Share

2. Putus atau Lanjut?

"Siapkan berkas Yuvika juga, aku mau berkas ku dan Yuvika sudah selesai besok. Paling lambat minggu depan aku harus sudah menikah."

Di sinilah Elsaki sekarang. Duduk di kursi yang membesarkan namanya. Sebagai pria muda, ia sudah dikenal sebagai dokter yang luar biasa. Dengan latar belakang pendidikan yang gemilang dan pengalaman praktik yang tak kalah mengesankan, Elsaki telah membangun reputasi yang kokoh di dunia medis.

Elsaki menatap berkas-berkas yang tertumpuk rapi di atas meja kerjanya. Tangannya yang cekatan membuka satu persatu, memastikan semua dokumen yang diperlukan telah dipersiapkan dengan baik. Matanya fokus, tak ada keraguan sedikit pun dalam dirinya. Ia sudah bertekad, dan tak ada yang bisa menghalanginya sekarang.

"Oke, kau boleh pergi sekarang. Aku banyak pasien."

Tittlenya memang dokter. Namun, jiwa yang dimiliki oleh Elsaki persis seperti almarhum ayahnya. Tegas, penuh wibawa, dan berkharisma. Di balik gelar dokter kandungan yang disandangnya, Elsaki adalah pria muda yang dikenal dengan ketegasan dan wibawanya di kalangan sejawatnya. Namun di mata pasien, dokter tampan itu memiliki sisi humor yang membuat para pasiennya merasa nyaman saat memeriksakan calon buah hati mereka.

Pria itu bersiap akan melakukan pekerjaannya, ia memiliki jadwal untuk operasi sepuluh menit lagi. Belum sempat ia keluar dari ruangan, tiba-tiba pintu terbuka dari luar. Menampilkan sosok wanita cantik yang dibalut dress berwarna pink bermotif bunga.

Wanita itu langsung menghambur ke pelukan Elsaki, "Sayang, kangen."

Elsaki sedikit terkejut dengan aksi wanita itu. Ia celingukan seolah ia takut jika ada yang memergoki dirinya yang sedang berada dalam dekapan seseorang, padahal saat ini ia masih berada di ruangannya.

"Hey, jangan begini. Nanti ada yang lihat gimana? Lagian keadaan kita juga lagi nggak aman, Sayang," kata Elsaki seraya berusaha melepas tangan wanita yang melingkar di pinggangnya.

"Memang siapa yang berani masuk ke sini tanpa izin darimu? Ayolah, kita udah lama nggak ketemu biarin dulu kayak gini dulu." Tisya masih mempererat pelukannya.

Elsaki menghela napas panjang, dirinya yang semula berusaha untuk menjaga jarak, kini akhirnya membalas pelukan dari sang kekasih. Memangnya siapa yang sanggup berjauhan dalam waktu lama dengan orang yang dikasihinya?

Ya, wanita itu adalah Tisya. Wanita yang sudah ia cintai semenjak duduk di bangku kuliah. Namun sayang, semesta saat itu tidak berpihak pada kisah asmaranya. Ia kalah cepat dengan sahabatnya sendiri, yaitu Veer. Masih sangat segar di ingatannya saat ia menyatakan cinta untuk pertama kalinya pada Tisya kala itu. Jawaban dari ungkapan cintanya itu adalah sebuah penolakan yang membuat hatinya patah, dan yang lebih sakit adalah penyebab patahnya hati dan semangat hidupnya adalah sahabatnya sendiri.

"Sayang, kamu tahu, kan, aku lagi usaha agar hubungan kita tetap berjalan di belakang Veer? Tolong bantu aku dengan kamu nurut sama aku."

"Kamu udah tahu apa yang harus kamu lakukan supaya dia nggak menaruh kecurigaan?" tanya Tisya mendongak, tatapan keduanya bertemu dengan jarak dekat. Sorot mata keduanya seolah memancarkan cinta yang dalam.

Elsaki melepas pelukannya, tanganya kini berpindah di kedua sisi pipi Tisya. Ia mengelus pipi wanita itu dengan ibu jarinya, elusan yang memenangkan dan terasa lembut dirasakan Tisya.

"Hm, aku sudah membuat langkah awal yang besar. Aku jamin, dia nggak akan berpikir macam-macam."

"Apa yang kamu lakukan?"

"Menikah."

Tisya terdiam, matanya melebar dengan keterkejutan yang tidak dapat disembunyikan. Kabar itu seperti petir di siang bolong, mengguncang perasaannya. Ia tidak menyangka Elsaki akan mengambil langkah sejauh itu demi menyembunyikan hubungan mereka. Tisya menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri dari gelombang emosi yang menerjang. Ia melepas pelukannya begitu saja.

Elsaki menatap kekasihnya dengan penuh harap, ia berharap wanita itu paham bahwa ini adalah jalan satu-satunya demi sebuah hubungan. Lebih tepatnya hubungan haram. Memang benar apa kata orang, sesuatu yang berbau dosa adalah hal yang menyenangkan. Banyak orang yang bermaksiat melalui jalan apa saja, perselingkuhanlah yang paling sering ditemui.

"Apa ini, Saki? Kamu menikah? Kamu lupa sama janji kamu buat nunggu aku, ha?" Tisya tak terima dengan keputusan sepihak yang diambil oleh lelaki itu.

"Sayang, memang apalagi yang bisa aku lakukan? Suamimu sudah curiga bahwa kamu memiliki hubungan denganku. Kalau dibiarkan lama-kelamaan ini merusak hubungan kita dan persahabatanku. Kamu masih mau lanjut sama aku, kan? Dengan aku menikah, kita justru bisa lebih leluasa."

Tisya mengernyitkan keningnya, "Kamu masih peduli dengan persahabatan kalian? Terus tujuan kamu menjalin hubungan sama aku apa, Saki?"

"Tujuanku adalah kita bisa tetap bersama, tanpa ada yang mencurigai hubungan kita. Aku tahu ini sulit, tapi ini satu-satunya cara agar kita bisa menjaga semuanya tetap aman. Aku mau kita bareng-bareng, tapi nggak ngerusak hubungan aku dengan Veer juga. Kalaupun rusak, aku nggak mau reputasiku jadi taruhannya. Tolong Sayang, tolong kerja samanya, ya. Kamu ngertiin aku kayak aku ngerti kamu."

Reputasi? Tisya merasa dadanya sesak mendengar penjelasan Elsaki. Ia tak menyangka bahwa lelaki yang ia cintai itu lebih mementingkan reputasi daripada hubungan mereka yang mereka lalui dengan segala kebahagiaannya. Rasanya ia seperti sedang berada di persimpangan jalan, di mana ia harus memilih antara tetap bertahan dengan segala risiko yang ada atau melepaskan semuanya demi kebaikan bersama.

Lagi-lagi cinta butalah yang membuat mereka bertindak dan berpikir bodoh. Mereka adalah bukti nyata, bahwa pendidikan setinggi apa pun, apa saja profesinya, apa pun keadaannya, jika cinta sudah bertahta di atas segalanya, maka apa pun yang mereka punya tidak akan berguna. Semua mendadak buram, yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana mereka bisa bahagia tanpa memikirkan resikonya.

"Aku nggak menyangka kamu mengambil keputusan sebesar ini tanpa melibatkan aku."

Elsaki menggelengkan kepala pelan seraya memijat pelipisnya. Lihatlah bagaimana egoisnya wanita ini, pikirnya.

"Aku nggak mau tahu, aku nggak suka berbagi. Dan aku mau, kamu tidak menyentuh wanita itu. Kalau sampai itu terjadi, aku nggak mau kenal kamu lagi," putus Tisya seraya pergi meninggalkan ruangan serba putih itu.

"Astaga, Tisya. Untung sayang," gumam pria itu seraya berjalan ke luar untuk menjalankan tugasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status