Ini tidaklah semudah adegan di film-film romantis atau drama televisi. Bersanding dengan lelaki tampan yang terlarang, bukanlah ujian yang ringan. Ketika tangan ini ingin menyentuh, harga diri dan profesionalisme adalah taruhannya! “Kenapa kamu berisik sekali, Amanda? Apa sebaiknya kamu tidur di bathtub saja biar aku bisa tenang tidur di bed ini?” bisik Ronald dengan suara yang sama sekali tak terdengar mengantuk. “Ma-maafkan saya, Pak.” Itu saja yang sekarang bisa diucapkan. Amanda khawatir kalau terlalu banyak bicara justru berakibat fatal. “Apa sepertinya aku perlu mendisiplinkan mulutmu dengan caraku?” Duh, nada bicaranya yang cukup mengintimidasi ini terdengar seperti sebuah tantangan panas di telinga gadis itu. Di malam seperti ini, yang terbersit di benaknya adalah perlakuan Ronald setiap kali dirinya melakukan kesalahan. Itu semua akan berujung pada ciuman ganas khas Ronald yang sekarang berhasil membuat pipi Amanda bersemu mer
Terus terang, Ronald mulai gusar. Dulu dia tak pernah terfikir kalau hanya dengan berbagi tempat tidur akan berdampak sebesar ini. Nalurinya sebagai lelaki mulai perlahan-lahan bangkit dan sulit dia kendalikan. Melihat Amanda dari kejauhan, ada jiwa yang bergejolak dan meronta-ronta ingin dibebaskan. Pagi ini saat sarapan, Ronald tak henti-hetinya menelan ludah saat duduk di samping Amanda. Entah dia sengaja atau tidak, pakaian yang dia gunakan hari ini hanyalah baju rumahan biasa. Sebuah setelah pendek dengan celana di atas lutut. Namun sudah berhasil membuat kepalanya cenat-cenut. “Mau nambah lagi?” rambutnya yang terurai panjang tak sengaja menghalangi wajahnya. Tangan Ronald membantu Amanda sementara sang istri mengambilkan scramble egg untuk Mila. Diam-diam Ronald juga mengagumi Amanda yang bersifat keibuan, hal yang bertentangan sebenarnya dengan Olivia. Semasa hidup, wanita itu hanya disibukkan de
“Kamu ngomong sama siapa tadi?” Ronald datang dengan langkah buru-buru. Matanya penuh selidik.Tak tahu apakah harus berkata jujur atau tidak, Amanda masih terbungkam. Dia khawatir kalau-kalau salah bicara lagi dan menerima hukuman dari bos.“Anu… tadi cuma lagi cari tempat teh di mana. Tapi sudah ketemu.” Kepalanya menunduk karena jelas saja dia terlihat berbohong.“Ya sudah. Kalau begitu, cepat ikut aku ke kamar.” Perintah Ronald tanpa menunda lagi.Langkah kaki Amanda sedikit ragu. Akankah Ronald akan melakukan sesuatu yang melanggar kontrak? Bayangan tentang adegan di mobil itu tadi sudah cukup membuat Amanda malu dan memerah.“Lelet sekali kamu! Jalan gitu saja tidak bisa cepat.” Amanda akhirnya berhasil mengikuti kecepatan Ronald menyusuri tangga, tentunya setelah mendengar omelan panjang suaminya, “Maaf!”Itu saja yang dia katakan. Memastikan pintu sudah tertutup, akhirnya Ronald buka suara.“Aku tahu kamu tadi sedang berbincang dengan Simon.” Ancam Ronald dengan gigi yang
Amanda merenungi nasibnya kini.Setelah dipaksa menikah tanpa alasan yang masuk akal baginya, kini dia seperti diserang dengan kalimat-kalimat yang membuatnya kehilangan kesabaran.Begitukah kelakuan suami yang seharusnya -paling tidak- saat ini menjadi sosok yang bisa menjaga hatinya.“Tante?” Mila yang sejak tadi mencarinya akhirnya menemukan Amanda sedang terduduk di kamarnya.“Tante menangis?” tangan kecil itu meraih pipi Amanda yang sudah basah oleh air mata.“Nggak, Sayang. Tante hanya kelilipan. Bentar lagi juga sembuh.” Dia menyeka air matanya sendiri.Anak sekecil Mila tidak boleh melihatnya cengeng dan menangis. Itu adalah prinsip Amanda. Dia tak pernah mau menampakkan air matanya pada anak-anak.“Kelilipan debu maksudnya Tante?” tanya Mila lagi.“Iya, Sayang. Tadi pas keluar kena debu, terus mata Tante rasanya pedih gitu. Mila mau berangkat ke mana kok dandan cant
Mila berlarian di ruang keluarga sambil memamerkan boneka beruang yang barusan dibelikan Opanya.“Horeee… aku punya beruang baru!” dia berlari ke sana ke mari dengan ekspresi gembira.Ronald yang menyambutnya hanya tertawa melihat keponakannya mulai ceria dan semakin aktif bergerak lagi.“Lihat dia, Ronald. Dia tadi begitu melihat boneka beruang ini langsung minta dibelikan. Katanya mirip Papanya dan mirip Om Ronald.” Mama Ronald ikut tertawa karena melihat cucunya begitu aktif.“Begitu ya? Kamu menyamakan aku dengan makhluk berbulu ini, haa?” Ronald mengejar keponakannya dan menangkapnya dari belakang.Boneka besar itu terjatuh dan kaki Mila bergerak-gerak ingin dilepaskan dari jeratan tangan omnya.“Sudah Om, sudah! Aku geli sekarang.”“Katakan dulu, apa aku mirip dengan beruang cokelat ini?” bisik Ronald.Gadis kecil itu tersenyum dan terlihat beberapa giginya yang ompong. “Nggak, nggak mirip tapi muiiiriiip!”Dia tertawa lagi.“Awas, berarti kamu tidak akan aku lepaskan!”“Geli, O
Pernikahan sepupunya dimajukan dua minggu. Ini yang membuat Amanda dan keluarga ikut kepontang-panting mengejar waktu dan persiapannya. “Mel, kalau nikah maju, yang enak di kamu dan gak enaknya di kita!” salah satu sepupunya protes. Meski bukan acara yang mewah tetap saja butuh banyak printilan yang harus disiapkan. Yang lain hanya ikut mengiyakan. Amanda bahkan ikut lembur beberapa hari ini. Saat dia sedang ke belakang mengambil bahan untuk dikemas, beberapa saudaranya membicarakan hal yang ganjil menurut mereka. “Itu suaminya ke mana? Kok masih manten baru, nggak lengket kayak prangko!” Disambut dengan serbuan berikutnya, “Lah itu si Tante bilang kalau Amanda pulang nggak diantar sama suaminya. Kira-kira apa dia dipulangkan ya?” “Hush, jangan keras-keras nanti dia denger. Setauku, dia pulang malam-malam. Itu juga pakai taksi. Bapakku bilang pas itu suaranya dia nangis-nangis.” Sepupu bertubuh gendut melanjutkan informasi. “Berarti… memang tidak mudah ya diterima oleh keluarg
Orang serumah tidak tahu apa yang sejatinya ada di balik pintu. Pernikahan yang hanya bersifat kontrak ini berdampak di luar kuasa Ronald. Amanda adalah sosok pribadi sederhana yang rupanya berhasil mencuri cinta orang serumahnya, terutama Mila dan Omanya. Sejak tadi Ronald hanya memainkan handphone yang ada di tangan kanannya itu. Dipandanginya foto Amanda saat dia mengenakan baju kerja ketika ada acara di kantor. Itu adalah foto yang dia punya karena diberi oleh asisten pribadinya, tepatnya sebelum dia memutuskan untuk mengajak gadis keras kepala itu untuk menikah mendadak. Meski tidak seperti kebanyakan wanita yang pernah dekat dengannya, Amanda tetap saja menarik dengan kelebihan yang dia miliki. Tubuh seksi dan wajah menawan. Itu hal yang tak bisa dia pungkiri sebagai laki-laki. Kamu rindu pada ciumannya, bukan? Bisikan halus itu mulai mengusiknya. Tentu tidak! Ronald masih saja mengelak. Dia akan menyuruh Amanda
Amanda terkejut dengan pernyataan Ronald, meski dia tak mengerti apa benar yang dikatakan oleh suaminya.“Oops…” Ronald menjatuhkan isi air mineral yang dibawanya dari botol.Baju dan kain yang dikenakan Amanda basah. Dia langsung berdiri dan pergi dari tempat acara.Ronald tersenyum akhrinya bisa mengacaukan acara Amanda di sini. Bagaimana bisa seorang istri menebar pesona pada lelaki asing sementara suaminya tidak ada di situ?Dia berjalan keluar dan bermaksud menyusul Amanda.“Nak Ronald?”Sial. Ibu mertuanya mengenalinya dan menyapa di saat dia akan keluar.“Ibu?”“Lah kapan datangnya, kok ibu tidak tahu?” sapanya lagi ramah. “Sudah ketemu sama Amanda?”“Sudah, Bu. Tadi dia pulang dan menyuruh saya menyusulnya.” Tak lupa Ronald menyalami dan mencium tangan ibu mertuanya.Seluruh mata tertuju pada mereka berdua.Sosok tinggi,
"Mari masuk, Pak!" Dengan susah payah akhirnya Amanda menemukan kunci gerbang dan rumahnya yang terletak di tasnya.Setelah menyalakan lampu yang sejak senja tak ada yang mengurusi, ruangan mungil itu menjadi hangat dan terang benderang."Kamu tidak menawari aku makan sesuatu?" Ronald mengaku merasa sangat lapar.Pantaskah Amanda menawarinya semangkuk mi instant atau ramen? Lantas, bagaimana jika Ronald tidak selera dengan makanan instant semacam ini?"Saya bisa memesankan makanan, Pak." Nadanya sudah disetting seformal mungkin.Amanda sudah yakin kalau dia lebih terdengar seperti sekretaris sungguhan daripada sebagai seorang mantan istri."Oh, begitu? Kenapa kamu tidak memberiku mi atau apapun tadi yang kamu beli dari minimarket itu?""Hmmm, Pak Ronald, rumah ini bukan warteg atau cafe. Jika ingin makan sesuatu, bisa ke restoran di jalan besar sana atau di mana gitu... Fine dining di hotel keluarga Bapak barangkali..." Amanda mengelus dada."Aku ke sini tadi niatnya bukan untuk makan
"PAPA?"Gema suara Ronald benar-benar menyita perhatian semua orang.Bahkan beberapa nakes juga ikut berhenti dan melihat betapa pandangan mata Ronald layaknya seekor singa yang siap menerkam binatang buruan!Langkahnya makin dipercepat. Papanya tak lagi punya kesempatan untuk melarikan diri atau sekedar bersembunyi."RONALD?" Papanya benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan itu.Nampak sekali kalau dia ingin ditelan bumi saat itu juga. Pegangan tangan yang awalnya erat itu mendadak ia lepaskan."Monica, kamu ke sana dulu." Dia berbisik pada teman wanitanya agar tak ikut dalam forum keluarga.Meski kesal, wanita berambut panjang dan memakai hot pants itu akhrinya menurut."Siapa dia, Pa?" Ronald pura-pura bertanya, padahal dia tau semua seluk beluk perempuan simpanan sang Papa,"Oh, dia anak buah Papa," Jawab sang Papa sambil membenarkan letak jam tangannya.Baru kali ini dia seperti tertangkap basah dan malu setengah mati."Anak buah? Kerja di bagian apa dia?" Ronald ber
"Mila, ini susu hangatnya sudah aku buatkan!" Amanda membawa segelas susu hangat yang dia sengaja bawa ke lantai dua.Rupanya, ia terkejut saat kembali ke atas, Ronald sudah pulang ke rumah. Dia tertunduk malu. Tak tahu harus melakukan apa sekarang.Kakinya terhenti. Sementara Ronald mengamati lekuk tubuhnya yang semakin ekstreme. Perutnya terlihat semakin meruncing seolah siap kapanpun untuk melahirkan bayinya."Amanda!" Panggil Ronald lirih.Ia malu selama ini sudah berbuat tidak baik pada wanita itu. Bahkan terang-terangan menuduhnya melakukan selingkuh dan merendahkannya lebih rendah dari wanita pela*ur."Maaf aku harus mengantarkan susu ini ke kamar Mila. Setelah ini, aku akan pergi." Dia buru-buru ke kamar Mila lalu meletakkannya di meja.Rupanya anak itu sudah tertidur karena sepertinya kelelahan setelah menangis dan tantrum dalam waktu yang cukup lama."Amanda?" Saat dia sudah keluar dari kamar Mila dan membawa tasnya, Ronald mencegah wanita itu pergi."Maaf aku harus pulang
Ronald merenung di meja kantornya.Seusai meeting, dia tak banyak bicara dengan siapapun. Kalimat sopir pribadinya itu terdengar menggoda dan menantang.Tes DNA?Kenapa ini tak pernah terpikir olehnya setelah tahu kalau Simon bukan ayah dari anak itu?Ah, ini bisa saja hanya hawa nafsunya sendiri yang berbicara. Bagaimana jika ternyata Amanda tak sebaik yang ia duga? Bisa saja kan, selama ini dia berhubungan lebih dari dua laki-laki."Boss?" Anak buahnya yang biasa melakukan investigasi tiba-tiba menelpon. Padahal ini baru jam sepuluh pagi."Iya, bagaimana?" Ronald menekan alisnya dengan telunjuk dan ibu jari.Kepalanya terasa berat memikirkan semuanya seorang diri."Papa Boss sudah terdeteksi menginap lagi di apartemen itu. Apa Boss sudah mencoba menghubungi Monica?"Giliran Ronald sekarang yang ditanya oleh anak buahnya. Celakanya, dia lupa menghubungi Monica karena sudah terlalu larut dalam investigasinya tentang tes DNA itu."Belum. Aku belum sempat." Jawab Ronald asal."Tidak mas
"Kurang ajar!"Ronald memukulkan kepalan tangannya di atas meja kafe di mana mereka bertiga berbincang."Boss, tenangkan diri dulu. Jangan mencuri perhatian orang!" Anak buahnya mengingatkan."Aku tidak bisa terima saja, Kenapa Mamaku setega itu pada Amanda? Apa hukumannya dikeluarkan dari rumah dan bercerai dariku itu kurang?" Ronald kini mulai sadar, kalau selama ini bisa jadi memang Mamanya lah yang menjadi penjahat bukannya malah Amanda."Kita tidak bisa menyimpulkan secepat ini, Boss. Pasti Mama Anda melakukan ini ada alasan kuat dan tidak serta merta melakukan hanya untuk kesenangan semata!" Anak buahnya yang biasanya beringas, rupanya masih memiliki hati nurani untuk memberikan nasehat pada bosnya."Minum dulu, Boss..." Yang satunya mengingatkan Ronald untuk meminum minuman yang dipesannya tadi.Dengan gegabah, ia menghabiskan satu cangkir kopi itu dalam sekali minum.Lalu mengembalikan cangkir itu di atas tempatnya dengan sembarangan. Rasanya sudah tak ada gunanya lagi dia ber
"Bagaimana maksud kamu mencari pekerjaan itu?" Simon tentu saja terkejut dengan pernyataan Amanda barusan.Mencari pekerjaan untuk menghidupi anaknya yang akan lahir? Bukankah kehidupan Simon sudah bergelimang harta dan rasanya itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan penghidupan yang layak buat mereka."Kurasa itu adalah jalan yang terbaik untuk kita semua. Aku tidak mau selamanya bergantung padamu, Simon. Aku merasa seperti pengemis sekarang. Apa-apa harus menunggu pemberianmu." Amanda meneteskan air matanya.Ini karena setelah beberapa waktu terakhir, dia merasa betapa sulitnya hidup saat memenuhi kebutuhan harus menunggu pemberian pria itu.Ia tak mau diatur-atur terus dan merasa tidak berdaya. Akan jadi apa nanti anaknya."Amanda... Anak itu adalah darah dagingku dan kamu adalah ibunya. Aku tak akan pernah membiarkan kalian hidup dalam kekurangan apapun. Apa kamu tidak lihat, bagaimana yang aku lakukan padamu?" Simon mengelusnya lagi meski Amanda menunjukkan raut muka yang tid
"Jadi, ini yang kamu lakukan selama ini?" Papa Ronald mendudukkan Monica dan tampak memberikan ancaman.Monica mulai panik. Betapa tidak, dia khawatir kalau-kalau setelah ini akan diputus hubungannya dengan sang pendonor dana terbesar di kehidupannya beberapa tahun ini."Daddy..itu semua salah sangkamu saja. Aku dan dia hanya murni berteman saja. Tidak lebih.." Monica membelai lembut tangan daddy-nya."Apa maksud kamu?"Tentu saja pria itu mulai penasaran dan sedikit membuka diri untuk penjelasan wanita cantik yang sering menghiasi malamnya."Dia itu... penyuka lelaki juga, Daddy.." Mata manja itu mulai menebar jaring. Mencari perhatian sang pria yang hampir saja hilang kepercayaan padanya.Ini berbahaya karena akan membuat pundi-pundi dana yang masuk ke rekeningnya setiap bulan bisa saja terhenti seketika."Hah, rasanya itu mustahil. Kalian terlihat sangat mesra sekali..." Papa Ronald itu menyangkal.Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat bahwa Monica tampak bermesraan dengannya di
"Papamu tega! Dia sudah keterlaluan... Ini bukan kali pertamanya dia melakukan ini, dia sudah berkali-kali selingkuh..huhhuhuuuuu..."Tangisan Mamanya sudah tak terbendung lagi. Pecah!Anak lelakinya tak kuasa melihat sang Mama menangis."Ma, tenangkan diri dulu. Bisa jadi ini salah sangka dan sebagainya kan?" Ronald berusaha menenangkan dan mengelus rambut Mamanya."Lihat saja sendiri..." Mamanya mengambil kembali handphone dan menyerahkan bukti beberapa video rekaman yang menunjukkan Papanya mengantarkan pemeriksaan ke sebuah dokter kandungan lalu dia pergi meninggalkan wanita itu.Sebelum pamit, terlihat jelas di video itu Papanya memeluk dan mencium kening wanita muda yang diduga selingkuhannya."Apa artinya ini... aku kena karma?" Mamanya terucap sebuah kalimat yang membuat anaknya bingung.Karma?Apa maksudnya..."Ma, jangan berpikiran yang buruk dulu seperti itu. Kita belum tahu kebenarannya.""Kamu ini buta ya Ronald? Jelas-jelas itu Papamu sama wanita lain. Kalau masih belum
"Siapa yang tahu kalau ternyata Papa bisa telat datang saat meeting, apa Mama tidak membangunkan Papa semalam?" Simon tertawa saat melihat Papanya datang dengan mengendap-endap dari belakang.Salah seorang staff-nya sedang presentasi soal project baru yang mereka tangani. Untung saja ruangan sedikit gelap di bagian belakang karena semua orang sedang fokus pada layar di depan."Hush!"Papanya menyenggol bahu anaknya. Tak lupa ia meletakkan telunjuk di depan bibir agar semakin menekankan perintah."Haha, aku tahu Pa. Semalaman Papa pasti dibuat tidak bisa beranjak dari tempat tidur ya sama Mama? Haha, kalian ini sudah tua tapi masih saja tetap hot!" Tukas Simon.Seandainya saja anaknya tahu dengan siapa semalam dia bergulat di ranjang!"Sudah, berikan aku hand out dari materi presentasi Alessandro itu. Biar aku pelajari!" Papanya mencoba mengalihkan perhatian sang anak."Baca saja punyaku ini, Pa!" Rupanya Ronald sudah ada di meja meeting juga. Tapi sejak tadi sengaja hanya diam.Dia se