Share

Bab 42

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku menarik napas lalu mengembuskannya kasar. Aku tidak boleh terpengaruh oleh gombalan dan rayuannya Reza. Tahan Aletta, harga dirimu lebih mahal dari sekedar ungkapan kata sayang.

Aku berdiri hendak pergi, namun sebelah tanganku ditarik Reza hingga aku terjatuh dipangkuan Reza yang masih duduk di ujung meja rias. Kedua tanganku melingkar memeluk lehernya. Sedangkan tangan Reza, memeluk pinggang rampingku.

Aku berusaha melepaskan diri tapi sulit, semakin aku bergerak, tangan Reza semakin erat memelukku.

“Kamu sangat cantik, Al. Sudah lama aku ingin merasa lebih dekat denganmu.” Reza berucap dengan diakhiri senyum yang manis. Membuatku seperti ditaburi ribuan bunga mawar yang bermekaran.

Ya Tuhan, aku harus apa, aku ingin lepas, tapi nyatanya hatiku menolak. Reza memejamkan mata, dengan wajah yang semakin mendekat.

“Mama! Papa!”

Reza berdiri, melepaskan tubuhku dengan sedikit mendorongnya hingga aku kembali terduduk di kursi meja rias.

Ceklek!

Pintu kamar terbuka, Thalita berdiri deng
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Isabella
lah gimana mau hamil orang belum pernah di apa"in
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
blum peduli sama Alleta blum ngasi hak nya k Alleta .selalu pergi2an mlm pulang pagi .kasian Alleta
goodnovel comment avatar
Isabella
ah Reza bikin aku cembokir seneng deh ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 43

    “Ya Allah, Gusti ... benar juga kata istrimu Za, jangan-jangan kamu, astagfirullah jangan sampai ini terjadi padamu, Reza. Kamu harus segera periksakan kesuburanmu, Za. Kamu pasti punya banyak kenalan dokter, ‘kan? Kamu konsultasikan masalahmu dengan segera, Za!”Mama langsung bereaksi sangat kaget saat aku berkata yang mengarahkan kalau Reza yang bermasalah. Mama sampai memegang perut Reza dan memandangnya khawatir.Reza yang merasa tersudutkan, matanya melotot kearahku dengan meminta pembelaan. Aku yang melihat dia merasa tidak nyaman, malah membalasnya dengan senyum manis dan sesantai mungkin.“Ma, Reza tidak apa-apa, kok. Ini masalah waktu saja, nanti akan ada saatnya, Mama mendapatkan cucu lagi,” ujar Reza melihatku dan Mama bergantian.“Mama takut, Za. Apa benar kalian baik-baik saja, atau kamu lemah kali, Za.” Mendengar perkataan Mama, aku hampir saja terbahak. Segera aku menutup mulut yang sudah penuh dengan cemilan yang disuguhkan Mama.“Ya enggak, Ma. Mama ngaco, nih, udah a

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 44

    “Apa ... si pemuda itu, kamu? Dan si gadis adalah ....”“Sstttt ... siapa pun si pemuda dan si gadis, yang jelas sekarang, pemuda itu merasa sangat bahagia karena bisa selalu dekat dengan pujaan hatinya.”“Za—“ Reza menempelkan telunjuknya di bibirku untuk yang kedua kali.“Walaupun si pemuda tahu, kalau kekasih hatinya belum bisa menerima dia seutuhnya, tapi dia tidak akan lelah untuk selalu menunggu.”“Reza, cukup.”“Kenapa? Aku ‘kan lagi bercerita, Al.”“Lihat mataku, Za.” Aku memegang pipinya agar Reza hanya melihatku.“Matamu indah, sangat indah. Bulu matamu lentik, sangat cantik,” ujarnya dengan menatapku tanpa berkedip.“Apa pemuda itu dirimu dan gadis itu aku? Aku butuh jawaban bukan cerita lagi,” kataku memaksa.Reza menganggukkan kepala dengan tetap tersenyum. Aku tak kuasa jika tidak memeluknya. Aku melingkarkan tangan di pinggangnya, wajahku kusembunyikan di dadanya. Menghirup wangi tubuh dan merasakan detak jantungnya.Reza, memang dulu aku dan dia satu angkatan, tapi bed

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 45

    “Al, Za. Mau ikut gak, kita mau pergi ke luar buat cuci mata!” ujar Mama dari balik pintu.Reza melihat ke arahku dan menggeleng.“Iya, Ma. Kita ikut!” teriakku dari dalam. Reza menekuk wajahnya dengan bibir mengerucut. Aku terkikik geli melihat dia yang seperti anak kecil.“Ayo cepet, Nak. Putrimu sudah menunggu!” ujar Mama lagi.Aku bercermin merapikan penampilanku. Mengoles lipstik yang sudah mulai memudar. Mengambil tas yang tergeletak di atas kasur, lalu berjalan menghampiri pintu.“Al, di sini sajalah, biarkan mereka saja yang pergi.” Reza memegang sebelah tanganku. Aku menggeleng.“Aku ingin cuci mata,” kataku dengan mengedipkan sebelah mata.Pada akhirnya, aku dan Reza pun keluar. Ternyata Mama, Papa dan Thalita sudah hendak berangkat dengan menggunakan mobil Papa.“Hey, kalian mau ikut juga?” tanya Papa.“Iya, Aletta yang pengen,” ujar Reza.“Yasudah, pakai mobil Papa saja. Kamu yang nyetir, Za. Biar Papa duduk di belakang sama Thalita dan Mamamu.”Semakin ditekuklah wajah su

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 46

    Jatuh cinta lagi atau mungkin puber kedua yang saat ini aku rasakan. Duniaku kembali berwarna setelah beberapa waktu mendung menyerang. Kini kabut hitam telah pergi berganti oleh indahnya pelangi.“Al.”“Hmm.”“Kau tidur?”“Tidak.”“Kenapa diam saja, apa yang sedang kau pikirkan? Jangan terlalu memikirkan aku, Al. Aku di sini dan akan tetap seperti ini,” ujar Reza yang langsung menggenggam tanganku.“Jangan begini, Za. Kamu sedang menyetir.” Kutarik kembali tanganku dari genggamannya.“Tahu, siapa bilang aku lagi berkuda. Aku hanya ingin merasakan indahnya menggenggam masa depan.” Aku terkekeh dan Reza mengambil lagi tanganku dan menautkan jarinya dengan jariku.Jalanan mulai menggelap karena kami pulang dari rumah Mama sehabis magrib, dan kami hanya pulang berdua, karena Thalita yang menolak untuk dibawa pulang. Dia bersikeras ingin menginap di rumah Mama, meski aku dan Reza sudah membujuknya.“Aku harus ke klinik sebentar, Al. Apa kau mau ikut, atau mau menungguku di apartemen?” Set

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 47

    Pagi-pagi sekali sekali aku dan Reza sudah kembali ke rumah. Aku bersiap untuk pergi ke kantor, dan Reza pun bersiap untuk pergi ke kliniknya.“Al, ingat ya nanti kita harus pergi ke acara reuniku. Kamu harus ikut,” ujar Reza disela sarapan kita.“Tidak bisa janji, Za. Akan banyak pekerjaan hari ini. Apalagi kemarin aku tidak masuk kerja, pastinya pekerjaanku akan sangat menumpuk, mungkin aku akan lembur,” kataku menjelaskan.“Lembur kerja, apa lembur tidur di atas rooftop?”Aku berhenti mengunyah saat Reza bertanya. Aku menyimpan sendok dan garpu di atas piring. Kedua tangan aku lipat di atas meja dengan mata melihat ke arah Reza.“Kamu tahu waktu itu aku berada di atas rooftop?”Reza mengangguk.“Kamu tahu aku tidur?” tanyaku lagi, dan Reza kembali mengangguk.“Kamu datang ke sana, dan melihatnya sendiri?”“Iya, aku tahu kamu di sana, tahu kamu tidur di sana, dan tahu kalau dirimu ditemani oleh seorang pria yang setia menjagamu,” ucapnya dengan menyimpan sendok yang sedari tadi dia

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 48

    “Aletta tunggu, Al!”Tidak aku pedulikan Reza yang terus berteriak memanggilku. Yang aku inginkan adalah pergi sejauh mungkin. Mengubur semua rasa yang telah tumbuh untuk Reza. Baru kemarin dia membisikkan kata cinta di telingaku, dan kini dia sudah menyakitiku.Jadi ini alasan dia ingin aku datang menghadiri pesta reuninya. Bukan untuk memperkenalkanku pada semua kawannya, tapi ingin menunjukkan bahwa dia telah berhasil menipuku.Mengatakan cinta padahal dia ingin aku terluka. Mengatakan rindu, padahal nyatanya semua palsu. Sayang yang dia katakan mampu membuatku candu, tapi pada akhirnya candu itu membunuhku.Aku mengusap pipiku yang basah karena air mata. Aku berlari ke parkiran dan mencari di mana mobilku berada.“Pak, Pak Ari buka!” Aku berteriak dengan menggedor kaca mobil, tapi rupanya Pak Ari tertidur dan tidak bisa mendengar teriakanku.“Al, tunggu!” Reza memegang pergelangan tanganku.“Lepas.” Aku menepis tangan Reza dengan kasar. Rasanya aku muak berhadapan dengan pria muna

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 49

    Tidak ada kata balasan lagi dari luar. Mungkin dia lelah dan akhirnya pergi? Itu lebih baik. Entah berapa lama aku berada di dalam kamar mandi. Rasanya air hangat pun sudah tidak menghangatkan tubuhku. Aku mulai kedinginan dan sebentar lagi akan menggigil. Aku membuka bajuku dan memakai kimono handuk yang aku bawa. Aku keluar dari kamar mandi dengan mata yang memerah karena menangis. “Al, kamu kedinginan, Sayang?” Rupanya dia masih berada di sini. Pakaian yang basah tadi, sudah dia tanggalkan dan menggantinya dengan yang kering. Reza menghampiriku hendak merangkul tubuhku. Namun, dengan cepat aku menghindar dan menjauh darinya. “Sudah aku bilang, pergi dari sini,” kataku penuh dengan penekanan. “Aku akan menjelaskan semuanya, Al. Aku tidak mau kamu salah paham. Apa yang kamu lihat, tidak seperti yang kamu bayangkan. Wanita tadi bukan Lolita, dia Dokter Lita temanku.” “Cukup! Aku tidak mau mendengarnya lagi. Pergi, atau aku akan berteriak sekencang mungkin.” Aku menatap mata Rez

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 50

    Aku bangkit dari dudukku dan berlari ke depan.“Thalita!!”Aku mengembuskan napas kasar saat sudah tidak ada lagi mobilku di sana. Mereka benar-benar meninggalkanku. Aku kembali ke meja makan, rupanya Reza sudah bersiap untuk pergi ke klinik.“Ayo berangkat, biar aku yang mengantarmu ke kantor,” ajak Reza. Aku melihatnya sebentar lalu kembali fokus pada ponsel.“Aku tidak ingin pergi ke kantor. Berangkat saja,” kataku tanpa menoleh.Reza mendesah, “Gara-gara tidak ingin satu mobil denganku, kamu lebih memilih untuk tidak pergi ke kantor, Al? Kamu kekanak-kanakan, Aletta.”Setelah berucap, Reza bangkit dan pergi. Aku menatap kepergiannya dengan menekuk wajah. Dia tidak lagi membujukku, apa dia benar-benar sudah lelah menghadapiku?“Bu, tidak baik mendiamkan masalah, masalah itu harus dihadapi, bukan ditinggal pergi. Selesaikan dengan bicara dari hati ke hati.”Aku mendongak melihat Bi Wati yang sedang membereskan piring bekas makanku.“Bibi tahu dari mana, saya dan suami saya sedang pu

Bab terbaru

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 2

    Setelah melewati drama yang panjang, kita pun berangkat ke acara yang sangat penting bagi kita. Ya, hari ini adalah peresmian dibukanya, rumah sakit yang Reza bangun dari nol. Berawal dari sebuah klinik, kini Reza bisa mewujudkan impiannya. Memiliki dan membangun rumah sakit atas nama dirinya sendiri.Tujuh tahun menjalani rumah tangga dengan Reza, aku merasa hidupku begitu sempurna. Memiliki suami yang baik dan bertanggung jawab, juga memiliki banyak anak.Dari pernikahan keduaku ini, aku sudah memiliki dua putra kembar, yang lahir lima tahun yang lalu. Dan saat ini, aku juga tengah mengandung sembilan bulan. Kehamilan kedua dari pernikahanku dengan Reza.“Razi, Riza, kok diam saja dari tadi. Marah sama, Mama, ya?” tanyaku pada kedua putra kembarku.“Tidak, biasa saja,” ujar mereka bersamaan.“Kok, pada cemberut, kenapa?” tanyaku lagi.Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.“Mama, mereka itu lagi marahan,” ujar Thalita yang duduk di belakang bersama mereka.“Kok, b

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 1

    “Aduh, sakit, Mas. Pelan-pelan, dong.”“Ini juga udah pelan, Sayang. Kamu tahan dikit, ya?”“Mas-nya jangan buru-buru.”“Iya, ini juga nyantai, kok. Sekarang kok, jadi susah masuknya, ya, Al? Perasaan, waktu yang pertama enggak sesusah ini, deh.”“Apa karena sekarang aku gendutan, terus lubangnya jadi mengecil, ya Mas? Aw, sakit.”“Bisa jadi, Al. Kita udahan aja, ya, gak tega aku liat kamu meringis kesakitan kayak gitu, Al.”“Tapi, aku pengen, Mas. Ayo, coba lagi. Kamu masukinnya yang bener, dong. Jangan salah-salah mulu.”“Iya, ini juga bener. Kita coba lagi, ya?”“Aduuh, sakit!”“Aduh, Al. Aku nyerah, aku gak bisa lanjutin!”Mas Reza mengangkat kedua tangannya, setelah sebelumnya menyimpan sebelah anting berlian milikku di meja rias.Kulihat dari pantulan cermin, dia mengusap keningnya yang berkeringat, lalu memutar pinggang ke kanan dan ke kiri. Mungkin pegal, dari tadi dia membungkukkan badan.Aku merengut, melihat diri di pantulan cermin. Sungguh menyedihkan, sebelah antingku tid

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 65

    Ruangan yang tadinya gelap gulita, kini menjadi terang menderang. Semua orang bersorak menyambut kedatanganku. Aku diam mematung, tidak percaya dengan semua ini. Thalita putriku, dia baik-baik saja dengan memakai gaun berwarna merah muda, dia terlihat sangat cantik dan anggun.Aku menutup mulutku dengan air mata yang sudah berjatuhan. Mereka mengerjaiku? Mereka menipuku dengan kabar penculikan Thalita?“Masuk, dong. Masa diam saja di sana,” ujar orang yang tak asing untukku.Aku melihat satu persatu wajah mereka. Ternyata semuanya ada di sini. Mama dan Papa, Kak Rasyid beserta keluarga istrinya pun turut hadir. Dan juga Dion dia ada di sini.Astaga, aku benar-benar telah mereka tipu.Reza menggiringku untuk semakin mendekati mereka. Aku masih diam, tidak bisa aku berkata-kata.“Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tujuh adikku tersayang,” ucap Kak Rasyid dengan memeluk dan mencium pucuk kepalaku.Aku membalas pelukannya dan menangis di sana. Aku bingung harus berbuat apa. Aku terkeju

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 64

    Dengan diawali kata bismillah, Reza mulai melajukan mobil meninggalkan kediamanku. Tidak ada percakapan antara aku dan Reza. Aku sibuk dengan pikiranku yang terus teringat Thalita. Rasa was-was dan takut akan keselamatan putriku terus membayangiku. Dalam hati aku pun merasa senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan dia.Reza mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan ibu kota di malam hari.“Kita mampir ke klinik dulu, ya, Al?” ucap Reza membuatku menatapnya.“Untuk apa?”“Sebentar saja, aku hanya ingin memberitahu para perawat di sana, kalau aku akan pergi dan tidak akan bisa masuk kerja besok,” ujarnya lannsung berbelok ke arah klinik.Aku berdecak sebal. Sebenarnya aku tidak mau karena akan mengulur waktu untuk aku bertemu Thalita. Entah kenapa, Reza sangat santai dan seperti yang tidak mengkhawatirkan keadaan Thalita.Aku tidak bicara lagi, aku diam sampai dia kembali ke dalam mobil. Saat hendak akan melajukan mobil, tiba-tiba kaca mobil diketuk seseorang dari

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 63

    “Jangan melihatku seperti itu, aku hanya asal bicara,” ujar Reza mengerti isi hatiku.Aku pun mulai menyuapkan sedikit nasi ke dalam mulut. Dengan susah payah aku mengunyah hingga menelannya. Rasanya nasi yang aku makan terasa keras dan mengganjal di tenggorokanku.“Apa kalian punya musuh sebelumnya? Atau adakah yang kalian curigai sebagai penculik Thalita?” tanya Mama. Aku yang hendak menyuapkan nasi lagi, menghentikan tanganku di udara.Seketika ingatanku mengarah pada seseorang yang punya masalah denganku. Lita, apakah mungkin dokter itu yang menculik anakku?“Mungkinkah Lita yang menculik Thalita, Za?” tanyaku pada Reza.Reza mnggeleng cepat.“Itu tidak mungkin, Lita tidak akan melakukan hal senekad ini, Al. Lagipula, jika dia yang menculik Thalita, dia tidak akan meminta imbalan uang, tapi ... mungkin yang lain,” ujar Reza membuatku emosi.Bagaimana mungkin dia seyakin itu kalau bukan Lita yang menculik Thalita, sedangkan dia juga tahu kita sempat terlibat percekcokkan.“Aku yaki

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 62

    Sekarang, kami semua tengah berkumpul di ruang makan. Tidak sedikit pun makanan yang masuk ke dalam perutku. Bagaimana aku bisa makan, kalau putriku saja tidak aku ketahui rimbanya.“Al, dimakan, jangan didiamkan begitu makanannya,” ujar Papa mengingatkan.“Kita juga kehilangan Thalita, bukan Cuma kamu saja. Kamu harus makan agar kamu tidak sakit dan dengan cepat kita akan menemukan anakmu,” ucap Mama.Aku bergeming, bukan karena tidak mendengar teguran mereka, tapi aku tidak memiliki selera makan. Jangankan untuk makan, ingin bernapas lega pun aku tidak bisa jika belum mendapat kepastian tentang Thalita.Dering ponsel milik Reza berbunyi, aku mengangkat kepala berharap Thalita yang menghubungi kita.“Halo,” ucap Reza.Volume ponsel di loadspeaker oleh Reza agar kami bisa mendengar siapa yang menelpon.“Papa.” Aku mengambil ponsel dari tangan Reza.“Sayang, anak Mama, kamu di mana, Nak? Kamu sudah makan belum, Sayang?” tanyaku dengan berurai air mata.“Sudah, Ma. Thalita makan sama ay

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 61

    “Bu, Pak. Maaf, ini tabungan saya selama bekerja di sini, saya ikhlas jika uang ini dipake untuk menebus Thalita, Bu.” Niar, datang dengan membawa amplop berwarna cokelat yang berisikan uang.“Saya juga ingin memberikan tabungan saya untuk menebus Non Thalita,” ucap Pak Ari yang diikuti istrinya Bi Wati.Kami semua tertegun melihat mereka yang datang dengan membawa uang ke hadapan kami.“Maafkan saya, Bu. Ini salah saya, seandainya saya punya kekuatan untuk melawan mereka, Non Thalita tidak akan berhasil mereka culik,” ujar Pak Ari.Aku dan Reza saling pandang, begitu pun Mama dan Papa. Aku sama sekali tidak menyalahkan siapa pun, juga aku tidak pernah berpikiran akan meminta mereka untuk membayar tebusan untuk Thalita. Karena aku pun masih mampu untuk menyediakan uang sebesar itu.“Ni, Pak Ari, juga Bi Wati, saya tidak menyalahkan kalian, saya juga tidak akan menerima uang kalian itu. Saya masih mampu untuk membayar para penculik itu,” kataku melihat mereka yang duduk di lantai.“Kam

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 60

    “Sanggupi, katakan pada mereka, aku menyanggupi memberikan uang satu miliar pada mereka, asal Thalita kembali dalam keadaan selamat,” lanjutku.“Ok, sekarang kita pulang dulu sambil menunggu kabar dari mereka tentang di mana mereka menyekap Thalita.”“Bukannya kita akan ke kantor polisi? Kita lanjutkan saja ke sana,” kataku mengingatkan.“Mereka melarang kita melaporkannya ke polisi, kalau kita nekad, nyawa Thalita taruhannya.”Ya Allah Tuhan. Siapa sebenarnya mereka? Kenapa mereka menculik anakku. Aku semakin tergugu, anakku, belahan jiwaku dalam bahaya.Reza membawaku pulang ke rumah. Sebenarnya aku tidak ingin pulang tanpa Thalita, tapi aku juga tidak ingin bertindak gegabah yang nantinya akan membahayakan Thalita.Bayang-bayang kehilangan orang yang aku sayangi sangat jelas mengganggu pikiranku. Aku sudah kehilangan Mas Mirza, dan sekarang aku juga kehilangan putriku. Tidak, aku tidak mau itu terjadi. Akan aku berikan apa pun yang mereka inginkan asalkan Thalita bisa kembali dalam

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 59

    Reza pun mengikuti saranku. Meskipun tidak ada petunjuk tentang siapa yang menculik Thalita, tapi aku berharap polisi bisa membantuku menemukannya.Suara ponsel di saku jas milik Reza membuat dia dengan terpaksa menghentikan laju mobilnya. Reza menepikan mobil di pinggir jalan yang sepi. Dalam hati aku berdoa kalau bukan dari klinik yang menghubungi Reza. Kalau telpon itu dari klinik, sudah bisa dipastikan Reza akan memutar arah.“Halo, siapa ini?”Aku mengerutkan kening, berarti bukan dari klinik.“Halo, siapa ini. Kenapa menghubungiku?” tanya Reza pada penelpon.“Siapa, Za?” tanyaku.“Tidak tahu, Al. Mungkin orang iseng.”Reza menyimpan ponselnya di dashboard. Baru saja Reza akan menyalakan mobil, dering ponsel kembali mengalihkan fokusnya.“Kamu saja yang angkat, Al,” ujar Reza.Aku pun mengambil ponselnya dan menggeser tombol hijau menerima panggilan.“Halo,” ucapku.“Mama!”Deg!Aku yang menyender, seketika menegakkan tubuh. Menajamkan pendengaran dari suara ponsel yang aku tempe

DMCA.com Protection Status