Dan keesokan harinya, Ari membuktikan kata-katanya. Dia terus mendesak Nabil, tanpa memberikan waktu padanya untuk bernafas.Nabil tidak bisa berkutik. Jalannya tertutup. Semua pintu sudah terkunci. Dia tidak bisa menghindar lagi. Satu-satunya tindakan yang bisa dilakukannya adalah berterus terang dan mengatakan semuanya dengan jujur."Oke, aku akan jujur bilang semuanya tapi nggak disini," kata Nabil pada Ari yang terus mendesaknya dan tidak ingin menyerah."Kalo gitu, kita ngomong di kantin aja," usul Ari yang langsung diiyakan Nabil.Mereka pun berjalan bersisian menuju kantin kantor. Nabil mulai menyusun kata-kata yang akan disampaikannya pada Ari nanti. Dia sudah siap untuk menerima apapun respon dan tanggapan Ari padanya."Mo minum apa, geng? Aku yang trkatir deh," ujar Ari begitu mereka sampai di kantin dan mengambil tempat duduk di pojokan."Air putih aja," jawab Nabil tanpa banyak memilih."Yakin?" "Iya."Ari memanggil penjaga kantin dan memberi isyarat agar mendekat. Sesoso
Baru saja pulang dari kantor, Kayla langsung menyerbu kamar mandi. Hari ini sudah lebih dari tiga kali Kayla muntah-muntah. Perutnya benar-benar nggak enak. Pasti tadi dia salah makan di kantor. Tapi perasaan, makanannya juga yang biasa-biasa aja dan bersahabat sama perutnya. "Yang, kamu nggak apa-apa?" tanya Radit cemas dan kasihan melihat Kayla yang terkulai lemas dan kehabisan tenaga.Kayla berusaha mengatur napasnya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, memancing rasa mual yang belum benar-benar pergi.Radit yang akan pulang setelah mengantar Kayla, mengurungkan niatnya. Ia tidak tega meninggalkan Kayla sendiri di rumahnya. Di rumah Nabil sih tepatnya."Aku nggak apa-apa kok. Mungkin cuma masuk angin, atau salah makan. Kamu kalo mau pulang, pulang aja," Kayla meyakinkan dan menenangkan Radit.Radit menatap Kayla sekilas. Wajah cantiknya sedikit pucat. Radit mengusir pikiran buruk yang mencoba menguasai. Ah, nggak mungkin, pikirnya. Selama ini mereka selalu bermain aman. Lagian suda
Akhirnya Nabil nekat keluar dari mobil dan mendorong sendiri mobilnya, berharap di depan sana ada bengkel yang bisa memberinya bantuan.Tapi ternyata tidak semudah yang dibayangkannya. Nabil kehabisan tenaga tepat saat mobilnya berada di tengah-tengah jalan raya. Mobilnya sukses menghalangi pengendara lainnya untuk lewat.Sebuah Honda City hitam berhenti di depannya lalu mengklakson panjang karena tidak bisa lewat.Nabil tak kehilangan akal. Dia mendekati sedan hitam itu, berniat meminta pertolongan.Pengendara sedan tersebut menurunkan kaca mobil, "Ada apa, Mas?" tanyanya."Mbak, bisa bantuin saya nggak? Mobil saya tiba-tiba mogok dan nggak mau hidup," jelas Nabil.Perempuan itu turun dari mobilnya. Lalu mengikuti Nabil ke mobilnya.Nabil memperhatikan gerak-gerik perempuan itu dengan saksama. Dia mencoba menyalakan mesin, tapi tidak berhasil."Lho, bensinnya habis ya?" celetuk perempuan itu."Masa sih?" Mata Nabil langsung tertuju pada fuel meter.Ternyata benar. Indikator pada fuel
Kayla mengedarkan pandangannya ke tiap sudut ruangan tempatnya berada sekarang. Ya. Saat ini dia sedang berada di president suite room sebuah hotel bintang lima. Kayla memandang takjub pada pemandangan romantis yang terhampar di depan matanya.Ratusan mawar aneka warna memenuhi sisi tempat tidur. Kayla mengambil satu di antaranya lalu mendekatkannya ke hidung. Ia memejamkan mata, menghirup dalam-dalam aroma wangi yang timbul. "Sayang... Gimana, kamu suka?"Kayla membuka mata begitu mendengar suara Radit. Suaminya itu tersenyum hangat dan menatapnya mesra.Kayla mengangguk dan balas tersenyum. "Aku suka. Suka banget."Radit duduk disamping Kayla. Disibaknya anak rambut yang jatuh di kening gadis itu, lalu diselipkannya ke belakang telinga."Kamu cantik, Sayang... Beda dari biasanya," puji Radit dan tak lepas memandang Kayla dengan penuh kemesraan.Kayla menunduk malu. Wajahnya merona. Walaupun sudah ribuan kali Radit memujinya tapi tetap saja sensasinya beda.Radit meraih dagu Kayla,
Pagi-pagi saat Kayla terbangun, ternyata Radit sudah ada di sebelahnya. Lelaki yang kini ia sebut suami itu melingkarkan tangannya ke tubuh Kayla. Wajahnya tampak tenang dalam tidurnya yang pulas.Kayla menyentuh muka Radit. Lalu mengusapnya pelan. Radit tidak terusik sama sekali saking lelapnya ia tidur.Rasa bersalah mulai menguasai Kayla begitu ingat penolakannya semalam. Kayla menyesal telah bersikap kekanakan dan membuat Radit kecewa. Harusnya jika memang belum siap untuk hamil, dia bisa prepare pencegahnya sebelum mereka bercinta. Kayla balas mendekap Radit dengan melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Radit.Tapi mungkin pelukannya terlalu erat hingga membuat Radit terbangun."Maaf, aku nggak bermaksud membangunkanmu," ucap Kayla saat melihat mata Radit yang kini terbuka sempurna.Radit tersenyum sekilas. Lalu menutup mulutnya yang menguap berkali-kali."Kamu lanjutin aja tidurnya," tanggap Kayla peka.Radit tidak menjawab dan menutup matanya kembali, berniat melanjutkan tidurn
Rasanya Karin tidak bisa mempercayai kalau Nabil bisa berkata sejujur itu padanya. Pengakuan Nabil yang sangat terus terang melukai hatinya. Andai bisa memilih, ia lebih menyukai Nabil untuk berbohong demi menjaga perasaannya."Ja... Ja... Jadi apa arti hubungan kita selama ini, Bang?" tanya Karin terbata-bata. Pandangannya mulai memburam oleh bulir-bulir air mata yang berlomba ingin berloncatan keluar.Nabil menghela napas berat. Dia tidak ingin menyakiti Karin. Tapi dia juga tidak mau harus terus berpura-pura. Nabil sudah mencoba menjalani hubungan bersama Karin, membangun chemistry dan berusaha agar mereka sejalan. Tapi ia merasa gagal. Tidak sedikit pun ruang hampa di hatinya bisa terisi oleh kehadiran Karin."Sebelumnya saya minta maaf. Tapi saya rasa diantara kita tidak pernah ada komitmen apapun," kata Nabil mengingatkan. Dia menggunakan kata saya dan bukan aku lagi. Itu artinya Nabil sudah bicara secara serius dan formal.Karin semakin shock mendapat pengakuan yang bertubi-tub
Setelah tiga hari menginap di hotel, akhirnya Radit dan Kayla kembali ke rumah Radit, yang kini menjadi rumah mereka berdua. Kringgg..... Kringgg..... Kringgg..... Kringgg.....Kayla terbangun begitu mendengar nada panjang alarm yang berisik yang bersumber dari ponselnya. Kayla meraih benda mungil itu dengan mata masih terpejam. Dia bermaksud menekan tombol snooze. Tapi begitu ingat jika melakukan hal itu bisa membuat Radit terlambat berangkat ke kantor, Kayla mengurungkan niatnya.Kayla mengerjap. Semua masih gelap. Hanya sinar dari luar menerobos sela-sela jendela kamar. Kayla melihat kembali layar ponselnya. Masih jam empat pagi. Apa yang harus dilakukannya sepagi ini?Kayla merenggangkan kedua tangannya dan menggeliat malas. Setengah meloncat, Kayla turun dari tempat tidur king size. "Beb, bangun! Udah pagi!"Kayla mencoba membangunkan Radit sambil mengikat rambutnya yang acak-acakan. Yang dibangunkan bergeming.Kayla beranjak ke kamar mandi. Ia meyalakan lampu kamar mandi dan
Kayla menyalakan motor maticnya. Sekilas dilihatnya langit yang sedikit gelap. Besar kemungkinan hujan akan turun, tapi dia nekad pergi. Jalanan ibukota tidak seramai biasa. Mungkin karena saat ini bukanlah jam sibuk.Kayla menempuh perjalanan ke kantor Nabil dengan lancar jaya. Tanpa ada hambatan apa pun. Saat sudah berada di depan kantor Nabil, Kayla mulai ragu. Apa anggapan Nabil pada dirinya nanti? Akankah Nabil menganggapnya mencari-cari alasan untuk bertemu dirinya?Kayla mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungi Nabil. Tapi tidak ada jawaban. Apakah Nabil sengaja tidak menerima teleponnya?Kayla kemudian mencoba mengirim pesan."Bil, ini Kayla. Sekarang aku ada di parkiran kantor kamu. Kamu bisa keluar sebentar nggak? Aku mau balikin kunci rumah kamu."Lama Kayla menunggu hingga tanda centang dua berubah warna menjadi biru dan Nabil membalasnya hanya dengan satu kata."Iya."Hanya itu. Padahal Kayla sudah bicara panjang lebar.Kayla menunggu Nabil dengan jantung berdebar. Da
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat