Hari pertama, kedua, dan ketiga hingga sepuluh hari berlalu. Tidak ada kabar dari Dea. Nabil juga tidak ingin menghubungi. Hatinya sudah terlanjur kecewa oleh sikap Dea. Bahkan jika dia ingin kembali pun Nabil sudah merasa keberatan.Nabil kembali merenungi saat-saat pertama pertemuannya dengan Dea dulu. Perempuan itu telihat baik, lembut, kuat dan luar biasa manis. Tapi sekarang Nabil jadi curiga. Jangan-jangan itu adalah satu dari sekian trik untuk merenggut hatinya. Jika memang betul, maka alangkah bodoh dirinya. Tertipu oleh perempuan itu lebih menyakitkan dari pada tertipu uang ratusan juta.Nabil meremas-remas rambut. Berusaha mengusir sedikit saja rasa sakit di kepalanya. Apakah selama ini ia sudah salah pilih? Mungkin ucapan Ari benar. Ia sudah terlanjur frustasi pada hidupnya hingga akhirnya berlabuh pada dermaga yang salah. Mengingat itu semua Nabil semakin terbunuh penyesalan.***"Buat apa dipertahankan, Bil. You deserve better!" ujar Ari saat Nabil menceritakan masalahnya
Dea memandangi telepon seluler di tangannya dengan tatapan nanar. Rasanya ia tidak percaya jika Nabil mampu mengucapkan kata-kata itu padanya. Perpisahan. Nabil menginginkan perpisahan dan tidak ingin bersama lagi dengannya. Nabil menolak keras saat ia meminta untuk pulang ke rumah. Semarah itukah Nabil padanya? Nabil yang dikenalnya tidak begitu. Nabil suaminya memiliki hati seluas samudera, dan kesabaran tak berbatas. Tapi sekarang?Dea kembali merenungi perjalanan cintanya bersama Nabil. Nabil, laki-laki baik yang dikenalnya di depan rumah, dan almarhum Kevin yang menjadi jalan untuk mendekatkan mereka.Dea tahu diri. Nabil siapa, dirinya siapa. Mereka berbeda bagaikan langit dan bumi. Mulai dari latar belakang, tingkat pendidikan, profesi, karakter, hingga kebiasaan. Mungkin hanya status dan pengalaman karena pernah sama-sama dikhianatilah satu-satunya kesamaan yang bisa menyatukan mereka.Awalnya Dea tidak percaya diri untuk mendampingi Nabil. Ia tidak yakin kalau Nabil menikahin
Nabil mengantar Radit sampai ke rumahnya. Saat Radit mengajaknya mampir, ia menolak. Nabil merasa tidak enak, apalagi sekarang Kayla sudah mengetahui fakta hubungan mereka di masa lalu.Kayla sedang menyetrika pakaian ketika Radit masuk ke dalam rumah. Sedikit pun ia tidak menoleh pada suaminya itu. Ia memilih fokus pada tumpukan pakaian bersih yang masih kusut.Sejak Kayla mengetahui fakta tentang dirinya dan Nabil, hubungannya dengan Radit merenggang. Kayla sangat kecewa pada Radit. Ia tidak bisa menerima alasan Radit yang mengatakan kalau ia melakukan hal itu semata-mata takut kehilangan dirinya.Apa rasanya tinggal serumah tapi tidak saling bertegur sapa? Apa rasanya tidur sernjng tapi saling membelakangi? Apa yang sebenarnya dicari dalam sebuah pernikahan? Pasti kebahagiaan. Bagi Radit, bersama adalah kebahagiaan. Adakah yang lebih membahagiakan selain bisa bersama dengan orang yang kita cintai?Tapi sekarang mengapa semuanya terasa asing? Radit merasa segala sesuatu menjadi rum
Nabil mengerjapkan mata saat tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dengan gelagapan ia meraba-raba handphone. Uggh, sial! Ternyata sudah jam sepuluh pagi. Sudah sangat terlambat untuk memulai aktivitas apapun.Begitu banyak panggilan tak terjawab dari Ari serta pesan WA yang menanyakan ketidakhadirannya melaksanakan tugas seperti biasa. Nabil membalasnya dan menyampaikan pesan pada sang atasan untuk diberikan izin hari ini.Semalaman, ia hampir tidak bisa tidur. Yang bisa dilakukannya hanya membolak-balikkan badan dengan resah dan berkali-kali ganti posisi. Alhasil sekarang kepalanya jadi berat dan berdenyut hebat. Biasanya ia tak pernah bangun terlambat seperti ini. Selalu ada Dea yang membangunkannya. Mengingat istrinya itu, pikirannya mundur pada suatu sore lebih dari sepuluh hari yang lalu. Ia bingung sendiri dengan tindakannya. Apakah sikapnya sudah benar? Atau hanya karena tersulut emosi sesaat?Diam-diam Nabil merasa ingin tahu kabar Dea sekarang. Ia men-slide menu di ponselnya d
Radit menimbang-nimbang kembali keputusannya untuk menanyakan tentang masalah sensitif itu pada papa. Rasanya malu jika harus mengumbar urusan ranjang pada orang luar walaupun itu orang tuanya sendiri. Mungkin pada Nabil ia juga bisa berbagi, tapi tahu sendiri kalau Nabil juga sedang mengalami masalah rumah tangga, otomatis pikirannya tidak akan objektif.Akhirnya Radit menyimpan sendiri di dalam hatinya. Namun ia tetap berkeyakinan kalau ia sudah melanggar poin dua tersebut. Dan sebelum semua menjadi terlanjur ia harus bertindak. Mereka harus melakukannya. Malam ini juga.Tapi masalahnya sekarang adalah apa Kayla bisa diajak bekerja sama dengan baik?"Dit, makan siang di mana?" Entah kenapa Putri selalu suka bertanya di saat-saat Radit sedang berpikir ataupun mengkhayal."Belum tahu nih, kenapa, Put?""Makan siang bareng yuk, Dit!"Tawaran yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Apalagi yang nemenin juga manis. Tapi bukan itu alasannya jika Radit akhirnya menerima tawaran itu."Bol
Ari tidak bertanya lagi dan membiarkan Nabil hanyut dalam perasaannya sendiri, hingga akhirnya mereka sampai di resto yang dituju. Seandainya saja tidak lapar mungkin Nabil tidak akan menerima ajakan Ari. Gila ya, ternyata Dea mampu mengombang-ambingkan perasaannya sampai tak menentu seperti ini. Karena ada desakan naluriah dari dalam dirinya Nabil menyuruh Ari mengambil tempat duluan, sedangkan ia pergi ke toilet. Tidak lama. Mungkin hanya sekitar dua menit ia sudah kembali. Matanya berpendar mengamati setiap sudut ruangan mencari sosok Ari. Namun yang ditemukannya malah wajah lain yang tak disangkanya sama sekali. Radit. Dia tidak sendiri, tapi bersama seorang perempuan. Masih muda, fresh, dan manis. Bukan sekedar manis, tapi cantik paripurna.Siapa cewek yang bersama Radit? Nabil bertanya-tanya di dalam hati. Mereka nampak akrab. Nabil bahkan tidak pernah melihat Radit tertawa selepas itu.Nabil baru saja akan mengalihkan pandangannya, tapi Radit keburu melihat. Adiknya itu melamb
Kayla mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk polos berwarna biru. Ia baru saja selesai mandi dan keramas. Kayla berkaca di cermin, menatap setiap inci refleksi dirinya di sana. Rasanya ia masih belum bisa mempercayai apa yang telah terjadi semalam.Kayla masih bisa merasakan tangan halus Radit yang menyentuh kulitnya. Begitu juga dengan belaian-belaian lembut yang membuatnya melambung, masih dengan jelas ia rasakan.Radit yang juga baru selesai mandi datang menghampiri Kayla. Didekapnya istrinya itu dari belakang, lalu menopangkan dagu di pundaknya. Kayla mengukir senyum tanpa berkata apa pun. Mereka saling menatap mesra melalui kaca meja rias yang ada di kamar itu.Radit membalikkan tubuh Kayla agar menghadapnya. Ia mengarahkan tangan ke wajah istrinya itu. Ditepisnya helai-helai rambut setengah basah yang menutupi wajah ayu itu dan ditatapnya mata indah di hadapannya.Radit tidak mengerti apa yang melintas di otaknya hingga ia menarik tubuh Kayla dan menenggelamkan ke dada
Bagaimana caranya mengatasi rasa sakit akibat patah hati?Jawaban pertama yang mungkin hampir dilakukan semua orang terutama wanita adalah menangis. Menangis adalah bagian esensial dan sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan luka patah hati. Mengeluarkan air mata berarti mengeluarkan sekian banyak emosi yang terpendam dalm waktu yang bersamaan. Kuantitas dan kualitasnya tergantung dari emosi itu sendiri.Beberapa hari belakangan Dea sudah berusaha untuk tegar dan tidak lagi menangis. Tapi setelah tadi pagi, air matanya terkuras lagi. Dea merasa langitnya sudah runtuh. Ia tidak tahu siapa yang mempengaruhi Nabil sampai setega itu padanya. Dea pikir Nabil tidak serius akan mengirimkan barang-barangnya, tapi ternyata dia tidak main-main. Itu terbukti dari nomor resi yang diberitahunya waktu mereka chatting tadi pagi.Dea mengingat lagi isi percakapan mereka tadi pagi. Ia sudah meminta maaf dan meminta kesempatan untuk bersama lagi. Tapi Nabil menolak. Ia merasa sudah mengemis cinta pada Na
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat