"Sungguh tidak disangka," gumam Ethan setelah memeriksa file yang dikirim oleh Vidor, asistennya.Ethan kembali bangkit dari tempat tidurnya dan kembali berjalan ke kamar Nada. Perlahan langkahnya mendekati ranjang Nada di mana Nada masih tidur dengan nyenyak. Bahkan wajah lelahnya masih terlihat jelas meski tidurnya sangat nyenyak. Buktinya kedatangan Ethan sama sekali tidak bisa membuat tidur Nada terganggu.Ethan duduk di tepi ranjang, di samping Nada. Perhatiannya terpatri pada wajah Nada yang lelap. Tampak ragu, Ethan mengulurkan tangan dan secara hati-hati membelai rambut Nada. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Nada."Apa yang kamu sembunyikan dariku? Kenapa menanggungnya sendiri? Bukankah kita suami istri?" gumam Ethan lirih.Cukup lama Ethan duduk di ranjang Nada dengan memandangi wajahnya. Ada pikiran yang terselip tentang wanita yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Mengingat apa yang dikirimkan Vidor padanya beberapa menit lalu, Ethan merasa kesal
“Sudahlah, tidak apa-apa. Sebaiknya kamu cepat mandi! Bukankah kamu harus bekerja?” Ethan menepis tangan Nada.Nada terdiam dengan tatapan merasa bersalah dan sedih mendapati sikap Ethan masih dingin dan acuh tak acuh padanya. Dia pun menarik kembali tubuhnya sendiri untuk kembali duduk bersandar pada tempat tidur. Kini wajah Nada tertunduk menahan kesedihan. Dia pikir Ethan masih marah padanya karena cincin itu.Ethan sudah bangkit dan berdiri. Melihat Nada tertunduk dan sedih, langkahnya pun terhenti dan niat untuk meninggalkan kamar Nada juga tertahan. Ethan kembali memutar tubuh menghadap Nada. Ada rasa sakit yang dia rasakan ketika melihat wajah sedih istrinya itu.“Nada, aku-““Aku akan menyiapkan sarapan,” ucap Nada memotong perkataan Ethan. Dia juga langsung bangkit dan merangkak turun dari tempat tidurnya tanpa melihat Ethan, apalagi mendengarkan apa yang akan dikatakan Ethan.Ethan terdiam melihat Nada berlalu begitu saja melintas di hadapannya dan meninggalkannya sendiri de
"Aku akan mencoba membuat desain sama persis dengan cincin itu," jawab Nada sedikit gugup.Dia tidak yakin Ethan setuju dengan idenya ini. Hanya saja tidak ada cara lain untuk menebus kesalahannya dan menggantikan cincin yang telah ia hilangkan. Meski dia yakin Ethan pasti tidak setuju, tapi menurutnya tidak ada salahnya mencoba. Nada tidak berani melihat wajah Ethan. Dia takut pria di sampingnya itu akan menertawakannya atau semakin marah padanya setelah mendengar janjinya."Mungkin kamu bisa membuat desain yang sama persis, tapi bagaimana dengan bahan dan juga caramu bisa mendapatkan cincin itu?" tanya Ethan menatap lekat Nada."Aku akan bekerja lebih giat lagi untuk mengumpulkan uang. Bila perlu aku akan mencari pekerjaan tambahan untuk mengumpulkan uang meski itu sangat sulit dan membutuhkan waktu lama, tapi aku akan mencarinya," ucap Nada dengan keyakinan penuh.Ethan tersenyum, bahkan senyumnya itu hampir menjadi tawa. Dia bukan mencibir semua perkataan Nada, hanya saja menurun
"Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanya Vidor setelah menerima pesan Ethan dan menemuinya."Aku pernah melihat Nada datang ke rumah sakit ini," jawab Ethan.Ethan memperhatikan bangunan besar dengan tulisan besar pula. Bangunan itu adalah rumah sakit yang pernah didatangi Nada dan beberapa kali Ethan melihat istrinya itu datang ke sana. Dia pikir akan menemukan bukti atau kejutan yang lain yang akan memperjelas dan meyakinkan siapa Nada sebenarnya."Apa hubungannya dengan rumah sakit ini? Apa kamu pikir istrimu memiliki penyakit yang dia sembunyikan darimu?" Vidor masih belum mengerti."Entahlah, aku juga tidak tau, makanya aku mengajakmu ke sini untuk mencari tau," jawab Ethan. Dia juga tidak yakin apa yang ingin dia cari di rumah sakit itu."Tapi istrimu terlihat segar. Tidak ada tanda-tanda bila dia sakit," ucap Vidor mengomentari Nada."Aku harap begitu. Aku hanya tidak ingin terlambat mengetahui untuk kedua kalinya," balas Ethan.Tanpa dijelaskan, Vidor sudah mengerti apa art
"Beri aku alamatnya!" Ethan langsung memutar tubuh dan bergegas pergi setelah mendapatkan notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya. Tidak rugi dia membayar Vidor mahal untuk menjadi asistennya karena pria itu selalu bisa diandalkan.Dengan menggunakan jasa taksi, Ethan pergi ke alamat yang diberikan oleh Vidor padanya. Ada sedikit kecemasan dalam hatinya. Bukan karena takut Nada meninggalkannya, tapi dia khawatir pada kondisi kesehatan istrinya itu."Ini, Pak!" Ethan memberikan selembar uang kertas seratus ribuan pada pada sopir taksi."Kembaliannya, Tuan." "Tidak usah, ambil saja!" tolak Ethan tidak mau sopir itu memberi uang kembalian padanya.Ethan segera bergegas menutup pintu taksi dan berjalan santai juga tenang mendekati tempat yang dikatakan Vidor melihat Nada sedang bekerja di sana. Sebuah restauran kelas menengah ke atas, disanalah Nada bekerja paruh waktu setelah pulang kerja dari perusahaan.Ethan membenarkan topi yang selalu dia pakai setiap kali keluar dari rumah, tid
"Ethan, jangan macam-macam! Aku baru bekerja beberapa hari di sini." Nada geram mendengar usulan Ethan.Ethan tersenyum menggelitik melihat wajah marah Nada. Baginya ekspresi semacam itu bukanlah ekspresi marah, melainkan ekspresi yang sangat imut dan membuatnya semakin gemas. Hanya saja semua itu ditekan dalam hatinya. Dia tidak mungkin mengungkapkan pada Nada, apalagi ada Vidor bersama mereka."Oke- oke. Aku yang akan bayar makanan kalian, tapi menunya aku yang pilihkan," putus Nada merasa jengah melihat Ethan menertawakannya.Dia kesal dan tidak ingin berdebat dengan Ethan di depan banyak orang, apalagi di tempat kerjanya. Tidak mau namanya tercemar oleh ulah Ethan, lebih baik Nada memilih mengalah."Tidak perlu, Nona Nada. Aku yang akan membayarnya. Kamu tenang saja! Aku punya uang," sahut Vidor mengakhiri perdebatan keduanya.Nada melihat dan menatap Vidor lekat untuk beberapa saat. Sorot matanya masih tidak yakin kalau Vidor memiliki uang banyak untuk membayar makanan yang merek
"Emmm." Tubuh Nada menggeliyat saat Ethan membaringkan di atas tempat tidur."Hust... tidurlah!" lirih Ethan saat Nada bergerak dengan mata terpejam.Ethan tidak membangunkan saat mereka tiba di rumah. Melihat istrinya tidur dengan nyenyak, rasa kasihan tiba-tiba muncul. Terlebih saat melihat wajah lelah Nada. Bagaimanapun menurutnya rasa lelah Nada, dia juga yang ikut andil.Setelah memastikan Nada tidur dengan posisi nyaman, Ethan tidak segera beranjak dari tempat tidurnya. Pria itu malah membaringkan tubuh di sisi Nada dengan posisi miring menghadap Nada. Menggunakan satu tangan menyangga kepala, Ethan memperhatikan dan memandangi wajah Nada.Bibirnya kembali menyunggingkan senyum yang cukup manis dengan pesonanya. Sayangnya, Nada tertidur. Andai dia bangun dan melihatnya, pasti akan terpesona juga.Perlahan dan sangat hati-hati, tangannya bergerak mendekati wajah Nada. Seperti enggan mengganggu sang istri, namun ingin menyentuhnya. Ethan membelai wajah Nada dengan sangat lembut da
"Nada, kamu jangan khawatir! Meski tidak menang, paling tidak karyamu akan dilihat oleh orang terpenting, pemilik perusahaan ini. Paling tidak kamu sudah memiliki nama di depan matanya." Melihat Nada lesu dan seperti tidak yakin, James merasa bersalah. Dia pun berusaha menghibur."Apa itu benar?" Mata Nada berbinar."Ya. Kamu hanya butuh mempersiapkan diri untuk ini." James menyambut dengan senyum."Aku pasti melakukannya." Nada mengangguk mengerti.Dia pikir harus mempersiapkan diri dengan baik. Bukan hanya karya yang diciptakan, tapi penampilan pun harus diperhatikan saat menghadiri kompetisi itu. Dia harus mempersiapkan diri juga.Sehari sebelum acara itu dilaksanakan, Nada merasa resah dan gelisah. "Nada, ada apa?" Ethan heran melihat Nada berjalan mondar-mandir seperti orang bingung di depan kamarnya, juga keluar-masuk ke dalam kamar."Ethan, menurutmu, apakah aku harus beli pakaian untuk menghadiri kompetisi besok?" Ethan tidak segera menjawab pertanyaan Nada, dia malah memp
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber