"Pak, tolong Anda cek lagi!" minta Nada.Nada pergi ke kantor kepolisian untuk mencari pria pemilik toko yang katanya dibawa pergi oleh rombongan pria berseragam hitam yang dia pikir akan dibawa dan diserahkan ke kantor polisi karena kasus penipuan yang selama ini dilakukan, termasuk menipu dirinya."Tidak ada, Nona. Sejak kemarin pagi sampai saat ini kantor kami tidak mendapat laporan kasus penipuan seperti yang kamu katakan.""Tapi, Pak. Mereka bilang pria itu akan diserahkan pada pihak yang berwenang." Nada masih bertahan dan mengira kalau pihak berwenang dalam menangani kasus seperti ini adalah polisi sehingga dia meminta petugas polisi yang ditemuinya untuk kembali memeriksa laporan kasus hari kemarin sampai pagi ini."Maaf, Nona. Sampai sekarang tidak ada laporan masuk ke kami untuk kasus yang kamu katakan. Mungkin kamu salah dengar," ucap polisi itu mulai jengah karena Nada terus memaksanya.Setelah mendapatkan penjelasan berkali-kali, akhirnya dengan berat hati Nada meninggal
"Siapa di sana?" serunya setengah berteriak dan membuat suaranya bulat agar terdengar berani.Karena tidak ada jawaban, Nada berjalan perlahan dan sangat hati-hati. Penuh rasa was-was, langkah kakinya berjinjit agar tidak menimbulkan suara agar bayangan yang melintas tadi tidak mengetahuinya. Selama tinggal di rumah itu, baru kali ini Nada merasa was-was dan sedikit takut.Sembari membawa sapu dan menggenggamnya dengan posisi siap memukul, Nada memeriksa semua ruang dalam rumahnya. Setelah memeriksa semua ruang, Nada tidak menemukan siapa pun. Hanya tinggal satu ruang lagi yang belum dia periksa, kamar Ethan.Nada berdiri sembari memikirkan apakah dia harus memeriksa kamar Ethan juga atau tidak. Pintu kamar itu masih tertutup dengan rapat. Sejak kejadian itu dan Ethan jarang pulang, kamar itu selalu terkunci rapat dan Nada tidak pernah masuk.Ada helaan napas panjang hingga akhirnya Nada memutuskan memeriksa kamar Ethan. Dia berjalan masih dengan sangat hati-hati. Sesampainya di depan
"Sungguh tidak disangka," gumam Ethan setelah memeriksa file yang dikirim oleh Vidor, asistennya.Ethan kembali bangkit dari tempat tidurnya dan kembali berjalan ke kamar Nada. Perlahan langkahnya mendekati ranjang Nada di mana Nada masih tidur dengan nyenyak. Bahkan wajah lelahnya masih terlihat jelas meski tidurnya sangat nyenyak. Buktinya kedatangan Ethan sama sekali tidak bisa membuat tidur Nada terganggu.Ethan duduk di tepi ranjang, di samping Nada. Perhatiannya terpatri pada wajah Nada yang lelap. Tampak ragu, Ethan mengulurkan tangan dan secara hati-hati membelai rambut Nada. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Nada."Apa yang kamu sembunyikan dariku? Kenapa menanggungnya sendiri? Bukankah kita suami istri?" gumam Ethan lirih.Cukup lama Ethan duduk di ranjang Nada dengan memandangi wajahnya. Ada pikiran yang terselip tentang wanita yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Mengingat apa yang dikirimkan Vidor padanya beberapa menit lalu, Ethan merasa kesal
“Sudahlah, tidak apa-apa. Sebaiknya kamu cepat mandi! Bukankah kamu harus bekerja?” Ethan menepis tangan Nada.Nada terdiam dengan tatapan merasa bersalah dan sedih mendapati sikap Ethan masih dingin dan acuh tak acuh padanya. Dia pun menarik kembali tubuhnya sendiri untuk kembali duduk bersandar pada tempat tidur. Kini wajah Nada tertunduk menahan kesedihan. Dia pikir Ethan masih marah padanya karena cincin itu.Ethan sudah bangkit dan berdiri. Melihat Nada tertunduk dan sedih, langkahnya pun terhenti dan niat untuk meninggalkan kamar Nada juga tertahan. Ethan kembali memutar tubuh menghadap Nada. Ada rasa sakit yang dia rasakan ketika melihat wajah sedih istrinya itu.“Nada, aku-““Aku akan menyiapkan sarapan,” ucap Nada memotong perkataan Ethan. Dia juga langsung bangkit dan merangkak turun dari tempat tidurnya tanpa melihat Ethan, apalagi mendengarkan apa yang akan dikatakan Ethan.Ethan terdiam melihat Nada berlalu begitu saja melintas di hadapannya dan meninggalkannya sendiri de
"Aku akan mencoba membuat desain sama persis dengan cincin itu," jawab Nada sedikit gugup.Dia tidak yakin Ethan setuju dengan idenya ini. Hanya saja tidak ada cara lain untuk menebus kesalahannya dan menggantikan cincin yang telah ia hilangkan. Meski dia yakin Ethan pasti tidak setuju, tapi menurutnya tidak ada salahnya mencoba. Nada tidak berani melihat wajah Ethan. Dia takut pria di sampingnya itu akan menertawakannya atau semakin marah padanya setelah mendengar janjinya."Mungkin kamu bisa membuat desain yang sama persis, tapi bagaimana dengan bahan dan juga caramu bisa mendapatkan cincin itu?" tanya Ethan menatap lekat Nada."Aku akan bekerja lebih giat lagi untuk mengumpulkan uang. Bila perlu aku akan mencari pekerjaan tambahan untuk mengumpulkan uang meski itu sangat sulit dan membutuhkan waktu lama, tapi aku akan mencarinya," ucap Nada dengan keyakinan penuh.Ethan tersenyum, bahkan senyumnya itu hampir menjadi tawa. Dia bukan mencibir semua perkataan Nada, hanya saja menurun
"Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanya Vidor setelah menerima pesan Ethan dan menemuinya."Aku pernah melihat Nada datang ke rumah sakit ini," jawab Ethan.Ethan memperhatikan bangunan besar dengan tulisan besar pula. Bangunan itu adalah rumah sakit yang pernah didatangi Nada dan beberapa kali Ethan melihat istrinya itu datang ke sana. Dia pikir akan menemukan bukti atau kejutan yang lain yang akan memperjelas dan meyakinkan siapa Nada sebenarnya."Apa hubungannya dengan rumah sakit ini? Apa kamu pikir istrimu memiliki penyakit yang dia sembunyikan darimu?" Vidor masih belum mengerti."Entahlah, aku juga tidak tau, makanya aku mengajakmu ke sini untuk mencari tau," jawab Ethan. Dia juga tidak yakin apa yang ingin dia cari di rumah sakit itu."Tapi istrimu terlihat segar. Tidak ada tanda-tanda bila dia sakit," ucap Vidor mengomentari Nada."Aku harap begitu. Aku hanya tidak ingin terlambat mengetahui untuk kedua kalinya," balas Ethan.Tanpa dijelaskan, Vidor sudah mengerti apa art
"Beri aku alamatnya!" Ethan langsung memutar tubuh dan bergegas pergi setelah mendapatkan notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya. Tidak rugi dia membayar Vidor mahal untuk menjadi asistennya karena pria itu selalu bisa diandalkan.Dengan menggunakan jasa taksi, Ethan pergi ke alamat yang diberikan oleh Vidor padanya. Ada sedikit kecemasan dalam hatinya. Bukan karena takut Nada meninggalkannya, tapi dia khawatir pada kondisi kesehatan istrinya itu."Ini, Pak!" Ethan memberikan selembar uang kertas seratus ribuan pada pada sopir taksi."Kembaliannya, Tuan." "Tidak usah, ambil saja!" tolak Ethan tidak mau sopir itu memberi uang kembalian padanya.Ethan segera bergegas menutup pintu taksi dan berjalan santai juga tenang mendekati tempat yang dikatakan Vidor melihat Nada sedang bekerja di sana. Sebuah restauran kelas menengah ke atas, disanalah Nada bekerja paruh waktu setelah pulang kerja dari perusahaan.Ethan membenarkan topi yang selalu dia pakai setiap kali keluar dari rumah, tid
"Ethan, jangan macam-macam! Aku baru bekerja beberapa hari di sini." Nada geram mendengar usulan Ethan.Ethan tersenyum menggelitik melihat wajah marah Nada. Baginya ekspresi semacam itu bukanlah ekspresi marah, melainkan ekspresi yang sangat imut dan membuatnya semakin gemas. Hanya saja semua itu ditekan dalam hatinya. Dia tidak mungkin mengungkapkan pada Nada, apalagi ada Vidor bersama mereka."Oke- oke. Aku yang akan bayar makanan kalian, tapi menunya aku yang pilihkan," putus Nada merasa jengah melihat Ethan menertawakannya.Dia kesal dan tidak ingin berdebat dengan Ethan di depan banyak orang, apalagi di tempat kerjanya. Tidak mau namanya tercemar oleh ulah Ethan, lebih baik Nada memilih mengalah."Tidak perlu, Nona Nada. Aku yang akan membayarnya. Kamu tenang saja! Aku punya uang," sahut Vidor mengakhiri perdebatan keduanya.Nada melihat dan menatap Vidor lekat untuk beberapa saat. Sorot matanya masih tidak yakin kalau Vidor memiliki uang banyak untuk membayar makanan yang merek