Prang!
Suara benda pecah karena dilempar membuat Reza terkejut. Dia sedang berenang di pool belakang rumah sejak satu jam tadi.
Weekend ini dia tidak kemana-mana karena Hani yang datang ke Jakarta. Sejak papa sakit, kekasihnya itu yang gantian datang berkunjung.Reza menyembunyikan wanita itu di apartrmen. Supaya papa tidak curiga dia tetap pulang ke rumah seperti biasa.
"Keluar kalian!" Suara lelaki paruh baya itu terdengar menggelegar seisi rumah.
Reza segera naik dan memakai handuk. Setengah berlari menuju ke kamar. Tak dihiraukannya pandangan beberapa pelayan yang agak risih melihat dia shirtless begitu.
"Papa kenapa?" Dia mengambil tempat duduk di sebelah papanya, sembari menginstruksikan pelayan supaya membersihkan pecahan piring dan makanan yang berserakan di lantai.
"Makanannya enggak enak!" Papi membuang muka. Sejak keluar dari rumah sakit, papi memang menjadi rewel sekali dalam berbagai hal.
Lelaki paruh baya itu melahap puding buah dengan nikmat. Lembutnya puding berpadu dengan buah segar ditambah saus khusus memang menggugah selera makan. "Pinter si Jah masak. Ini enak!" Puding yang tadinya untuk dessert malah habis dimakan papanya sendiri. Menu utama ayam panggang malah tidak disentuh sama sekali. "Suka?" Reza mengambil potongan terakhir sebelum dilahap semua oleh papanya. Dia belum kebagian dari tadi. Rasanya tadi Hani membuat banyak sekali, dan dalam sekejap habis tak bersisa. "Iya enak yang begini seger. Sering-sering aja Jah suruh bikin." Reza menarik napas lega dan mengucap syukur dalam hati. "Papa mau makan nasi? Ada ayam panggang enak juga," tawarnya.Lelaki tua itu menggeleng. Sejak sakit selera makannya berubah. Dia tidak mau terlalu banyak makan nasi dan lauknya kecuali ikan, buah dan sayur. "Bosen. Kamu aja yang makan." Papa menyelesaikan makan, lalu memanggil pelayan untuk membawanya ke kemb
Saya pernah berpikir, bahwa jika saya menikah, itu pasti bukan karena usia saya, namun karena itu cocok untuk satu sama lain.” – Zhang Xinyu***Bismillahirrahmanirrahim. Reza mengucap ijab kabul dengan mantap. Seluruh orang yang menyaksikan berucap syukur. Semua berjalan lancar. Persiapan pernikahan ini boleh dibilang mendadak karena papa meminta untuk disegerakan.Sejak putranya kedapatan sedang berciuman dengan kekasihnya di rumah mereka, lelaki itu segera mengambil langkah cepat. Mereka harus segera dinikahkan. Reza tidak boleh berbuat hal-hal nekat kepada wanita itu, mengingat dia sendiri tahu betul sifat dan watak anaknya.Ibu Hani meneteskan air mata. Ini kali kedua dia menyaksikan putrinya menikah. Dulu, almarhum suaminya yang menikahkan Hani. Sekarang hanya diwakilkan oleh wali hakim. Dia masih tidak percaya kalau sang menantu benar-benar mencintai putrinya. Seperti mimpi ada seorang dari keluarga berada yang jatuh cinta dengan
Reza menjadi geram. Pemandangan di hadapannya membuat hati dan tubuhnya panas. Sudah hampir setengah jam dia menahan dan sekarang rasanya sudah tidak tahan lagi. Si pelaku yang membuat dia panas dingin sedari tadi sebenarnya tidak menyadari kalau apa yang dia lakukan memancing kobaran api bagi seseorang.Hani masih saja meliukkan tubuhnya mengikuti gerakan di layar televisi. Suara musik dan instruksi untuk melakukan sebuah gerakan terdengar nyaring seantero apartemen tempat tinggal mereka sekarang.Setiap pagi setelah membuat sarapan, wanita itu akan melakukan aktifitas ini. Dia ingin membentuk tubuh yang sejak tiga bulan ini menjadi melar. Padahal itulah yang Reza sukai, padat berisi.Gerakan demi gerakan yang Hani lakukan membuat tubuhnya berkeringat, sehingga lekuknya tercetak jelas di balik kaos ketat yang dia pakai.Sebenarnya penampilannya tidak vulgar. Dia hanya memakai celana pendek selutut dan kaos putih setiap kali melakukan aktivita
Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Reza membuka dan segera membalas.“Ko, jam berapa mau ketemuan?””Satu jam lagi. Gue masih ada meeting,” balasnya.“Emang mau ngomong apa, sih?” tanya wanita itu.“Ntar kalau ketemuan.”“Kabarin, ya. Gue mau packing dulu.””Ok.”Reza meletakkan ponselnya dan kembali berkonsentrasi ke depan. Salah seorang timnya sedang mempresentasikan produk terbaru yang akan di-launching bulan depan. Dia harus memilih mana diantara sekian banyak yang sekiranya akan laku terjual di pasar.Pesan dari Vika tadi cukup mengalihkan konsentrasinya untuk beberapa saat. Jika orang lain mungkin tidak akan direspons sama sekali.Selesai.Lelaki itu langsung mengambil alih kendali. Tubuhnya sudah lelah dan butuh istirahat. Biasanya dia akan langsung pulang ke rumah, memakan masakan istrinya dan beristirahat.Namun akhir
Sedari tadi ponselnya berbunyi. Reza masih sibuk membersihkan diri di kamar mandi sejak percintaan panas mereka berakhir kemarin malam. Siulan dan suara nyanyian asal terdengar samar-samar. Wajahnya tersenyum riang membayangkan apa yang akan dberikannnya nanti untuk sang istri. Sebuah kejutan, yang Hani pasti akan suka.Ponsel berbunyi lagi. Dia masih saja tidak sadar dan asyik berbilas. Bertepatan dengan itu, Hani masuk ke kamar untuk memanggil suaminya sarapan. Katanya ada pertemuan penting hari ini dengan seseorang jadi akan pergi pagi-pagi.Padahal hari ini libur, Hani berencana akan mengajak putranya jalan-jalan. Abang minta dibawa ke Dufan. Anak itu senang sekali bahkan setiap libur selalu minta ke situ."Za, udah jam tujuh. Nanti kamu telat." Hani mengetuk pintu kamar mandi."Sebentar, Sayang.""Aku tungguin di bawah. Abang mau sarapan sama papa katanya." Hani hendak berjalan keluar ketika dering ponsel berbunyi lagi.Bebe
Hani melirik ke arah benda pipih yang bergetar sejak tadi. Nama Vikayang terpampang di layarnya. Vikayang? Maksudnya Vika sayang begitu? Huh! Kenapa wanita ini menelepon suaminya pagi-pagi? Sudah hampir dua minggu in, Reza kerap kali kedapatan curi-curi menelepon seseorang. Diam-diam Hani mengeceknya jika suaminya sudah tidur. Nama Vika selalu menjadi yang teratas di panggilan masuk atau panggilan keluar. Ada apa ini? Hani men-zoom foto profile wanita itu. Vika benar-benar cantik. Kulitnya putih, tubuhnya tinggi langsing. Rambutnya hitam panjang dan berwajah glowing. Lalu dia menatap diri. Tubuhnya yang kecil, pendek, juga wajah yang seperti anak sekolahan. Kalau mereka jalan berdua, dia seperti remaja simpanan para sugar daddy. Tangan halusnya mengetuk pintu kamar mandi. "Za. Ada telepon, nih." "Siapa?" Lelaki itu balas berteriak. "Vikayang!" jawab Hani dengan nada ketus. Akhir-akhir ini mood-nya tida
Hani mendorong tubuh Reza yang sedari tadi memeluknya dengan mesra dari belakang. Wanita itu sedang menyusun beberapa bahan kue ke dalam lemari es. Dia merasa mual saat mencium aroma parfum sang suami yang cukup menyengat.Sejak hamil kedua, Hani memang sangat sensitif terhadap aroma apa saja termasuk kue-kue di tokonya. Untunglah ada Nina dan Sherly yang membantu mengelola toko sehingga perkerjaannya lebih ringan. Dua karyawannya itu begitu gesit dan selama ini dapat dipercaya karena amanah.Hani akan memakai masker berlapis-lapis setiap memanggang adonan. Bahkan jika tak sanggup, dia meminta salah satu karyawannya untuk mengerjakan itu.Abang, putranya sekarang lebih banyak dijagakan oleh Ibunya setelah pulang sekolah. Reza membayar seorang pengurus untuk membersihkan apartemen setiap harinya, agar tak menambah beban ibu mertuanya."Kok Mama gitu?" rajuk Reza sembari melepaskan rengkuhannya."Papa bau!""Harum ini, ganteng lagi," bujuk Rez
Reza menatap Hani yang masih tertidur lelap dan mengusap kepalanya dengan lembut. Lelaki itu menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuh istrinya. Dia bergegas bangun dan membersihkan diri, tak lupa menunaikan dua rakaat walaupun bacaannya masih terbata.Setiap hari libur ada seorang guru yang akan datang ke apartemen mereka untuk mengajar mengaji. Tak hanya Reza, abang juga ikut belajar. Hani dan ibunya akan menyimak. Wanita itu belum bisa mengikuti kajian karena kondisinya yang belum memungkinkan.Setelah mengucapkan salam, Reza melipat sajadah dan bersiap-siap berangkat kerja. Hari masih gelap, tetapi dia sudah harus ke kantor untuk menghindari macet.Reza membuka lemari dan tampaklah berbagai kemeja dengan merek ternama berderet di dalamnya. Sebenarnya, pakaiannya yang disimpan di apartemen ini hanya sebagian. Di rumah papanya, Reza bakan punya ruangan tersendiri untuk menyimpan semua perlengkapannya.Baju, sepatu, tas dan barang lain menumpuk dan
Hani menatap bangunan itu dengan perasaan campur aduk. Hari ini Reza membawanya jalan-jalan berdua dan tidak mengatakan akan pergi kemana. Begitu tiba di tempat tujuan, wanita itu speachless dengan apa yang dilihatnya."Suka?" ucap Reza sembari melingkarkan lengan di bahu istrinya.Hani mengangguk dan membalas pelukan itu dengan membenamkan wajah di dadaReza. Wanita itu menagis sesegukan sehingga membuat kaus suaminya basah oleh air mata."Cengeng," goda Reza sembari mengusap kepala Hani. Lelaki itu tertawa geli melihat tingkah sang istri yang kekanakan."Kamu kenapa baik banget sama aku?""Karena kamu istri aku. Sudah seharusnya aku bersikap kayak gini," jawab Reza tulus."Tapi ini berlebihan," ucapnya malu.Reza meraih dagu Hani sehingga kini mereka saling bertatapan. Debar-debar di dada wanita itu semakin kencang ketika tatapan mereka bertautan. Kedua mata hitam pekat itu seakan menghipnotisnya."Gak ada yang berlebihan dari
"Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh."Suara MC terdengar menggema memandu acara. Hari ini seluruh keluarga berkumpul di Masjid Raya untuk menghadiri acara aqiqah putra mereka. Ada bagian dari Masjid yang gedungnya diperuntukkan untuk acara seperti ini. "Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, maka hari ini kita dapat menghadiri acara aqiqah adik Sylvia Pratama binti Reza Pratama. Untuk itu marilah kita ...."Semua orang begitu khidmat mengikuti setiap rangkaian acara, mulai dari pembacaan ayat suci Al Qur'an, sambutan tuan rumah, pencukuran rambut serta doa penutup.Papanya Reza duduk paling depan, walaupun agak canggung saat mengikuti acara. Hal yang sama dirasakan oleh keluarga besar Reza. Namun, semua diwajibkan datang untuk menghormati lelaki
Hari itu cuaca begitu teduh dengan awan yang berarak memenuhi langit. Belum ada tanda-tanda hujan akan turun, tetapi udara cukup sejuk karena angin berembus sepoi-sepoi. Seorang lelaki paruh baya sedang asyik menggendong cucunya di kursi roda. Wajah tuanya tersenyum sembringah sembari mengajak bayi itu berbicara."Kok tidur aja dari tadi? Jawab dong pertanyaan Opa.""Silvya nanti kalau udah gede mau ke Amerika? Ada aunty Krista di sana."Reza yang sejak tadi diam-diam memerhatikan, mengulum senyum saat menyaksikan kejadian itu. Papanya sedang berbicara dengan Sylvia, putrinya yang belum berusia empat puluh hari. Rona bahagia yang terpancar dari wajah tua itu, membuat hatinya menghangat.
Beberapa bulan kemudian.Sedari tadi Reza merasa gelisah, mondar-mandir di depan ruang tunggu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, dia hanya berpasrah diri kepada Tuhan.Reza ingin mendampingi Hani, tetapi dia dilarang masuk. Lelaki itu berulang kali menggosok kedua tangan, kemudian mengusap wajah dan meremas rambut. Mirip seperti seseorang yang sedang frustasi.Sudah satu jam Reza menunggu bersama ibu mertuanya dan beberapa keluarga lain. Jika posisinya begini, lelaki itu merasa serba salah. Apalagi saat terdengar erangan kesakitan dari dalam ruangan itu. Hal yang membuat jantungnya berdetak kencang dan ingin melompat keluar."Duduk saja."Ibu mertuanya menegur karena melihat tingkah Reza yang resah sedari tadi. Wanita paruh baya itu juga merasa gelisah sejak tadi, hanya saja berusaha menenangkan diri.Dokter bilang tali pusar bayinya terlilit sehingga Hani harus dioperasi. Hanya saja wanita itu masih bersikeras ingin melahirkan secara no
Hani menatap Sherly dan Nina secara bergantian dengan perasaan bersalah. Reza sudah tak mengizinkannya bekerja setelah pemeriksaan minggu lalu. Sang suami hanya menginginkannya beristirahat di rumah tanpa melakukan aktivitas yang berat.Kondisi Hani yang semakin payah membuat Reza harus bersikap tegas demi bayi mereka. Jika istrinya membantah, maka lelaki itu akan mengultimatum dengan mengurungnya di apartemen dan mengembalikan ibu ke Yogyakarta.Hani tidak masalah jika harus tinggal di apartemen. Namun, dia tidak rela jika ibunya pulang. Selama hamil, hanya masakan sang ibu yang bisa dia makan."Ibu minta maaf kalau selama ini ada salah sama kalian. Tapi ini keputusan Bapak. Jadi Ibu manut saja," ucap Hani dengan lemas. Matanya menatap sekeliling ruang toko yang sebentar lagi akan ditutup entah untuk berapa lama."Gak apa-apa, Bu. Kami senang ikut Ibu.""Ya, Bu. Kalau memang Bapak gak ngasih izin baiknya Ibu istirahat saja."Hani memeluk Ni
Ruangan dokter itu nampak sejuk di mata. Nuansanya putih, dengan wallpaper abstrak, minimalis tetapi elegan. Di salah satu dindingnya dipasang beberapa poster mengenai kehamilan dan persalinan."Silakan duduk."Seorang dokter kandungan bernama Andini menyambut kedatangan mereka malam itu. Ini dokter yang berbeda dengan yang sebelumnya.Hani ingin mencoba beberapa dokter yang berbeda untuk mencari yang benar-benar cocok. Jika dirasa sudah pas, maka dia tidak akan berpindah dan akan melahirkan bayinya atas bantuan dokter tersebut.Reza menarik sebuah kursi untuk Hani. Sekalipun kandungannya masih kecil, lelaki itu tetap memperlakukan istrinya seperti ratu."Gimana Ibu, apa yang dirasakan sekarang?"
"Akhirnya kalian datang juga. Papi pikir sudah lupa sama orang tua."Reza memeluk papanya erat sementara Hani mencium tangan lelaki paruh baya itu dengan hormat. Pintu rumah besar itu terbuka lebar dan berbagai macam hidangan tersaji di meja untuk menyambut mereka. Hanya sayang, suasana memang sepi karena hanya ditempati oleh orang tua Reza dan pengurus rumah."Maaf kami sibuk, Pi. Hani juga kan lagi hamil," jawab Reza santai.Mereka duduk di sofa sembari berbincang. Hani lebih banyak diam dan mendengarkan. Selain merasa sungkan, dia belum bisa membaur dengan keluarga suaminya. Apalagi sejak awal keluarga Reza tak menyukainya. Walaupun karena pancake semua restu akhirnya bisa didapatkan."Kalian nginap di sini?"Hani menatap Reza. Tadinya mereka hanya ingin mampir sebentar, lalu ke dokter untuk memeriksakan kandungan, karena di hari Sabtu suaminya libur. Abang juga ditinggal bersama ibunya di apartemen."Kayaknya gak, Pi. Hani kan lemes jadi
Hani menggeliat dan merasakan tubuhnya begitu pegal. Wanita itu membuka mata dan merasakan mual mendera perutnya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan semua cairan lambung, hingga tubuhnya menjadi lemas.Hani memutar keran dan mencuci wajah agar merasa lebih segar. Sepertinya dia harus ke dokter untuk memeriksakan diri mengingat kondisinya semakin drop. Dia mengambil handuk dan mengusap wajah lalu bersandar di wastafel.Begitu keluar kamar, Hani terkejut saat melihat jam di dinding. Dia bergegas menunaikan kewajiban sebagai muslim walaupun tubuhnya terasa limbung."Baru bangun, Nak?" tanya Ibunya ketika Hani berjalan menuju dapur.Apartemen ini lebih luas dari rumah mereka di Yogyakarta dulu. Hanya saja tidak ada ruangan yang disekat kecuali kamar, sehingga Hani merasa agak sungkan jika Reza bersikap mesra jika terlihat ibunya. Oleh karena itulah, mereka hanya berani berduaan di kamar.Situasi ini sangat berbeda sewaktu mereka baru menikah k
Reza menatap Hani yang masih tertidur lelap dan mengusap kepalanya dengan lembut. Lelaki itu menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuh istrinya. Dia bergegas bangun dan membersihkan diri, tak lupa menunaikan dua rakaat walaupun bacaannya masih terbata.Setiap hari libur ada seorang guru yang akan datang ke apartemen mereka untuk mengajar mengaji. Tak hanya Reza, abang juga ikut belajar. Hani dan ibunya akan menyimak. Wanita itu belum bisa mengikuti kajian karena kondisinya yang belum memungkinkan.Setelah mengucapkan salam, Reza melipat sajadah dan bersiap-siap berangkat kerja. Hari masih gelap, tetapi dia sudah harus ke kantor untuk menghindari macet.Reza membuka lemari dan tampaklah berbagai kemeja dengan merek ternama berderet di dalamnya. Sebenarnya, pakaiannya yang disimpan di apartemen ini hanya sebagian. Di rumah papanya, Reza bakan punya ruangan tersendiri untuk menyimpan semua perlengkapannya.Baju, sepatu, tas dan barang lain menumpuk dan