Jia cukup terkejut Daniel bertanya seperti itu. Namun, karena Daniel sekarang sedang berusaha membantunya, membuat Jia merasa tidak ada salahnya menceritakan perselingkuhan yang Edwin lakukan.Dia juga tidak mau dianggap mengada-ada, meski memiliki bukti foto juga video.“Sudah sejak lama, tapi aku hanya bisa diam,” ujar Jia dengan senyum getir di wajah, menyiratkan sebuah luka yang lama terpendam.Daniel menatap simpati. Dia diam menunggu Jia selesai bicara.“Bahkan ketika bertemu denganmu pertama kali di mall, saat itu aku sebenarnya baru saja memergoki Edwin sedang jalan dengan selingkuhannya. Ya, seharusnya aku yang menghajarnya karena dia menduakanku, tapi malah aku yang dihajar,” ujar Jia lalu tersenyum getir menahan sakit karena semua perlakuan Edwin.Tanpa sengaja Daniel mengepalkan telapak tangan. Dia geram mendengar cerita Jia, ternyata Edwin memang bajingan.Jia mengembuskan napas kasar, lalu berkata, “Jika bukan karena Papa, aku tidak akan menikah dengan Edwin. Mertuaku se
Keesokan harinya. Jia akhirnya melihat ayahnya bangun. Dia terus menggenggam telapak tangan pria itu yang baru saja membuka mata.“Jia, kenapa papa dibawa ke sini?” tanya Alex dengan suara lemah.“Maaf, Pa. Tapi ini satu-satunya cara agar Papa aman,” jawab Jia seraya menggenggam telapak tangan ayahnya.“Aman? Aman kenapa dari apa, Jia? Papa baik-baik saja selama di rumah sakit,” ucap Alex dengan tatapan bingung tersirat jelas dari sorot matanya.Jia melipat bibir mendengar pertanyaan Alex. Saat itu, Jia menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka, dia melihat Daniel baru saja masuk ke kamar itu.Tatapan Jia dan Daniel bertemu, Jia melihat Daniel mengangguk sebagai tanda jika Jia harus cerita pada Alex.Jia terlihat ragu, tetapi dia tetap harus menceritakan yang terjadi pada ayahnya agar tidak ada salah paham. Jia kembali menatap pada sang papa, tatapannya melembut tetapi genggaman tangannya mengerat.“Setelah Papa tahu, aku harap Papa tetap tenang. Apa yang aku katakan, semata-mata d
Anak buah Aksa berjaga di area rumah Daniel, tetapi mereka tidak berpenampilan seperti pengawal, malah seperti warga sekitar dan membaur dengan beberapa warga yang sedang melakukan aktivitas di pagi hari.Namun, meski begitu mereka selalu waspada, mata elang mereka terlatih untuk cepat tanggap menangkap sesuatu yang mencurigakan, seperti sebuah mobil yang sudah berhenti sekitar lima menit di dekat rumah Daniel.“Ada mobil mencurigakan arah jam dua belas,” ucap salah satu anak buah Aksa melalui earpiece yang terpasang di telinga. Pria itu tak memandang ke mobil, melainkan sedang sibuk membantu jalan agar tidak dicurigai.“Copy, aku melihatnya. SUV hitam.” Yang lainnya menyahut.“Biar kutangani.” Salah satu anak buah Aksa berpenampilan biasa, hanya memakai kaus pendek dan celana pendek turun dari pos ronda, lalu berjalan menghampiri mobil SUV yang mereka curigai.Anak buah Aksa sampai di mobil itu. Dia berpura-pura memperhatikan mobil itu, lantas mengetuk kaca jendela.“Permisi,” ucapny
“Terima kasih karena Ibu mau membantu,” ucap Jhony.“Tidak apa-apa. Lagian, aku ini sama Dani juga sudah kenal lama. Dia itu anaknya baik sekali, makanya aku yakin dia begini bukan karena sedang berbuat jahat,” ujar wanita itu.Jhony tersenyum seraya mengangguk pelan.“Tapi, omong-omong, yang di rumah Dani itu, apa itu calon istrinya?” tanya ibu itu penasaran tetapi juga merasa agak aneh.Jhony tersenyum dengan ekspresi bingung, tetapi kemudian mengangguk dan menjawab, “Iya.”Jhony mengiyakan saja tidak dianggap aneh karena menyembunyikan wanita di sana.“Wah, begitu ternyata. Untung tadi aku membantu, ya. Jadi orang jahatnya nggak bisa nemuin wanita itu. Ya sudah, semoga Dani langgeng sama yang kedua, yang pertama udah bener dibuang, nggak bener soalnya.”Setelah mengatakan itu, wanita itu kembali ke rumah.Jhony menghela napas lega. Tidak apa berbohong selagi demi kebaikan.Di rumah. Jia pergi ke dapur untuk mengambil air hangat, ternyata di sana dia melihat Daniel yang sedang memas
Aksa dan yang lain sarapan bersama di ruang makan. Naya ada di sana membantu Alina mengurus Arlo.“Bams tidak kelihatan?” tanya Alina seraya mengambil lauk untuk Aksa.“Mungkin masih sibuk,” jawab Aksa.Naya terdiam mendengar nama Bams. Mungkinkah Bams tidak keluar sarapan karena ada Naya di sana? Bukankah semalam Bams kesal padanya?Mereka sarapan bersama, lalu setelahnya Aksa pamit pergi ke perusahaan.“Tidak usah mengantarku keluar. Tetaplah di dalam rumah, ingat?” Aksa mengingatkan lagi demi keamanan Alina dan Arlo.Alina mengangguk.Aksa lantas berjongkok di depan Arlo yang berdiri di samping Alina. Dia mengusap rambut putranya itu, kemudian mendaratkan kecupan di kening.“Arlo harus nurut sama, Mama. Jangan keluar rumah dulu untuk sementara, ya.”Arlo mengangguk-angguk. “Iya, Papa jangan cemas.” Aksa memulas senyum, lalu kembali berdiri.“Aku pergi dulu,” kata Aksa.Aksa keluar dari rumah lalu segera masuk mobil yang sudah terparkir di depan teras. Dia diantar sopir dan satu pe
Edwin berada di ruang kerjanya, menunggu informasi dari anak buahnya yang diminta memantau rumah Aksa juga rumah yang diduga milik Daniel. Dia benar-benar tak sabar, merasa anak buahnya semuanya lelet.Saat Edwin ingin menghubungi salah satu anak buahnya, ponselnya sudah lebih dulu berdering. Edwin langsung menjawab panggilan itu.“Bagaimana?” tanya Edwin.“Rumah milik Daniel terlihat sepi. Tapi saya curiga, Tuan. Bagian dalam rumah itu terang, lalu di sekitar rumah itu sangat ramai dari malam sampai pagi. Saya merasa kalau memang pria itu di sana dan ada penjagaan. Namun, saya tidak tahu pasti, apakah Nyonya Jia di sana atau tidak.”Edwin mengepalkan erat telapak tangan. Bisa saja Daniel menyembunyikan Jia, terlihat sepi agar tidak diketahui.“Pantau terus, bagaimanapun caranya kalian harus mendapat informasi yang akurat!” perintah Edwin lalu mengakhiri panggilan itu.Edwin begitu geram. Bagaimanapun caranya dia harus mendapatkan Jia kembali. Saat Edwin sedang berpikir, dia mendapat
Jia berada di mobil yang berhenti di bahu jalan bersama Daniel dan dua pengawal lain. Mereka sedang menunggu, sampai beberapa saat kemudian ada mobil lain yang berhenti di belakang mobil mereka.Alina turun dari mobil yang baru saja berhenti lalu segera masuk mobil milik Daniel.“Ada apa?” tanya Alina saat sudah berada di mobil, duduk di samping Jia.“Jia tidak bisa menunggu lama untuk mengakhiri hubungannya dengan Edwin, karena itu Jia ingin meminta bantuan untuk ditemani menemui mertuanya,” ujar Daniel menjelaskan lalu menatap pada Jia.Alina menatap pada Jia.“Aku yakin Edwin akan terus bergerak untuk mendapatkanku. Jika dia menemukanku, entah apa yang akan dilakukannya. Jadi sebelum dia menemukanku, aku harus bertemu orang tuanya lebih dulu,” ucap Jia.“Apa kamu yakin? Ini akan sangat beresiko,” ujar Alina tidak yakin dan cemas.“Hanya ini cara satu-satunya. Beberapa teman mediaku tidak berani mengangkat berita perselingkuhan Edwin karena takut menerima konsekuensi yang didapat jik
Kedua orang tua Edwin terkejut mendengar ucapan Jia. Namun, mereka memasang wajah tak senang setelahnya.“Memiliki wanita lain? Apa tidak kebalikannya?” tanya ibu Edwin.Jia sangat terkejut. Apa maksudnya ini?“Bukankah kamu yang kabur bersama pria lain? Kamu pikir kami tidak tahu.” Ibu Edwin kembali bicara.Jia sangat syok. Dia sampai menoleh pada Alina lalu menggeleng, takut kalau Alina percaya dengan ucapan orang tua Edwin.“Sepertinya ada kesalahan di sini,” ucap Alina akhirnya angkat suara.“Kesalahan? Kesalahan bagaimana maksudmu? Kamu orang luar tahu apa?” Ibu Edwin tampak tak senang karena Alina ikut campur.Alina terkejut, tetapi berusaha tenang.“Pria itu selingkuhanmu, kan?” Ayah Edwin bicara seraya menunjuk pada Daniel.Tentu saja Alina dan Jia terkejut mendengar tuduhan itu. Mereka sampai menoleh bersamaan.Daniel terlihat tenang. Dia tetap berdiri tegap dengan tatapan tajam meski dituduh menjadi selingkuhan Jia. Dia sudah memprediksi hal ini, mengingat dirinya beberapa k
Bams masih menatap Naya, menunggu apa yang tidak jadi Naya ucapkan.“Kamu tadi mau bilang apa?” tanya Bams memastikan.Naya bersiap mengelak, tetapi ternyata Bams lebih dulu menengok pada ponsel yang berdering.“Halo.” Bams menjawab panggilan dari anak buahnya yang berjaga di luar.“Ada mobil yang parkir di dekat rumah, mobil itu tampak mencurigakan karena seperti ada aktivitas di dalam,” ujar anak buah Bams dari seberang panggilan.Tatapan mata Bams menajam mendengar laporan anak buahnya. “Jangan bertindak gegabah. Aku akan mengeceknya langsung,” perintah Bams.Naya masih memperhatikan Bams, sebelum akhirnya pria itu mengakhiri panggilan.“Ada apa?” tanya Naya saat melihat ekspresi dingin di wajah Bams.“Tetaplah di dalam bersama Arlo, kunci pintu dan beritahu semua pelayan untuk tak keluar lebih dulu, jangan buka pintu jika bukan aku yang mengetuk!” perintah Bams.Naya langsung bisa menebak apa yang terjadi. Dia lantas mengangguk. Seumur hidup, baru kali ini Naya merasakan ketegang
Daniel langsung turun dari mobil untuk menyelamatkan Jia. Orang-orang yang sedang melintas juga ikut berhenti menyaksikan kejadian itu.Daniel berlari dengan ekspresi wajah cemas. Dia berjongkok lalu menunduk untuk mencari di mana keberadaan Jia.“Jia!” panggil Daniel seraya memastikan posisi Jia.Di dalam mobil. Jia tertindih tubuh Edwin karena tadi pria itu menjambak rambutnya. Kedua kakinya tertimpa Edwin, membuat Jia kesulitan bergerak. Dia mendengar suara Daniel, tetapi sepertinya Daniel ada di dekat kakinya.“Aku di sini,” ucap Jia dengan suara lemah.Daniel mendengar suara Jia. Dia berputar ke sisi satunya, hingga melihat tangan Jia sudah terulur ke jendela yang pecah, kepalanya mendongak agar wajahnya terlihat.“Bertahanlah.” Daniel mencoba mengeluarkan Jia.Saat Jia menunggu Daniel mengeluarkannya. Edwin sadar dan melihat Jia yang berusaha menggapai keluar. Dia tidak akan membiarkan Jia selamat begitu saja, sehingga dengan sisa tenaga, Edwin berusaha mencekik Jia.“Kamu tidak
Anya terlepas dari gendongan Jia. Bocah itu ketakutan melihat sang mama ditarik seorang pria dengan kondisi mulut dibekap.“Mama!” Anya panik. Dia melihat ada pria lain ingin menangkapnya, membuat Anya langsung berlari ke arah orang-orang yang sedang berusaha memadamkan api.“Paman! Paman!” Anya memanggil siapa pun yang bisa mendengarnya di sela riuh semua orang berusaha memadamkan api.Saat itu, Daniel baru saja menurunkan Alex. Dia mengedarkan pandangan mencari Jia dan malah melihat Anya berlari.“Paman!” teriak Anya.Daniel melihat pria yang mengejar Anya.“Anya!” Daniel berlari ke arah Anya, Jhony yang melihat hal itu ikut berlari.“Paman, orang itu bawa Mama!” teriak Anya sekuat tenaga berlari sampai akhirnya sampai pada Daniel.Pria yang mengejar Anya berhenti melangkah. Dia berbalik arah karena Daniel melihatnya.“Mama diculik.” Anya menangis sangat kencang.Daniel melihat pria tadi masuk mobil yang langsung melaju.“Anya tetap di sini, paman akan bawa Mama kembali.”Anya menan
Saat sore hari. Bams langsung melapor soal kamera yang ditemukannya ketika Aksa dan Alina baru saja pulang.“Datanya langsung tersinkron dengan alat yang mereka bawa. Jadi semua kegiatan yang terekam oleh kamera ini, sudah dipegang mereka,” ujar Bams menjelaskan setelah meletakkan kamera pengawas yang didapatnya.Aksa diam dengan tatapan dingin. Jadi benar kalau Edwin berani memantau rumahnya.“Edwin memasang itu karena ingin memastikan apakah Jia di sini atau tidak?” Alina menebak.“Dugaan saya seperti itu. Tapi, karena Jia dan anaknya tidak di sini, mungkin mereka hanya mendapatkan rekaman Arlo atau pelayan lain ketika beraktivitas,” ujar Bams.Ekspresi wajah Alina berubah cemas. Dia langsung menatap pada Aksa.“Apa ada kemungkinan Edwin akan menargetkan Arlo?” tanya Alina dengan ekspresi wajah panik.Aksa diam berpikir, lalu menjawab, “Jika dia memang bajingan, Edwin akan melakukan segala cara untuk menghancurkan siapa saja yang berani membantu Jia. Namun, meski begitu aku tidak ak
Bams segera keluar kamar saat mendengar teriakan Naya. Dia melihat Naya yang sudah menggendong Arlo.“Ada apa?” tanya Bams sampai hanya keluar menggunakan celana pendek dan kaus polos hitam. Sangat jauh dari style yang biasa dipakainya.Naya melipat bibir melihat Bams hanya memakai celana pendek. Dia lalu menunjuk ke tembok di samping rumah.Bams memperhatikan apa yang ditunjuk Naya. Akhirnya dia memanggil salah satu penjaga, kemudian keduanya mengecek apa yang dilihat Naya. Saat Bams naik menggunakan tangga. Dia mendapati sebuah kamera pengawas di sana. Ekspresi wajah Bams berubah suram mengetahui ada yang berani memantau rumah Aksa.Dengan tatapan tajam, tanpa mematikan kamera, Bams berkata di depan kamera itu. “Aku akan memburu kalian.”Setelah mengucapkan itu. Bams mematikan alat itu.Naya masih menggendong Arlo. Dia cemas kalau ada yang memantau Arlo.“Biar saya bawa Tuan kecil masuk,” kata pelayan.Naya mengangguk. Dia memberikan Arlo ke pelayan dan meminta agar menjaga Arlo te
Alina dan yang lain pulang ke rumah Daniel, mereka semua lega karena orang tua Edwin percaya dengan bukti dan kesaksian Jia.“Kalau sudah begini, aku berani meminta pengacara untuk membantu proses perceraian kami. Setidaknya orang tua Edwin tidak akan menghalangi,” ujar Jia.“Iya,” balas Alina, “untung saja kamu punya banyak bukti,” imbuh Alina.Jia tersenyum getir, lalu membalas, “Aku punya semua bukti, hanya saja tidak berani bicara karena Papa ditahan Edwin. Tapi, karena kalian membantuku membebaskan Papa, membuatku lebih berani untuk segera bertindak. Terima kasih.”Jia menatap Daniel, Alina, dan Restu bergantian.“Kami lega bisa membantumu. Tapi selama Edwin belum diatasi, tetaplah tinggal di sini,” ucap Alina seraya menggenggam tangan Jia.Jia mengangguk dengan senyum penuh kelegaan di wajah. Dia kemudian menoleh pada Daniel. Jika tidak ada Daniel yang menolongnya waktu itu, Jia tidak akan pernah berada di posisi ini sekarang, dan mungkin dia masih akan terjebak dalam pernikahan
Ibu Edwin keluar dari mobil dengan amarah yang membuncah. Dia pergi ke rumah yang dia hadiahkan untuk pernikahan Edwin dan Jia, tetapi beraninya putranya malah menjadikan rumah itu tempat menyembunyikan selingkuhan. Wanita itu berjalan cepat menuju pintu lalu masuk rumah begitu saja. Sampai di sana, tidak ada satu pelayan pun di sana, tetapi pintu tidak terkunci, sudah jelas jika berpenghuni, kan? Ibu Edwin pergi ke kamar utama, sampai di sana dia langsung masuk dan melihat Sonia yang sedang berbaring seraya menonton siaran televisi. “Oh, ternyata benar!” Tatapan wanita paruh baya itu penuh dengan kilatan amarah. Sonia sangat terkejut. Dia langsung turun dari ranjang seraya merapikan lingerie yang dipakainya. Dia gelagapan dan panik karena ibu Edwin ada di sana. Wanita paruh baya itu mendekat. Sekali ayun, tamparan mendarat sempurna di pipi Sonia. Sonia sangat terkejut. Dia sampai memalingkan muka karena tamparan yang begitu keras. Sonia memegangi pipi yang begitu panas. “Berani
Kedua orang tua Edwin terkejut mendengar ucapan Jia. Namun, mereka memasang wajah tak senang setelahnya.“Memiliki wanita lain? Apa tidak kebalikannya?” tanya ibu Edwin.Jia sangat terkejut. Apa maksudnya ini?“Bukankah kamu yang kabur bersama pria lain? Kamu pikir kami tidak tahu.” Ibu Edwin kembali bicara.Jia sangat syok. Dia sampai menoleh pada Alina lalu menggeleng, takut kalau Alina percaya dengan ucapan orang tua Edwin.“Sepertinya ada kesalahan di sini,” ucap Alina akhirnya angkat suara.“Kesalahan? Kesalahan bagaimana maksudmu? Kamu orang luar tahu apa?” Ibu Edwin tampak tak senang karena Alina ikut campur.Alina terkejut, tetapi berusaha tenang.“Pria itu selingkuhanmu, kan?” Ayah Edwin bicara seraya menunjuk pada Daniel.Tentu saja Alina dan Jia terkejut mendengar tuduhan itu. Mereka sampai menoleh bersamaan.Daniel terlihat tenang. Dia tetap berdiri tegap dengan tatapan tajam meski dituduh menjadi selingkuhan Jia. Dia sudah memprediksi hal ini, mengingat dirinya beberapa k
Jia berada di mobil yang berhenti di bahu jalan bersama Daniel dan dua pengawal lain. Mereka sedang menunggu, sampai beberapa saat kemudian ada mobil lain yang berhenti di belakang mobil mereka.Alina turun dari mobil yang baru saja berhenti lalu segera masuk mobil milik Daniel.“Ada apa?” tanya Alina saat sudah berada di mobil, duduk di samping Jia.“Jia tidak bisa menunggu lama untuk mengakhiri hubungannya dengan Edwin, karena itu Jia ingin meminta bantuan untuk ditemani menemui mertuanya,” ujar Daniel menjelaskan lalu menatap pada Jia.Alina menatap pada Jia.“Aku yakin Edwin akan terus bergerak untuk mendapatkanku. Jika dia menemukanku, entah apa yang akan dilakukannya. Jadi sebelum dia menemukanku, aku harus bertemu orang tuanya lebih dulu,” ucap Jia.“Apa kamu yakin? Ini akan sangat beresiko,” ujar Alina tidak yakin dan cemas.“Hanya ini cara satu-satunya. Beberapa teman mediaku tidak berani mengangkat berita perselingkuhan Edwin karena takut menerima konsekuensi yang didapat jik