita makan siang di atas saja ya? Di kamar yang biasa kamu tempati.”Brice tersenyum, “Hem, dengan senang hati sayang.”Mereka memasuki lift dan naik ke lantai kamar khusus milik Brice. Begitu tiba di dalam ruangan, Agnes yang sedari tadi menahan diri langsung menarik Brice untuk duduk.“Apa kamu mengenal Mr. Harold? Bagai
Agnes menarik napas dalam dan berkata dengan cepat, “Apa kamu pernah melakukan ‘itu’ dengan para asistentmu?” Brice terdiam sesaat. Alhasil membuat Agnes semakin gugup dan cemburu. “Brice?” “Hmm, kalau itu—” “Sepertinya aku tahu jawabannya,” potong Agnes lalu menyingkirkan tangan Brice, turun dari pangkuan Brice. “Mau kemana?” Brice menahan tangan Agnes. Agnes menoleh dengan mata berkaca-kaca, “Aku ingin sendiri Brice, aku tidak sangka jika selama ini mereka juga menemanimu untuk hal seperti itu…” “Rasanya aku tidak bisa, maaf…” Brice mengerutkan keningnya, ia menarik lembut tangan Agnes, membuat Agnes otomatis mendekat padanya, “Sweety, sepertinya kamu salah paham.” “Salah paham apa Brice? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang iya?” suara serak Agnes terdengar lirih. “Aku tidak pernah mengatakan iya, sweety.” Brice tersenyum lembut dan mengusap sudut mata Agnes, “Aku tidak pernah melakukan hal seperti yang kamu pikirkan. Aku menjaga hubungan kerja kami dengan bersih.” Agne
“Hem...” gumaman Agnes.“Namaku Brice Elroy Harold, seperti yang kamu lihat sendiri, Austin Harold adalah kakak sepupuku, jadi aku salah satu penerus keluarga Harold di Jerman. Aku memiliki beberapa perusahaan besar di jerman, amsterdam, dan beberapa negara lainnya. Dan untuk identitas lainku adalah...”Agnes menoleh, menunggu jawaban Brice.“Aku seorang agen rahasia yang berhubungan dengan dark organitation, uhm, orang menyebutnya dengan Mafia, lalu aku memiliki enam orang kepercayaan, sebagian besar dari mereka sudah pernah bertemu denganmu, ada Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta.”“Dan orang yang menculikmu adalah salah satu dari organisasi yang sedang aku selidiki.”Agnes diam, mendengar kata demi kata penjelasan dari Brice, ia enggan memotong apapun itu.“Maaf sudah melibatkanmu ke hal yang sangat berbahaya, jika tahu seperti ini, aku tidak akan membawamu masuk ke dalam misi ini,” ujar Brice dengan suara seraknya.Agnes menoleh dan meraih wajah Brice, ia tersenyum lembut
"Sweety..." Brice yang hendak mengulurkan tangannya, seketika berhenti melihat tangannya yang kotor dipenuhi bercak darah, ia lalu menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Bugh!"Agnes berdiri dan memeluk erat tubuh Brice, "Aku takut Brice..." gumaman yang terdengar lirih dan tubuh Agnes dapat ia rasakan saat ini gemetar ketakutan.“Ma-maaf...” Brice merasa begitu bersalah karena dirinya, Agnes harus melalui hal mengerikan seperti ini.“Yang kamu lakukan itu jahat Brice! Kamu jahat!” isak Agnes yang tidak melepaskan pelukannya dari Brice.Brice menutup matanya, “Iya sweety, aku jahat, maafkan aku.”“La-lalu kenapa kamu tidak memelukku? Kamu sangat jahat!”Deg!Brice terperangah, “Swe-sweety, bukannya kamu takut melihatku sekarang?”Agnes merenggangkan pelukannya, menatap tajam ke arah Brice, wanita cantik itu mengusap kasar wajahnya, “Iya aku takut!”Mafia berdarah dingin itu seketika merasakan dadanya sakit mendengar penuturan sang istri, ia kemudian berdiri dengan tangan yang
Sang pilot pun mengikuti perintah Max, “Di sini Tuan,” seru pilot tersebut.Austin memalingkan wajahnya, menatap Max yang duduk di seberangnya. Tatapan mereka bertemu, dan tanpa perlu kata-kata, Max mengangguk memahami instruksi dari bosnya itu.Max berdiri, tangannya terangkat untuk menjaga keseimbangan saat helikopter bergoyang sedikit akibat turbulensi. Suara angin semakin kencang saat pintu helikopter dibuka, seperti raungan binatang buas. Max, dengan gerakan yang mantap dan cekatan, berjalan lebih dulu ke arah pintu. Setiap langkahnya terasa berat karena angin yang seolah ingin melemparnya keluar.Dia meraih tangga gantung yang tergantung di sisi pintu, dan mulai menuruni anak-anak tangga satu per satu, tubuhnya bergoyang-goyang di bawah kekuatan angin. Austin menyusul di belakangnya, tetap tenang meskipun angin terus menerpa wajahnya dengan kekuatan besar.Begitu mereka mencapai ujung tangga, di depan jendela kaca besar yang menjadi target mereka, Max menarik napas dalam-dalam.
Beberapa jam sebelumnya, Austin dan Bella yang baru saja kembal ke Amsterdam untuk melanjutkan honeymoon mereka, serta Austin yang sekalian melakukan perjalanan bisnis di sini.Di saat Austin dan Bella sedang makan di sebuah restaurant, Max menghampiri mereka dengan wajah serius. “Tuan, Brice sepertinya sedang menghadapi masalah besar.”Austin mengerutkan keningnya, “Maksud kamu?”“Uhm sebenarnya orangku memberitahukan kalau Brice saat ini sudah memiliki seorang istri, satu bulan lalu dia mendaftarkan pernikahannya,” terang Max sambil memberikan sebuah map coklat.“Brice menikah? Kenapa dia tidak bilang-bilang hubby?” kaget Bella dengan senyum merekah, ikut bahagia dengan kabar tersebut.“Hmm, mungkin dia memiliki alasan tersendiri, love. Sebaiknya aku lihat laporan yang di berikan Max dulu—““Tuan, bukan maksud saya ingin memotong, tapi saat ini sangat darurat, istri Brice di culik oleh seseorang yang berasal dari sebuah club yang menamakan diri mereka Club Billionaire dan setelah sa
"Mr.B semua yang datang malam itu sudah berada di dalam," ucap Gamma menyambut Brice di depan pintu besi.Gamma cukup terkejut melihat penampilan Brice saat ini.Ia melirik ke Alpha yang berada di samping Brice, Alpha hanya menggeleng pelan kepalanya agar Gamma tidak menanyakan perihal tersebut.Tanpa menjawab Brice terus melangkah masuk, ia melihat pasangan suami istri yang ikut di pertemuan malam itu.Ia berdiri tepat di tengah menatap wajah ketakutan orang-orang yang saat ini melihatnya, "Siapa yang tahu di mana keberadaan istriku?!" suara berat Brice terdengar mencekam."Hmmppph! Hmmmmp!" seorang pria berusaha untuk berbicara.Bticr memberi kode agar membuka pengikat di mulut pria tersebut, "Brengsekkk! Lepaskan kami! Apa kau tidak tahu berurusan dengan siapa! Hah!!!! Kami tidak perduli dengan keberadaan istrimu!!"Brice menggeretakkan rahangnya, ia berjalan cepat dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi, "Brugh!""Arggghhh!" pekikan sakit terdengar mengisi gudang yang luas ini."Bahk
Tanpa menunggu persetujuan Mr.Kinsgton, Brice mengambil keputusan untuk menyerbu markas organisasi yang tengah mereka selidiki.Ponsel Brice terus berdering, panggilan Mr. Kingston ia abaikan begitu saja. Hingga earphone yang ia kenakan bersuara, "Mr.B, Tuan Kingston ingin berbicara dengan anda.""Shit! Sambungkan!""Ya Mr. Kinston?""Mr.B, apa yang anda pikirkan langsung menyerbu markas organisasi begitu saja? Padahal kita sudah dekat untuk mengetahui jaringan mereka!" serbu Mr. Kinsgton yang terdengar marah."Aku harap anda menarik semua orang anda Mr.B!" titah Mr. Kingston."Damn! Istriku saat ini menghilang!" sahut Brice geram."Yes I know! Ingat! Dia hanya istri kontrak! Kita bisa menyelamatkannya tapi tidak sekarang!" tegas Mr. Kingston.Brice mengepal erat tangannya, "Mr. Kingston, aku tidak peduli dengan misi ini!""Tidak bisa! Anda harus kembali! Ingat terlalu banyak nyawa yang harus di korbankan jika anda ceroboh seperti ini""Bahkan aku tidak segan meratakan laboratorium an
POV Agnes"Hai Agnes!" seru Maria Sanchez saat melihat Agnes keluar dari lobby perusahaan."Hai Madam..." Agnes melangkahkan kakinya sambil melambaikan tangan."Maaf karena membuat anda menunggu," ucap Agnes lembut sambil menerima sapaan kecup pipi dari Maria"Kamu tidak peerlu sungkan! Dan kenapa masih memanggilku madam? Cukup Maria? Ok? Kamu sudah aku anggap seperti adik perempuanku!" ujar Maria sembari membuka pimtu mobil untuk Agnes.BlushAgnes tersenyum bahagia mendapatkan perlakuan tulus dari Maria, "Terimakasih."Maria tersenyum dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di sisi Agnes, “Langsung menuju restaurant,” ujarnya pada sopir.Sepuluh menit perjalanan, Agnes dan Maria bercerita mengenai diri mereka masing-masing, “Kamu pasti terkejut dengan kegiatan di klub waktu itu?”BlushWajah Agnes merona merah mengingat betapa intensnya aktifitas yang ia lihat malam itu, “Ah iya, itu pertama kali untukku.”“Hhahhaa, wajahmu merona merah, kau sangat menggemaskan Agnes!” tawa Maria mengg
Satu jam berlalu sejak Agnes mengabari dirinya tiba di restaurant.Brice mondar mandir di depan meja, sesekali ia duduk dan mengirimkan Agnes pesan singkat.bTapi sampai detik ini tidak ada satu pun balasan dari sang istri.Brice menekan nomor Gamma, "Cek lokasi Istriku!""Nona Agnes masih berada di Restaurant Tuan.""Apa Beta tidak bisa melihat ke dalam ruangan?""Akan saya tanyakan Tuan, maaf karena kami tidak tahu jika Maria Sanchez mengganti tempat janji.""Hmm, lakukan dengan cepat!"Brice memutuskan sambungan telpon, dirinya gelisah hanya karena tidak mendapat kabar dari sang istri.Sepuluh menit...Tiga puluh menit....Brak!!!Brice memukul meja kerjanya dengan keras.Ia menatap kesal pada ponselnya karena Agnes tidak kunjung menjawab panggilan telponnya."Tuan?" Gamma membuka pintu, terkejut mendengar suara keras dari ruangan Brice."Siapkan mobil Gamma! Feelingku mengatakan ini tidak baik-baik saja!”Gamma segera keluar dari ruangan Brice untuk memberikan kabar kepada seluruh