Share

Bab 45

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Al, Za. Mau ikut gak, kita mau pergi ke luar buat cuci mata!” ujar Mama dari balik pintu.

Reza melihat ke arahku dan menggeleng.

“Iya, Ma. Kita ikut!” teriakku dari dalam. Reza menekuk wajahnya dengan bibir mengerucut. Aku terkikik geli melihat dia yang seperti anak kecil.

“Ayo cepet, Nak. Putrimu sudah menunggu!” ujar Mama lagi.

Aku bercermin merapikan penampilanku. Mengoles lipstik yang sudah mulai memudar. Mengambil tas yang tergeletak di atas kasur, lalu berjalan menghampiri pintu.

“Al, di sini sajalah, biarkan mereka saja yang pergi.” Reza memegang sebelah tanganku. Aku menggeleng.

“Aku ingin cuci mata,” kataku dengan mengedipkan sebelah mata.

Pada akhirnya, aku dan Reza pun keluar. Ternyata Mama, Papa dan Thalita sudah hendak berangkat dengan menggunakan mobil Papa.

“Hey, kalian mau ikut juga?” tanya Papa.

“Iya, Aletta yang pengen,” ujar Reza.

“Yasudah, pakai mobil Papa saja. Kamu yang nyetir, Za. Biar Papa duduk di belakang sama Thalita dan Mamamu.”

Semakin ditekuklah wajah su
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
ah bikin aku nyesek jika ingat murza
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
dah kmu berdua pulang mlm nya mlm pertama dn pecah duren
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 46

    Jatuh cinta lagi atau mungkin puber kedua yang saat ini aku rasakan. Duniaku kembali berwarna setelah beberapa waktu mendung menyerang. Kini kabut hitam telah pergi berganti oleh indahnya pelangi.“Al.”“Hmm.”“Kau tidur?”“Tidak.”“Kenapa diam saja, apa yang sedang kau pikirkan? Jangan terlalu memikirkan aku, Al. Aku di sini dan akan tetap seperti ini,” ujar Reza yang langsung menggenggam tanganku.“Jangan begini, Za. Kamu sedang menyetir.” Kutarik kembali tanganku dari genggamannya.“Tahu, siapa bilang aku lagi berkuda. Aku hanya ingin merasakan indahnya menggenggam masa depan.” Aku terkekeh dan Reza mengambil lagi tanganku dan menautkan jarinya dengan jariku.Jalanan mulai menggelap karena kami pulang dari rumah Mama sehabis magrib, dan kami hanya pulang berdua, karena Thalita yang menolak untuk dibawa pulang. Dia bersikeras ingin menginap di rumah Mama, meski aku dan Reza sudah membujuknya.“Aku harus ke klinik sebentar, Al. Apa kau mau ikut, atau mau menungguku di apartemen?” Set

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 47

    Pagi-pagi sekali sekali aku dan Reza sudah kembali ke rumah. Aku bersiap untuk pergi ke kantor, dan Reza pun bersiap untuk pergi ke kliniknya.“Al, ingat ya nanti kita harus pergi ke acara reuniku. Kamu harus ikut,” ujar Reza disela sarapan kita.“Tidak bisa janji, Za. Akan banyak pekerjaan hari ini. Apalagi kemarin aku tidak masuk kerja, pastinya pekerjaanku akan sangat menumpuk, mungkin aku akan lembur,” kataku menjelaskan.“Lembur kerja, apa lembur tidur di atas rooftop?”Aku berhenti mengunyah saat Reza bertanya. Aku menyimpan sendok dan garpu di atas piring. Kedua tangan aku lipat di atas meja dengan mata melihat ke arah Reza.“Kamu tahu waktu itu aku berada di atas rooftop?”Reza mengangguk.“Kamu tahu aku tidur?” tanyaku lagi, dan Reza kembali mengangguk.“Kamu datang ke sana, dan melihatnya sendiri?”“Iya, aku tahu kamu di sana, tahu kamu tidur di sana, dan tahu kalau dirimu ditemani oleh seorang pria yang setia menjagamu,” ucapnya dengan menyimpan sendok yang sedari tadi dia

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 48

    “Aletta tunggu, Al!”Tidak aku pedulikan Reza yang terus berteriak memanggilku. Yang aku inginkan adalah pergi sejauh mungkin. Mengubur semua rasa yang telah tumbuh untuk Reza. Baru kemarin dia membisikkan kata cinta di telingaku, dan kini dia sudah menyakitiku.Jadi ini alasan dia ingin aku datang menghadiri pesta reuninya. Bukan untuk memperkenalkanku pada semua kawannya, tapi ingin menunjukkan bahwa dia telah berhasil menipuku.Mengatakan cinta padahal dia ingin aku terluka. Mengatakan rindu, padahal nyatanya semua palsu. Sayang yang dia katakan mampu membuatku candu, tapi pada akhirnya candu itu membunuhku.Aku mengusap pipiku yang basah karena air mata. Aku berlari ke parkiran dan mencari di mana mobilku berada.“Pak, Pak Ari buka!” Aku berteriak dengan menggedor kaca mobil, tapi rupanya Pak Ari tertidur dan tidak bisa mendengar teriakanku.“Al, tunggu!” Reza memegang pergelangan tanganku.“Lepas.” Aku menepis tangan Reza dengan kasar. Rasanya aku muak berhadapan dengan pria muna

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 49

    Tidak ada kata balasan lagi dari luar. Mungkin dia lelah dan akhirnya pergi? Itu lebih baik. Entah berapa lama aku berada di dalam kamar mandi. Rasanya air hangat pun sudah tidak menghangatkan tubuhku. Aku mulai kedinginan dan sebentar lagi akan menggigil. Aku membuka bajuku dan memakai kimono handuk yang aku bawa. Aku keluar dari kamar mandi dengan mata yang memerah karena menangis. “Al, kamu kedinginan, Sayang?” Rupanya dia masih berada di sini. Pakaian yang basah tadi, sudah dia tanggalkan dan menggantinya dengan yang kering. Reza menghampiriku hendak merangkul tubuhku. Namun, dengan cepat aku menghindar dan menjauh darinya. “Sudah aku bilang, pergi dari sini,” kataku penuh dengan penekanan. “Aku akan menjelaskan semuanya, Al. Aku tidak mau kamu salah paham. Apa yang kamu lihat, tidak seperti yang kamu bayangkan. Wanita tadi bukan Lolita, dia Dokter Lita temanku.” “Cukup! Aku tidak mau mendengarnya lagi. Pergi, atau aku akan berteriak sekencang mungkin.” Aku menatap mata Rez

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 50

    Aku bangkit dari dudukku dan berlari ke depan.“Thalita!!”Aku mengembuskan napas kasar saat sudah tidak ada lagi mobilku di sana. Mereka benar-benar meninggalkanku. Aku kembali ke meja makan, rupanya Reza sudah bersiap untuk pergi ke klinik.“Ayo berangkat, biar aku yang mengantarmu ke kantor,” ajak Reza. Aku melihatnya sebentar lalu kembali fokus pada ponsel.“Aku tidak ingin pergi ke kantor. Berangkat saja,” kataku tanpa menoleh.Reza mendesah, “Gara-gara tidak ingin satu mobil denganku, kamu lebih memilih untuk tidak pergi ke kantor, Al? Kamu kekanak-kanakan, Aletta.”Setelah berucap, Reza bangkit dan pergi. Aku menatap kepergiannya dengan menekuk wajah. Dia tidak lagi membujukku, apa dia benar-benar sudah lelah menghadapiku?“Bu, tidak baik mendiamkan masalah, masalah itu harus dihadapi, bukan ditinggal pergi. Selesaikan dengan bicara dari hati ke hati.”Aku mendongak melihat Bi Wati yang sedang membereskan piring bekas makanku.“Bibi tahu dari mana, saya dan suami saya sedang pu

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 51

    Tanpa kata lagi, aku pun duduk di kursi yang ditunjuk oleh wanita muda tadi.“Ibu, Ibu Aletta ingin bertemu Bapak?” tanya seorang lelaki yang baru saja masuk.“Iya,” kataku dengan senyum ke arahnya. Dia adalah Dimas, supir ambulan di sini. Dia mengenaliku karena dulu dia yang membawa almarhum suamiku ke rumah sakit.“Mbak Lani, ini Ibu Aletta, istrinya Dokter Reza,” ujar Dimas pada si resepsionis.“Oh, maaf Ibu, saya tidak tahu kalau Ibu istrinya Dokter Reza. Mari, Bu saya antar ke ruangan Bapak,” ujarnya tidak enak. Dia keluar dari mejanya dan menghampiriku.Aku pun mengikuti langkahnya yang membawaku ke ruangan Reza. Setelah sampai di depan ruangan suamiku, Lani pamit untuk kembali ke tempat kerjanya.Aku membuka perlahan pintu dan masuk ke dalam. Kursi dan meja kerjanya kosong, Reza tidak ada di sana. Tapi aku bisa mendengar suara seseorang dari balik tirai penyekat.Dadaku bergemuruh saat telingaku menangkap ada suara seorang perempuan juga di balik tirai itu.“Kamu, kok waktu itu

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 52

    “Permisi,” ucap seorang pria yang masuk ke dalam ruangan. Kami semua melihat ke arah pria paruh baya itu. Dia tercengang saat tatapan kami beradu. Dia kan ....“Ibu Aletta ada di sini? Maaf, saya lancang telah masuk tanpa mengetuk pintu,” ujar pria itu membungkukkan badan.Dia adalah Pak Handi—salah satu satpam di kantorku. Yang aku herankan ialah, kenapa dia datang ke sini?“Tidak apa-apa. Apa Pak Handi sakit?” tanyaku pada pria tua itu.“Oh, tidak, Bu. Saya kemari ingin menjemput Lita, dia anak saya. Maaf, saya tidak bisa masuk kerja karena harus mengantarkan anak saya berobat dulu,” ujar Pak Handi menjelaskan.“Tidak apa-apa, saya mengerti, Pak.” Aku memberikan senyum ramah kepada karyawanku ini.Aku melihat Lita yang wajahnya berubah tidak suka saat Pak Handi datang, apalagi Pak Handi berkata begitu sopan padaku. Ternyata wanita angkuh di sampingku ini adalah anak dari karyawanku. Aku kira dia anak pengusaha atau konglomerat, karena sikap dan penampilannya yang jauh dari kata sede

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 53

    “Kau memanggilku?” tanyaku dengan bersidekap dada.“Apa ada orang lain di sini selain aku dan dirimu?” Lita balik bertanya.“Aku tidak punya urusan denganmu, aku harus pergi untuk mengurus hal yang lebih penting,” kataku hendak melangkah. Namun, Lita menahan lenganku.“Apa yang kamu inginkan dariku?”“Aku ingin kau berpisah dari Reza. Dia adalah milikku,” ucapnya dengan percaya diri.Aku tertawa sumbang mendengar kata yang keluar dari bibirnya. Aku tidak habis pikir, entah di mana letak rasa malunya wanita itu.“Kamu tidak salah bicara ‘kan? Harusnya kata-kata itu untuk dirimu sendiri. Aku adalah istri dari Reza, aku dan dia terikat ikatan suci. Seharusnya, kamulah yang pergi menjauh dari hidup Reza, dia itu milikku,” sentakku di depan wajahnya.“Kamu hanya istri di atas kertas. Reza hanya kamu jadikan pelampiasan atas kematian suamimu. Dia tidak benar-benar mencintaimu. Dia hanya mencintaiku. Kamu tidak tahu, ‘kan kalau dulu aku dan Reza adalah pasangan kekasih yang serasi.”Tidak so

Bab terbaru

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 2

    Setelah melewati drama yang panjang, kita pun berangkat ke acara yang sangat penting bagi kita. Ya, hari ini adalah peresmian dibukanya, rumah sakit yang Reza bangun dari nol. Berawal dari sebuah klinik, kini Reza bisa mewujudkan impiannya. Memiliki dan membangun rumah sakit atas nama dirinya sendiri.Tujuh tahun menjalani rumah tangga dengan Reza, aku merasa hidupku begitu sempurna. Memiliki suami yang baik dan bertanggung jawab, juga memiliki banyak anak.Dari pernikahan keduaku ini, aku sudah memiliki dua putra kembar, yang lahir lima tahun yang lalu. Dan saat ini, aku juga tengah mengandung sembilan bulan. Kehamilan kedua dari pernikahanku dengan Reza.“Razi, Riza, kok diam saja dari tadi. Marah sama, Mama, ya?” tanyaku pada kedua putra kembarku.“Tidak, biasa saja,” ujar mereka bersamaan.“Kok, pada cemberut, kenapa?” tanyaku lagi.Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.“Mama, mereka itu lagi marahan,” ujar Thalita yang duduk di belakang bersama mereka.“Kok, b

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 1

    “Aduh, sakit, Mas. Pelan-pelan, dong.”“Ini juga udah pelan, Sayang. Kamu tahan dikit, ya?”“Mas-nya jangan buru-buru.”“Iya, ini juga nyantai, kok. Sekarang kok, jadi susah masuknya, ya, Al? Perasaan, waktu yang pertama enggak sesusah ini, deh.”“Apa karena sekarang aku gendutan, terus lubangnya jadi mengecil, ya Mas? Aw, sakit.”“Bisa jadi, Al. Kita udahan aja, ya, gak tega aku liat kamu meringis kesakitan kayak gitu, Al.”“Tapi, aku pengen, Mas. Ayo, coba lagi. Kamu masukinnya yang bener, dong. Jangan salah-salah mulu.”“Iya, ini juga bener. Kita coba lagi, ya?”“Aduuh, sakit!”“Aduh, Al. Aku nyerah, aku gak bisa lanjutin!”Mas Reza mengangkat kedua tangannya, setelah sebelumnya menyimpan sebelah anting berlian milikku di meja rias.Kulihat dari pantulan cermin, dia mengusap keningnya yang berkeringat, lalu memutar pinggang ke kanan dan ke kiri. Mungkin pegal, dari tadi dia membungkukkan badan.Aku merengut, melihat diri di pantulan cermin. Sungguh menyedihkan, sebelah antingku tid

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 65

    Ruangan yang tadinya gelap gulita, kini menjadi terang menderang. Semua orang bersorak menyambut kedatanganku. Aku diam mematung, tidak percaya dengan semua ini. Thalita putriku, dia baik-baik saja dengan memakai gaun berwarna merah muda, dia terlihat sangat cantik dan anggun.Aku menutup mulutku dengan air mata yang sudah berjatuhan. Mereka mengerjaiku? Mereka menipuku dengan kabar penculikan Thalita?“Masuk, dong. Masa diam saja di sana,” ujar orang yang tak asing untukku.Aku melihat satu persatu wajah mereka. Ternyata semuanya ada di sini. Mama dan Papa, Kak Rasyid beserta keluarga istrinya pun turut hadir. Dan juga Dion dia ada di sini.Astaga, aku benar-benar telah mereka tipu.Reza menggiringku untuk semakin mendekati mereka. Aku masih diam, tidak bisa aku berkata-kata.“Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tujuh adikku tersayang,” ucap Kak Rasyid dengan memeluk dan mencium pucuk kepalaku.Aku membalas pelukannya dan menangis di sana. Aku bingung harus berbuat apa. Aku terkeju

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 64

    Dengan diawali kata bismillah, Reza mulai melajukan mobil meninggalkan kediamanku. Tidak ada percakapan antara aku dan Reza. Aku sibuk dengan pikiranku yang terus teringat Thalita. Rasa was-was dan takut akan keselamatan putriku terus membayangiku. Dalam hati aku pun merasa senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan dia.Reza mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan ibu kota di malam hari.“Kita mampir ke klinik dulu, ya, Al?” ucap Reza membuatku menatapnya.“Untuk apa?”“Sebentar saja, aku hanya ingin memberitahu para perawat di sana, kalau aku akan pergi dan tidak akan bisa masuk kerja besok,” ujarnya lannsung berbelok ke arah klinik.Aku berdecak sebal. Sebenarnya aku tidak mau karena akan mengulur waktu untuk aku bertemu Thalita. Entah kenapa, Reza sangat santai dan seperti yang tidak mengkhawatirkan keadaan Thalita.Aku tidak bicara lagi, aku diam sampai dia kembali ke dalam mobil. Saat hendak akan melajukan mobil, tiba-tiba kaca mobil diketuk seseorang dari

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 63

    “Jangan melihatku seperti itu, aku hanya asal bicara,” ujar Reza mengerti isi hatiku.Aku pun mulai menyuapkan sedikit nasi ke dalam mulut. Dengan susah payah aku mengunyah hingga menelannya. Rasanya nasi yang aku makan terasa keras dan mengganjal di tenggorokanku.“Apa kalian punya musuh sebelumnya? Atau adakah yang kalian curigai sebagai penculik Thalita?” tanya Mama. Aku yang hendak menyuapkan nasi lagi, menghentikan tanganku di udara.Seketika ingatanku mengarah pada seseorang yang punya masalah denganku. Lita, apakah mungkin dokter itu yang menculik anakku?“Mungkinkah Lita yang menculik Thalita, Za?” tanyaku pada Reza.Reza mnggeleng cepat.“Itu tidak mungkin, Lita tidak akan melakukan hal senekad ini, Al. Lagipula, jika dia yang menculik Thalita, dia tidak akan meminta imbalan uang, tapi ... mungkin yang lain,” ujar Reza membuatku emosi.Bagaimana mungkin dia seyakin itu kalau bukan Lita yang menculik Thalita, sedangkan dia juga tahu kita sempat terlibat percekcokkan.“Aku yaki

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 62

    Sekarang, kami semua tengah berkumpul di ruang makan. Tidak sedikit pun makanan yang masuk ke dalam perutku. Bagaimana aku bisa makan, kalau putriku saja tidak aku ketahui rimbanya.“Al, dimakan, jangan didiamkan begitu makanannya,” ujar Papa mengingatkan.“Kita juga kehilangan Thalita, bukan Cuma kamu saja. Kamu harus makan agar kamu tidak sakit dan dengan cepat kita akan menemukan anakmu,” ucap Mama.Aku bergeming, bukan karena tidak mendengar teguran mereka, tapi aku tidak memiliki selera makan. Jangankan untuk makan, ingin bernapas lega pun aku tidak bisa jika belum mendapat kepastian tentang Thalita.Dering ponsel milik Reza berbunyi, aku mengangkat kepala berharap Thalita yang menghubungi kita.“Halo,” ucap Reza.Volume ponsel di loadspeaker oleh Reza agar kami bisa mendengar siapa yang menelpon.“Papa.” Aku mengambil ponsel dari tangan Reza.“Sayang, anak Mama, kamu di mana, Nak? Kamu sudah makan belum, Sayang?” tanyaku dengan berurai air mata.“Sudah, Ma. Thalita makan sama ay

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 61

    “Bu, Pak. Maaf, ini tabungan saya selama bekerja di sini, saya ikhlas jika uang ini dipake untuk menebus Thalita, Bu.” Niar, datang dengan membawa amplop berwarna cokelat yang berisikan uang.“Saya juga ingin memberikan tabungan saya untuk menebus Non Thalita,” ucap Pak Ari yang diikuti istrinya Bi Wati.Kami semua tertegun melihat mereka yang datang dengan membawa uang ke hadapan kami.“Maafkan saya, Bu. Ini salah saya, seandainya saya punya kekuatan untuk melawan mereka, Non Thalita tidak akan berhasil mereka culik,” ujar Pak Ari.Aku dan Reza saling pandang, begitu pun Mama dan Papa. Aku sama sekali tidak menyalahkan siapa pun, juga aku tidak pernah berpikiran akan meminta mereka untuk membayar tebusan untuk Thalita. Karena aku pun masih mampu untuk menyediakan uang sebesar itu.“Ni, Pak Ari, juga Bi Wati, saya tidak menyalahkan kalian, saya juga tidak akan menerima uang kalian itu. Saya masih mampu untuk membayar para penculik itu,” kataku melihat mereka yang duduk di lantai.“Kam

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 60

    “Sanggupi, katakan pada mereka, aku menyanggupi memberikan uang satu miliar pada mereka, asal Thalita kembali dalam keadaan selamat,” lanjutku.“Ok, sekarang kita pulang dulu sambil menunggu kabar dari mereka tentang di mana mereka menyekap Thalita.”“Bukannya kita akan ke kantor polisi? Kita lanjutkan saja ke sana,” kataku mengingatkan.“Mereka melarang kita melaporkannya ke polisi, kalau kita nekad, nyawa Thalita taruhannya.”Ya Allah Tuhan. Siapa sebenarnya mereka? Kenapa mereka menculik anakku. Aku semakin tergugu, anakku, belahan jiwaku dalam bahaya.Reza membawaku pulang ke rumah. Sebenarnya aku tidak ingin pulang tanpa Thalita, tapi aku juga tidak ingin bertindak gegabah yang nantinya akan membahayakan Thalita.Bayang-bayang kehilangan orang yang aku sayangi sangat jelas mengganggu pikiranku. Aku sudah kehilangan Mas Mirza, dan sekarang aku juga kehilangan putriku. Tidak, aku tidak mau itu terjadi. Akan aku berikan apa pun yang mereka inginkan asalkan Thalita bisa kembali dalam

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 59

    Reza pun mengikuti saranku. Meskipun tidak ada petunjuk tentang siapa yang menculik Thalita, tapi aku berharap polisi bisa membantuku menemukannya.Suara ponsel di saku jas milik Reza membuat dia dengan terpaksa menghentikan laju mobilnya. Reza menepikan mobil di pinggir jalan yang sepi. Dalam hati aku berdoa kalau bukan dari klinik yang menghubungi Reza. Kalau telpon itu dari klinik, sudah bisa dipastikan Reza akan memutar arah.“Halo, siapa ini?”Aku mengerutkan kening, berarti bukan dari klinik.“Halo, siapa ini. Kenapa menghubungiku?” tanya Reza pada penelpon.“Siapa, Za?” tanyaku.“Tidak tahu, Al. Mungkin orang iseng.”Reza menyimpan ponselnya di dashboard. Baru saja Reza akan menyalakan mobil, dering ponsel kembali mengalihkan fokusnya.“Kamu saja yang angkat, Al,” ujar Reza.Aku pun mengambil ponselnya dan menggeser tombol hijau menerima panggilan.“Halo,” ucapku.“Mama!”Deg!Aku yang menyender, seketika menegakkan tubuh. Menajamkan pendengaran dari suara ponsel yang aku tempe

DMCA.com Protection Status