Athar yang hendak olahraga di ruang gym terpaksa menghentikan niatnya ketika mendengar sayup-sayup rintihan seseorang. Langkahnya yang tadi bergerak semangat mendadak melambat begitu sampai di lantai tempat gym berada. Jika itu suara salah satu dari pekerja Javendra yang berani berbuat mesum di tempat itu, dia bersumpah akan memecat mereka saat itu juga. Namun ketika suara erangan dan desahan itu makin jelas terdengar, Athar tahu itu bukan salah satu dari suara pekerja. Athar sangat mengenali suara itu. Dadanya berdegup kencang, dia makin merapatkan diri ke dekat pintu. Menelan ludah, tangannya sedikit menekan handle pintu yang ternyata tidak dikunci. Dia kuak sedikit pintu tersebut. Dari jarak pandangnya, dia bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana. "Oh, Javas. Lebih keras lagi." Dadanya bergemuruh mendengar suara desahan Kavia. Erangan Javas mengiringi di belakang perempuan itu. Dia bahkan sempat melihat wajah bergairah Kavia yang memerah. Mata wanita itu terpejam sementara m
Javas memegang mesra pinggang istrinya kala memasuki lobi sebuah hotel yang akan menjadi tempat pesta ulang tahun perusahaan. Dilaksanakan di ballroom dengan konsep standing party. Petinggi perusahaan, tamu undangan dari klien, kolega, investor, vendor, sampai steakholder akan mendatangi pesta tersebut. "Kamu akan jadi bintang malam ini," bisik Javas ketika moncong kamera menyambut lalu beberapa wartawan menyerbunya. "Kamu dong. Kan kamu yang akan pidato sambutan." Seperti halnya saat acara bakti sosial beberapa hari lalu, pesta ini pun akan diliput media. Mengingat Wirahadja juga pemilik salah satu stasiun TV nasional. Javas hanya memberi tanggapan dan menjawab beberapa pertanyaan sebelum memasuki tempat pesta. Dia sempat menjawab pertanyaan yang sifatnya pribadi terkait rumah tangganya yang terkesan tiba-tiba. "Anda hanya belum tahu saja, kalau saya sudah lama merencanakan menikahi istri saya ini," sahut Javas menanggapi salah satu pertanyaan. "Rumornya Anda menikah karena wari
Desclaimer : Bab ini agak dark ya, yang nggak kuat bisa skip aja. Khusus 21+ saja. ================== Athar melepas kasar tangan Fabby yang mencengkeram jasnya. Matanya menatap sengit ke arah pria yang berani memukulnya hingga tersungkur itu. Lalu berganti menatap Kavia yang wajahnya begitu tegang. Dan tanpa mengucapkan sapatah kata atau pun membalas apa yang Fabby lakukan, Athar meninggalkan tempat itu dengan wajah merah padam. Fabby langsung menghampiri Kavia begitu pria itu pergi. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Fabby cemas. Melihat gaun Kavia yang kacau dia segera melepas jas dan memakaikannya ke bahu wanita itu. "Terima kasih, aku nggak apa-apa. Gimana kamu bisa ada di sini?" sahut Kavia seraya merapatkan jas milik Fabby ke tubuhnya. "Harusnya aku yang tanya. Kenapa kamu di sini bersama pria itu? Mana suami kamu?" Jika dipikir-pikir ini memang salahnya. Harusnya dia tetap berada di sisi Javas. Kavia meringis kecil. "Aku tadi bosan jadi waktu Athar menarikku keluar d
Kavia terbangun lantaran aroma wangi yang memenuhi rongga hidungnya. Bukan aroma wangi parfum, melainkan aroma wangi makanan. Dan benar, ketika dia membuka mata di nakas terdapat nampan berisi tiga coffee buns dan satu gelas susu. Kavia beringsut mendekati nakas. Perutnya makin keroncongan. Semalam, di pesta bahkan dia belum menyentuh makanan, tapi si brengsek Javas sudah mencuci perutnya sampai terkuras habis. Sial! Jika mengingat itu membuatnya bergidik dan mendadak mual lagi. Kavia menggeleng, mengenyahkan perbuatan kotor Javas padanya. Perutnya lebih membutuhkan perhatian sekarang. Tanpa menunggu lagi dia meraih coffee buns yang masih hangat itu dan langsung memakannya. Rasa lapar membuat dirinya tidak bisa mengendalikan diri. Dia berhasil menghabiskan satu roti rasa kopi itu dengan cepat. Bahkan tangannya saat ini memegang satu roti lainnya. Kavia tidak sadar Javas tengah memandanginya sambil tersenyum. Pria itu bersandar pada kusen pintu dengan tangan melipat di depan dada. "
Di lobi hotel Kavia dan Javas berpapasan dengan Kakek Javendra dan Athar serta rombongannya. Siang ini Athar dan Kakek akan pulang ke Jakarta. Tanpa sengaja tatapan Kavia bertemu dengan tatapan Athar. Jika mengingat kejadian semalam, ingin rasanya wanita itu merangsek maju dan menjotos pria itu sampai wajah tampannya pindah ke pantat. Benar-benar menjengkelkan. Sampai detik ini Kavia belum berani melaporkan kejadian yang sebenarnya kepada Javas. Dan kalau pun lapor, belum tentu juga Javas percaya. Dengan enggan Kavia berdiri di belakang punggung Javas. Dia terlalu muak berhadapan dengan anak angkat Javendra itu. "Kakek jadi pulang siang ini?" tanya Javas basa-basi. Ujung matanya melirik tingkah aneh istrinya. "Iya. Kalian di sini saja untuk memantau jalannya konser dan promo produk baru itu. Aku dan Athar masih harus menghadiri jamuan makan malam di Jakarta." "Baik, Kek." Kali ini tatap cokelat Javas menatap tajam Athar yang siang ini tampak begitu kalem. Namun dia tahu pria itu m
Usapan di paha membuat mata Kavia memicing sebelah. Tapi lebih dari itu rasa pengarlah yang membuatnya terjaga. Kavia sadar semalam minum terlalu banyak. "Javas, singkirkan tanganmu. Kepalaku sakit," rengek Kavia mencoba bangkit perlahan. Dia meremas kepalanya, lalu matanya mengerjap. Ternyata dia masih mengenakan pakaian semalam. Hanya saja bentuknya sudah berantakan. Segera dia melupakan sakit kepala yang mendera dan menarik tangan Javas yang masih terus mengusap-usap pahanya. "Kamu semalam menyentuhku?!" tanyanya dengan mata melotot. Javas berdecak seraya melepas paksa tangannya. "Kamu yang menyentuhku, bukan aku." "Mustahil." "Apanya yang mustahil? Coba ingat-ingat lagi siapa yang membuatku telanjang begini." Ya, pria itu hanya mengenakan selimut yang melorot sampai pinggul. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi. Agak tidak percaya Kavia bisa melakukan itu. Javas pasti mengada-ada. "Aku nggak mau ambil resiko nggak bisa menyentuh kamu selamanya. Tapi kalau kasus semalam itu
Kembali Kavia menyesap rokoknya dengan santai. Wajah memerah Erland menjadi pertunjukan yang menarik buatnya. Dulu jika dia sudah berbuat nakal begitu, Erland tak segan membawanya ke tempat yang lebih privasi. Pria itu bisa melakukan lebih daripada sekedar menyundut rokok ke tubuh Kavia. "Kayaknya Javas nggak keberatan," ucapnya tersenyum. Padahal sejak sama Fabby Kavia tidak pernah praktek hal-hal seperti itu lagi. Pelan namun pasti, Fabby menggiringnya ke hubungan yang lebih sehat. Mantan kekasihnya benar-benar ikut andil dalam proses itu. "Pretty," desah Erland menggeleng. "Kenapa sih? Kamu mau coba lagi yang lebih dari itu?" Erland tahu Kavia hanya menggodanya, jadi dirinya cuma bisa menggeleng. Tidak terlalu menghiraukan. Dia bernapas lega ketika akhirnya Javas kembali. Segera mungkin dia membenarkan posisi duduk. "Kalian mau pesan apa? Ada menu baru yang lagi hits di sini," tanya Erland segera setelah Javas duduk kembali ke sofanya di sisi Kavia. "Oh ya? Kalau begitu gue s
Tangan Kavia melambai saat meninggalkan Erland dan restorannya. Sementara Javas di sisinya merangkul pinggang perempuan itu dan menggiringnya memasuki mobil. Pria itu kembali lebih cepat untuk menjemput Kavia lantaran urusannya berjalan cukup lancar. Dan itu membuat Kavia bisa mengembuskan napas lega. Godaan wanita itu pada Erland seperti kena batunya sendiri. Kavia bergidik sendiri mengingat tatapan Erland. Meski berlangsung sebentar, tatapan itu cukup mengintimidasi. Persis ketika dulu dirinya di bawah kekuasaan pria itu. Tanpa sadar Kavia mengusap lengan. Hanya mengingat saja bulu kuduknya langsung merinding. "Kamu dingin?" tanya Javas tiba-tiba. Agak terkesiap, Kavia menggeleng cepat. "Enggak.""Oh ya?" Kembali Javas merangkul lengan istrinya itu. Dia bisa merasakan pori-pori kulit Kavia menegang. "Sampe merinding gini, kamu bilang nggak dingin." Pria itu lantas meminta supir untuk mengecilkan AC mobil. Kavia merinding bukan karena AC. Seandainya isi kepalanya bisa Javas baca,