"Beri aku alamatnya!" Ethan langsung memutar tubuh dan bergegas pergi setelah mendapatkan notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya. Tidak rugi dia membayar Vidor mahal untuk menjadi asistennya karena pria itu selalu bisa diandalkan.Dengan menggunakan jasa taksi, Ethan pergi ke alamat yang diberikan oleh Vidor padanya. Ada sedikit kecemasan dalam hatinya. Bukan karena takut Nada meninggalkannya, tapi dia khawatir pada kondisi kesehatan istrinya itu."Ini, Pak!" Ethan memberikan selembar uang kertas seratus ribuan pada pada sopir taksi."Kembaliannya, Tuan." "Tidak usah, ambil saja!" tolak Ethan tidak mau sopir itu memberi uang kembalian padanya.Ethan segera bergegas menutup pintu taksi dan berjalan santai juga tenang mendekati tempat yang dikatakan Vidor melihat Nada sedang bekerja di sana. Sebuah restauran kelas menengah ke atas, disanalah Nada bekerja paruh waktu setelah pulang kerja dari perusahaan.Ethan membenarkan topi yang selalu dia pakai setiap kali keluar dari rumah, tid
"Ethan, jangan macam-macam! Aku baru bekerja beberapa hari di sini." Nada geram mendengar usulan Ethan.Ethan tersenyum menggelitik melihat wajah marah Nada. Baginya ekspresi semacam itu bukanlah ekspresi marah, melainkan ekspresi yang sangat imut dan membuatnya semakin gemas. Hanya saja semua itu ditekan dalam hatinya. Dia tidak mungkin mengungkapkan pada Nada, apalagi ada Vidor bersama mereka."Oke- oke. Aku yang akan bayar makanan kalian, tapi menunya aku yang pilihkan," putus Nada merasa jengah melihat Ethan menertawakannya.Dia kesal dan tidak ingin berdebat dengan Ethan di depan banyak orang, apalagi di tempat kerjanya. Tidak mau namanya tercemar oleh ulah Ethan, lebih baik Nada memilih mengalah."Tidak perlu, Nona Nada. Aku yang akan membayarnya. Kamu tenang saja! Aku punya uang," sahut Vidor mengakhiri perdebatan keduanya.Nada melihat dan menatap Vidor lekat untuk beberapa saat. Sorot matanya masih tidak yakin kalau Vidor memiliki uang banyak untuk membayar makanan yang merek
"Emmm." Tubuh Nada menggeliyat saat Ethan membaringkan di atas tempat tidur."Hust... tidurlah!" lirih Ethan saat Nada bergerak dengan mata terpejam.Ethan tidak membangunkan saat mereka tiba di rumah. Melihat istrinya tidur dengan nyenyak, rasa kasihan tiba-tiba muncul. Terlebih saat melihat wajah lelah Nada. Bagaimanapun menurutnya rasa lelah Nada, dia juga yang ikut andil.Setelah memastikan Nada tidur dengan posisi nyaman, Ethan tidak segera beranjak dari tempat tidurnya. Pria itu malah membaringkan tubuh di sisi Nada dengan posisi miring menghadap Nada. Menggunakan satu tangan menyangga kepala, Ethan memperhatikan dan memandangi wajah Nada.Bibirnya kembali menyunggingkan senyum yang cukup manis dengan pesonanya. Sayangnya, Nada tertidur. Andai dia bangun dan melihatnya, pasti akan terpesona juga.Perlahan dan sangat hati-hati, tangannya bergerak mendekati wajah Nada. Seperti enggan mengganggu sang istri, namun ingin menyentuhnya. Ethan membelai wajah Nada dengan sangat lembut da
"Nada, kamu jangan khawatir! Meski tidak menang, paling tidak karyamu akan dilihat oleh orang terpenting, pemilik perusahaan ini. Paling tidak kamu sudah memiliki nama di depan matanya." Melihat Nada lesu dan seperti tidak yakin, James merasa bersalah. Dia pun berusaha menghibur."Apa itu benar?" Mata Nada berbinar."Ya. Kamu hanya butuh mempersiapkan diri untuk ini." James menyambut dengan senyum."Aku pasti melakukannya." Nada mengangguk mengerti.Dia pikir harus mempersiapkan diri dengan baik. Bukan hanya karya yang diciptakan, tapi penampilan pun harus diperhatikan saat menghadiri kompetisi itu. Dia harus mempersiapkan diri juga.Sehari sebelum acara itu dilaksanakan, Nada merasa resah dan gelisah. "Nada, ada apa?" Ethan heran melihat Nada berjalan mondar-mandir seperti orang bingung di depan kamarnya, juga keluar-masuk ke dalam kamar."Ethan, menurutmu, apakah aku harus beli pakaian untuk menghadiri kompetisi besok?" Ethan tidak segera menjawab pertanyaan Nada, dia malah memp
"Apa tidak bisa menemani aku?" Nada menunjukkan wajah sedih di pagi hari.Ethan semakin menarik rapat tubuh Nada masuk ke dalam pelukannya. Semalam Ethan tidur di kamar Nada karena mereka telah mencapai sepakat untuk melupakan perjanjian yang pernah mereka ucapkan sesaat setelah pernikahan. Keduanya sudah saling mengakui perasaan masing-masing. Nada juga telah mengakui siapa dirinya dan apa yang sebenarnya terjadi hingga mereka bisa menikah."Maafkan aku," sesal Ethan.Ethan melonggarkan pelukannya agar Nada bisa mendongak untuk melihatnya."Tapi kamu jangan khawatir! Setelah pekerjaanku selesai, aku segera datang," sambungnya."Tapi aku ingin kamu melihat presentasiku," ucap Nada dengan tatapan penuh harap.Ethan tersenyum hangat."Aku pasti akan melihatmu," janjinya.Nada mencari kesungguhan dalam manik mata Ethan dan dia menemukannya. Melihat hal itu hatinya menjadi tenang. Nada kembali menyembunyikan wajah dalam dada bidang Ethan dan menikmati kehangatan tubuh Ethan."Aku takut,
Jantung Nada berdebar-debar dan mungkin bukan hanya dia saja yang merasakan hal itu. Semua peserta dan mungkin juga semua orang yang ada di dalam gedung itu sedang merasakan hal yang sama. Mereka sama-sama menantikan hasil penilaian dari tim juri.Jude tersenyum melihat Nada meremas jemarinya sendiri karena gugup dan gelisah menunggu penilaian dan pengumuman. Pria itu melirik benda pipih di pergelangan tangannya melihat penunjuk waktu."Beberapa menit lagi," lirihnya kembali melirik ke arah Nada."Tuan, bagaimana kalau aku tidak berhasil?" Nada menatap nanar Jude. Dia khawatir tidak menang dan mengecewakan perusahaan."Dalam kompetisi pasti ada kalah dan menang. Anda sudah memberikan yang terbaik," ucap Jude.Nada terharu mendengar tanggapan Jude. Pria itu benar-benar bijaksana di depan matanya.Hingga akhirnya pembawa acara menghentikan kebisingan para penghuni gedung. Ssemua terlihat serius dan tegang. Seolah semua orang mengarahkan pandang dan juga pendengaran mereka pada satu titi
"Ethan, jangan lakukan ini! Aku malu." Wajah Nada semakin merona kala tangan Ethan semakin erat melingkar pada pinggangnya.Cup.Satu kecupan mendarat tepat pada bibir Nada. Jelas saja hal ini membuat Nada kaget setengah mati, bahkan wajahnya langsung terasa panas seperti terbakar. Ditambah dengan sorak dan tepuk tangan dari banyak orang yang hadir di dalam gedung itu, Nada semakin tidak berani menatap mereka.Ethan jelas tidak membiarkan hal itu terjadi. Dengan jarinya yang kokoh diangkatnya wajah Nada dengan menjungkit dagunya hingga mata mereka kembali saling beradu."Kamu harus siap, Sayang," lirih Ethan.Mendengar Ethan memanggilnya sayang, kembali wajah Nada merona bak tomat ranum yang menggoda untuk segera di santap.Ya, bagaimanapun Nada harus siap dengan ketenaran yang dimiliki Ethan. Dia juga harus siap dengan kehidupan Ethan yang tidak dia ketahui sebagai Ethan Andrew yang sebenarnya."Ehem." Tidak mau berlama-lama membuat orang banyak penasaran karena suara tanya mereka t
"Danica, ada apa?"Dolly berjalan mendekati Danica dan masih dengan wajah kesal karena putrinya itu telah mengganggu kesenangannya siang ini, namun wajahnya lebih segar. Aroma harum sabun melekat pada seluruh tubuhnya sepertinya Dolly habis mandi."Kenapa wajahmu jelek sekali?" sambung Dolly memperhatikan wajah Danica.Dia duduk di depan Danica yang tampak frustasi dan marah, sedangkan Vincent telah rapi dengan pakaian kerjanya. Pria itu setelah melakukan olahraga siang yang tidak sempurna, kini harus kembali bekerja, namun sebelum benar-benar pergi, dia pun duduk di samping Dolly. Sama seperti istrinya, pria itu juga memperhatikan wajah Danica dengan penuh heran dan kesal. Dia ingin mendengar penjelasan dari Danica, kenapa sampai mengganggu mereka?Danica menegakkan duduknya dan kini lebih condong ke arah Dolly dan Vincent. Bola matanya mengedar dan terbagi pada orang tuanya. Untuk beberapa saat tatapan itu melekat dan kembali terbayang posisi kedua orang tuanya itu di saat dia memb
"Aku-"Anak itu kembali ketakutan setelah melihat Ethan sejenak. Perlahan kakinya melangkah mundur menjauhi Ethan dan kembali wajahnya tertunduk dalam. Kedua tangannya saling meremas di depan perut."Huh ... aku pikir pria kecil ini pemberani dan bertanggung jawab. Ternyata nyalinya ciut juga," ucap Ethan dengan tawa kecil meledek, tapi sesungguhnya bercanda menggoda.Dia memang sempat marah karena anak itu hampir membahayakan istri dan anak dalam kandungan Nada. Hanya saja setelah melihat Nada memperlakukan dengan manis dan lembut, bahkan memaafkannya dengan mudah, kemarahan itu berangsur surut dan menghilang. Terlebih saat melihat wajah manis dan kata maaf yang diucapkan.Ethan merasa meski umur anak itu masih kanak-kanak, tapi dia telah belajar bertanggung jawab. Dengan kembali mendekati Nada dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, menunjukkan etika yang baik. Dia terharu oleh sikap berani anak kecil itu.Mendengar tawa kecil Ethan, perlahan anak itu mem
Tujuh bulan lewat usia kehamilan Nada."Ethan, kenapa jalannya lambat banget?" Sejak berangkat dari rumah sakit tiga puluh menit lalu, Nada merasa jarak yang mereka tempuh masih sangat dekat. Bahkan sebagian besar kendaraan dan bisa dikatakan semua kendaraan yang tadinya melaju di belakang mereka telah mendahului. Mungkin juga mereka telah sampai di tempat tujuan dan sudah melakukan pekerjaan.Ethan tersenyum menanggapi protes istrinya sembari memberi lirikan teduh."Ethan, cepatlah sedikit! Mau sampai kantor jam berapa kalau kamu bawa mobilnya kayak siput begini?" Nada mulai sedikit kesal."Sayang, aku sedang membawa wanita hamil. Mana boleh melajukan kendaraan cepat-cepat? Itu sangat berbahaya," ucap Ethan sembari condong ke arah Nada. "Kamu ingat kata dokter tadi? Kehamilanmu mulai besar, kamu harus hati-hati dalam bergerak. Tidak boleh melakukan gerakan secara berlebihan," sambungnya. Ethan mengingatkan Nada pesan dokter pada mereka.Siang ini mereka bar
"Apa aku sekejam itu?" Tiba-tiba Ethan mendorong pintu dan berjalan mendekati mereka.Tatapan dan wajahnya dingin penuh rasa kecewa atas perkataan Nada yang dia dengar dari balik pintu. Bahkan langkahnya tegas seperti langkah dewa perang siap menebas musuh yang menghadang, meski sebenarnya Ethan berjalan normal. Bahkan terbilang lebih lambat dari biasanya."Ethan?" Mata Nada membulat sempurna.Nada dan Serly terkejut setengah mati melihat kedatangan Ethan. Namun, rasa terkejut Serly tidak sebanding dengan rasa terkejut yang dialami Nada. Bukan hanya kedatangan Ethan saja yang membuatnya hampir shock, tapi juga kata-kata yang diucapkan suaminya, serta cara Ethan melihatnya membuat hati Nada bergetar. Namun, seluruh tubuhnya dingin dan membeku.Bahkan, angin yang terbentur oleh tubuh Ethan terasa mencekam baginya. Hingga saat Ethan menghentikan langkah dan berdiri tegak di hadapan dengan sorot mata lekat nan tajam yang sulit diartikan sebagai tatapan cinta, Nada masih membeku membalas
Semakin hari Ethan merasa istrinya semakin terlihat aneh dan berbeda, seolah istrinya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah ini hanya pemikiran dan dugaannya saja atau memang ada yang disembunyikan oleh Nada darinya? Yang pasti, Ethan merasa kebiasaan istrinya sedikit berbeda dari biasanya."Sayang," panggil Ethan.Sembari menyebut nama Nada, Ethan meraba-raba tempat tidur di sampingnya di mana Nada tidur bersamanya. Tidak ada. Tempat tidur di sampingnya kembali kosong ketika matanya terbuka di pagi hari. Hal seperti ini sudah terjadi beberapa kali dalam beberapa hari ini.Ethan mengarahkan pandangnya pada pintu kamar mandi dan memasang telinga. Sama seperti pagi biasanya, suara gemericik air terdengar cukup berisik. Bisa dipastikan beberapa saat lagi Nada pasti akan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Nada sembari mengusap wajah menggunakan handuk kecil.Seperti perkiraan Ethan, dalam hitungan menit pintu kamar mandi
"Sayang, ayo bangun ganti baju dulu!" Ethan menarik tangan Nada memintanya bangun setelah membantu istrinya melepaskan high heels."Tidak mau, Ethan. Aku ngantuk banget. Aku mau langsung tidur saja," tolak Nada melepaskan tangan Ethan dan kembali memeluk guling."Sayang, kamu tidak akan tidur nyenyak menggunakan pakaian ini. Lagi pula kamu belum cuci muka." Ethan terus membujuk agar istrinya mau bangun sebentar berganti pakaian dan mencuci wajah untuk menghilangkan riasan sisa pesta. Sayangnya, tidak berhasil. Rasa kantuk telah menguasai istrinya. Selain malam memang telah larut, kemungkinan besar Nada juga lelah meladeni tamu dan teman-temannya saat pesta karena bagaimanapun malam ini mereka adalah bintang party.Tidak berhasil membujuk juga tidak mau mengganggu tidur lelap istrinya, akhirnya Ethan memutuskan membantu mengganti pakaian Nada. Meski sedikit kesusahan, tapi akhirnya berhasil menukar gaun Nada dengan pakaian tidur."Akhirnya," desahnya lega melihat istrinya telah menggu
"Ethan, sebenarnya kita mau ke mana?" Nada bingung. Sepulang kerja, Ethan menyuruhnya segera mandi dan berdandan. Dia juga memberikan gaun dan high heels baru yang senada. Katanya sih ada undangan makan malam dari kolega, tapi gelagat yang diberikan suaminya itu cukup membuatnya curiga."Makan malam, Sayang." Jawaban ini yang selalu diberikan Ethan setiap kali Nada bertanya."Hanya makan malam, kenapa harus dandan cantik dan menggunakan gaun semewah ini?" gumamnya setengah menggerutu.Ethan tersenyum mendengar protes istrinya, terlebih melihat wajah cemberut dan kesal Nada yang disembunyikan. Dengan lembut meraih tangan Nada, lalu memberikan satu kecupan pada punggung tangan yang memiliki aroma wangi dari lotion yang dipakainya."Istriku memang harus selalu terlihat cantik," goda Ethan.Nada tersenyum memberi mencibir pada ucapan Ethan."Bagaimana kalau kolegamu tertarik pada kecantikanku, lalu jatuh cinta dan ingin memiliki aku? Apa kamu rela?" Kini giliran Nada yang menggoda.Senyu
"Ethan, biarkan aku masak untuk kita!" "Tidak boleh!" larang Ethan tegas. "Kamu baru pulang dari rumah sakit. Biarkan bibi saja yang membuat sarapan untuk kita. Kamu istirahat bersamaku saja di sini!" sambungnya."Tapi?" Nada menatapnya lekat, namun sedikit terselip keraguan dan menunjukkan bila dia sedang memikirkan sesuatu.Ada sorot sedih dalam matanya. Bukan sedih karena tidak diperbolehkan membuat sarapan, tapi sedih karena sejak Ethan kembali, suaminya itu langsung menemaninya di rumah sakit. Dia tau dan memahami rasa lelah dan capek yang Ethan rasakan, makanya setelah diperbolehkan pulang kemarin sore dan istirahat malam hari, pagi ini dia ingin membuat sarapan spesial."Sayang." Ethan meraih tangan Nada dan membawanya kembali berbaring dalam dekapan. "Aku belum lapar, aku hanya ingin bersamamu," sambungnya menghibur sembari mengeratkan pelukan dan semakin dalam membawa tubuh Nada masuk ke dalam selimut kehangatan.Sebenarnya Nada ingin kembali mencari alasan agar Ethan mau me
"Sayang, ada apa?" Ethan bingung dan khawatir ketika melihat Nada melepaskan pelukannya dan kembali bangun dari baringnya, lalu duduk menatap lekat. Dia pun turut bangun dan duduk berhadapan. Sekali lagi manik matanya menyelidik keanehan pada cara pandang Nada padanya."Sayang, ada apa?" Sekali lagi Ethan melontarkan pertanyaan yang sama.Seperti bumi bergerak sangat lambat, begitulah kedua tangan Nada bergerak sangat lambat mendekati wajah Ethan, lalu mendekapnya. Sorot matanya masih sama, tidak berubah sama sekali. Tatapan lekat seolah mencari sesuatu kepastian. Dalam manik mata yang kembali mulai berembun dan berkaca-kaca terlihat dengan jelas Nada sedang memastikan pria di hadapannya benar-benar Ethan, suaminya."Ethan, aku tidak sedang bermimpi, bukan? Ini sungguh kamu, bukan rohmu?" Pertanyaan Nada mampu membuat Ethan tercengang dan kaget, namun menggelitik. Dalam kepalanya tidak habis pikir bila Nada memiliki pikiran konyol seperti itu. Hanya saja, semua yang ditanyakan dan d
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber