Setelah berjam-jam lamanya, akhirnya mereka bisa bernapas lega karena pesawat akan segera take off. Tidak pernah Keyzia membayangkan diberi kesempatan berduaan dengan Radit, bahkan di dalam khayalannya sekalipun ia tidak berani. Putri pasti panas dingin andai mengetahui hal ini.Keyzia merasakan kesedihan yang begitu kentara di wajah Radit. Keyzia sebenarnya bukanlah tipe manusia yang suka mencampuri urusan orang lain. Tapi entah kenapa ia merasa tergelitik untuk mengetahuinya."Dit, lagi ada masalah ya?" tanya Keyzia hati-hati.Radit mengembangkan senyum. Memberi isyarat dengan gerakan bibir bahwa semua baik-baik saja.Begitu tahu kalau Radit tidak ingin menceritakannya, Keyzia tidak bertanya lagi. Tapi ia ingin tahu soal yang lain, apa tujuan Radit datang ke Jakarta."Dit, kamu ke Jakarta ngapain? Urusan kerja juga?"Radit tidak tahu apakah Keyzia bisa dipercaya atau tidak. Namun melihat Keyzia yang sepertinya lebih dewasa dari Putri, Radit memilih untuk jujur."Key, kamu bisa dipe
Setelah pesawat landing, Radit dan Keyzia bepisah di bandara menuju tempat tujuan masing-masing. "Hati-hati ya, Dit," pesan Keyzia sebelum pergi mengembangkan senyum sedih."Kamu juga," balas Radit membalas senyum Keyzia.Menurut anggapan Keyzia, Radit sudah tinggal berangkat. Padahal masih banyak yang harus diurus Radit sebelum pergi. Ia harus ke CVAC untuk mengurus perpanjangan visa serta beberapa dokumen lain. Tidak semudah yang dipikirkan orang-orang. Bepergian ke negara lain, khususnya yang membutuhkan visa apalagi untuk tujuan bekerja, proses izinnya lebih ketat dibanding izin untuk kunjungan sebagai wisatawan. Namun, karena sebelumnya sudah pernah bekerja pada negara yang sama, mungkin prosesnya akan menjadi lebih cepat.Radit memilih hotel di dekat bandara.Ia sudah mengajukan janji temu biometrik pada pihak terkait dan tinggal menunggu panggilan. Seharusnya hari ini atau maksimal besok Radit sudah mendapat panggilan. Radit berharap agar semua prosesnya berjalan lancar dan ia
Tanpa pikir panjang lagi, Radit segera memesan tiket pesawat untuk penerbangan nanti sore. Ia tersenyum senang setelah menyatakan mengkonfirmasi.Rasanya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sang istri tercinta. Setelah bertemu nanti Radit ingin meminta maaf pada Kayla. Sudah berkali-kali melakukan kesalahan, dan sudah berulang-ulang pula ia meminta maaf. Semoga saja ini adalah kali terakhir kali ia melakukan kesalahan.Radit sudah membayangkan tubuh mungil Kayla ada dalam dekapannya. Lalu ia akan menciuminya berulang-ulang dan tidak ingin lagi melepasnya.Masih ada waktu tiga jam lagi sebelum jadwal penerbangannya. Namun Radit tidak ingin berlama-lama. Ia langsung mengemasi barang-barangnya, dan check out dari hotel kemudian berangkat ke bandara.Tidak semua keinginan serta merta bisa terwujud. Niat Radit untuk segera bertemu Kayla terpaksa pending. Kondisi udara yang buruk serta jauh dari kata sehat akibat kabut asap membuat banyak penerbangan tertunda bahkan ada yang batal. Muka-
Setelah selama beberapa hari ini tidak menyalakan handphone, sekalinya aktif malah Nabil yang menelepon. Padahal awalnya Kayla berharap Radit yang menghubunginya.Iseng-iseng, Kayla kembali mencoba menghubungi Radit. Ia masih menyimpan harapan itu. Harapan bahwa Radit akan bisa dihubungi. Dan saat itu juga Kayla harus kembali menelan bulat-bulat kekecewaannya. Usahanya sia-sia.Kayla menggigit bibir. "Apakah kamu benar-benar udah ngelupain aku, Dit? Apa kamu betul-betul ingin menghilang dari kehidupanku?" tanyanya dalam hati.Kayla kembali mengantongi ponselnya. Lalu beralih pada Lisa yang bersiap-siap untuk pulang."Sa, Malam ini kamu nginap di sini ya.""Kenapa, Kak? Kakak takut sendiri?" tanya Lisa heran.Setelah beberapa hari belakangan Kayla selalu sendiri tanpa Radit, malam ini ia merasa butuh seseorang untuk berbagi. Kayla merasa kesepian sendiri dan perlu teman untuk bicara."Hmm ... bukan takut sebenarnya, cuma aku lagi butuh temen ngobrol. Kita begadang nonton drakor gimana?
Pagi-pagi sekali Radit sudah bangun. Hanya beberapa jam ia memejamkan mata. Walau kantuk masih menggantung di indra penglihatannya namun Radit memaksakan diri untuk bangkit.Baru saja Radit selesai mandi dan berpakaian, Keyzia datang mengetuk pintu kamarnya."Sudah siap, Dit?" tanyanya begitu Radit membuka pintu."Udah, Key, tinggal berangkat."Setelah sarapan pagi dan check out, mereka meninggalkan bandara menuju kota Medan menggunakan shuttle bus."Dit, ntar di Medan kita jalan-jalan dulu ya, aku baru kali ini ke sini," ujar Keyzia mengajak Radit."Duh, Key, lain kali ya," tolak Radit. Ia sudah tidak sabar ingin segera sampai dan bertemu dengan Kayla."Lain kali kapan? Jarang-jarang lho kita ke sini." "Kita?" Radit mengernyit bingung."Sorry, maksudnya aku," ralat Keyzia mengklarifikasi.Radit berpikir di dalam hati, kalau nanti mereka jalan-jalan dulu, otomatis mereka akan banyak menghabiskan waktu disini. Padahal Radit sudah tidak tahan ingin berjumpa Kayla."Sekali ini aja ya,
Malam ini sepertinya semua anggota tubuh Kayla bersinkronisasi satu sama lain. Mereka seperti tahu bahwa sang pemilik tubuh sedang gundah, resah, dan gelisah.Kayla, perempuan dengan tinggi satu meter enam puluh lima senti itu terlihat risau. Pikirannya mengembara kemana-mana. Bagaimana tidak, sang pemilik hati yang sedari tadi dinantikannya masih belum kembali.Seharusnya sudah sejak dua jam yang lalu Radit sampai di rumah, tapi hingga sekarang belum ada tanda-tanda kalau suaminya itu akan datang. Frekwensi kekhawatiran Kayla semakin meningkat akibat berkali-kali panggilan jarak jauh yang ia tujukan pada Radit tidak mendapat sambutan.Kayla tidak mampu lagi melawan saat akhirnya kantuk mulai menyerang. Ia menguap berkali-kali. Sebisa mungkin Kayla bertahan agar tidak tertidur. Namun akhirnya ia kalah dan menyerah.Rasanya baru beberapa menit yang lalu Kayla menutup mata ketika ia merasa sesuatu yang lembut dan lembab menyentuh keningnya. Kayla memaksakan diri membuka netra. Dan begi
Ketika pagi menjelang, Radit dan Kayla masih berada di pembaringan mereka yang nyaman. Radit semakin mempererat dekapannya ketika merasakan tubuh istrinya itu mulai bergerak. Radit masih belum ingin mengakhiri kebersamaan mereka yang dirasanya terlalu singkat.Kayla juga merasakan hal yang sama dengan Radit. Kayla enggan beranjak dan lebih memilih membenamkan wajahnya di dada Radit yang bidang. Disana, Kayla bisa mendengar dengan jelas irama jantung Radit yang begitu teratur, sangat kontras dengan semalam, ketika mereka sama-sama mengayun rasa.Kenyamanan yang dirasakan Kayla mulai terusik ketika rasa mual kembali menyerang seperti hari-hari sebelumnya.Dengan gerakan pelan Kayla menggeser tangan Radit yang melingkarinya. Ia harus ke kamar mandi sebelum terlambat karena desakan dari dalam perutnya semakin memberontak ingin keluar.Mengetahui Kayla tidak lagi berada dalam dekapannya, Radit membuka mata. “Yang, kamu dimana?” panggilnya.Karena tidak ada sahutan dari Kayla, Radit turun
Nabil yang sudah grogi bertambah gelagapan mendengar pertanyaan tak terduga itu. Semua diluar prediksinya. Harus secepat inikah prosesnya?"Kalo misalnya aku suka sama kamu, boleh?" Akhirnya terlontar juga kalimat itu dari bibirnya. Nabil mengucapkannya dengan begitu hati-hati.Keyzia tertegun. Tidak percaya dengan pendengarannya sendiri, serta tidak tahu harus mengucapkan apa."Kalo cuma suka apa salahnya? Masa nggak boleh?""Kalo lebih?" Nabil merutuki dirinya sendiri yang seperti mendapat kekuatan untuk bicara lebih banyak.Keyzia kembali terdiam. Itu maksudnya apa?Di tengah ketermanguannya, telinga Keyzia menangkap suara Nabil."Hehe, Key, aku becanda kok," ralat Nabil demi menyalamatkan mukanya.Keyzia mengerjap, setelah beberapa saat yang lalu ia tak berkedip.Dan sepanjang sisa perjalanan, mereka menghabiskan waktu dengan berbicara pada hati masing-masing. Hingga tanpa terasa mereka sampai di kantor Keyzia."Key, kayaknya aku nggak bisa jemput kamu nanti sore," kata Nabil sebe
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat