Anggoro masih saja tidak mengerti, kenapa Sera selalu saja membantahnya? Apa yang dia inginkan? Walaupun itu termasuk sebagai usaha Sera untuk menyelamatkan dirinya, tapi tetap saja itu suatu hal yang sangat tidak pantas, apalagi dia pergi bersama dengan Willem."Dia sudah membohongiku. apakah benar ada yang dikandungnya itu adalah anak Bima? Dia memang bersamaku terlebih dulu, tapi dia juga pergi bersama dengan Bima diam-diam. Apalagi ibuku menemukan dia berada di dalam hotel." Anggoro masih saja bergumam. Parman yang ingin meninggalkan ruangan dan segera mengikuti kepergian Sera menghentikan langkah. Dia kini menatap sang bupati dengan sangat cemas."Mungkin sebaiknya Tuan tidak berpikiran apa pun. Karena banyak sekali hal yang harus Tuan lakukan termasuk menemui warga. Tuan sudah berjanji untuk membantu mereka dalam hal kesehatan. Sekarang mereka sudah menunggu Bupati mereka ke rumah sakit." Parman kali ini mendekati Anggoro. "Saya akan mengantar Tuan terlebih dahulu. Lalu saya aka
Pamela merasa puas ketika dia sudah mengalahkan Sera dalam sekejap. Setelah melakukannya bersama dengan Bima, dia melakukan perjanjian dengan lelaki itu. Akan membantu Bima untuk mendapatkan Sera kembali.Seketika Bima setuju dengan semua yang dikatakan oleh Pamela. Dia menganggap Willem bukan saingannya. Pamela pun akhirnya melakukan kesepakatan bersama Bima sebelum meninggalkan villa itu dan menuju ke tempat di mana Anggoro melakukan pertemuan bersama dengan warga.'Sudah aku katakan sebelumnya. Kau tidak akan pernah bisa mengalahkan ku, Sera.' Pamela terus menampangkan senyumannya. Walaupun dia tahu warga masih sangat kebingungan dengan kehadirannya saat ini.Anggoro yang hanya bisa berusaha bersikap tenang, terus saja melakukan apa yang seharusnya dilakukan."Tuan, kita akan pergi menuju rapat para kepala daerah. Lalu--""Parman, batalkan semua yang sudah kita rencanakan hari ini. Aku tidak akan pernah pergi bersama dengan Pamela."Parman menjalankan kepala karena tanda tidak setu
Hancur rasanya. Hati Sera benar-benar sangat sakit mendengar perkataan Pamela dan sebuah video yang memperlihatkan Anggoro bersama dengan Pamela. Mereka menampakan senyuman di depan semua warga.Memang benar. Da tidak pantas mendampingi Anggoro. Yang bisa mendampingi lelaki sangat hebat seperti itu adalah wanita yang memiliki kasta yang tinggi. Bukan dirinya, wanita miskin yang sama sekali tidak memiliki apa pun untuk diandalkan. Sekarang dia tidak bisa berbuat apa pun selain menyerah. Mungkin bersama dengan Willem adalah satu-satunya hal yang harus dilakukannya. Tapi ... untuk menjadi pasangannya, adalah hal yang tidak bisa dilakukannya. Dia tidak mau bersama dengan lelaki siapapun. Sekarang Sera hanya ingin sendiri dan mengurus anaknya."Kamu masih tidak percaya? Sera, lihatlah Anggoro. Semua yang dilakukan untukmu itu bukan kenyataan. Dia hanya mengambil untung darimu. Dan itu adalah kenyataannya." Willem masih saja berusaha meyakinkan Sera yang kini hanya bisa berdiri kaku."Sekar
Simbah semakin menatap menantu keduanya itu. Dia sangat berharap Sera bisa meyakinkan Willem untuk tidak mengungkit pertaruhan yang sudah dilakukan Anggoro tanpa sepengetahuannya. Bagaimanapun juga, Simbah harus menjaga semua kekayaan keluarganya itu."Tentu saja saya tidak bisa meyakinkan dia, kecuali saya menikahinya, Simbah," bala Sera. "Tapi saya tidak mungkin menikahinya, karena saya bukan wanita yang bisa menikahi seorang laki-laki untuk menebus apa pun. Jangan khawatir. Saya akan berusaha meyakinkan Willem agar tidak melakukan hal di luar dugaan kita."Percaya diri sekali kau mengatakan hal itu." Pamela tidak menyerah. Dia mendekati Sera kemudian sedikit mendorongnya. Namun, ternyata Sera menahan tangan itu dan membalasnya."Menemui lelaki lain secara diam-diam itu sudah salah. Kau juga bersama dengannya, bahkan semua warga tahu kau pergi dengannya. Itu akan membuat nama Bupati menjadi sangat buruk. Seharusnya kau tidak berada di sini, Sera." Pamela masih saja tidak menyerah. D
Anggoro masih saja terdiam. sarapan juga tidak berkata apa pun. Kedua mata mereka saling bertumbukan tajam. Hingga akhirnya Satria hadir dan berada di antara keduanya."Apakah aku harus bertepuk tangan, melihatmu sudah bisa mengusir Ibu kandungku dari rumah ini?" tanyanya menatap Sera lalu terkekeh pelan."Sekarang aku sadar ternyata nenekku itu sangat jeli. Bisa memasukkan wanita yang sangat tidak terduga seperti dirimu. Kau ini sebenarnya mengerikan atau pahlawan di rumah ini?" Satria malah tertawa semakin keras. Dia benar-benar tidak menyangka Pamela keluar dari rumah itu. Padahal ibunya itu sudah melakukan semua cara kejam untuk menyingkirkan Sera."Sebenarnya kau ini menggunakan pelet atau apa? Hah, aku sangat penasaran," lanjutnya membuat Anggoro tidak kuat dan segera menarik kursi rodanya."Satria, sebaiknya kau kembali ke kamarmu dan jangan pernah ikut campur. Ini masalah orang dewasa!" Anggoro menatap Mbok yang segera mendekatinya. "Bawa dia ke kamarnya. Jangan pernah izinkan
Sebuah pernyataan yang sangat mengejutkan Anggoro. Perlahan dia melepaskan cengkraman yang semula kuat. Dia tidak menyangka gadis lugu seperti itu sangat berani dan kali ini lebih menyeramkan daripada Pamela. Anggoro kemudian mundur satu langkah, masih saja menatap Sera. Tidak dia pungkiri warga sekarang lebih menyukai Sera daripada dirinya."Jadi kau akan menggantikanku? Apa yang kau miliki?" tanya Anggoro berusaha untuk terlihat tenang. Dia tidak akan pernah memperlihatkan dirinya cemas hanya karena seorang wanita mengancamnya seperti itu."Aku tidak memiliki kekayaan atau kekuasaan. Tapi aku mempesona semua orang." Dengan percaya diri Sera mulai mendekati suaminya, kemudian melepaskan dasi yang sudah sedikit terlepas dari kemeja Anggoro. "Anda pasti sangat lelah sampai-sampai baju Anda berantakan," lanjutnya masih saja melepaskan dasi itu dan melipatnya, kemudian memasukkan ke dalam laci yang berada di nakas tepat di sebelah ranjang."Sera, ini bukan lelucon. Aku tidak ingin kau s
Di dalam kamarnya, Sera menangis sambil mengamati kamar yang sebelumnya ditempati oleh Pamela dan dirinya sebelum masuk ke dalam kamar Anggoro. Sebuah kamar yang berada di dalam kediaman dan berdampingan dengan kamar para pelayan. Sebenarnya kamar di sana tidak ada yang buruk. Namun, hanya kasta yang membedakan letak sebuah kamar."Aku benar-benar tidak kuat dengan semua ini. Untuk apa aku mempertahankan pendapatku aku di sini? Aku hanya seorang budak. Aku tidak bisa berbuat jauh seperti ini," ucapnya sambil menunduk dan menatap lantai yang sudah basah akibat air matanya yang menetes."Seharusnya aku bisa menerima tawaran Willem untuk membuat kehidupanku lebih baik. Tapi apa yang bisa aku dapatkan? Aku hanya akan menjadi seorang pengecut jika menerimanya. Tapi ...," ucapnya kembali menatap ruangan. "Ah, ketika aku berada di sini ... aku pun juga tidak mendapatkan apa pun selain kemarahan dari suamiku sendiri yang sampai sekarang tidak bisa aku taklukan."Sera memejamkan kedua matanya.
Simbah terkejut mendengar anaknya dengan tega melakukan hal itu untuk pertama kalinya. Selama ini Anggoro sangat menurut. Bahkan kedatangan Pamela tidak membuat anak lelakinya itu melakukan hal itu kepadanya. Tapi, ternyata sekarang Anggoro menjadi sosok yang sangat berani kepadanya."Jadi kau akan mengusir ibumu ini? Katakan kepadaku. Apa kau akan mengusir aku dari rumah yang sudah aku dirikan sejak dulu. Tepatnya kau akan mengusir wanita yang merawatmu sampai kau menjadi seperti ini?" Simbah berkata dengan sangat tegang. Hatinya masih sangat sakit melihat anaknya menatap dirinya dengan penuh kemarahan, berbeda dari biasanya."Apa yang bisa aku lakukan selain menyingkirkan semua orang termasuk ibuku sendiri. Tapi jangan khawatir. Aku tidak akan pernah membuat Ibu pergi dari rumah yang sudah menjadi milik Ibu. Karena aku yang akan pergi."Anggoro berjalan akan meninggalkan kamar. Namun, dia tidak menduga sama sekali karena Sera menarik lengannya dengan sangat berani. Menyentuh tubuhny