"Safira tunggu aku!" Gilang bergegas menyusul Safira. Setelah langkahnya sejajar dengan gadis itu, dia berucap, "kalau kamu mau pulang biar aku anterin, ya?"
Safira tak menyahut dan semakin mempercepat langkah.
"Fir, jangan marah gitu, dong, kenapa, sih? Makanannya belum diambil, hei!"
Safira menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Didapatinya Gilang tengah bercakap-cakap dengan penjaga kasir rumah makan itu. Lalu Gilang memberikan sejumlah uang pada penjaga kasir itu dan menerima bungkusannya yang Safira yakini isinya adalah sisa makanannya tadi.
"Cowok itu serius banget, sih," decaknya sedikit sebal, "orang nggak mau juga,"
Gilang berjalan mendekati Safira, "nih, makanannya bawa pulang." Gilang mengulurkan sebuah bungkusan hitam itu ke Safira yang tak menghiraukannya. Gadis itu tak acuh.
"Ya udah kalau nggak mau bawa. Aku bawain. Mau pulang, kan? Yok aku anterin." Lelaki bertubuh tinggi itu berjalan menuju motornya, lalu menaikin
Hmm kira2 Gilang mau ngapain Andra ya? Wah kayaknya bakal ada perang dunia ketiga lagi nih. Ikuti terus kelanjutannya, ya. Makasih...
"Kak Riri!" Riri baru melangkah melewati perpustakaan ketika seseorang memanggil namanya dari dalam perpustakaan. Riri melongokan kepalanya ke dalam perpustakaan. "Kak Riri temannya kak Safira, kan?" tanya gadis yang memanggil namanya tadi yang ternyata adalah Viona. "Iya, kenapa, ya?" tanya Riri bingung. "Gue denger kak Safira lagi pacaran sama kak Gilang, ya?" "Iya, kenapa?" "Gue cuman mau kasi tau kak Gilang itu bukan cowok baik-baik. Dia nggak pantes buat cewek sebaik kak Safira." Riri terenyak mendengar penuturan Viona. "Lo kok bisa ngomong gitu? Tau dari mana?" "Gue mantannya kak Gilang. Sebagai mantan pacar jelas gue tau gimana kelakuannya. Kak Gilang itu jahat, Kak. Ya gue cuman nggak mau aja kalau sampai kak Safira disakitin. Gue paham kok gimana perasaan kak Safira sebagai sesama perempuan." "Lo ngomong jangan asal, ya. Gilang nggak mungkin kayak gitu," tangkis Riri. Semua orang tahu bagaimana gela
Gilang: Fir, malam ini temenin aku ke luar, yuk Safira: Maaf Gilang. Aku nggak bisa kalau malam. Lain kali aja, ya? Gilang: kenapa? Safira: Tugas sekolahku lagi banyak. Maaf, ya? Safira membaca ulang beberapa pesan terakhirnya dengan Gilang. Ini kesekian kali dia menolak ajakan pacarnya itu untuk jalan. Perkataan Andra tempo hari sedikit banyak mempengaruhi pikirannya. Hingga berimbas ke sikapnya terhadap Gilang. Apa lagi mengingat kejadian dua hari lalu ketika dia tak sengaja memergoki Gilang menghajar Andra. "Apa maksud lo ngomong gitu di depan cewek gue?" tanya Gilang ke Andra waktu itu. Andra terkekeh kala menyadari apa yang jadi permasalahannya. "Emang kenapa? Salah?" Gilang mendengus, lantas menarik kerah kemeja Andra. "Itu sama aja lo udah ngerendahin dia! Lo nggak tau apa-apa tentang hubungan gue dan Safira, jadi lo nggak usah sok tau!" Perseteruan itu menarik perhatian para siswa mau pun guru yang ada d
Jam pelajaran telah berakhir. Bu guru yang mengajar di depan telah menyusun buku-bukunya, dan berjalan ke luar kelas. Bersamaan dengan siswa yang juga mengemasi alat belajarnya, bersiap untuk pulang. Safira yang sejak tadi tak bisa berkonsentrasi penuh dengan pelajaran, bernapas lega ketika jam pelajaran akhirnya selesai. Ya, sejak pelajaran dimulai hingga berakhir, pikirannya di dominasi oleh ucapan Gilang. Rasanya dia hampir luluh mengingat kata-kata manis itu. Jujur, dia sempat menangis mendengarnya, tapi sebisa mungkin tak dia tampakkan depan lelaki itu. Membuat dia jadi berpikir, apa benar selama ini dia yang terlalu paranoid? Gilang sudah berjanji, tapi kenapa dia tak percaya? Pantaskah dia meragukan lelaki yang telah menjadi pacarnya itu? Apa yang harus dia lakukan sekarang? "Fir, ngapain bengong?" Teguran Riri mengejutkannya seketika. Safira menatap Riri, lantas hanya tersenyum kaku tanpa mau memberitahu sahabatnya itu apa yang sedang meng
Gilang lega, setidaknya dia berhasil membujuk Safira hingga sekarang gadis itu tak menjauh lagi darinya dan mulai mau diajak pergi sekolah bersama seperti biasa. Dan hari ini, sepulang sekolah, Gilang mengajak Safira jalan ke mall, katanya mereka ingin membeli baju couple. Gilang yang memaksa Safira ketika gadis itu menolak. Tak ingin mengecewakan, Safira coba menuruti kemauan Gilang kali ini. Sepanjang perjalanan di mall, Safira hanya mengikuti kemana Gilang pergi dan sesekali menanggapi saat lelaki itu meminta pendapatnya tentang baju yang dipilih. Jujur, Safira merasa canggung berada di tempat yang ramai dan asing seperti ini. Ini pertama kalinya dia ke sini. Kalau Gilang tak mengajaknya mungkin dia tak akan menginjakkan kaki di sini sekarang. Menilik harga yang bergantung di setiap pakaian yang berjejer rapi itu atau melirik harga di barang-barang lain di tempat bergengsi ini membuat Safira ngeri. Untuk membeli sehelai baju saja mungkin bisa m
Hari-hari terus berlalu. Safira semakin yakin dengan keputusannya untuk mempertahankan Gilang dan membantu lelaki itu untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semakin lama, Safira juga merasa kalau Gilang itu sebenarnya baik. Selama berhubungan dengannya, tak sekali pun lelaki itu menunjukkan sikap kasar di depannya. Gilang selalu memperhatikannya dari hal sepele hingga hal besar. Gilang memperlakukannya bagai putri. Dan Gilang sama sekali tidak terlihat seperti berniat untuk melakukan itu padanya. Setiap orang mempunyai masa lalu, termasuk Gilang. Dan tidak ada seorang pun yang bisa mengubah masa lalu bahkan yang gelap sekali pun. Yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha melakukan yang terbaik untuk saat ini dan tidak kembali ke masa gelap itu lagi. Dan Safira siap untuk mendampingi Gilang melewati hari-harinya saat ini dan yang akan datang. Safira sangat bahagia, tentu saja. Seperti saat ini.Bel tanda pulang baru saja berdentang. Safira sudah m
Andra yang sudah memberitahu Viona kalau kakak kelasnya itu mengekos di sini. Tak hanya itu. Andra juga memberi informasi lain tentang hubungan Safira dan Gilang. Kini dia tahu semua tentang hubungan dua sejoli itu. Safira tertegun kala melihat siapa yang datang. Tapi dia tak bisa mengelak lagi. Mau tidak mau dia menemui orang yang berusaha dia hindari. "Ada apa, ya?" tanya Safira. Viona justru menatap Safira dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Kak." Gadis itu tiba-tiba saja merengek, bibirnya mencebik. Membuat Safira semakin heran. "K-kamu kenapa?" Safira melirik sekelilingnya yang tetiba ramai. Tak nyaman bicara di depan banyak orang, dia pun merangkul Viona untuk masuk ke kamarnya. "Kita ngobrol di dalam aja. Tenang." Viona terus tersedu sepanjang perjalanan menuju lantai dua, di mana kamar Safira berada. Dan Safira berusaha menenangkannya dengan mengusap bahu gadis itu pelan, sampai mereka tiba di depan pintu kamar Safira. Safira mem
Kamu yang ada di depan mata Aku ingin terus menatapmu Karena senyum tawa yang terlalu lama kau simpan Aku tertawa terbawa suasana yang ada di malam itu Kau yang kulihat dari banyaknya kaum hawa. Sepenggal lirik lagu Cokelat Biru milik Giorgino Abraham memenuhi ruangan Mandala Cafe--sebuah cafe favorit anak muda yang hobi nongkrong sambil wifi-an. Kebetulan malam itu di Mandala Kafe mengundang penyanyi lokal untuk menyanyikan lagu-lagu hitz masa kini guna menghibur pengunjung cafe-nya. Semua pengunjung Mandala Kafe tampak terhibur dengan nyanyian vokalis di depan sana, tak terkecuali Gilang dan Safira yang juga merupakan salah satu pengunjung Mandala Cafe malam itu.Malam ini Gilang mengajak Safira ke luar untuk sekadar ngopi atau menikmati suasana kafe favorit seperti sekarang ini. Tak seperti sebelumnya, kali ini Safira yang tidak takut lagi, menerima ajakan Gilang tanpa ragu. Dan malam ini, Safira membuk
Pagi ini kelas XII IPS 1 sedang jam kosong. Bu guru yang berhalangan hadir hanya menitipkan tugas ke ketua kelas yang dicatat ke papan tulis untuk kemudian disalin dan dikerjakan oleh siswa.Sebagian besar siswa di kelas itu hanya berleha-leha. Yang cewek ada yang mengerjakan tugas itu sambil bergosip. Sedangkan anak cowok sibuk bermain game, chatingan, nonton video dan sebagainya. Namun, ada pula siswa yang rajin mengerjakan tugas tersebut dengan serius. Seperti halnya, Safira, Riri, dan Evan. Mereka hanya sesekali berbicara satu sama lain. Saat Safira tengah serius menatap buku tulisnya, Andra yang merasa bosan menjahili anak cewek di kelas itu memilih menghampiri Safira. "Gimana hubungan lo sama si Gilang itu?" tanyanya tiba-tiba. Lelaki itu berdiri di samping meja Safira dan Riri. Mendengar itu Safira berhenti menulis. Dia mendongak menatap Andra. "Kepo," jawabnya singkat lalu kembali menulis. "Aelah, gue nanya di bilang kepo. Gue cum